Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hansen, Vaughn E.
Jakarta: Erlangga, 1986
631.7 HAN it (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dominggas Nari
"Penelitian ini ingin memperoleh gambaran mengenai peman£aatan organisasi tradional dan aturan-aturannya dalam pembangunan kelembagaan irigasi sawah. Studi ini merupakan studi kasus pada kelompok tani sawah di kecamatan Wamena. Dan melihat mengapa jaringan irigasi yang dibangum dengan sangat baik oleh pemerintah tidak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan apakah organisasi lokal dan aturan-aturannya dapat bermanfaat dalam pembangunan irigasi serta apakah dapat terjadi perpaduan antara pranata lama dan pranata baru.
Dengan melihat bagaimana petani dapat memanfaatkan organisasi lokal dan aturan-aturan yang ada di dalamnya untuk membentuk suatu kelompok tarsi sawah, dan bagaimana mereka dapat memadukan pranata mereka yang lama dengan pranata yang baru sehingga dapat membentuk kelembagaan irigasi sawah sebagai suatu pranata yang baru. Untuk menganalisa masalah ini penulis menggunakan konsep Institution, yang dikembangkan oleh Ostrom (1992). Dengan konsep ini penulis menganalisa mengapa beberapa institusi atau pranata yang ditentukan untuk penyediaan dan penggunaan air irigasi tidak berjalan sehingga pembangunan proyek irigasi tidak sustainable. Dan melalui konsep ini penulis juga akan melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam pranata "pengelolaan air" komunitas suku Dani. Disini Ostrom mengemukakan bahwa pembangunan irigasi dapat suistainable apabila terjadi crafting institution Melalui crafting institution penulis juga melihat apakah ada perubahan pranata dalam hal ini terjadi rekayasa atau perpaduan antara pranata lokai dan pranata irigasi sawah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, disini data yang dikumpulkan bersifat umum dan dijadikan dasar serta pendukung bagi wawancara mendalam. wawancara mendalam disini mencakup pengetahuan komunitas lokal mengenai pengelolaan sumberdaya air, lebih difokuskan pada pengelolaan air dalam kebun ubi jalar dan sawah (aturanaturan yang digunakan, organisasi kelompok tani dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan) serta rekayasa (ketrampilan) kelompok tani dalam pengembangan kelompoknya.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa, pembangunan irigasi di lembah Balim belum dapat dimanfnatkan dengan baik oleh komunitas suku Dani karena belum terjadi crafting institution. Dimaksudkan di sini dengan pembangunan irigasi tidak dimanfaatkan dengan baik karena belum terjadi crafting adalah, proses ini dapat terjadi apabila ada keterbukaan diantara kedua belah pihak (masyarakat dan pernerintah) namun yang terjadi pemerintah menyediakan fasilitas irigasi dan memberikan kepada masyarakat untuk memanfaatkan. Masyarakat berusaha sendiri dengan memanfaatkan pranata lokal terutama pranata pengelolaan air dalam kebun ubi jalar yang sangat berbeda dengan pengelolaan air dalam irigasi mengairi sawah. Pemerintah belum menciptakan semacam kondisi yang membuat ada keterpaduan pranata antara aturan aturan lokal yang dimiliki masyarakat dan aturan formal yang ada dan jika hal ini terjadi maka pembangunan irigasi dapat dimanfaatkan dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wili Andri Utama
"Irigasi mempunyai peran vital, karena berfungsi sebagai penyediaan air untuk lahan-lahan pertanian, perkebunan, dan perikanan. Untuk merancang saluran irigasi, perencanaan yang matang sangat diperlukan supaya tujuan pembuatan saluran tercapai. Namun di lain pihak, pada pelaksanaan proyek konstruksi di Indonesia secara umum jumlah kecelakaan kerja juga meningkat. Merujuk data Badan Penyelenggara Jasa Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, secara nasional angka kecelakaan kerja sektor konstruksi tercatat sebagai sektor terbanyak nasional angka kecelakaan kerja. Peraturan dan ketentuan tentang pembiayaan K3 yang ada di Indonesia belum diatur secara jelas dan terukur. Peraturan yang ada mengenai pembiayaan K3 diatur di tiga peraturan yaitu, Peraturan Menteri No. 