Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117305 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lestariani
"Kesepakatan kedua calon mempelai dalam perkawinan menjadi syarat materil yang sifatnya absolut. Pada kasus diketahui bahwa kesepakatan/janji kawin dapat menjadi faktor terjadinya hubungan seks pra nikah. Hal ini sangat merugikan perempuan terlebih terjadi ingkar janji kawin dari pihak lelaki. Karenanya diperlukan suatu perangkat hukum untuk melindungi perempuan. Namun, apakah peraturan yang mengatur janji kawin telah memberikan perlindungan yang cukup bagi perempuan, apakah ingkar janji kawin telah mendapat pengaturan yang cukup sehingga dapat melindungi perempuan ataukah perlu pengaturan khusus, serta mengapa tindakan ingkar janji kawin dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan bukannya wanprestasi, hal ini menjadi bahasan dalam penelitian.
Penelitian ini menggunakan metoda penelitian lapangan yang bersifat empiris, yaitu identifikasi terhadap hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan (adat) yang terkait janji kawin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan tentang janji kawin dalam Pasal 58 KUHPerdata dan Pasal 11, 12, 13 KHI serta penjelasan Pasal 6 (1) UU Perkawinan telah memberikan perlindungan yang cukup bagi kaum perempuan pada umumnya, yaitu dalam bentuk pencegahan agar perempuan tidak mempercayai janji kawin. Ingkar janji kawin tidak diatur dalam undang-undang, namun dengan adanya Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3191K/Pdt/1984 tanggal 8 Februari 1986, telah cukup untuk dijadikan acuan bagi perempuan yang dirugikan akibat ingkar janji kawin, sehingga tidak diperlukan pengaturan khusus. Ingkar janji kawin termasuk perbuatan melawan hukum karena ingkar janji kawin telah melanggar norma-norma adat dan kesusilaan dalam masyarakat. Sedangkan wanprestasi merupakan suatu bahasan dalam hukum perikatan yang hanya menyangkut keperdataan saja. Namun janji kawin perlu juga diatur secara jelas dalam UU Perkawinan agar dapat diketahui oleh masyarakat luas.

An agreement between two parties (in this case refers to a couple) to get into a marriage has been considered as an absolute material requirement. There is cases in which such an agreement would lead the couple to engage in a pre-marital sexual intercourse, which definitely brings harm more to the woman, and even worse if the agreement were violated by the man. However, is the law regulating the marriage promise has already provided a sufficient protection for the woman? Is the violation of the promise has been well regulated so that it can ensure that the woman victimized is really protected? Is there any need to make a new specific regulation concerning this matter? Why is the violation of this promise considered as a violation against the law, instead of misachievement? Such questions are those to be addressed in this research.
The research applies an empirical field research method, that is, identification on the unwritten law or customary law (traditional law) concerning the promise to a marriage.
