Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29801 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Leni
Universitas Indonesia, 2008
T24661
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leni
"ABSTRAK
Jenis pinjaman yang ditawarkan ole bank antara lain adalah fixed loan dan rekening koran, pinjam meminjam uang tersebut di buat dalam bentuk perjanjian kredit, berdasarkan perjanjian kredit tersebut tidak jarang bank meminta agar dibuat akta pengakuan hutang yang merupakan pengakuan sepihak yang dilakukan oleh debitur. Akta pengakuan hutang tersebut dimintakan grosse aka yang di kepala aktanya terdapat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dan diakhiri dengan kata-kata "Diberikan Sebagai Grosse…” atas permintaan…”. Grosse akta ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang dapat dieksekusi langsung tapa melalui proses pengadilan. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah:1.Akta pengakuan hutang yang bagaimanakah yang dapat dieksekusi?
2. Bagaimana peranan notaris dalam pembuatan akta pengakuan hutang?. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, cara pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan. Dalam mengeksekusi akta pengakuan hutang tidak semua akta pengakuan hutang dapat dieksekusi secara langsung tanpa proses pengadilan. Grosse aka pengakuan hutang yang dapat dieksekusi adalah grosse akta pengakuan hutang yang didasari dengan pinjaman kredit dengan jenis fixed loan karena pinjaman telah pasti jumlah hutangnya dan penarikan kredit dilakukan sekaligus, hal ini sesuai dengan Pasal 224 HIR, Sedangkan kredit rekening koran tidak dapat di eksekusi karena jumlah hutangnya tidak pasti. Peranan notaris dalam pembuatan akta pengakuan hutang berdasarkan undang-undang jabatan notaris dan Pasal 224 HIR jo Pasal 258 Rbg hanya notaris yang dapat membuat grosse akta pengakuan hutang.

ABSTRACT
Types of loans offered by banks are among others fixed loans and bank accounts, the said loan agreements are made as credit agreements. Sometimes the bank will require to be executed a deed of acknowledgement of debt, which is a one sided acknowledgement by the debtor. This deed may be requested to be issued a grosse deed which will be issued with the phrase "In the name of God the Almighty" and closed with the words "Issued as grosse..." at the request of
This grosse deed has an executorial power which maybe executed without judicial prosess. The main Issues in this paper are : 1. which acknowledgements of debt may be executed? 2. what is the role of the notary in making this deed acknowledgement of debt?
This Is a normative juridical law research by compiling data with library research. In executing acknowledgements of debts not all deeds may directly be executed without a court decree. Grosse deed of acknowledgements of debts which may be executed are acknowledgements of debts based of credit fasilities from fixed loans as the amount of the loan is fixed and the withdrawal is done at once, which is in grosse acte accordance with Article 224 of Reviewed Indonesian Reglement (HIR), while debts of bank accounts may not be executed as the amount of the debt is not fixed. The role of the notary in drawing deeds of acknowledgements of debts is based on the act regarding notarial function and Articles 224 HIR juncto 258 RBG(for regions outside java island), as only notaries may issued grosse deeds of acknowledgements of debts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37010
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Yoga
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Rita Olivia
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S21915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alfa Kusumapatria
"Dalam dunia bisnis hubungan kreditur dan debitur yang berkaitan dengan hutang piutang tidak selalu berjalan dengan baik sebagaimana diharapkan semula oleh para pihak, melainkan sering menimbulkan persoalan dalam penyelesaiannya, bahkan tidak jarang penyelesaian persoalan hutang piutang yang dilakukan melalui Pengadilan dengan waktu penyelesaian yang berlarut-larut aampai mendapatkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti. Untuk menghindari hal tersebut, maka para pihak terutama kreditur tidak jarang meminta agar hutang piutang yang terjadi dibuat dengan akta pengakuan hutang oleh seorang Notaris dengan maksud jika dikemudian hari terjadi wanprestasi, dapat dimintakan grosse-nya, karena grosse akta adalah merupakan salinan dari suatu akta yang dibuat secara Notariil dengan diberi kepala atau irah-irah "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" dan diakhiri dengan kata-kata "DIBERIKAN SEBAGAI GROSSE .... " atau permintaan ..... (nama kreditur).