31 Tahun 2015, Surat Edaran Menteri PUPR No. 66 Tahun 2015, Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2016 serta yang terakhir Surat Edaran Menteri PUPR No. 11 Tahun 2019. Menurut Cooper dan Kaplan (1992), perhitungan biaya berbasis aktivitas telah muncul sebagai pendekatan baru yang menghubungkan biaya yang terkait langsung dengan kegiatan bisnis dengan produk manufaktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko apa saja yang berpotensi bahaya pada pekerjaan irigasi, pembuatan safety plan dengan menggunakan standar WBS berbasis risiko, dan hasil dari peneltian ini dapat membuat analisa struktur biaya K3 untuk pekerjaan irigasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis deskriptif. Data Primer diperoleh dengan melakukan survey kepada para pakar dan responden. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jatuh dari ketinggian merupakan potensi bahaya dengan nilai risiko tertinggi pada proyek Saluran/Irigasi. Pengendalian yang dilakukan dengan pengendalian administratif, penggunaan APD serta APK dengan Komponen Biaya K3 Umum dan Khusus. Dari hasil perhitungan biaya K3 berbasis WBS pada 2 proyek, diperoleh rata-rata sebesar 0.862% dimana persentase tersebut masih sesuai dengan kebijakan beberapa BUMN Konstruksi.

Irrigation have a vital role, because serves the provision of water for agricultural, plantation and fisheries lands. To design irrigation channels, careful planning is needed so that the goal of making the channel is achieved. But on the other hand, the implementation of construction projects in Indonesia in general the number of work accidents also increased. Referring to the data from the Social Services Provider Agency (BPJS), nationally the number of work accident accidents in the construction sector was recorded as the national sector with the highest number of occupational accidents. The regulations and provisions regarding HSE financing in Indonesia have not been clearly and measurably regulated. Existing regulations regarding HSE financing are regulated in three regulations, namely, Ministerial Regulation No. 31 of 2015, Circular of the Minister of Public Works and Public Housing No. 66 of 2015, the Minister of Public Works and Public Housing Regulation No. 28 of 2016, and the last in Circular of the Minister of Public Works and Public Housing No. 11 of 2019. According to Cooper and Kaplan (1992), Activity-Based Costing (ABC) has emerged as a new approach that connects costs directly related to business activities with manufactured products. This study aims to identify any risks that are potentially hazardous in irrigation work, making a safety plan using risk-based WBS standards, and the results of this research can make Analysis cost of safety for irrigation works. This research uses a qualitative approach and descriptive analysis. Primary data is obtained by conducting surveys of experts and respondents. Based on the results of the study it was found that falling from a height is a potential hazard with the highest risk value in the Irrigation/Channel project. Controlling proceed by administrative controls, the use of PPE as well as GER with General and Special OSH Cost Components. From the results of WBS-based OSH cost calculations on 2 projects, an average of 0.862% was obtained where the percentage is still in accordance with the policies of several Construction SOEs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irfan Ridwan Maksum
"Penelitian ini membandingkan antara praktik pengelolaan air irigasi tertier di Kabupaten dan Kota Tegal dengan model Dharma Tirta, Subak di Kabupaten Jembrana Bali, dan di Hulu Langat, Malaysia. Oleh karena analisis perbandingan menuntut harus dipenuhinya prinsip-prinsip ketepatan dalam membandingkan antarobyek, maka ketiga lokasi mencerminkan kesederajatan tingkatan, yakni pada tingkatan kedua dalam sistem pemerintahan. Penelitian ini tidak mempersoalkan bentuk negara, sehingga walaupun Hulu Langat tepat di bawah Negara Bagian Selangor, yang seharusnya secara normatif berbanding dengan Provinsi di Indonesia; dalam penelitian ini