The result shows that the jaw concerning this promise in the Article 58 of the Book of Civil Law and the Article 11, 12, and 13 of the Book of Islamic Law, as well as the Article 6 91) of the Law concerning Marriage have already provided a sufficient protection for the women in general, manifested in a prevention for the woman not to trust in such a promise. Such a false promise indeed is not regulated in the law. However, the Supreme Court's Jurisprudence No.3191 R/Pdt/1984 dated February 8th 1986 is considered to be sufficient to be treated as reference for the victimized women on this matter."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Imanuel Bureni
"Perjanjian kredit bank merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds. Perjanjian kredit bank membentuk perikatan diantara para pihak dalam hubungan yang saling membutuhkan dimana masing-masing pihak berkehendak memperoleh manfaat/ keuntungan dari perikatan tersebut. Karena itu dalam perjanjian kredit bank harus ada keseimbangan kepentingan para pihak baik pada tataran pembuatan perjanjian kredit bank maupun pada tataran pemenuhannya yang dimuat sebagai klausula perjanjian. Kenyataannya, seringkali ditemukan tidak terdapatnya keseimbangan pengaturan kepentingan para pihak diantaranya terdapat klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank yang disinyalir sebagai klausula eksonerasi karena dengan pencantuman klausula tersebut maka pihak bank dapat secara sewenang-wenang mengubah bunga kredit dan juga sebagai benteng bagi pihak bank menghindari pertanggungjawaban hukum. Dalam hal ini masyarakat pencari keadilan mengharapkan hakim dapat memberi keadilan melalui pemulihan keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank tersebut. Pokok permasalahan penelitian ini adalah : apakah pencantuman klausula Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank dalam perjanjian kredit bank melanggar asas keseimbangan dan apakah hakim dapat mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak ? Selanjutnya dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, peneliti menganalisis pengaruh pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? terhadap keseimbangan perjanjian kredit bank dan menganalisis kewenangan hakim dalam mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak sekaligus memberikan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? tanpa memuat klausula yang menjamin dilakukannya negosiasi ulang mengenai perubahan bunga kredit bank adalah melanggar asas keseimbangan dan karena itu hakim karena jabatannya (ex officio) maupun karena amanat undang-undang berwenang mengintervensi perjanjian kredit bank tersebut untuk memulihkan keseimbangannya. Atas terdapatnya kelemahan / kekosongan hukum positif mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan dengan itikad baik dan juga mengenai pengaturan peranan hakim dalam memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank, maka direkomendasikan agar dilakukan revisi KUHPerdata dan/atau revisi atas regulasi undang-undang terkait.

The bank credit agreement is a medium or an intermediary of the parties in the involvement of the parties that have surplus of funds with the parties having lack of funds and needing funds. The bank credit agreement establishes the bond among the parties in a relationship which mutually needs each other where each party wishes to obtain advantages/benefits from the bond. Therefore, in the bank credit agreement there has to be a balance of interests of the parties both in the phase of the drawing of the bank credit agreement and in the phase of its fulfillment set forth as one of the clauses of the agreement. In reality, the imbalance of the parties interest arrangement is often discovered, which among others there is a clause of Bank Interest Determined and Calculated by the Bank pointed out as an exoneration clause because by putting the clause the bank can arbitrarily change the credit interest and also as the shield for the bank to avoid legal liability. In this case, the society seeking for justice expect the judge can provide it through the restoration of interest balance in the bank credit agreement. The main problems of the research are: does the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? in the bank credit agreement violate the balance principle And can a judge intervene a credit agreement approved by all parties? Furthermore, by using the descriptive analysis research method, the researcher analyzes the influence of the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? to the balance of the bank credit agreement and analyzes the authority of a judge in intervening a credit agreement approved by all parties and in providing recommendations. The research result shows that the writing of the clause ?Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? without setting forth the clause which guarantees a renegotiation to be done on the change of the bank credit interests violates the balance principle, and therefore a judge because of his/her position (ex officio) and because of the mandate of the laws has the authority to intervene the bank credit agreement to restore its balance. As there are some weaknesses/positive law disparities on the arrangement of the credit agreement implementation done with good faith and also on the arrangement of the judges roles in the restoration of the bank credit agreement balance, it is recommended that the revision of Civil Code and/or the revision on the relevant laws should be done."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reanatha Cassandra
"Tulisan ini menganalisis bagaimana pengajuan permohonan pailit bagi koperasi yang melakukan kegiatan usaha dibidang jasa keuangan serta hak dari anggota koperasi yang melakukan penyetoran kepada koperasi dalam bentuk investasi yang bukan merupakan setoran atas simpanan pokok dan simpanan wajib pada koperasi untuk mengajukan permohonan pailit pada koperasi. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode
penelitian doktrinal. Pengajuan permohonan pailit bagi koperasi yang melakukan kegiatan usaha dibidang jasa keuangan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang dapat membuktikan bahwa ia seorang kreditur yang memiliki hubungan utang-piutang dengan koperasi. Anggota koperasi yang melakukan penyetoran kepada koperasi dalam bentuk investasi yang bukan merupakan setoran atas simpanan pokok dan simpanan wajib berdasarkan Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berhak dalam mengajukan permohonan pailit atas Koperasinya sendiri apabila anggota koperasi tersebut telah memenuhi syarat dalam mengajukan permohonan pailit dalam UUKPKPU, namun hal ini bertentangan dengan asas kekeluargaan yang ada pada tubuh koperasi.

