Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardjanis Said
Jakarta: UI-Press, 2006
PGB 0222
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Wina Karinasari
"Latar belakang: Pneumonia rumah sakit adalah infeksi paru yang didiagnosis setelah rawat >48 jam setelah masuk rawat dan tanpa adanya tanda infeksi paru pada saat awal perawatan atau pneumonia yang didiagnosis pada saat awal masuk perawatan dengan riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya dengan jarak antar rawat inap 10-14 hari. Pneumonia rumah sakit merupakan salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi pada perawatan pasien anak di rumah sakit. Kasus pneumonia rumah sakit dapat berakibat meningkatkan angka kesakitan dan kematian, memperpanjang lama rawat inap serta biaya yang dikeluarkan. Tujuan: mengetahui karakteristik dan proporsi mortalitas pneumonia rumah sakit pada anak. Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap subyek usia >1 bulan dan ≤18 tahun di RSCM selama 2015-2018 melalui telusur rekam medis. Hasil: Sebanyak 86 subyek didapatkan dengan karakteristik subyek dengan pneumonia rumah sakit terbanyak pada penelitian ini adalah usia 1-24 bulan, memiliki lebih dari satu komorbiditas status nutrisi gizi baik dan memiliki awitan lambat. Simpulan: Subyek dengan pneumonia rumah sakit terbanyak pada penelitian ini mempunyai karakteristik usia 1-24 bulan, memiliki lebih dari satu komorbiditas, status nutrisi gizi baik, memiliki lama rawat 8-14 hari, dan berawitan lambat. Proporsi mortalitas subyek dengan pneumonia rumah sakit pada penelitian ini sebesar 24,4%. Karakteristik mortalitas juga dapat dipengaruhi oleh status nutrisi yaitu gizi buruk, kelompok usia, jenis komorbiditas, lama rawat dan jenis awitan.

Background: Hospital-acquired pneumonia (HAP) is defined as a pulmonary infection that occurs >48 hours after admission to hospital or within 10-14 days after discharge. It is the most common hospital-acquired infection in children. Its occurrence represents increase hospital stay, additional cost, morbidity and mortality. Objective: To investigate the characteristic and mortality of hospital-acquired pneumonia in children Methods: It is a retrospective cohort study involving 86 subjects through medical records, inclusive to >1 months old - ≤18 years old patients, in RSCM Jakarta within 2015-2018. Results: There are 86 subjects with characteristic of HAP in this study are age 1-24 months old, has more than one comorbidity, good nutritional status and late onset. Conclusion: General characteristic of HAP in this study are, age 1-24 months old, has more than one comorbidity, good nutritional status, length of stay 8-14 days and late onset. The mortality proportion of HAP in this study is 24.4%. The mortality characteristic was influenced by nutritional status (severe malnutrition), comorbidities, age, length of hospital stay and onset of the disease. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia3, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srisadono Fauzi Adiprabowo
"Mortalitas pneumonia anak masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia hingga saat ini. Bayi dengan penyakit jantung bawaan pirau kiri kanan (PJB L-R) berisiko menderita pneumonia. Data mortalitas pneumonia pada PJB L-R dan faktor-faktor yang memengaruhi belum banyak diketahui. Penelitian kohort retrospektif ini membandingkan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R dengan tanpa PJB. Sebanyak 129 subyek dengan rentang usia 1 bulan - 7 tahun dengan diagnosis primer pneumonia, 54 subyek dengan PJB L-R dan 75 subyek tanpa PJB. Proporsi mortalitas pneumonia dengan PJB L-R lebih banyak (57,1%) dan risiko mortalitas lebih besar (OR 2,35; IK 95% 1,06 sampai 5,18) dibandingkan pneumonia tanpa PJB. Status gizi kurang/buruk, pneumonia rekuren, dan pneumonia terkait rumah sakit (HAP) lebih banyak secara signifikan pada pneumonia dengan PJB L-R. Sedangkan, tingkat keparahan dan anemia tidak berbeda bermakna di kedua kelompok. Pneumonia dengan tingkat keparahan berat memengaruhi mortalitas secara bermakna (OR 3,24; IK95% 1,16 sampai 9,08). Pneumonia rekuren, status gizi kurang/buruk, status imunisasi tidak lengkap, anemia, dan HAP tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pneumonia dengan PJB L-R.