disejajarkan dengan Kabupaten/Kota ditilik dari luas wilayah dan keseluruhan jenjang pemerintahan di Malaysia. Pendekatan verstehen menjadi kerangka umum metodologis karya ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan tipe deskriptif. Teknik penggalian data dilakukan dengan triangulasi-eklektik. Di samping itu, berbagai key informan diperlukan dalam penelitian karya ini dengan teknik analisis multilevel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga praktik bukanlah ejawantah dari desentralisasi fungsional walaupun di Indonesia potensial mengarah ke dalam praktik desentralisasi fungsional, sedangkan di Malaysia sepenuhnya sentralisasi melalui aparatus dekonsentrasi dengan karakter masing-masing. Praktik desentralisasi di Indonesia khususnya di bidang irigasi, baru menyangkut desentralisasi territorial, sedangkan desentralisasi fungsional tidak dipraktikkan meskipun wacana akademik dan potensi serta kebutuhan akan adanya lembaga yang merupakan perwujudan desentralisasi fungsional sudah muncul. Di tingkatan mikro menunjukkan terdapatnya kegagalan dalam pengelolaan urusan irigasi tersier khususnya dan urusan irigasi pada umumnya. Kegagalan tersebut juga didorong oleh kondisi makro persoalan distribusi urusan sektor irigasi yang berpaku pada desentralisasi teritorial semata. Pemerintah perlu membenahi organisasi pengairan di level grassroots dalam kerangka peningkatan kinerja pertanian dan pengelolaan sumberdaya air secara holistik bahkan sampai terciptanya regime irigasi lokal. Perubahan pasal 18 UUD 1945 agar lebih tegas kembali memasukkan konsep desentralisasi fungsional yang pernah digunakan pada 1920-an oleh Hindia Belanda.

This research compared tertiary irrigation management in the Municipality and Regency of Tegal, the Regency of Jembrana, and the Regency of Hulu Langat Selangor Malaysia. Malaysia has been developing water board at National and State Level. Although the two countries differed in governmental arrangements, the locus used in this research experienced the same level of governments. Verstehen has been as a general framework of this research approach. Qualitative and descriptive were the method of this research. Data are gathered using eclectic-triangulation methods and analyzed with multilevel tools. This research concluded that the tertiary irrigation in those three locus in Indonesia were not established based on functional decentralization, eventhough it has potential to do so. It is different from Malaysia which is fully centralized through deconcentration. Only the teritorial decentralization is the basic of tertiary irrigation management in Indonesia. Functional decentralization is not being practiced in tertiary irrigation management both in Indonesia and Malaysia. Empirically, Government should improve the performance of irrigation organization at the grassroot level in order to increase the whole agricultural performance which creating special local regime in the irrigation management. Furthermore, amandment to the constitution of 18th article should induce the concept of functional decentralization that was practiced in Indonesian local government system in 1920."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Setiawan
"Pertanian, sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia, telah mengalami suatu proses perkembangan yang cukup panjang. Penemuan kepandaian bercocok tanam atau pertanian merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia, bahkan sering kali peristiwa itu disebut sebagai suatu "revolusi" dalam peradaban umat manusia (Gordon Childe, 1953). Masa ini amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan mulai dipelihara, cara untuk memanfaatkan hutan belukar dengan menebang dan membakar pohon-pohon serta pemanfaatan lahan pertanian mulai dikembangkan, sehingga tercipta ladang-ladang dan persawahan yang memberi hasil-hasil pertanian (Soejono, 1975 : 153)