Pokok Permasalahan dalam tulisan ini adalah:
1. Apakah grosse akta Pengakuan Hutang Perorangan yang dikeluarkan oleh Notaris dalam prakteknya mempunyai kekuatan eksekutorial",
2. Mengapa suatu grosse akta Pengakuan Hutang Perorangan yang dibuat oleh Notaris tidak dapat dieksekusi"
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan Cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup penelitian terhadap undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan grosse akta yang dibuat oleh Notaris, kedudukan grosse Akta Pengakuan Hutang Perorangan yang dibuat oleh Notaris sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan eksekutorial serta aspek pelaksanaannya didalam sistem hukum dan peradilan di Indonesia. Dengan alat pengumpulan, data study dokumen dan. wawancara dengan informan yaitu: Notaris, para pihak dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris, beserta kuasa hukumnya. Sementara itu, metode analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian akan bersifat evaluatif-analitis.
Didalam praktek peradilan, ternyata tidak semua grosse akta pengakuan hutang perorangan yang dikeluarkan oleh Notaris mempunyai kekuatan eksekutorial (dapat dieksekusi). Dimana grosse akta pengakuan hutang perorangan yang dapat dieksekusi (executable) adalah :
1. grosse akta pangakuan hutang yang bersifat murni, yakni sudah tertentu/pasti jumlah hutangnya.
2. Permohonan eksekusi atas grosse akta pengakuan hutang yang bersifat murni itupun hanya dapat dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat jika benar-benar diajukan oleh Kreditur/ahliwaris dari Kreditur yang namanya tersebut dalam grosse akta pengakuan hutang dimaksud dan pada saat permohonan eksekusi yang diajukan oleh pemohon eksekusi (Kreditur),
3. tagihan yang harus dibayar oleh Debitur/termohon eksekusi benar-benar sudah waktunya untuk ditagih Serta hutang Debitur
4. pengakuan hutang tersebut benar-benar belum dibayar oleh
Debitur.
Grosse akta pengakuan hutang perorangan yang dibuat oleh Notaris tidak dapat dieksekusi karena :
1. Pengakuan hutang yang terdapat dalam grosse akta pengakuan hutang tersebut tidak bersifat murni (tidak tertentu/tidak pasti jumlahnya).
2. Ketua Pengadilan Negeri setempat juga tidak akan mengabulkan permohonan eksekusinya, jika permohonan eksekusinya diajukan oleh pihak yang tidak berhak,
3. tagihan kepada Debitur/termohon eksekusi belum waktunya untuk ditagih; atau
4. hutang yang tersebut dalam grosse akta pengakuan hutang ternyata telah dibayar oleh Debitur kepada Kreditur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Askal Laksamana Putera
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T 24257
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Surjana
"ABSTRAK
Pasal 224 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui merupakan suatu
pasal yang dibuat oleh pembentuk undang-undang untuk memberi
kemudahan kepada kreditur dalam ~al debitur melakukan wanprestasi.
Dengan adanya pasal tersebut maka kreditur dapat langsung mengeksekusi
barang jaminan debitur tanpa harus ada keputusan Pengadilan
yang telah berkekuatan tetap. Adapun grosse akta yang dapat
dieksekusi secara langsung telah ditentukan secara limitatif oleh
pembentuk undang-undang yaitu hanya grosse akta pengakuan hutang
dan grosse akta hipotek saja.
Pada tahun 1985 Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui
surat Nomor: 213/229/85/II/Um.Tu/Pdt tertanggal 16 April 1985
telah memberi suatu fatwa grosse akta, yang menyebutkan bahwa
dalam suatu grosse akta hanya berisi kewajiban untuk membayar
sejumlah uang tertentu saja. Dalam suatu grosse akta tidak dapat
ditambahkan pers~aratan-persyaratan lain terlebih lagi apabila
persyaratan-persyaratan tersebut berbentuk perjanjian.
Adapun maksud pengeluaran fatwa grosse akta oleh Hahkamah
Agung Republik Indonesia ialah untuk melindungi kepentingan debitur.
Hal ini disebabkan telah timbul penyalah-gunaan grosse
akta dalam masyarakat di mana semua bentuk perjanjian - apapun
bentuknya - dibuat dalam bentuk grosse akta, bila terjadi wanprestadi
maka kreditur dapat langsung mengeksekusi barang jaminannya.