This research analyzes how to file a bankruptcy application for a cooperative that carries out business activities in the financial services sector as well as the rights of cooperative members who make deposits to the cooperative in the form of investments that are not deposits on principal savings and mandatory savings to the cooperative to file a bankruptcy application for the cooperative. This research was prepared using doctrinal research methods. Filing a bankruptcy petition for a cooperative that carries out business activities in the financial services sector can be submitted by parties who can prove that they are a creditor who has a debt-receivable relationship with the cooperative. Cooperative members who make deposits to the cooperative in the form of investments that are not deposits of principal savings and mandatory savings based on Bankruptcy Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations have the right to file a bankruptcy petition for their own cooperative if the cooperative member has fulfilled the requirements for filing a bankruptcy petition in UUKPKPU, but this is contrary to the principles kinship that exists within the cooperative body."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walter Orlando Wijaya
"Pada saat peralihan hak atas saham karena pewarisan berdasarkan hibah wasiat dilaksanakan, pewaris harus memiliki saham yang ia hibah wasiatkan pada saat ia meninggal dunia. Permasalahan timbul dalam hal pewaris memiliki saham tersebut untuk dan atas nama orang lain berdasarkan perjanjian nominee yang pada umumnya dibuat dihadapan Notaris, yang menimbulkan sengketa kepemilikan hak atas saham diantara beneficiary atau pemilik sebenarnya berdasarkan perjanjian nominee dan para ahli waris penerima nominee dengan tercampurnya saham dalam boedel waris pewaris, yang keduanya memiliki hak atas saham tersebut, baik secara hukum adalah ahli waris penerima nominee (legal owner) dan beneficiary berdasarkan perjanjian nominee. Rumusan permasalahan dari tesis ini adalah kekuatan pembuktian akta notaris yang memuat perjanjian nominee dalam sengketa peralihan hak atas saham karena pewarisan serta pertimbangan hakim terkait akta Notaris yang memuat perjanjian nominee dalam sengketa tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode yuridis normatif, berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa hak atas saham dalam sengketa karena pewarisan yang melibatkan perjanjian nominee dengan bentuk akta Notaris, jika perjanjian nominee tersebut dibuat sebelum adanya ketentuan larangan atas perjanjian nominee berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, maka yang berhak atas saham tersebut adalah pihak beneficiary berdasarkan ketentuan perjanjian nominee. Dalam hal perjanjian nominee dibuat setelah ketentuan larangan Perjanjian nominee, maka hibah wasiat dapat dilaksanakan karena tidak melanggar ketentuan perjanjian nominee, dan batal demi hukum dengan adanya ketentuan larangan perjanjian nominee dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

During Transfer of Rights to Shares due to inheritance based on a testamentary grant is carried out, the testator must own the shares at the time of his death. Legal issue arises in the event that the testator owns the shares for and on behalf of another person based on a nominee agreement, which is generally made infront of a notary. This creates a dispute over the ownership of shares between the beneficiary based on a nominee agreement, and the heirs of the legal owner, both whom have rights to the shares, whether by law, the heirs of the legal owner and the beneficiary based on the nominee agreement with the legal owner. Research question of this thesis is the proof of notarial deed that contains nominee agreement, and dispute of transfer or shares due to inheritance as well as judge's consideration regarding notarial deed that contains nominee agreement in such dispute. This research is conducted using Juridical-normative research method, based on secondary data collected through literature study on positive law and legal literature, which was examined through a case approach, which resulted a conclusion that the rights to shares in dispute due to inheritance involving a nominee agreement in the form of a notarial deed, is that if the nominee agreement is made prior to the prohibition of nominee agreement baed on Law Number 25 of 2007, concerning Investment, then the beneficiary is entitled to the shares based on the clauses of nominee agreement, and in the event that the nominee agreement is made after the prohibition of nominee agreement, the testamentary grant then can be executed as it does not violate the clauses within the nominee agreement, which is null and void based on the provisions within Law Number 25 of 2007, which prohibits nominee agreements"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Indradi
