Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dannil Nafis
"Consultative Group for Indonesia (CGI) merupakan konsorsium negara-negara dan lembaga-lembaga kreditor untuk Indonesia yang dibentuk pada tahun 1992 sebagai pengganti konsorsium yang sama yaitu IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia). CGI terdiri dari sekitar 30 kreditor bilateral dan multilateral diantaranya World Bank (WB), Asian Development Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF), CGI telah memberikan kucuran dana atau pledge bagi pemerintah Indonesia untuk menutup Financing budget, Seperti halnya dengan International Monetery Fund (IMF), selama ini Indonesia memerlukan CGI untuk memperoleh utang yang akan dipergunakan untuk menutupi defisit anggaran (APBN). CGI dalam kebijakan pemberian utang luar negeri (ULN), selalu menyertai dengan kondisionalitas penerapan agenda konsensus Washington. Penerapan kebijakan ini, yakni pemberian resep berupa persyaratan dan penkondisian tersebut tercantum dalam paket Structural Adjusment Program (SAP).
Dalam SAP sangat memiliki kepentingan terhadap pelaksanan Konsensus Washington sebagai bentuk perluasan kapitalisme, baik melaui Lembaga Keuangan Internasional, maupun konsorsium pemberi utang para negara kreditor seperti CGI, yang memberikan persyaratan sebagai bagian dari persetujuan pinjaman kepada Indonesi. Utang diberikan asal Indonesia mau memenuhi syarat-syrat yang diajukan konstituen CGI. Hal ini membuat CGI menjadi suatu komunitas berkekuatan ?utang? untuk secara bersamasama membuat tekanan ekonomi dan politik. Privatisasi, liberalisasi, dan disiplin fiskal merupakan pilar utama untuk mendukung terlaksananya fungsi konsensus Washington. Penelitian dilakukan dengan mengunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini mencermati dinamika hubungan CGI dan Pemerintahan RI, baik secara struktural dan instrumen-instrumen yang terkait dalam keberlangsungan CGI di Indonesia secara ekplanatif. Penelitian ini mengindentifikasi dan mengelaborasi mengenai adanya kepentingan ideologis yang diterapkan melaui forum CGI melaui kondisionalitas nya, ketergantungan Indonesia dengan utang luar negeri serta keterkaitan aktor-aktor eksternal maupun internal yang melatari penerapan kebijakan konsensus Washington di Indonesia pada periode pasca reformasi, pada periode tahun 2000-2007.
Berdasar penelitian yang dihasilkan, menunjukkan keberadaan:Pertama; Keberadaan CGI sebagai aid coordinator, yang didominasi lembaga keuangan intrnasional yakni Bank Dunia, ADB dan IMF serta negara kreditor seperi Jepang, Amerika dan Jerman, lebih cenderung digunakan sebagai wadah pertemuan yang mengakomodir kepentingan para kreditor yang tergabung dalam CGI. Kedua ULN yang sangat sarat dengan kondisionalitas berupa SAP, merupkan penetrasi dan pintu masuk bagi angota CGI terhadap Indonesia melakasanakan paket kebijakan neoliberal, yakni Washington Consensus, yang tiada lain penguasaan dan bentuk hegemoni negara kreditor terhadap Indonesia. Ketiga, Ketergantungan Indonesia terhadap ULN, bukanlah sesuatu yang alamiah, tapi diciptakan dan dikondisikan secara eksternal dan internal. Ketergantungan ini melahirkan hegemoni dan sebuah konstruksi sinergis antara para kolaborator penganut pemikiran liberal di Indonesia bersama kekuatan konsorsium kreditor internasional yang tergabung dalam CGI.

Consultative Group for Indonesia (CGI) is a consortiums of countries and bilateral and multilateral creditors established in 1992 as replace the IGGI (Inter- Governmental Group on Indonesia). CGI membership is made up of 30 bilateral and multilateral creditors, including the World Bank, the Asian Development Bank, the International Monetary Fund. The CGI providing loans and/or pledge for the Indonesian government to cover its financing budget. The same as International Monetary Fund (IMF), Indonesia needed CGI to obtain debt that used to cover state budget deficits. CGI on their debt foreign policies make Washington Consensus give prescriptions in form of requirements and conditionalities that covered in the package Structural Adjustment Program (SAP).