Childhood pneumonia is still a worldwide problem with high mortality. Infants with left to right shunt congenital heart disease (L-R CHD) are at risk of developing pneumonia. Pneumonias mortality in L-R CHD and its influencing factors are not well known. This retrospective cohort study analyzed mortality of pneumonia with L-R CHD with and without CHD. There were 129 subjects (age range of 1 month up to 7 years 11 months) with pneumonia as the primary diagnosis, consisting of 54 subjects with L-R CHD and 75 subjects without CHD. Mortality rate in children with L-R CHD was higher than those without CHD group (57.1%). The risk of mortality was greater (OR 2.35; 95% CI 1.06 to 5.18) compared to pneumonia without CHD. Moderate to severe malnutrition, recurrent pneumonia, and hospital acquired pneumonia (HAP) are significantly higher in L-R CHD group. Meanwhile, pneumonia severity and anemia were not significantly different in both groups. Severe pneumonia significantly affected mortality (OR 3.24; 95% CI 1.16 to 9.08). Recurrent pneumonia, moderate-to-severe malnutrition, incomplete immunization status, anemia, and HAP have not been proven to be associated with pneumonia mortality with L-R CHD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Icang Khairani
"Penyakit pneumonia adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak di dunia. Kasus kematian anak di Indonesia yang diakibat oleh pneumonia diperkirakan mencapai 23,6 . Antibiotik memiliki peran penting dalam terapi pengobatan pneumonia. Pemberian ampisilin dan seftriakson direkomendasikan untuk pasien pneumonia anak. Analisis Efektivitas Biaya AEB merupakan salah satu metode farmakoekonomi untuk mengetahui obat yang efektif dengan biaya terkecil. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang ditinjau dari lama hari rawat pasien yang menggunakan ampisilin dan seftriakson. Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan studi penelitian cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder pasien dan data keuangan pasien pneumonia anak di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2016. Pengambilan sampel dilkakukan secara total sampling. Jumlah pasien dalam analisis sebanyak 21 pasien, yaitu 8 pasien menggunakan ampisilin dan 13 pasien menggunakan seftriakson. Median total biaya medis antara ampisilin dan seftriakson berturut-turut sebesar Rp 2.717.075,00 dan. Rp 3.333.750,00. Median lama hari rawat ampisilin dan seftriakson berturut-turut 5,5 hari dan 6 hari. Berdasarkan AEB menunjukkan bahwa ampisilin lebih cost-effective dibandingkan seftriakson.

Pneumonia is one of the leading causes of death in children in the world. The case of child mortality in Indonesia caused by pneumonia is estimated at 23.6 . Antibiotics have an important role in the treatment of pneumonia therapy. Provision of ampicillin and ceftriaxone is recommended for pediatric pneumonia patients. Cost Effectiveness Analysis AEB is one of the pharmacoeconomic methods to find out the effective drug with the smallest cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length of stay LOS , of ampicillin and ceftriaxone usage. The research design used was non experimental with cross sectional study. Retrospective data retrieval was performed on patient secondary data and financial data of child pneumonia patient at Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta in 2016. Samples were taken by using total sampling method. The number of patients in the analysis were 21 patients, which included 8 patients with ampicillin and 13 patients with ceftriaxone. Median total medical costs between ampicillin and ceftriaxone were respectively Rp 2,717,075.00 and. Rp 3,333,750.00. Median duration of day of ampicillin and ceftriaxone consecutive 5.5 days and 6 days. An AEB shows that ampicillin is more cost effective than ceftriaxone.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Suci
"Penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia terus meningkat seiring dengan tingginya angka kejadian serta mempengaruhi pola penggunaan antibiotik difasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika golongan beta laktam pada pasien pneumonia di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 yang dilakukan untuk mencapai penggunaan antibiotik yang rasional. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dari rekam medik pasien. Sampel merupakan resep pasien pneumonia periode Januari hingga Desember 2016. Studi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD . Antibiotik yang digunakan adalah ampisilin; amoksisilin; ampisilin-sulbaktam; seftriakson; sefiksim; sefotaksim; seftazidim; sefoperazone dan seftizoksim. DDD dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah ampisilin 80,5 sedangkan DDD/100bed/hari dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah amoksisilin 34,62 DDD/100bed/hari . Secara kualitatif, antibiotik yang menyusun segmen DU90 ada lima yaitu ampisilin; seftriakson; sefotaksim; sefixim; ampisilin-sulbaktam. Kesesuaian penggunaan antibiotik golongan beta laktam di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 dengan Formularium Nasional sebesar 99,55.