"Penelitian ini membahas mengenai hak notaris dalam proses Putusan Rehabilitasi dari Kepailitan. Kepailitan dapat menimpa kepada Orang Perorangan dan Badan Hukum, dalam hal ini notaris juga dapat menjadi bagian dari subjek kepailitan, Studi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 20/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Surabaya menunjukan bahwa Notaris yang Pailit ketika dalam Proses Pailit akan dikenakan sanksi Pemberhentian Sementara (Pasal 9 UUJN) dan jika berkekuatan hukum tetap dikenai sanksi Pemberhentian dengan tidak hormat sesuai Pasal 12 huruf (a) UUJN. Apabila notaris sudah melakukan pemberesan pailit dan melakukan Rehabilitasi dan meminta pengangkatan kembali, belum ada peraturan yang mengaturnya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Mekanisme Kepailitan terhadap notaris dan penjatuhan sanksi jabatannya, serta Pengangkatan Kembali Notaris yang telah melakukan Rehabilitasi. Metode penelitian berupa yuridis normatif, menggunakan baik data sekunder sebagai data utamanya dan didukung dengan wawancara dengan Majelis Pengawas Pusat dan notaris DKI. Adapun analisis dengan pendekatan kualitatif. Alat pengumpulan data berupa studi dokumen dengan menelusuri literatur yang ada. Hasil penelitian, mekanisme kepailitan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan Penjatuhan sanksi menurut Undang-Undang Jabatan Notaris. Telah terjadi kekosongan hukum dimana notaris yang telah melakukan Rehabilitasi dan adanya bukti baru (novum) berupa Putusan Pengadilan tidak dapat diangkat kembali sebagai notaris karena tidak diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Perlu adanya Peraturan Pelaksana yang mengaturnya.

This study discusses the rights of a notary in the process of Rehabilitation from Bankruptcy. Bankruptcy can happen to Individuals and Legal Entities, in this case a notary can also be part of the subject of bankruptcy, the Surabaya District Court Decision Study Number 20/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Surabaya shows that the Notary is Bankrupt while in the Bankruptcy Process will be subject to Temporary Dismissal (Article 9 UUJN) and if it is legally enforceable, it will still be subject to dishonorable dismissal in accordance with Article 12 letter (a) of the UUJN. If the notary has already settled the bankruptcy and carried out rehabilitation and requested reappointment, there is no regulation that regulates it. The problems raised in this study are the Mechanism of Bankruptcy against a notary and the imposition of sanctions on his position, as well as the reappointment of a Notary who has carried out rehabilitation. The research method is normative juridical, using both secondary data as the main data and supported by interviews with the Central Supervisory Council and DKI notaries. The analysis with a qualitative approach. Data collection tools in the form of document studies by browsing the existing literature. The results of the research, the bankruptcy mechanism is based on the Bankruptcy Law and the imposition of sanctions according to the Notary Position Act. There has been a legal vacuum where a notary who has carried out rehabilitation and there is new evidence (novum) in the form of a Court Decision cannot be reappointed as a notary because it is not regulated in the Notary Position Act. There needs to be an implementing regulation that regulates it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delia Astrid Zahara
"
Akta Keterangan Ahli Waris sebagai akta autentik yang dibuat di hadapan notaris
seharusnya mengandung pernyataan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya oleh
ahli waris dan saksi fakta. Namun dalam kenyataannya terdapat keterangan palsu di dalam Akta
Keterangan Ahli Waris yang disampaikan oleh ahli waris dan dibenarkan oleh saksi fakta
sebagaimana ditemukan di dalam Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No. 44/PDT/2022/PT
SBY. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah tentang
urgensi peran saksi fakta di dalam Akta Keterangan Ahli Waris dan tanggung jawab saksi fakta
di dalam Akta Keterangan Ahli Waris dengan keterangan palsu. Untuk dapat menjawab