The SAP have a vested interest toward the implementation of Washington Consensus as form of extending of capitalism, both by international financial institutions and consortium of creditors such as CGI, that gives conditionalities as part of loan agreement to Indonesia. The Debt will be given whereas Indonesia want to fulfill all requirements proposed by CGI members. This make CGI become powerful community that can make economic-political pressure. Privatization, liberalization, and fiscal discipline are main pillars to sustain the implementing function of Washington Consensus. The research used qualitative approach.
This research focus on dynamics relation between CGI and Indonesian government, boths structuraly and linked instruments in existing CGI in Indonesia. The research is to identify and elaborate about there is ideological interest through CGI forum in its conditionalities, the dependent of Indonesia to the foreign debt, and also linkage external and internal actors that be based of implementing of Washington Consensus policies in Indonesia after reformation movement period, mainly in 2000-2007, this research more explanative.
Based on research result, shown that, first, the existing of CGI as aid coordinator, that dominated by international finansial institutions, such s World Bank, ADB, and IMF and creditor countires like Japan, US, and Germany, tend to make the forum as meeting forum that accomodate the interest of the creditors joined in CGI. Second, external debt that full of conditionalities in form of SAP, actually is penetration and open door for CGI members to force Indonesia implementing neoliberal policy package or Washington Consensus. Third, the dependet of Indonesia to foreign debts is not natural actually, but it is created or conditioning externally and internally. This dependent born hegemonic and a synergic constructive among collaborators liberals thinker supporters in indonesi and international creditors joined in CGI."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25104
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sentot Rahmat
"Karya akhir ini membahas peranan Inspektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawasan Intern Kementerian/Lembaga dalam meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dengan studi pada Kementerian Keuangan. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan metode deskriptif. Sebagai aparat pengawasan intern, ITJEN Kementerian Keuangan telah mulai nmenjalankan fungsinya sebagaimana fungsi pengawas intern dengan paradigma baru, yaitu memberikan nilai tambah dan membantu pencapaian tujuan organisasi, dengan menjalankan fungsi sebagai pemberi assurance dan advisory consulting (konsultatif). Hal ini memberikan hasil yang cukup signifikan dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan peningkatan dari semula "Tidak Memberikan Pendapat" untuk LKKL tahun 2006 dan 2007 menjadi "Wajar Dengan Pengecualian" untuk LKKL tahun 2008. Pencapain hasil tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung, yaitu Sumber Daya Manusia dan Sarana/Prasarana yang ada.
Meskipun pelaksanaan peran ITJEN telah memberikan hasil yang signifikan dengan peningkatan opini sebagaimana tersebut di atas, agar lebih optimal, menurut penulis perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk mengatasi hambatan-hambatan baik internal maupun eksternal. Pada penelitian ini selain disarankan untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan kompetensi auditor/pereviu juga disarankan melakukan sosialisasi kepada unit penyusun laporan agar lebih peduli kepada penyusunan laporan keuangan yang berkualitas untuk menunjukkan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan negara.

The focus of this research is the role of Inspectorate General (IG) as an Ministrial Internal Auditor in Improving the Quality of the Ministry Financial Statement (Case study in Ministry of Finance). This research is qualitative descriptive interpretive. As the result, this research discovers that IG of Ministry of Finance has conducted as a modern Internal Auditor that gives value added to organization and assisted to achieve the organization?s objectives, and to conduct a role as a consultative management or advisory consulting. This role has been implemented in Ministrial of Finance Financial Statement review activity.
The significant result of this activity is the improvement opinion of Ministry of Finance Financial Statement which formerly "Disclaimer Opinion" to "Quaified Opinion". Besides the result, there are still some internal and external obstacles in optimizing the role of IG, especially in Human Resources, concern with competencies in review technical, sytem and government accounting standard. This research recommends to enhance the IG Ministry of Finance?s auditors competence and disseminates to other offices under Ministry of Finance to build their awareness in accountability especially in Financial Reporting."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28274
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa Dwi Wardani
"Identitas bisa diproduksi melalui representasi yang merupakan sebuah sistem simbolik. Sementara itu, sebuah representasi memiliki karakteristik yang khas, yaitu menunjuk kepada sesuatu yang lain, yang bukan dirinya. Namun seringkali sebuah representasi justru beralih menjadi apa yang direpresentasikannya dan seolah-olah menjadi `realitas' yang baru. Melalui representasi tersebut, sebuah identitas baik yang lama ataupun baru bisa menjadi seolah-olah nyata, dan bukan sebuah rekaan.