The use of antibiotics increases as well as number of events and affect the pattern of antibiotic uses in health facilities. This study aimed to evaluate the use of beta lactam antibiotics in patients with pneumonia in Harapan Kita Mother and Children rsquo s Hospital in 2016 which is done to achieve rational drug uses. The design of the study was descriptive with retrospective data collection from patients rsquo medical records. Samples were patients rsquo prescriptions from January to December 2016. The analysis was done using Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose ATC DDD qualitatively and quantitatively. The antibiotics were ampicillin amoxicillin ampicillin sulbactam ceftriaxone cefixime cefotaxime ceftazidime cefoperazone and ceftizoxime. DDD with most antibiotics used is ampicillin 80,5 , while DDD 100bed day with most antibiotics used is amoxicillin 34.62 DDD 100bed day . Five antibiotics which are in segment DU90 are ampicillin ceftriaxone cefotaxime cefixime ampicilin sulbactam. Compatibility of the use of pneumonia drugs with National Formulary are 99.55.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Djohari
"Kematian bayi dan anak di Indonesia masih tinggi. Sekitar 25% dari bayi yang lahir meninggal sebelum mencapai ulang tahunnya yang kelima. Angka ini di negara-negara yang sudah maju hanya sekitar 4% (Mosley, 1984). Hasil Survei Kesehatan Rumah tangga tahun 1980 yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I. menunjukkan bahwa 45% dari seluruh kematian merupakan kematian bayi dan balita; dari kematian balita, 61% merupkan kematian bayi (Budiarso, 1983).
Salah satu penyebab kematian yang terpenting pada balita adalah tetanus neonatoruin (20,2%), yang dapat dicegah dengan immunisasi. Di samping itu ada penyakit-penyakit menular lain yang dapat dicegah dengan immunisasi yaitu campak, difteridan pertusis yang dapat mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan akut termasuk radang paru-paru,yang menyebabkan22,1% kematian balita. Dengan demikian jelas bahwa keberhasilan pelaksanaan immunisasi dalam masyarakat berkontribusi cukup penting dalam penurunan mortalitas bayi dan anak.
Immunisasi yang terorganisasi telah dilakukan sejak sebelum Perang Dunia II, yaitu immunisasi terhadap pencegahan ca-car. Pada tahun 1952 telah dicoba vaksinasi gabungan cacar/PCG. Pada tahun 1976 mulai dikembangkan immunisasi DPT untuk mencegah penyakit difteria, pertusis dan tetanus. Pada tahun 1977 dan 1978 mulai dipersiapkan pelaksanaan Pengembangan Program Immunisasi (PPI). Pada tahun 1980 mulai dikembangkan pemberian antigen campak dan polio secara terbatas.
Penilaian baik secara rutin ataupun dengan penelitian khusus terhadap pelaksanaan immunisasi telah dilakukan. Hasilnya adalah bahwa cakupan immunisasi masih rendah dan ketidak sinambungannya masih tinggi. Hal ini mungkin disebabkan antara?"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1985
LP 1985 3
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Angka prevalensi penemuan pneumonia anak Indonesia pada tahun 2018 sebesar 56,51%. Pneumonia juga menduduki penyebab kematian anak tertinggi di Indonesia pada tahun 2018, yaitu lebih dari 19.000 anak. Bakteri merupakan salah satu penyebab pneumonia, maka dapat diberikan terapi kuratif dengan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tatalaksana penggunaan antibiotik pasien pneumonia anak, yang kemudian dievaluasi secara kualitatif menggunakan metode Gyssens. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan secara observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan catatan rekam medik selama periode Maret-September 2020. Sebanyak 81 pasien pneumonia anak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita digunakan sebagai sampel dan telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Data tersebut selanjutnya dianalisis dan dievaluasi menggunakan metode kriteria Gyssens. Pada penelitian ini, kelompok usia berusia 1 bulan hingga 1 tahun (68%). Pasien anak laki-laki (51,85%) lebih banyak dibandingkan pasien anak perempuan (48,15%), dan frekuensi lama rawat paling banyak 6-10 hari sebanyak 36 pasien (44,4%). Penggunaan antibiotik terbanyak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita untuk pneumonia secara beturut-turut adalah seftriakson (30,91%), lalu gentamisin (13,94%), dan azitromisin (12,73%). Total 165 regimen dari 81 pasien diperoleh hasil 109 regimen (66,06%) termasuk ke dalam kategori 0 dan 56 regimen (33,94%) termasuk ke dalam kategori I-VI. Hasil analisis menunjukkan adanya 33,94% ketidaktepatan penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak di RSAB Harapan Kita.

