Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153270 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arlista Puspaningrum
"Masyarakat di Indonesia masih banyak yang be etahui hak-hak yang dimilikinya di dalam pelayanan kesehatan, Di sisi lain, masih ada anggapan bahwa dokter tidak mempunyai suatu kesalahan. Akibatnya perlindungan konsumen di bidang jasa pelayanan kesehatan selama ini Bering terabaikan. Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien memang diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran dari tenaga kesehatan.
PermasaIahan dalam tesis ini dibagi menjadi tiga pokok permasalahan, pertama mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua, mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8 tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Apabila UU No. 8 tahun 1999 diimplementasikan dalam hubungan antara dokter dengan pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa hubungan pasien dengan dokter adalah hubungan dimana seolah-olah dokter menjual jasanya dengan jaminan sembuh. Selain itu, bila pasien atau keluarganya telah menandatangani informed consent bukan berarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatu jaminan "pasti sembuh". Berbeda dengan pelaku usaha yang memberikan jaminan barang dan/atau jasa yang diberikan "pasti baik" dan terjamin mutunya kepada konsumen. Ketiga, mengenai pelaksanaan perlindungan hak-hak pasien dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Praktek kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini menginformasikan hak-hak pasiennya.
Saran yang dituangkan dalam tesis ini adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi pare dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fajrianthi
"Selama ini sudah cukup sering kita mendengar keluhan masyarakat mengenai kurang baiknya mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima sebagai pasien. Keluhan ini muncul sebagai reaksi atas kerugian yang mereka alami saat berobat. Misalnya kesalahan dalam mendiagnosa penyakit sampai pada masalah alat kedokteran canggih yang penggunaannya dirasa mengeksploitasi keuangan pasien Menurut dr. Marius Widjayarta (staf ahli bidang kesehatan bidang kesehatan YLKI) pasien paling banyak dirugikan karena dokter kurang memberiksn informasi mengenai keadaan penyakit dan cara pengobatannya kepada pasien.
Hal di atas sebenarnya tidak perlu terjadi mengingat bahwa sejak tahun 1989 telah dikeluarkan Peratuan Menteri Kesehatan no. 585 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau "Informed Consent". Dengan diberlakukannya "Informed Consent", pasien mendapat hak untuk memberikan persetujuannya terhadap tindakan medik yang akan dilakukan, setelah sebelumnya mendapat informasi yang adekwat mengenai tindakan tersebut oleh dokter. Selain memberi perlindungan hukum pada pasien, dengan memberlakukan "Informed Consent", seorang dokter juga tidak akan dapat dituntut ke depan hukum atas tindakan medik yang dilakukannya. Hal ini disebabkan karena tintersebut dilakukan atas sepengetahuan dan seijin pasiennya.
Walaupun "Informed Consent" telah memiliki landasan hukum, namun masalah pember1akuannya tidak terlepas dari "kontrol" masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Qleh karena itulah maka pasienpun sebenarnya perlu memiliki pengetahuan tenting "Intg^ed Cgnsent" tersebut. Hal ini panting agar pasien mengetahui haknya dalam suatu palayanan kesehatan dan dapat menuntut haknya taraebut Jika dpktar tidak mambarlakukan "Intprpad Consent dalam pelayanan mediknya.
Bagaimana seorang bertingkah laku dalam 1ingkungannya, tidak lepas dari bagaimana mereka mempersepsikan 1ingkungannya Holander (i9ai) menyatakan bahwa persepsi mengarahkan tingkah laku seseorang di dalam 1ingkungannya. bungan dokter dan pasien, menurut Terrance McConnell (1982) dapat digolongkan sebagai model hubungan "Paternalistic", "Contractual" dan "Engineering". Penggolongan tersebut didasarkan atas pihak mana diantara dokter dan pasien yang lebih dominan dalam memutuskan tindakan medik apa yang akan dilakukan. Selanjutnya, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada hu bungan antara tingkat pengetahuan pasien "Informed Consenf'dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pihak yang berwenang dalam bidang pelayanan untuk meningkatkan mutu pe1ayanannya. Subyek dalam penelitian ini adalah pasien berusia dewasa dan berakai sehat. Pada mereka akan diberikan sebuah kuesiner yang mengukur tingkat pengetahuan mereka tentang "Informed Consent" dan sebuah kuesioner tentang hubungan dokter - pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan "accidental sampling". Untuk mengolah data tentang tingkat pengetahuan mengenai "Informed Consent" digunakan teknik "percentile", sedangkan untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan tentang "informed Consent" dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien, digunakan teknik perhitungan chi-square. Dari hasil pengolahan data ternyata terbukti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien tentang "Informed Consent" dengan persepsi terhadap hubungan dokter - pasien."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S2543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Prima Dara
"ABSTRAK
Saat ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) kembali mengembangkan pelayanan dokter
keluarga. Walaupun sudah berkali-kali dicoba untuk dikembangkan, tetap saja
pelayanan dokter keluarga belum dikenal masyarakat sampai saat ini. Hal ini
menyebabkan timbul dugaan bahwa pelayanan dokter keluarga tidak sesuai dengan
harapan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Apalagi kehidupan di kota
besar dimana individu tidak terbiasa membina komunikasi secara mendalam, sangat
mementingkan privacy dan tidak ingin orang lain mengetahui masalah pribadi
(Milgram dalam Pines dan Maslach, 1993) dianggap tidak mendulcung pelayanan
dokter keluarga.