permasalahan tersebut dilakukan penelitian doktrinal menggunakan data sekunder berupa
bahan-bahan hukum yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yang dianalisis secara
kualitatif. Dari hasil analisis dijelaskan bahwa urgensi peran saksi fakta di dalam Akta
Keterangan Ahli Waris sangat penting karena mendukung pernyataan ahli waris selaku
penghadap terkait riwayat hidup pewaris dan kebenaran dari dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam pembuatan Akta Keterangan Ahli Waris. Saksi fakta tidak sama dengan saksi
akta karena saksi fakta merupakan penghadap yang mengetahui kebenaran materiil dari sebuah
Akta Keterangan Ahli Waris, sedangkan saksi akta hanya mengetahui kebenaran formil dari
akta. Kehadiran saksi fakta dalam pembuatan Akta Keterangan Ahli Waris tidak wajib namun
dalam perkembangan praktik kenotariatan, keberadaan saksi fakta untuk menegaskan
kebenaran riwayat hidup pewaris menjadi penting. Keberadaan saksi fakta belum mendapatkan
kepastian hukum karena tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara tegas mengatur
kedudukan, syarat, dan perannya. Adapun terkait tanggung jawab dapat dijelaskan bahwa
sebagai penghadap yang turut memberikan keterangan palsu di dalam Akta Keterangan Ahli
Waris, saksi fakta dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata atas Perbuatan Melawan
Hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan
pidana atas tindakan penyertaan pemalsuan akta autentik yang dirumuskan pada Pasal 55 ayat
(1) KUHP jo. Pasal 264 ayat (1).

Deed of Acknowledgment of Inheritance, which is an authentic deed made by a notary,
should contain statements whose truth can be confirmed by the heirs and the witness of fact.
However, in reality there is a false information in a Deed of Acknowledgment of Inheritance
made by the heirs and confirmed by the witness of fact as found in the case of Surabaya High
Court Decision No. 44/PDT/2022/PT SBY. Therefore, the problem raised in this research is
the urgency of the role of the witness of fact in the Deed of Acknowledgment of Inheritance.
Furthermore, regarding the responsibilities of the witness of fact in the Deed of
Acknowledgment of Inheritance that contains false information is also analyzed in this
research. To answer this problem, doctrinal research was carried out, using secondary data
in the form of legal materials collected through literature study, which was analyzed
qualitatively. The result of this research explained that the urgency of the role of fact witness
in the Deed of Acknowledgment of Inheritance is very important because they support the
statement that is delivered by the the heir and the veracity of the documents required in the
making of the Deed of Acknowledgment of Inheritance. Fact witnesses are often mistakenly
equated with deed witnesses in the making of authentic deeds. In fact, a witness of fact is not
the same as a deed witness because a witness of fact is a person who knows the material truth
of a Deed of Acknowledgment of Inheritance, which is different from a deed witness who is a
witness in the making of an authentic deed that only knows the formal truth of the deed. Thus
far, the presence of fact witnesses in the making of the Deed of Acknowledgement of Inheritance
is not mandatory, but in the development of notarial practice, the presence of fact witnesses to
confirm the truth of the testator’s life history has become important. Recognition of the
existence of fact witnesses in general has not received legal certainty because by far there are
no statutory regulations that explicitly regulate the standing, requirements and role of fact
witnesses. As for the responsibilities of fact witnesses, it can be explained that as persons who
provide false information in the Deed of Acknowledgment of Inheritance, fact witnesses can be
held civilly responsible, namely responsibility for Unlawful Acts as regulated in Article 1365
of the Civil Code and criminal charges for partaking in a criminal act as formulated in Article
55 paragraph (1) jo. Article 264 paragraph (1) of the Criminal Code.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Faradissa Testa