Child mortality rate is due to pneumonia rather than other infectious diseases were the highest, with up to 56,51% cases in Indonesia or more than 19.000 children died in 2018. Since most of pneumonia is caused by bacteria, the therapy given for this infection is antibiotic. The objective of this research was described and evaluated the used of antibiotics qualitatively in pediatric pneumonia patients with Gyssens method. Method used in this study was cross-sectional, observational with descriptive data analysis. Data collection has been conducted retrospectively based on medical records during the period March-September 2020. 81 samples of pediatric pneumonia patients in RSAB Harapan Kita’s inpatient room who met the inclution criteria was taken used total sampling method. Then, data were analyzed and evaluated by Gyseens criteria method. In this research, there group age 1 – 12 months (68%) was being the highest population who used antibiotic due to 6-10 days length of stay (44,4%). It’s consists of male children (51,58%) and female children (48,15%). The most used antibiotic coherently ceftriaxone (30,91%), gentamycin (13,92%), and azithromycin (12,73%). The total 165 regimen, from 81 samples show that 109 regimens (66,06%) were categorized as Category 0 and 56 regimens (33,94%) as Category I-VI. Result show inaccuracy used of antibiotic up to 33,94% in RSAB Harapan kita."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Rizayana
"Latar Belakang: Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Penelitian terkait faktor prognostik mortalitas pneumonia juga sudah banyak dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian. Namun, data terkait faktor yang memengaruhi mortalitas balita yang dirawat dengan pneumonia di Indonesia masih terbatas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka mortalitas anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia serta faktor prognostik yang memengaruhi luaran tersebut. Metode: Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada periode Januari 2019 hingga Maret 2022, dengan metode analisis potong lintang pada populasi anak usia 1-59 bulan yang dirawat dengan pneumonia. Hasil: Dari 600 subyek didapatkan proporsi pneumonia yang tidak berbeda antara usia < 1 tahun (51,8%) dan 1-5 tahun (48,2%). Proporsi pneumonia pada anak balita di RSCM adalah sebesar 5 %, yang sebagian besar merupakaan pneumonia terkait rumah sakit (56,8%). Angka mortalitas yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebanyak 195 subyek (32,5%). Faktor prognostik yang terbukti berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap (PR 3,706; IK 95% 1,320-10,405; p=0,013), peningkatan nilai prokalstitonin (PR 1,606; IK 95% 1,196-2,154; p=0,002), dan komplikasi sepsis (PR 2,090; IK 95% 1,486-2,940; p<0,0001). Faktor usia, hipoksemia, malnutrisi, anemia, abnormalitas nilai trombosit dan leukosit, peningkatan CRP, dan komorbiditas tidak terbukti berhubungan dengan mortalitas pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia. Kesimpulan : Proporsi pneumonia pada anak usia balita yang dirawat dengan pneumonia di RSCM adalah 5%, dengan angka kematian mencapai 32,5%. Faktor yang berhubungan dengan mortalitas adalah status imunisasi tidak lengkap, peningkatan nilai prokalsitonin, dan komplikasi sepsis. Kata kunci: pneumonia, faktor prognostik, mortalitas, anak.

