Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kehutanan, 1987
634.9 SEJ I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kehutanan - Pusat Informasi kehutanan, 2007,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Pustaka Latin, 1998
333.75 KEH
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Mangara
"Struktur industri kehutanan saat ini cenderung bias pada industri berskala besar dan kurang mengaitkan kegiatan ekonomi hutan dengan ekonomi lokal dalam upaya menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. permasalah kelembagaan berupa lemahnya law enforcement telah mengurangi investasi mengiringi berkembangnya industri berskala besar. Di sisi lain, industri skala menengah sebagai penyeimbangan ternyata tidak tumbuh sehingga memunculkan fenomena missing of the middle dalam industri kehutanan. Industrialisasi kehuatan berbasis skala kecil dan menengah diharapkan dapat mengurangi permintaan terhadap bahan baku kayu. Untuk ini pemerintah perlu melakukan restukturisasi industri kehutanan secara efektif ditunjukkan oleh keterkatian kebijakan industri (industrial policy). Kebijakan down sizing industri kehutanan tidak cukup untuk mengurangi tekanan terhadap hutan sehingga intervensi harus juga dilakukan di sisi suplai. Pemerintah harus meninjau untuk menggnati sistem hak pengusahaan hutan (HPH) dengan sistem yang lebih menggunakan sistem mekanisme pasar (bidding system). Sistem pasar ini mensyaratkan adanya perusahaan pada pasar kay dan non kayu. Dalam pasar kayu ini industri pengolahan IKM (Industri Kecil dan Menengah) diupayakan mendapat akses yang lebih besar memasuki pasar kayu bulat."
Jurnal Kebijakan Ekonomi, 2005
JUKE-1-1-Agust2005-37
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andrijani S.
"ABSTRAK
Tindak Pidana Kehutanan di Indonesia telah menjadi masalah serius yang tidak hanya berdimensi hukum, tetapi juga memiliki dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi yang demikian menyebabkan tindak pidana kehutanan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana luar biasa yang menuntut penanganan yang luar biasa pula. Dalam mengkaji tindak pidana kehutanan bukan saja aspek hukum positifnya yang mesti disoroti, tetapi juga aspek sejarah hukum dan masalah penegakan hukumnya. Aspek sejarah hukum sangat diperlukan untuk melihat politik hukum pemerintah dalam menangani masalah tindak pidana kehutanan yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi pembuatan kebijakan pada masa kini. Sementara, aspek penegakan hukum boleh dikatakan integral dengan aspek hukum positif, karena penegakan hukum merupakan upaya untuk mengejawantahkan atau mengimplementasikan hukum positif agar memiliki keberlakuan secara efektif. Berhasil atau tidaknya penegakan hukum terhadap tindak pidana kehutanan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait, yakni instrumen hukum yang memadai, kebijakan dan peraturan yang mendukung, aparat penegak hukum serta kapasistas kelembagaan yang kuat, proses peradilan yang bersih, dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana.

ABSTRAK
Forestry criminal act in Indonesia has been serious problem that is not only having legal dimension, but also having economic, social, and political dimension. That condition cause forestry criminal act has been able to be qualified as an extraordinary crime that is also pursuit extraordinary handling. In studying forestry criminal act, is not just positive law aspect that must be viewed, but also the aspect of legal history and its law enforcement. The aspect of legal history is much needed to see government's politics of law in handling the forestry criminal act and eventually can be used as policy making references in nowadays. At the same time, the aspect of law enforcement can be said integrated with positive law, because the law enforcement is effort to implement positive law in order to have deed effectively. Success or not the law enforcement toward forestry criminal act in Indonesia influenced by many factors, are sufficient law instruments, supporting policies and rules, law enforcer apparatus and strong institutional capacity, also, clean judicial process, and punishment that is imposed toward criminal actor.
"
2007
T22902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julius Rafles
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pengaruh pemberlakukan The Lacey Act terhadap
ekspor hasil hutan terutama dari Indonesia ke Amerika Serikat. Ketentuan The
Lacey Act yang bam tersebut merupakan salah satu usaha Pemerintah Amerika
Serikat untuk memberantas kegiatan Illegal logging. Dalam ketentuan The Lacey
Act tersebut, setiap pelaku usaha yang akan memasukkan produk hasil hutan dan
turunannya ke Amerika Serikat harus membuat pernyataan bahwa produk hasil
hutan tersebut bukan berasal dari illegal logging ataupun sumber-sumber yang
tidak sah. Dokumen yang digunakan untuk melakukan ekspor ke Amerika Serikat
tidak dapat dijadikan pegangan atas legalitas produk hasil hutan sehingga
dokumen-dokumen tersebut dianggap tidak sah atau tidak berlaku. Hal ini dapat
menjadi hambatan dalam perdagangan hasil hutan ke Amerika Serikat, karena
setiap saat Pemerintah Amerika Serikat dapat melakukan penahanan ataupun
penyitaan terhadap produk-produk hasil hutan impor yang masuk ke negaranya
mengingat tidak ada satu dokumen pun yang dapat di gunakan untuk menunjukkan
legalitas atas produk impor tersebut. WTO melarang anggota-anggotanya untuk
mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam negeri yang dapat menghambat
perdagangan internasional. Kebijakan The Lacey Act yang ingin memberantas
kegiatan Illegal Logging secara global tidak tepat diberlakukan pada setiap produk
impor Amerika, karena illegal logging diduga terjadi di dalam negeri negara
pengekspor. Pemberantasan illegal logging akan lebih tepat bila pemerintah
Amerika Serikat mengadakan kerjasama dengan pemerintah negara-negara yang diduga terjadi illegal logging.