"Merek memiliki peran penting dalam jalannya kegiatan usaha terkhusus bagi produsen (pemilik usaha) dan konsumen. UU No. 20 Tahun 2016 memberikan ketentuan terkait kriteria merek yang tidak dapat diterima (Pasal 20) dan kriteria merek yang ditolak (Pasal 21). Dalam hal adanya suatu merek terdaftar yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21, maka pihak yang berkepentingan atau pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan merek. Tahun 2021-2022 pemilik Merek Gudang Garam mengajukan gugatan pembatalan atas Merek Gudang Baru sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby sebagaimana dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. Pada putusan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan salah satu amar putusan yang pada pokoknya memerintahkan Direktorat Merek untuk menolak seluruh pendaftaran merek-merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru yang mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau secara keseluruhan dengan Merek-Merek Terkenal Gudang Garam, dengan ketentuan apabila Direktorat Merek tetap mengabulkan permohonan merek tersebut maka pendaftaran merek dengan sendirinya batal demi hukum. Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan dan menjatuhkan putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan, prosedur dan pengaturan terkait pembatalan merek sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 92 UU No. 20 Tahun 2016, serta pengaturan penolakan pendaftaran merek khususnya Pasal 19 ayat (3) Permenkumham No. 67 Tahun 2016. Seharusnya suatu putusan khususnya putusan perdata tidak memberikan dampak terhadap pihak dan objek perkara diluar sengketa. Bunyi putusan seperti ini merupakan bunyi putusan yang baru dalam putusan sengketa pembatalan merek yangmana juga menimbulkan dampak hukum terhadap permohonan pendaftaran merek yang melibatkan beberapa aspek yakni terhadap Direktorat Merek, terhadap pihak ketiga, dan terhadap konsep pembatalan itu sendiri.

Trademark plays an important role in business activities, especially for producers (business owners) and consumers. Law No. 20 of 2016 regulates criteria for unacceptable trademark (Article 20) and the criteria for to be rejected trademark (Article 21). In the case of a registered trademark does not comply with the provisions of Article 20 and Article 21, interested parties can file a lawsuit for the cancellation of the relevant trademark. In 2021 to 2022 the owner of Gudang Garam Trademark filed a lawsuit for the cancellation of the Gudang Baru Trademark, as decided in Commercial Court Decision No. 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby, as confirmed by Supreme Court Decision No. 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. In this case, the panel of judges issued a ruling that ordered the Trademark Office to reject all trademark application that contains the words "Gudang Baru," "Gudang Baru Origin," and "Gedung Baru" that are substantively similar or identical to the well-known Gudang Garam trademark, and if the Trademark Office still grants the registration of such trademarks, the registration will be automatically considered null and void. The judge, in performing their duties and authority in resolving and issuing the aforesaid decission did not comply with the procedures, and regulations related to trademark cancellation as stipulated in the applicable legislation, particularly Article 92 of Law No. 20 of 2016, as well as the regulations concerning refusal of a trademark registration Article 19 paragraph (3) of Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016. A judge’s civil decision are not supposed to create impact on parties and matters out of the dispute. Such wording is a new and out of the usual of trademark cancellation disputes, which would have legal implications to trademark application that involves several aspects namely the Trademark Office, third parties, and the concept of cancellation itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Edho Syariffullah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan pendapat (dissenting opinion) hakim
dalam penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja. Untuk mengetahui
perbedaan pendapat tersebut, maka dilakukan analisis terhadap putusan
Mahkamah Agung No. 141 K/Pdt.Sus-PHI/2014 dan putusan Pengadilan
Hubungan Industrial Surabaya No. 84/G/2013/PHI.Sby. Permasalahan yang akan
dikaji meliputi pengaturan mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja dan
implementasi hakim dalam menerapkan ketentuan penyelesaian perselisihan
pemutusan hubungan kerja tersebut dalam kasus. Skripsi ini merupakan penelitian
yuridis normatif berdasarkan asas-asas norma hukum tertulis dengan cara
penggambaran yang deskriptif analitis. Sehingga melalui analisis putusan tersebut
kita mengetahui sejauh mana hakim menerapkan ketentuan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja.