Desain-desain Dagadu berusaha memperkuat citra-citra tertentu yang positif mengenai kota Yogya, terutama sebagai kota wisata melalui visualisasi dan konotasi positif dengan memadukan berbagai ikon, gambar serta kata-kata. Konotasi-konotasi tersebut hadir sedemikian rupa sehingga nampak natural dan seolah-olah tak terbantahkan. Identitas kota Yogya antara lain sebagai kota wisata, kota pelajar, bahkan kota plesetan dikonstruksi melalui representasi yang diatur sedemikian rupa untuk menimbulkan makna seperti yang diinginkan Dagadu.
Produk budaya populer seperti kaos Dagadu Djogdja berperan sebagai alat ideologis karena produk kaos tersebut bisa sdibaca sebagai sebuah konsep yang nyata dan diterima sebagai fakta secara bulat oleh mereka yang merasa menjadi bagian dari sistem makna yang dibangun oleh produsen kaos Dagadu tersebut. Di batik representasi mengenai kota Yogya yang diciptakan oleh Dagadu terdapat sebuah kepentingan demi berputarnya roda ekonomi dan budaya yang akan menghasilkan keuntungan bagi Dagadu. Dengan makin kokohnya citra positif mengenai kota Yogya yang nyaman dan istimewa sebagai kota wisata, identitas kota Yogya sebagai kota wisata akan semakin mantap. Seiring dengan makin menariknya citra kota Yogya sebagai kota wisata, diharapkan akan semakin banyak wisatawan yang datang mengunjungi Yogya. Dengan demikian, semakin besar pula peluang Dagadu untuk memasarkan kaosnya sebagai cinderamata.
Dengan memakai pendekatan desain moderen dan populer, kaos-kaos Dagadu yang kebanyakan berupa plesetan clan bersifat menyindir atau menertawakan berbagai hal menjadi tidak menyakitkan bagi yang merasa tersindir, bahkan mungkin saja bisa tertawa bersama Dagadu. Hal tersebut pada akhirnya menguntungkan Dagadu karena dengan `diplomasi tawa' semacam itu `perdamaian' akan terjaga dan roda ekonomi dan budaya akan tetap berputar bagi Dagadu khususnya. Resistensi yang menjadi sifat dasar plesetan dan kaos oblong telah terkomodifikasi dalam kepentingan ideologi kapitalisme yang senantiasa mementingkan profit dan pasar.
Dalam menjaga mottonya yang berbunyi `smart, smile and Djokdja' Dagadu memiliki batasan-batasan dalam meloloskan sebuah desain untuk naik cetak atau tidak. Batasan-batasan tersebut mengakibatkan munculnya kesan elit dalam desain kaos Dagadu yang menjadi bagian dari identitasnya. Maka, tindakan membeli kaos Dagadu bisa dibaca sebagai wujud politik identitas atau usaha untuk membedakan diri dari orang atau kelompok lain.

Identity can be produced through representation which is a symbolic system. A specific characteristic of representation is its nature to always refer to something other than itself. Nevertheless, a representation may transform into what it represents and becomes a new `reality'. Through a representation, an identity, whether it is an already existing one or a new one, can be presented as if it is a fact, and not created.
Dagadu's designs try to establish certain positive images about Yogya, especially the image of a well known tourist destination through visualization and positive connotations which come as the result of combining various icons, graphics, and words. Those connotations present themselves in such a way so that they seem or feel so natural, as if irrefutable. Identities of Yogya as a tourist destination, a student town, and even as town of `plesetan', among others, are constructed through representations which are arranged in such a way to imply meanings desirable to Dagadu.