Penelitian ini mencoba menggambarkan rnengenai harapan masyarakat Jakarta
terhadap pelayanan kesehatan yang sesuai dengan pelayanan dokter keluarga, dan
selanjutnya mengggambarkan karakteristik mana dalam pelayanan dokter keluarga
yang dianggap paling sesuai dengan harapan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
memasyarakatkan pelayanan dokter keluarga.
Sampel penelitian ini adalah 98 orang pengguna jasa pelayanan kesehatan di
Jakarta, yang diperoleh melalui tehnik accidental sampling (Guilford & Fruchter,
1987). Alat yang digunakan yaitu kuesioner yang mengukur harapan terhadap
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan pelayanan dokter keluarga. Perhitungan
statistik dilakukan dengan mencari skor total, persentase dan chi-kuadrat.
Berdasarkan skor totalnya, responden dibagi dalam kelompok responden yang
memiliki kesesuaian harapan yang rendah, sedang dan tinggi.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa harapan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan pelayanan dokter keluarga adalah tinggi. Adapun karakteristik pelayanan dokter keluarga yang dianggap paling sesuai dengan
harapan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat manusiawi.
Hal ini dapat menjadi masukan bagi pihak IDI yang sedang mengembangkan
pelayanan dokter keluarga. Diperkirakan pelayanan dokter keluarga dapat berhasil
karena karakteristik pelayanannya sesuai dengan harapan masyarakat. Bila ingin
mengenalkan pelayanan dokter keluarga disarankan untuk menekankan pada
karakteristik pelayanan yang bersifat manusiawi."
1998
S2496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu tradisional dan medis. Pemilihan
jenis pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan, ekonomi, sosial-
budaya, pengalaman masyarakat terhadap penggunaan pelayanan kesehatan, dan mutu
fasilitas pelayanan kesehatan menurut persepsi masyarakat. Faktor pendidikan sangat
penting bagi seseorang untuk memilih jenis pelayanan kesehatan.Tujuan penelitian ini
utuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan jenis pelayanan
kesehatan. Peneiitian ini dilakukan di RW 01 Kelurahan Pondok Cina - Depok dengan
40 responden. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan
instrumen berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah uji Chi- Square. Hasil
penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pemilihan jenis pelayanan kesehatan. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya
menambah jumlah responden, meneliti variabel lain yang mempengaruhi pemilihan jenis
pelayanan kesehatan, menggali lebih dalam variabel penelitian yang akan digunakan,
melakukan uji validitas instrumen setelah dilakukannya uji coba kuesioner."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5484
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gerry Heryati
"Dalam menghadapi berbagai krisis yang terjadi di Indonesia, Rumah Sakit menghadapi tantangan untuk bersaing dengan Rumah Sakit lain untuk dapat terus mampu bertahan. Pelayanan Kesehatan di rumah dari PK Sint Carolus dibentuk untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi pada tahun 1980-an, dimana pada waktu itu mulai banyak Rumah Sakit baru dibuka. Pada waktu itu diharapkan PKR dapat menjadi suatu produk strategis dari PKSC. PKR dari PKSC sudah mulai dirintis sejak tahun 1956. Saat ini, sekitar tahun 40 tahun kemudian sejak para biarawati memulai pelayanan kesehatan di rumah, kernbali Pelayanan Kesehatan di Rumah diharapkan dapat menjadi produk strategis untuk mengatasi berbagai krisis.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Falsafah, Visi dan Misi PK Sint Carolus dengan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. dengan tujuan didapatkannya kesamaan persepsi Pengurus Perhimpunan, Direksi dan pelaksana dalam kaitannya dengan pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari wawancana dengan 12 orang informan, tiga diantaranya informan utama yaitu Ketua I Pengurus Perhimpunan Sint Carolus, Direktur Umum dan Kepala Pelayanan Kesehatan di Rumah.