Background: Pneumonia is still a major cause of morbidity and mortality in children under five years of age (toddlers). Research related to prognostic factors that have roles in assessing mortality outcomes has also been carried out in an effort to reduce mortality due to pneumonia. However, until now, data regarding the factors that affect the mortality of children with pneumonia in Indonesia are still limited. Aim: This study aims are to determine the mortality rate of children under five who are treated with pneumonia, as well as prognostic factors that influence the outcome. Method: Data collection was carried out at Cipto Mangunkusumo Hospital in the period from January 2019 to March 2022, using analytic cross sectional on a population of children aged 1-59 months who were treated with pneumonia. Result: Of the 600 subjects, the proportion of pneumonia did not differ between the ages of <1 year (51.8%) and 1-5 years (48.2%). The proportion of pneumonia in children under five at the RSCM was 5%, most of which were hospital associated pneumonia (56.8%). The mortality rate obtained from this study was 195 subjects (32.5%). Prognostic factors that were shown to be associated with mortality outcomes were incomplete immunization (PR 3.706; 95% CI 1.320-10.405; p=0.013), increased procalcitonin value (PR 1.606; 95% CI 1.196-2.154; p=0.002), and complications of sepsis (PR 2.090; 95% CI 1.486-2.940; p<0.0001). Age, hypoxemia, malnutrition, anemia, abnormal platelet count, abnormal leukocyte count, elevated CRP, and comorbidities have not been shown to be associated with increased mortality in children under five who are treated with pneumonia. Conclusions : The proportion of pneumonia in children under five years of age who were treated with pneumonia at the RSCM was 5%, with a mortality rate of 32.5%. Factors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Hero Wantara
"

Latar Belakang : Pasien kanker paru sering mengalami pneumonia, hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia menyulitkan penanganan, memperburuk kualitas hidup, mengurangi survival  dan seringkali merupakan penyebab  langsung kematian pasien kanker paru. Penangananan pneumonia pada pasien NSCLC(non small cell lung cancer) dengan antimikroba yang terus menerus tanpa memperhatikan kultur sensisitivitas akan menyebabkan resistensi dari kuman penyebab pneumonia tersebut.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien NSCLC, pola kuman penyebab pneumonia pada pasien NSCLC, dan membandingkan kesintasan pasien NSCLC yang menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR (multidrug resistance) dengan yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

Metode : Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR dan non-MDR yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2013–Desember 2017. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat regressi cox.

Hasil: Setelah dilakukan pemeriksaan kultur BAL(Bronchoalveolar lavage), cairan pleura dan sputum, diperoleh 32 subjek hasil  kulturnya hanya bakteri MDR, 14 subjek  tumbuh bakteri MDR dan non-MDR, dan 23 subjek hanya tumbuh bakteri non-MDR.  Bakteri non- MDR terbanyak penyebab pneumonia pada pasien NSCLC adalah Klebsiella pneumoniae sebanyak 37,3%, sedangkan bakteri MDR yang terbanyak menyebabkan pneumonia pada pasien NSCLC adalah  Acinetobacter baumannii  sebanyak 23,2%. Median survival Pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR adalah 57 hari(43,707-70,293) sedangkan yang oleh bakteri non-MDR 92 hari(58,772-125,228). 

Simpulan : kesintasan pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan  oleh bakteri MDR lebih singkat daripada yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

 


Back Ground: Lung cancer patients often experience pneumonia. This is due to the decrease in body endurance of the patients. Pneumonia complicates treatment, worsens the quality of life, reduces survival and is often a direct cause of death for lung cancer patients. Dealing with pneumonia in non-small cell lung cancer (NSCLC) patients with continuous antimicrobials treatment without regard to culture sensitivity will cause resistance of germs that cause pneumonia.

Objectives: This study aims to study the characteristics of NSCLC patients, the pattern of germs that cause pneumonia in NSCLC patients, and to compare the survival of NSCLC patients suffering from pneumonia caused by MDR (multidrug resistance) bacteria with those caused by non-MDR bacteria.

Methods: This study was a retrospective cohort with research subjects was NSCLC patients with pneumonia caused by MDR and non-MDR bacteria who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to December 2017. Analysis was performed with multivariate cox regression analysis.

Results: The results of the culture examination of BAL(Bronchoalveolar lavage), pleural fluid and sputum showed that 32 subjects were infected only from MDR bacteria, 14 subjects infected by both MDR and non MDR bacteria, and 23 subjects were infected by only non MDR bacteria. The most non-MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Klebsiella pneumoniae as much as 37,3%, while the most MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Acinetobacter baumannii as much as 23,2%. Median survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria was 57 days(43,707-70,293) while those by non-MDR bacteria was 92 days (58,772-125,228).

Conclusions: The survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria is shorter than that caused by non-MDR bacteria.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>