A product of popular culture like a Dagadu T-shirt can enact as an ideological tool because the product may be read by those who voluntarily become a part of the system of meanings built by Dagadu as a real concept, and that it is accepted as a fact. Behind every representation created by Dagadu lies Dagadu's interest to keep the economic and cultural wheels rolling, as it will produce profit for Dagadu. The more the positive image of Yogya as a pleasant and extraordinary tourist destination is imposed, the more people believe in its strong identity. As Yogya's image as a tourist destination gains more popularity, more tourists will visit it. Thus, Dagadu has an even bigger chance to sell its products.
Applying modern design and popular design approach, Dagadu T-shirts, most of which contains `plesetan' which basically mock at many things, become less irritating for those who regard themselves to be the object of mockery. They may even laugh with Dagadu. This of course benefits Dagadu because laughter has been proven to be a good ambassador in negotiating ?peace? in order to keep the economic and cultural wheels rolling, especially for the sake of Dagadu. Resistance which has been the main characteristic of ?plesetan? and T-shirt is now commodified by capitalism whose interest is to always put profits and market at top priorities.
To sustain its motto of ?smart, smile and Djogdja?, Dagadu has been determined to make its designs meet certain criteria before they can be executed or produced. Those criteria cause an elitist impression on Dagadu T-shirts. This elitist impression is attached as a part of its identity. Therefore, an act of buying a Dagadu T-shirt can be interpreted as a materialization of an identity politics or an attempt to distinguish oneself from others.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nurullita
"Selama Soeharto, pemerintah Orde Baru dicirikan dengan menggunakan utang luar negeri untuk membiayai pembangunan ekonomi Indonesia. Karena itu, konsorsium donor yang disebut IGGI dibentuk. Tetapi setelah 25 tahun hingga 1992, IGGI harus dibubarkan. Ini karena intervensi Belanda yang menghubungkan bantuan asing dengan masalah hak asasi manusia setelah Insiden Santa Cruz. Sebagai gantinya, para donor mendirikan kelompok baru yang disebut CGI yang diketuai oleh Bank Dunia. Melalui metode studi literatur dan analisis deskriptif, tesis ini mencoba menjelaskan peran CGI pada masa Orde Baru. Dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih membutuhkan bantuan asing untuk menutupi defisit anggaran. Meskipun demikian Indonesia berupaya untuk meningkatkan pendapatan negaranya melalui ekspor non-migas disertai dengan berbagai devaluasi, dan kebijakan deregulasi. Namun, ketika Krisis Asia terjadi, ekonomi Indonesia terus mengalami penurunan karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang berasal dari sistem ekonomi yang rapuh. Pada akhirnya, CGI tidak berperan banyak karena bantuan itu direncanakan. Sehingga dalam mengatasi krisis, Indonesia meminta bantuan dari IMF.

During Soeharto, the New Order government was characterized by using foreign debt to finance Indonesia's economic development. Therefore, a donor consortium called IGGI was formed. But after 25 years until 1992, IGGI had to be dissolved. This is due to Dutch intervention that links foreign aid with human rights issues after the Santa Cruz Incident. Instead, donors established a new group called the CGI, chaired by the World Bank. Through the method of literature study and descriptive analysis, this thesis tries to explain the role of CGI during the New Order era. It can be concluded that Indonesia still needs foreign assistance to cover the budget deficit. Nevertheless, Indonesia seeks to increase its country's income through non-oil and gas exports accompanied by various devaluations, and deregulation policies. However, when the Asian Crisis occurred, Indonesia's economy continued to decline due to high economic growth stemming from the fragile economic system. In the end, the CGI did not play much because the assistance was planned. So in overcoming the crisis, Indonesia requested assistance from the IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdu Rauf
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari faktor hubungan festival musik dengan pengunjungnya yakni program quality, information quality, facility quality, souvenir quality, dan environment quality terhadap satisfaction pengunjung terhadap festival musik tersebut dan pengaruh dari satisfaction, perceived value, motivation, group norm, dan social identity terhadap revisit intentions pada festival musik tersebut serta penelitian ini dilakukan pada festival musik di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode PLS-SEM dengan data primer yang dikumpulkan peneliti melalui kuesioner yang disebar di internet. Penelitian ini menemukan bahwa program quality, information quality, facility quality, souvenir quality, dan environment quality memiliki pengaruh positif terhadap satisfaction. Penelitian ini juga menemukan bahwa motivation tidak memiliki pengaruh terhadap revisit intentions. Selanjutnya, satisfaction, perceived value, group norm, dan social identity memiliki pengaruh positif terhadap revisit intentions