Dengan demikian segala upaya hukum yang berkenaan dengan perjanjian
tidak mempunyai arti lagi. l1ahkamah Agung Bepublik Indonesia
juga menyatakan bahwa perjanjian kredit tidak dapat dibuat dalam
bentuk grosse akta pengakuan hutang karena perjanjian kredit bukan
pengakuan sepihak debitur untuk membayar sejumlah uang tertentu.
Dengan adanya fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia mengenai
grosse akta tersebut timbul reaksi dari kalangan perbankan.
Kalangan perbankan berpendapat dengan adanya fatwa tersebut memberi
peluang kepa~a debitur yang nakal untuk mengulur-ulur waktu
pembayaran hutangnya dengan mengajukan gugatan di depan~engadilan.
Kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan sebagaiman diketahui
sebagian besar merupakan kredit rekening koran yang jumlah
butangnya tidak tertentu, tetapi berubah-rubah sesuai dengan
pembayaran yang dilakukan oleh bank dan pengembaliannya oleh debitur
yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Di samping itu dalam
perjanjian kredit juga terdapat banyak persyaratan-persyaratan/
perjanjian-perjanjian lain seper~i: jumlah hutang; bunga; jangka
waktu; jaminan da~·-lain-lain. Kalangan perbankan berpendapat
dengan adanya fatwa Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut
maka penyelesaian kredit macet hanya dapat dilakukan melalui gugatan
biasa di depan ~engadilan yang agak berbelit-belit.
Sedangkan Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat p~m~
batasan terhadap lembaga grosse akta itu perlu untuk melindungi
debitur dari tindakan·sewenang-wenang kr~ditur. Dengan adanya
jumlah hutang yang sudah pasti maka pihak kreditur - dalam hal
ini bank - yang kebanyakan mempunyai kedudukan yang kuat tidak
dapat dengan seenaknya menentukan jumlah hutang debitur, tetapi
jumlah yang dapat dieksekusi hanya yang tercantum dalam grosse
akta saja.
Inti persoalan yang timbul mengenai grosse akta ialah:
1. Apakah untuk suatu grosse akt~ dapat ditambah dengan syaratsyarat
lain selairi kew~jiban untuk.membaya~ sejumlah uang tertentu;
2. apakah untuk jumlah hutang yang pasti dapat dikaitkan dengan
jumlah hutang yang tertera dalam rekening koran bank.
Mahkamah Agung Republik Indonesia sampai saat ini tetap pada
pendiriannya yaitu pengertian grosse akta tidak perlu diperluas
demi untuk melindungi kepentingan debitur, jika ada debitur
yang nakal penyelesaian hutangnya dapat melalui Badan Urusan Piutang
Negara.
Sedangkan mengenai eksekusi grosse akta hipotek tidak terdapat
masalah yang besar karena .. telah mempunyai peraturan yang
lengkap, asal saja dokumen-dokumennya telah dibuat secara lengkap.

"
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerrid Williem Karlosa Reskin
"Grosse akta pengakuan hutang bertujuan menjamin kepastian hukum bagi kreditur apabila terjadi wanprestasi oleh debitur. Kekhususan dari grosse akta pengakuan hutang dibandingkan akta lainnya adalah adanya irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” memiliki kekuatan eksekutorial seperti layaknya putusan pengadilan. Kekuatan eksekutorial ini juga dijelaskan pada pasal 224 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Pasal 1 angka 11 dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Namun sayangnya, Putusan Mahkamah Agung No. 2834K/PDT/2021, hakim tetap mengabsahkan salinan akta pengakuan hutang no 71 tahun 2018 yang tidak memiliki irah-irah tersebut. Selain itu adanya tindakan kreditur yang melakukan sita jaminan yang didasarkan atas salinan tersebut, bahkan dalam akta tersebut juga tidak mencantumkan ketentuan mengenai jaminan. Mengingat bahwa suatu akta pengakuan hutang merupakan pengakuan sepihak dari debitur karena telah berhutang kepada kreditur dalam jumlah tertentu dan tidak boleh mencantumkan persyaratan-persyaratan lain, maka akta ini seharusnya dapat menjadi bias perihal kepastian jumlah hutangnya dikarenakan cicilan dari yang telah dilakukan oleh debitur yang wanprestasi. Kedua masalah inilah yang diangkat dalam tesis ini, antara lain; kekuatan hukum eksekutorial dalam akta pengakuan hutang no 71 tahun 2018 dan kedudukan hukum klausul denda dan bunga dalam akta pengakuan hutang 71 tahun 2018 berdasarkan studi putusan Putusan Mahkamah Agung No. 2834K/PDT/2021. Metode penelitian yang diterapkan dalam tesis ini adalah doktrinal. Hasil penelitian ini adalah tidak adanya kekuatan eksekutorial dalam akta pengakuan hutang tersebut dan pencantuman klausul dan denda yang menjadikan akta pengakuan hutang ini tidak murni dan membuat seolah-olah hanya sebagai surat sanggup atau perjanjian hutang piutang. Adapun saran yang diberikan antara lain pemahaman yang lebih jeli dari hakim terhadap keabsahan suatu surat pengakuan hutang murni dengan melihat faktor formil dan materiil.