ABSTRACT
This thesis discusses about dissenting opinion of the judges on resolving work
termination dispute. To understanding about dissenting opinion, the author make
an analysis on the Supreme Court decision No. 141 K/Pdt.Sus-PHI/2014 and
Surabaya Court decision No. 84/G/2013/PHI.Sby. The problems to be examined
include the regulation whom concern on the termination of employment disputes
and the implementation of the judges on applying the dispute settlement
provisions of the employment termination on the case. This thesis is a normative
juridicial research based on the principles rules of law by means on the descriptive
analytical. From the analysis of the decisions, the author want to know the extent
of the judges on applying statutory provisions relating on resolving work
termination dispute.
"
2016
S64701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsica Lestari
"Penelitian ini membahas tentang Tanggung Jawab Notaris atas Penggelapan Titipan Uang Pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana wewenang dan tanggung jawab seorang notaris Untuk Menerima Titipan Uang Pajak Berkaitan Dengan Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Notaris Dengan Klien. Mengenai hal ini tidak ada aturan tertulis yang melarang ataupun memperbolehkan notaris menerima titipan uang pajak dari wajib pajak. Tetapi kebiasaan ini tetap ada dalam lingkungan jabatan notaris, sehingga dapat berpotensi menimbulkan suatu tindak pidana berupa penggelapan titipan uang pajak. Seperti yang terjadi pada seorang notaris APW yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan pajak klien. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris, adapun bentuk laporan dari penelitian ini berdasarkan penelitian analisis kualitatif. Analisis dalam penelitian ini didasarkan pada wewenang dan tanggung jawab seorang notaris Untuk Menerima Titipan Uang Pajak Berkaitan Dengan Perbuatan Hukum Yang Dilakukan Notaris Dengan Klien. Dengan adanya penitipan uang pembayaran pajak oleh wajib pajak kepada notaris, maka akan timbul hak dan kewajiban notaris baik dalam bentuk pidana atau perdata. Hasil analisa adalah bahwa perbuatan menerima titipan uang pajak dari wajib pajak bukanlah suatu wewenang dari seorang notaris, sehingga tindakan penggelapan pajak ini harus dipertanggungjawabkan oleh pribadi seorang notaris, bukan notaris dalam menjalankan jabatannya. Tetapi, seorang notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan dapat diberikan sanksi oleh pejabat yang berwenang, karena perbuatan ini telah melanggar prinsip kejujuran dan tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seorang notaris. Tanggung jawab seorang notaris dapat berupa tanggung jawab pidana, perdata, administrasi, ataupun secara kode etik. Sehingga dengan adanya pertanggungjawaban tersebut dapat memberikan efek jera bagi notaris yang melakukan tindak pidana penggelapan atau perbuatan melawan hukum lainnya.