.This study aims to determine the effect of relationship between music festival and visitors which are program quality, information quality, facility quality, souvenir quality, and environment quality toward satisfaction of visitors and effect of satisfaction, perceived value, motivation, group norm, and social identity toward revisit intentions of music festival in Indonesia. This study useing PLS-SEM by collecting data with online administered questionnaire. The results of this study show that program quality, information quality, facility quality, souvenir quality, and environment quality have a positive influence on satisfaction. The results of this study also show that motivation has no effect on revisit intentions. In the other hand, satisfaction, perceived value, group norm, and social identity have a positive influence on revisit intentions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risyam Rakhmatullah
"ABSTRAK
Idolling yang dibawa oleh JKT48 dari Jepang telah mengalami proses kontekstualisasi terhadap nilai dan norma yang ada di Indonesia dengan tujuan agar dapat diterima sebagai budaya populer seperti di Jepang. Studi-studi sebelumnya menyatakan bahwa manajemen dari grup idola telah melakukan proses komodifikasi dan lokalisasi budaya dalam membawa idolling sebagai budaya populer ke Indonesia. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, argumentasi dari penelitian ini adalah idolling yang dibawa oleh JKT48 muncul sebagai ruang negosiasi bagi manajemen JKT48 yang berasal dari Jepang dengan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 yang kemudian membentuk idolling versi hybrid. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data. JKT48 di dalam tulisan ini didefinisikan sebagai sebuah entitas yang melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48. Idolling versi hybrid muncul sebagai hasil negosiasi budaya yang berbeda antara Jepang dan Indonesia. Proses negosiasi tersebut melibatkan manajemen, anggota dan penggemar JKT48 sebagai bentuk resistensi terhadap budaya populer yang masuk yaitu idolling.

ABSTRACT
Idolling that was brought by JKT48 from Japan has experienced the process of contextualization of values and norms in Indonesia with the purpose to be accepted as popular culture as in Japan. Previous studies have stated that from within the management of the idol group has done the process of commodification and localization of culture in bringing idolling as a popular culture to Indonesia. Different from previous studies, the argument from this research is that the idolling that was brought by JKT48 emerged as a third space for JKT48 management from Japan with management, members and fans of JKT48 which later formed a hybrid version of idolling. This research is a qualitative research with in depth interview and observation as data collecting method. JKT48 in this paper define as an entity that involving management, members and fans of JKT48. Hybrid version idolling emerged as a result of cultural negotiations that took place in the third space . The negotiation process involves the management, members and fans of JKT48 as a form of resistance to idolling as popular culture which was originated from Japan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haryani
"ABSTRAK
Kebanyakan penelitian menemukan bahwa faktor penentu capaian pendidikan yang paling utama adalah pendapatan keluarga dan pendidikan orang tua. Dalam perkembangannya, sebagian studi menemukan bahwa faktor kebijakan dan pengambilan keputusan dalam keluarga juga dapat mempengaruhi kualitas pendidikan anak. Diskusi yang intens antara orang tua dan anak dalam memutuskan pendidikan anak mungkin akan memiliki konsekuensi pada masa depan pencapaian pendidikan anak yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan menganalisis apakah keterlibatan anak dalam pengambilan keputusan pendidikan anak dalam rumah tangga akan menghasilkan capaian yang berbeda pada pendidikan anak di masa depan. Pengambilan keputusan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu 1 diputuskan oleh orang tua saja, 2 diputuskan bersama oleh orang tua dan anak, dan 3 diputuskan oleh anak saja. Penelitian ini menggunakan data IFLS Indonesian Family Life Survey tahun 2000 dan 2007 untuk menjawab pertanyaan penelitian. Menggunakan metode estimasi ekonometrik OLS, penelitian ini mengkonfirmasi bahwa terdapat peran pengambil keputusan pendidikan anak pada tahun 2000 terhadap capaian pendidikan anak pada tahun 2007. Terutama jika anak secara mandiri yang memutuskan sendiri pilihan sekolah/pendidikannya dibandingkan kelompok basis, yaitu jika orang tua yang memutuskan pilihan sekolah/pendidikan anaknya. Hasil ini menunjukkan bahwa orang tua harus mendengar suara anak mereka dalam memutuskan pilihan pendidikan.