Namun demikian, hingga saat ini para ahli masih sulit menentukan kapan sesungguhnya manusia mulai melakukan kegiatan bercocok tanam atau pertanian tersebut. Sehubungan dengan hal itu, Koentjaraningrat.mengemukakan : "sejak makhluk manusia timbul di muka bumi ini kira-kira 2.000.000 tahun yang lalu, ia hidup dari berburu, sedangkan baru kira-kira 10.000 tahun yang lalu ia mulai menemukan bercocok tanam. Tentu sekarang timbul suatu pertanyaan yang amat menarik, ialah : di manakah di muka bumi timbul revolusi kebudayaan yang merobah pola hidup itu ? Soal asal mula bercocok tanam hanya bisa menjadi lapangan untuk berbagai dugaan dan spekulasi yang sebenarnya sukar dibuktikan dengan nyata. Rupa-rupanya bercocok tanam tidak terjadi sekonyong-konyong, tetapi kepandaian itu timbul berangsur-angsur di berbagai tempat di dunia. Mungkin usaha percocok tanam yang pertama mulai dengan aktivitas mempertahankan tumbuh-tumbuhan di tempat-tempat yang tertentu, terhadap serangan binatang-binatang, atau membersihkannya dari rumput-rumputan yang merusak. Dalam pekerjaan ini, manusia tentu mudah dapat mengobservasi bagaimana misalnya biji yang jatuh dapat tumbuh lagi, atau mendapatkan bagaimana potongan batang singkong misalnya dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru apabila ditancapkan di tanah, dan sebagainya. Demikianlah dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal bagaimana manusia itu untuk pertama kali mulai bercocok tanam, tanpa dapat dibuktikan (1974 : 37)
Kelompok masyarakat yang hidup dari bercocok tanam, biasanya tinggal di dalam lingkungan alam yang memiliki curah hujan yang cukup, sehingga menjamin kelangsungan tanam-tanaman. Selain itu, daerah-daerah yang didiami oleh masyarakat ini terdiri dari areal hutan lebat, tanahnya basah, dan mungkin pula berawa,-rawa, dan masyarakat yang demikian biasanya memiliki pola perkampungan yang bersifat menetap. Untuk kelangsungan hidupnya, mereka melakukan kegiatan bercocok tanam, yaitu menanam berbagai jenis tanam-tanaman, dan salah satu diantaranya adalah padi.
Padi, merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai sekarang menjadi tanaman utama di Asia Tenggara. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa padi telah dibudidayakan oleh masyarakat petani1 sejak lama. Beberapa daerah yang diduga menjadi daerah asal tanaman padi adalah India utara bagian timur, Bangladesh utara, Burma, Thailand, Vietnam dan Cina bagian selatan (Chang, 1976). Hasil penelitian Chang juga menunjukkan bahwa padi telah dibudidayakan di Asia sejak masa Neolitik, yaitu 5000 SM.
Kebudayaan bercocok tanam padi menurut Bellwood (1985 : 119 - 121) dibawa oleh para migran dari Asia Tenggara bagian utara, yang dulunya mendiami daerah sekitar pulau Formosa dan kepulauan Filipina bagian barat. Mereka bermigrasi ke selatan, akhirnya tinggal menetap di kepulauan nusantara2, menularkan ke budaya mereka dan..."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sulaksono
"Tesis ini membahas peranan sektor irigasi dalam perekonomian Indonesia dengan menggunakan metode analisis input-output. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor irigasi memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan simulasi kebijakan penutupan sektor irigasi dan perubahan investasi, sektor-sektor hulu dan hilir sektor irigasi mengalami penurunan indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan serta penurunan output, nilai tambah bruto dan tenaga kerja.

This thesis discusses the role of irrigation sector in the economy using inputoutput analysis. Results of research concluded that irrigation sector has an important role to the economy of Indonesia. Based on the simulation of the closure policy and changes in irrigation sector investment, the upstream and downstream sectors of irrigation sector has decreased the backward and forward linkage index as well as a decrease in output, value added and gross labor."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26317
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"A research of river water quality for irrigation purposes was conducted in West Java-Indonesia. Water samples from seven rivers and fourteen locations were taken and analyzed in the field and laboratory."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>