Dari penelitian ini tidak didapatkan perbedaan dalam persepsi terhadap hubungan Falsafah, Visi dan Misi Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dengan PKR dari PK Sint Carolus. Tantangan terbesar untuk pengembangan Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC adalah adanya suatu kepastian tentang pelayanan yang diberikan dimasa yang akan datang. Sebagai suatu produk strategis Pelayanan Kesehatan di Rumah dari PKSC harus lebih komprehensif. Saat ini pelayanan yang diberikan terutama pelayanan keperawatan. Pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif sangat mungkin dilaksanakan oleh PKR dari PK Sint Carolus mengingat PK Sint Carolus sebagai induk PKR sudah mempunyai berbagai macam produk pelayanan kesehatan yang saat ini belum dimanfaatkan seluruhnya oleh PKR dari PKSC.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dari tingkat Direksi dapat lebih memberdayakan Pelayanan Kesehatan Di Rumah dari PKSC yang ada saat ini agar harapan Pengurus Perhimpunan bahwa PKR dapat menjadi produk strategis dari Pelayanan Kesehatan Sint Carolus dapat terwujud."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T2529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Hamzah Taslim
"Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dari Angka Kematian Perinatal adalah 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Salah satu daerah di Indonesia yang angka kematian ibu (AKI) hamilnya masih cukup tinggi yaitu Kota Ternate. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Ternate, angka kematian ibu hamil di Kota Ternate pada tahun 2003 meneapai 14 orang dari 2.560 ibu hamil yang memeriksakan diri pada pusat-pusat kesehatan atau 5,3 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebabnya secara medic disebabkan oleh sepsis, gangguan pembekuan darah, eklampsia dan pendarahan. Selain itu, AKI yang tinggi di Kota Ternate juga disebabkan oleh berbagai hambatan secara individu-sosial yang menyebabkan akses ibu hamil dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang optimal.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif yang berlatar alamiah sebagai suatu keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian dan analisis data secara induktif serta lebih mementingkan proses daripada hasil dan membatasi studi dari pada fokus. Metode penelitian ini dipilih dengan pertinbangan bahwa melalui penelitian kualitatif diharapkan akan mampu mengkaji masalah penelitian secara mendalam sehingga dapat diperoleh penjelasan yang bermakna tentang pelayanan publik, khususaya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.
Adanya tradisi dan kepercayaan pada masyarakat Kota Ternate bahwa pada masa kehamilan dan pasca persalinan, seorang ibu hamil dan calon anak harus dibantu untuk dijaga dari gangguan mahluk halus oleh seorang dukun (biang). Selain ltu, perlunya ibu hamil selama proses kehamilan maupun. pasta persalinan untuk diurut dan diasapi (dirahu) agar kondisi dan staminanya tetap terjaga. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kota Ternate yang hanya 49,5%hingga 73,2% dan sisanya sekitar 27 - 511 % ditolong oleh tenaga dukun (biang). Lingkungan sekitar ibu hamil juga ikut mempengaruhi terhadap rendahnya proses pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pusat pelayanan kesehatan yang masih terkonsentrasi di pusat kota juga mempengaruhi ibu hamil dalam mengakkses pelayanan kesehatan. Waktu tunggu yang lama, waktu tempuh yang bertambah akibat jarak yang jauh, kenyamanan mereka dan biaya yang membengkak merupakan faktor penting yang bisa menjelaskan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota Ternate, Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang standar menurut dimensi kesehatan yang diterapkan di Kota Ternate ternyata belum bisa disebut memadai dan sesuai dengan keinginan masyarakat di sana. Pelayanan kesehatan yang telah diterapkan belum memenuhi keinginan masyarakat Kota Ternate. Hal tersebut mempengaruhi pendekatan baik secara fisik maupun sosial masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang selama ini dijalankan.
Perlu untuk dipikirkan ke depan mengkombinasikan antara pelayanan kesehatan secara medis-modern dengan pelayanan kesehatan secara tradisional. Perlu di berikan pendidikan dari pelatihan secara berkala kepada para dukun bayi yang ada di Ternate dan meningkatkan peran mereka sebagai pendamping ibu hamil. Dan juga dukun bayi di sini adalah untuk mengkomunikasikan dengan ibu hamil dan menjembatani secara langsung antara ibu hamil, dan rumah sakit dalam proses pemeriksaan maupun persalinan secara medis-modern. Dukun bayi juga dapat dijadikan sebagai media penyuluhan dari sosialisasi yang intensif tentang pentingnya kesehatan yang layak agar dapat merubah pemahaman masyarakat Ternate tentang proses kehamilan dan persalinan secara medis-modern tersebut.