Abstract
This thesis is discussing about the implementation effect of The Lacey Act
towards the export of forestry products from Indonesia to the United States. The
provisions of the new Lacey Act constitute as one of the efforts of the
Government of the United States for eliminating the Illegal Logging activities. In
the provisions of The Lacey Act every business actor that shall export the forestry
products and its derivatives to The United State must prepare a statement that such
forestry products are not originated from illegal logging or other illegal sources.
The document to be used for performing export to the United States cannot be
used as guidance upon the forestry product legality, consequently such documents
are considered as illegal or not applicable. This matter may become as an obstacle in the trading of forestry products to The United States, since at any time the Government of the United States may perform detention or seizure towards the imported forestry products to its country
the by considering that there is no document
can be used to indicate the legality of such imported products. WTO forbids its
members to issue internal policies that may hinder the international trade policy of
The Lacey Act intended for eliminating the Illegal Logging activities, which
globally is not fit to be applied to every American imported product since illegal
logging is allegedly happened in the exporter country. The elimination of illegal
logging shall be more effective if the Government of the United states establishes
cooperation with the government of the countries where illegal logging is
allegedly happened."
2010
T27935
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Negara
"Penelitian ini berangkat dari permasalahan keterbatasan informasi dan data menyangkut peranan sektor kehutanan yang lebih bersifat sektoral dan hanya mencakup sub sektor kehutanan primer saja, dan tidak mencakup sub sektor industri pengolahan kayu sehingga belum memberikan gambaran yang jelas tentang peran sektor kehutanan secara riil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu penulis ingin menganalisis peranan sektor kehutanan dalam penciptaan output, nilai tambah bruto dan penyerapan tenaga kerja, keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain, dampak pengganda serta posisi sektor kehutanan dalam jangka waktu 1995-2008, serta melihat perubahan struktur perekonomian (economic landscape) yang terjadi dalam kurun waktu 1995 - 2008. Model yang digunakan adalah model input output dengan memanfaatkan tabel Input Output Nasional tahun 1995, 2000 dan 2008 (updating) yang disusun BPS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi sektor kehutanan dalam penciptaan output, nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja nasional relatif kecil dan trennya menurun dalam jangka waktu 1995-2008, dengan sub sektor industri kayu memberikan sumbangan lebih besar daripada sub sektor kehutanan primer. Berdasarkan indeks keterkaitan ke depan dan ke belakang, sektor kehutanan bukan merupakan sektor unggulan dengan besaran indeks yang cenderung menurun, namun sub sektor kehutanan memiliki kemampuan dalam mendorong sektor-sektor hilirnya yang menggunakan output produksi sub sektor kehutanan primer, sementara sub sektor industri kayu memiliki kemampuan untuk menarik sektor hulunya dengan menggunakan outputnya sebagai input produksi.
Dari hasil analisis pengganda dan analisis dampak, diperoleh kesimpulan bahwa sektor kehutanan termasuk dalam sektor yang memilik dampak pengganda yang besar terhadap perekonomian nasional, hal ini berarti bahwa untuk setiap kenaikan permintaan akhir sektor kehutanan sebesar Rp 1 juta akan menyebabkan kenaikan pada output, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja terhadap perekonomian secara keseluruhan. Berdasarkan analisis Multiplier Product Matrix (MPM) diketahui dalam jangka waktu 1995 - 2008 economic landscape Indonesia telah bergeser dari sektor primer yang berbasis sumber daya alam menuju sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (perdagangan dan jasa).

Development of the forestry sector played important role in Indonesia economy, but limited information and data on the role of the forestry sector, which is have a sectoral character and not yet include linkages with other economic sectors. The research was conducted to identify the role of forestry sector in output creation, the linkages of forestry sector with other economic sectors, and also identify the output, income and labour multiplier of forestry sector in production process involving other sectors. The model used is the National Input Output tables 1995, 2000 and 2008 (update) made by the Central Bureau of Statistics (BPS).
The results showed that the contribution of the forestry sector in the output creation, value added and employment is relatively small and the trend decline in the period 1995-2008, with sub-sector, timber industry contributes more than primary forestry sub-sectors. Based on the index of forward linkage and backward linkages, the forestry sector is not the dominant sector with mass index tended to decrease, but forestry subsector has the ability to encourage intermediate sectors that use the output of primary production forestry subsector while the sub-sector, timber industry has the ability to attract top sector using the output as an input to production.
Accounting multiplier analysis finds out that, the forestry sector, including in the sector have a major multiplier impact on the national economy, this means that for every increase in demand for the end of the forestry sector amounted to Rp. 1 million will cause an increase in output, incomes and employment to the economy as a whole. Based on the analysis Multiplier Product Matrix (MPM) is known in the 1995-2008 period of Indonesia's economic landscape has shifted from resource-based primary sector to secondary sector (industry) and tertiary sector (trade and services)."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T28059
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Transtoto Handadhari
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009
634.959 8 TRA k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>