This study discusses The Responsibility of Notary In Embezzlement Deposit of Tax. The purpose of this study is to analyze the extent to which the authority and responsibility of a notary to receive tax money in connection with legal actions carried out by notaries with clients. Regarding this matter, there are no written rules that prohibit or allow notaries to receive tax money from taxpayers. But this habit still exists in a notary public environment, so that it can potentially lead to a criminal act in the form of embezzlement of tax money. As happened to an APW notary who was found guilty of committing criminal acts of client tax evasion. To answer these problems, normative legal research methods are used with explanatory research typologies, while the report form of this study is based on qualitative analysis research. The analysis in this study is based on the authority and responsibility of a notary to receive tax money in connection with legal actions by notaries with clients. With the payment of tax payment money by the taxpayer to the notary, then the rights and obligations of the notary will arise in the form of criminal or civil law. The result of the analysis is that the act of accepting a deposit of tax money from a taxpayer is not the authority of a notary public, so this tax evasion must be personally accounted for by a notary, not a notary in carrying out his position. However, a notary who commits a criminal act of embezzlement can be sanctioned by an authorized official, because this act violates the principles of honesty and responsibility that a notary must have. The responsibility of a notary public can be in the form of criminal, civil, administrative or code of conduct responsibilities. So that this accountability can provide a deterrent effect for notaries who commit embezzlement or other illegal acts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Sinddhisar Smaratungga
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan melakukan jual beli. Peralihan tanah dengan jual beli dapat dilakukan dengan membuat akta jual beli atau dengan membuat perjanjian dihadapan Notaris. Salah satu kewajiban dari Notaris dalam membuat akta perjanjian pengikatan jual beli adalah perlu melalukan pemeriksaan atas keabsahan dari surat-surat yang diperlukan. Apabila Notaris tidak memperhatikan dan menerapkan prinsip kehati-hatian disini, akan menimbulkan kerugian bukan hanya bagi para pihak terkait, melainkan terhadap akta yang dibuatnya, yaitu dapat batal demi hukum atau dapat dibatalkannya akta tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian pengikatan jual beli dengan objek tanah negara yang dilakukan oleh perseorangan dan bentuk pertanggungjawaban dari Notaris atas batalnya perjanjian pengikatan jual beli yang dibuatnya berdasarkan Putusan Nomor 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitik, dan bersumber pada data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, bahwa ditemukan adanya tanah negara yang dijual oleh perseorangan, atau terdapat tanah yang dijadikan objek dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut merupakan tanah negara, sehingga perjanjian pengikatan jual beli tersebut dinyatakan batal demi hukum. Notaris sebagai pihak yang diberi wewenang dapat dikenakan sanksi yaitu sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Sanksi yang dikenakan kepada Notaris dalam penelitian ini berupa sanksi perdata dengan mengembalikan uang jasa yang diterimanya. Untuk menghindari kesalahan yang dibuat oleh notaris, sebaiknya sebelum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli, notaris memastikan bahwa tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian tersebut tidak bermasalah, di kantor Badan Pertanahan Nasional setempat.

Transfer of land rights can be done in various ways. One of them is by buying and selling. The transfer of land by buying and selling can be done by making a deed of sale or by making an agreement before a notary. One of the obligations of a notary in making a deed of sale and purchase agreement is the need to check the validity of the required documents. If the Notary does not pay attention to and apply the precautionary principle here, it will cause harm not only to the parties concerned, but also to the deed he made, which can be null and void by law or the deed can be canceled. This study discusses how the legal consequences arising from the Sale and Purchase Binding Agreement with the State Land object are carried out by individuals and the form of liability from the Notary for the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement made based on Decision Number 760/Pdt.G/2020/PN. Sby. To answer these problems, this research uses a normative juridical method with descriptive analytical research type, and is sourced from secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials with a qualitative approach. Based on the research that has been done, it is found that there is state land sold by individuals, or there is land that is used as the object in the sale and purchase agreement which is state land, so that the sale and purchase binding agreement is declared null and void. Notaries as authorized parties can be subject to sanctions, namely administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. Sanctions imposed on Notaries in this study are in the form of civil sanctions by returning the service fees they receive. To avoid mistakes made by a notary, preferably before making a deed of binding sale and purchase agreement, the notary ensures that the land is the object of the agreement is not problematic, at the local National Land Agency Office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>