Grosse deed of acknowledgment of Debt aims to guarantee legal certainty for creditors in the event of default by the debtor. The specificity of the deed of acknowledgment of Debt grosse compared to other deeds is that the “For the sake of JUSTICE BASED ON THE ONE ALMIGHTY GOD” has executorial power like a court decision. This executive power is also explained in article 224 of the Herzien Inlandsch Regulation (HIR) and Article 1 point 11 in the Notary Office Law. But unfortunately, the Supreme Court Decision No. 2834K/PDT/2021, the judge still validated the debt acknowledgment deed No. 71 of 2018 which does not have these title. Apart from that, there was an action by the creditor who carried out a confiscation guarantee based on these constraints, even the deed did not provide provisions regarding collateral. Given that a deed of acknowledgment of debt is a unilateral acknowledgment of the debtor because he owes a certain amount to the creditor and cannot include other conditions, this deed should be biased regarding the certainty of the amount of his debt due to installments made by the default debtor. These two issues are raised in this thesis, among others; executorial legal force in the deed of acknowledgment of debt no 71 of 2018 and the legal status of fines and interest clauses in the deed of acknowledgment of debt 71 of 2018 based on the study of the Supreme Court Decision No. 2834K/PDT/2021. The research method applied in this thesis is doctrinal. The results of this study are that there is no executorial power in the debt acknowledgment deed and the inclusion of clauses and fines that make the debt acknowledgment deed impure and make it appear as if it is only a promissory note or receivables agreement. The advice given includes a more observant understanding from the judge on the validity of a pure debt acknowledgment by looking at formal and material factors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederiko
"Tesis ini membahas mengenai konsep hukum perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur yang beritikad baik. Perlindungan dan kepastian hukum yang dimaksud disini adalah mengenai jaminan pelunasan utang atas kredit atau pinjaman uang yang sudah diberikan oleh kreditur kepada debitur yang kemudian untuk lebih menjamin pelunasan utang piutang tersebut, pihak debitur diwajibkan untuk membuat perjanjian tambahan berupa grosse akta pengakuan utang yang berkekuatan eksekutorial berdasarkan pasal 224 HIR disamping dari akta perjanjian jaminan lainnya seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, ataupun hipotik. Permasalahan mengenai grosse akta pengakuan utang ini terletak pada sifat perjanjiannya yang merupakan perjanjian tambahan atau perjanjian assesoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit ataupun perjanjian utang-piutang, yang keberlakuannya tergantung pada perjanjian pokok tersebut, dan apabila dalam akta perjanjian pokoknya terdapat cacat hukum yang dalam hal ini akta tersebut dibuat oleh Notaris yang juga seorang manusia yang tidak lepas dari kesalahan, maka bagaimana bentuk perlindungan bagi kreditur tersebut dan bagaimana kedudukan seorang Notaris yang telah membuat akta tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil penelitian adalah perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi kreditur beritikad baik ini dapat mengacu pada pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberikan kekuasaan bagi Hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian agar setiap pelaksanaan suatu perjanjian haruslah tetap memperhatikan asas keadilan dan kepatutan dan hakim diberikan wewenang untuk memutus menyimpang dari ketentuan yang ada dengan memperhatikan asas itikad baik sebagaimana yang diatur dalam pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selanjutnya mengenai cacat yuridis suatu akta yang mengakibatkan kebatalan suatu akta yang disebabkan karena kesalahan Notaris maka hubungan hukum itu hanya dapat dituntut pertanggungan jawabannya kepada Notaris dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum saja, karena posisi Notaris disini bukanlah sebagai pihak melainkan sebagai pejabat umum yang diberikan wewenang oleh Negara untuk menjalankan tugas pemerintahan dalam hal membuat akta otentik.