Perlunya meningkatkan sarana dan pra sarana pelayanan kesehatan secara medis-modem seperti puskesmas yang ada agar ditingkatkan statusnya dari non perawatan menjadi perawatan dan juga dilengkapi dengan fasilitas PONEK sehingga memberikan pelayanan yang menyebar secara merata ke seluruh wilayah agar dapat menjangkau masyarakat sampai ke pelosok kota di Kota Ternate. Dengan melihat budaya paternalistik yang masih begitu kuat dalam masyarakat Ternate, perlu untuk memberi kesempatan kepada ibu hamil baik dalam kondisi normal ataupun darurat untuk bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam memperoleh pemanfaatan pelayanan kesehatan secara medis-modem yang mudah dijangkau dan dicapai oleh mereka. Pendekatan terhadap tokoh agama maupun adat agar mau memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya tidak terlalu percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegaiban."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Maulani
"Akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hal yang urgen bagi semua orang di dunia ini. Namun kenyataannya, orang tuli menghadapi berbagai hambatan dalam mengakses pelayanan kesehatan yang akhirnya berdampak kepada pemanfaatan pelayanan kesehatan mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara persepsi orang tuli terhadap akses pelayanan kesehatan. Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian ini sebanyak 100 orang tuli yang dipilih secara purposive sampling. Instrumen penelitian ini terdiri atas tiga bagian yaitu data demografi, akses pelayanan kesehatan, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi orang tuli terhadap akses pelayanan kesehatan (p=0,732). Meskipun tidak ada hubungan diantara keduanya, namun hasil uji Chi Square menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara acceptability dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan (p=0,001). Penelitian ini merekomendasikan institusi pendidikan untuk menerapkan pelatihan dan mata kuliah yang dapat mempromosikan akses dan pemanfataan pelayanan kesehatan.

Access and utilization of health care are urgent for everyone in the world. But in reality, deaf people face various obstacles in accessing health services which have an impact on the utilization of their health services. The purpose of this study was to identify the correlation between the perceptions of deaf people to health care access with health care utilization. The design of this study used a descriptive analytic design with cross sectional approach. The respondents of this study were 100 deaf people who were selected by purposive sampling. The instrument of this study consisted of three parts, there is demographic data, access to health care, and health care utilization. Chi-square test results showed no significant correlation between the perceptions of deaf people to health care access with health care utilization (p=0.732). Although there is no correlation between the two, the Chi Square test results state that there is a significant correlation between acceptability and health care utilization (p=0.001). This study recommends educational institutions to implement training and courses that can promote access and health care utilization."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deswani
"Angka Kematian Ibu di Indonesia saat ini adalah 373 per 100.000, per kelahiran hidup. Beberapa penelitian teiah membulctikan adanya hubungan yang kompleks antara faktor sosio-demograf. faktor individual, yang mempengaruhi kedekatan pelayanan antenatal akan letapi hanya sedikit informasi tentang faktor yang berhubungan dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal darn penelitian yang telah dilakukan khususnya untuk daerah perkotaan., Faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal baik daerah perkotaan mapun pedesaan adalah: perilaku berisiko, dukungan sosial, dukungan profesional, penerimaan terhadap kehamilan adalah faktor-faktor yang telah dibuktikan berhubungan dengan keterlambatan kedatangan ibu pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal. Sampel penelitian ini adalah 109 ibu hamil di Kelurahan Cipinang Basal- Utara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
Semua responden adalah ibu hamil diatas usia 18 tahun yang memanfaatkan pelayanan antenatal di Puskesmas dan Bidan praktek. Penelitian dilaksanakan selama 14 hari yaitu dari tanggal 4 -18 Juli 2003. Keterpatan waktu datang pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal didapatkan adalah 71.9% sedangan terlambat datang pada kunjungan pertama adalah 22.9%. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara analisis bivariat dengan uji chi-square. Namun secara multivariat ditemukan ada 3 variabel independen yang ditemukan bermalata dengan kedatangan pada kunjungan pertama ke pelayanan antenatal dengan uji regresi logistik ganda yaitu : pendidikan ibu; pengahsialan keluarga dan dukungan sosial dengan p <0.05. Rekomendasi dari hasil penelitiaan ini adalah dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Kelurahan CBU khususnya dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur umumnya melalui: meningkatkan kualitas pelayanan antenatal dengan kunjungan rumah yang aktif pengambangan pendidikan kesehatan dan pendidikan berkelanjutan pada petugas profesional: perawat maternitas dan Bidan
Bibliography: 53 (1986 - 2002)

Determinants Factors of First Visit among Pregnant Women into Prenatal Care Series a Part of Family Centered Maternity Nursing at Cipinang Besar Utara (CBU) Sub Centres, Jatinegara Sub District East Jakarta 2003Maternal mortality rate are still high in Indonesia, i.e. 373 per 100.000. live births Research studies have revealed a complex relationship of demographic, social, and personal factors that influence adequate prenatal care. However, relatively tittle information have been done to study factors related to first visit into prenatal care among pregnant women especially in urban area. Predictive factors to be tested were drawn fmrn recent studies in both rural and urban areas that cited are behaviour risk, psychological risk factor, low acceptance of the pregnancy. has been reported to have no effect on time of visit and to be associated with early visit to prenatal care series. Social support, professional support, socio-demographic, risk behaviours variables as well as acceptance were tested as determinants factors of late entry into prenatal care in sample of 1 09 women in the CBU sub enters, as a urban area in East Jakarta.