ABSTRACT
Many studies on the determinants of children rsquo s education attainment have found that parent rsquo s background and family income are the most important factors. However, the current research shows the importance of intra household decision making on children rsquo s education attainment. An intense discussion between a parent and child on the best path of education that the child should take, would probably have a future consequence on the child rsquo s education attainment. This study aims at analyzing the impact of children rsquo s involvement on decision making of their education attainment. We separate the decision making of children rsquo s schooling choices into three types decided by parents, decided by both parents and children, and decided by children. Which type of decision making, regarding children rsquo s education, has the best outcome for future education attainment This study uses two waves of 2000 and 2007 IFLS Indonesian Family Life Survey to examine this issue. Applying econometric estimations, this study confirms that the type of decision making on children rsquo s schooling choices in 2000 has a significant effect on the future children rsquo s education choice, decided by children, has the highest impact on children rsquo s education attainment compared to the other types of decision making. This result suggests that parent should hear their children rsquo s voice in deciding their education choice."
2016
T47495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfa Tirza Aprilia
"Pasca depresi ekonomi tahun 1930, Jawa Timur bereskalasi membangun industri kreteknya sendiri dengan Sampoerna milik Liem Seeng Tee sebagai salah satu perusahaan yang patut diperhitungkan. Sempat beberapa tahun terseok karena tak ada penerus, Aga Sampoerna dan keturunannya berusaha membangun kembali perusahaan Hanjaya Mandala Sampoerna. Modernisasi perusahaan secara besar-besarandilakukan pada masa kepemimpinan Putera Sampoerna, yang kemudian mencuri perhatian Philip Morris International. Penelitian inimengkaji transformasi Hanjaya Mandala Sampoerna di bawah kepemimpinan Putera hingga kesepakatan akuisisi PT HM SampoernaTbk oleh Philip Morris pada tahun 2005. Penelitian ini menganalisis kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi. Hasilnya menunjukkan bahwa akuisisi Philip Morris tidak berpengaruh buruk bagi perusahaan dan keluarga Sampoerna. Akuisisi oleh Philip Morris menjadi babak baru dalam bisnis keluarga Sampoerna yang tak lagi berkutat dalam industri tembakau. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Di kala penelitian lain lebih banyak membahas periklanan, hukum, danmanajemen perusahaan, penelitian ini menggunakan arsip kolonial dan berita sezaman untuk merangkai sejarah PT Hanjaya MandalaSampoerna Tbk, khususnya mengenai modernisasi yang dilakukan pada kepemimpinan Putera Sampoerna serta langkah ekspansimultiusaha yang diambil pasca akuisisi.

After the Great Depression in the 1930s, East Java escalated to build its kretek industry with Liem Seeng Tee's Sampoerna as one of the companies to be reckoned with. For several years with no heir, Aga Sampoerna and his descendants decided to reassemble the HanjayaMandala Sampoerna company. The company's modernization was carried out on a large scale during the leadership of Putera Sampoerna, which later caught the notice of Philip Morris International. This study analyzes the change of Hanjaya Mandala Sampoerna under the leadership of Putera until the acquisition agreement of PT HM Sampoerna Tbk by Philip Morris in 2005. This study analyzes the company's performance before and after the acquisition. The results show that the acquisition of Philip Morris does not harm the companyand the Sampoerna family. The acquisition by Philip Morris marks a new chapter in the Sampoerna family business which no longer concerned with the tobacco industry. This study uses a qualitative descriptive method with data collection techniques literature study. While other studies focus more on advertising, law, and corporate management, this research uses colonial archives and contemporary news to compile the history of PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, primarily concerning the modernization carried out on Putera Sampoerna's leadership and the multi-business expansion steps taken after the acquisition."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Sumarsono
Bandung: Mizan, 1998
297.8 TAT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>