This thesis explores the concept of legal protection and legal certainty for lenders that having good intentions. Protection and legal certainty are referred to here is related to debt repayment guarantees on loans or loan money that was given by creditors to debtors and to further guarantee the repayment of these debts, the borrowers are required to incur additional debt recognition grosse deed in lieu of enforceable under Article 224 HIR in addition to other security agreement of deed such as mortgage, pledge, or fiduciary. Concerning problems about the recognition of this debt grosse deed lies in the nature of the deal, which is an additional agreement or assesoir agreements from the essentially agreements that consist of the credit agreement or contract debts, which the validity depending on the principal agreement, and if in deed there is essentially an agreement in terms of disability law, This deed is made by a notary who is also a man who is not free from mistakes, then what form of protection for creditors and how the position of a notary who has made such deed. This research is qualitative research, normative prescriptive typology. The Research result is legal protection and legal certainty for good intentions creditors can be referred to article 1338 paragraph 3 Book of Civil Law Act which provides authority for the judge to oversee the implementation of an agreement that each execution of an agreement shall remain in upholding fairness and decency and justice given the authority to decide, notwithstanding the provisions of existing by taking into account the principle of good faith as set out in article 1338 paragraph 3 of Act Book of Civil Law. Furthermore, regarding jurisdictional defect that resulted in a nullification of a notarial deed which caused the error Notary law relationship can only be prosecuted coverage of the answer to the notary in qualifying tort only, because the notary's position here is not a party but as a public official who is authorized by the State to perform tasks of government in terms of making authentic documents."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27466
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Disriani Latifah S.
"Titel eksekutorial yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" bukan hanya terdapat dalam putusan pengadilan melainkan dapat ditemukan juga dalam akta otentik sebagaimana dimaksud pasal Pasal 224 HIR/ Pasal 258 RBg yang mengatur mengenai eksekusi grosse akta. Dengan adanya titel eksekutorial, grosse akta mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga dapat dilaksanakan atau dieksekusi sebagaimana halnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pada dasarnya grosse akta dimaksudkan untuk kemudahan dalam hal eksekusi apabila terjadi wanprestasi, dengan grosse akta maka kreditur dapat lansung menggunakan hak eksekusinya melalui permohonan eksekusi ke pengadilan tanpa melalui proses gugatan biasa. Namun dalam prakteknya ternyata permohonan penetapan eksekusi grosse akta pengakuan utang yang didasarkan Pasal 224 HIR/ Pasal 258 RBg tidak mudah, dimungkinkan terjadi penolakan pengadilan untuk mengabulkan eksekusi grosse akta pengakuan utang karena berbagai alasan sehingga walau lembaga grosse akta pengakuan utang ini sudah lama ada di indonesia namun sampai sekarang dengan adanya Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tetap masih ada kesimpangsiuran mengenai masalah eksekusi grosse akta pengakuan utang. Adanya penolakan pengadilan terhadap eksekusi grosse akta pengakuan utang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Kreditur; tidak tercapainya kemudahan dalam hal eksekusi grosse akta sebagaimana yang diinginkan. Permasalahan tersebut menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan eksekusi grosse akta pengakuan utang di Indonesia dengan menggunakan penelitian yuridis normatif dan pendekatan deskriptif analitis dengan metode penelitian kepustakaan untuk kemudian menghasilkan data kualitatif.

Executorial title which reads "In The Name of Justice Based on Almighty God" is not only found in court decisions but also found in the notary deed referred to art. 224 HIR /258 RBg called grosse akta. With that title, a grosse akta has executorial power just like court decisions. Basically the function of grosse akta is to facilitate the execution in the event of default, by grosse akta creditor could directly submit executorial application to the court without due process of ordinary lawsuit. However, in practice the application is not happen easily because the courts could refuse to execute grosse akta acknowledgment of debt for various reasons. This issues remains unresolved despite grosse akta acknowledgment of debt already had long existences in Indonesia but there is still confusion about that execution issue even though now we already had Law Number 30/ 2004 Regarding Notary. The court refusal to execute grosse akta acknowledgment of debt would cause a legal uncertainty, the simplicity of execution would be failed and also would raises the question of what is the actual function of a grosse akta acknowledgment of debt. These issues made the writer interested in studying more about it by using normative research methods with descriptive analytical approach to develop qualitative data.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T37066
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>