The respondents were all those who pregnant and over age 18 served by midwife practices and community health centre, during 14 days (4-18th July) 2003. On time visit into prenatal care during the first trimester occurred in 22,9% and late visit by accrued 71.9% overall of cases. No statistically significant independent varialles in bivariate analyses. However In multivariate logistic regression, family income, mother education, professional support, are were all significant predictors of first visit into prenatal care (p <0.005). This study reccommends that district Health office and subdistrict Health Centers derector more services in the attachment by using mobile ANC services. Furthermore, since mother educations, family income are significant factors, it is suggested that health services should be integrated into home economic activities. At last professionalism of maternity nurse and rnidwifes should always improved in relatives to give the ANC service quality.
Bibliography: 53 (1986 - 2002)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
T 10872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Wiriawan
"Tesis ini relevan dengan meningkatnya kesadaran hukum pasien sebagai konsumen jasa kesehatan. Beberapa tahun terakhir sejak era reformasi media cetak khususnya banyak membentakan mengenai sejumlah pasien yang mengalami carat permanen atau kematian akibat kelalaian atau kesalahan dokter. Pasien merasa hak-haknya tidak terlindungi karena setiap timbul kasus, pihak dokter maupun organisasi profesinya akan-akan lepas tangan enggan disalahkan Sebagai konsumen khusus, hak-hak pasien cukup Iengkap dijelaskan dalam Undang-Undang No.8 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Tiga butir permasalahan tesis ini adalah (1) bagaimana hubungan dokter dan pasien dalam undang-undang perlindungan konsumen (2) kerugian-kerugian apa sajakah yang dialami pasien atas tindakan medis yang buruk (3) bagaimana tanggung jawab dokter dari perspektif perlindungan konsumen.
Metode penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dengan optik preskriptif dan bersifat kualitatif Peraturan-peraturan yang digunakan sebagai dasar penelitian antara lain UU Praktek Kedokteran, UUPK, UU Kesehatan serta Kode Etik Kedokteran.
Hasil temuan dalam tesis ini adalah bahwa hubungan dokter dengan pasien dari perspektif perlindungan konsumen adalah merupakan suatu transaksi/peralihan penikmatan jasa yang mencakup tiga tahap transaksi yaitu ; tahap pra-transaksi (promosi), tahap transaksi, dan tahap purna-transaksi Pada ketiga tahap tersebut, melekat suatu tanggung jawab seorang dokter sebagai pelaku usaha bidang jasa. Tanggung jawab dokter dari perspektif perlindungan konsumen adalah merupakan tanggung jawab professional (professional liability) mencakup aspek pidana, aspek perdata, aspek administratif dan aspek etika. Ternyata, pada tahap purna-transaksi-lah seorang pasien (konsumen) yang dirugikan akan meminta pertanggungjawaban professional dokter. Namun selama ini organisasi profesi dokter menolak berlakunya Undang-undang perlindungan konsumen terhadap profesinya karena luasnya pengertian produk (barang dan/atau jasa) yang melahirkan berbagai interprelasi. Ternyata, dokter tidak hanya sebagai pelaku usahaj asa saja, tetapi juga sebagaj konsumen jasa dokter. Akhirnya, demi efektifnya perlindungan hak-hak pasien (konsumen kesehatan), perlu sosialisasi UUPK terhadap profesi dokter serta perlunya satu aturan mengenai standar profesi dokter."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>