Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Agung
"Tesis ini membahas mengenai beberapa permasalahan hukum yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam penanganan tindak pidana perikanan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan wawancara. Hasil penelitian adalah terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menangani kasus tindak pidana perikanan yaitu adanya kebijakan pengendalian tuntutan pidana, materi pasal- pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti,. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka kebijakan penuntutan pengendalian tindak pidana perlu dihilangkan karena menimbulkan independensi Jaksa dalam menjalankan tugasnya serta perlunya revisi terhadap beberapa materi pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta perlunya perbaikan dalam mekanisme penyimpanan dan eksekusi barnng bukti yang dipakai dalam melakukan tindak pidana perikanan tersebut.

This thesis discuss about some Jaw problems that faced by Prosecutor in handling the illegal fishing crime ot cases. This is a normative research with field interview. The result of this research that there are amount of problems that faced by Prosecutor in handling illegal fishing crime/case, there are prosecution discresion, act number 31 year 2004 about illegal, fishing, storing, handling and execution of the evidence. To solve that problems. prosecutors must have their own discretion about prosecution, so they have independency in working on their duty. The other that the act needed to rearrange some of the articles inside illegal fishing act, and at least there must be a renew about storing. handling and execution of the evidence that used to offense illegal fishing crime.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T 25596
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marimin
"ABSTRAK
Tindak pidana perikanan (illegal fishing) di Exclusive Economic Zone atau Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) menjadi salah satu isu global yang dihadapi oleh negara-negara didunia. Indonesia juga terkena dampaknya adanya tindak pidana perikanan (illegal fishing) antara lain kerugiann yang cukup besar, kerusakan ekosistem dan sumber daya perikanan di laut serta menyangkut hak kedaulatan negara Indonesia. Tesis ini membahas ketentuan tindak pidana perikanan (illegal fishing), penerapan yurisdiksi negara dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi dan mengadili tindak pidana perikanan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dalam rangka mengetahui penerapan yurisdiksi negara untuk menanggulangi dan mengadili tindak pidana perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Ketentuan Hukum Internasional dan Hukum Nasional telah mengatur kewenangan Indonesia sebagai negara pantai menerapkan yurisdiksi negara untuk mengadili dan menanggulangi tindak pidana perikanan di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Dalam penegakan hukum terdapat titik kelemahan yaitu hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran perundang-undangan perikanan di ZEE tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak ada perjanjian sebaliknya antar negara yang bersangkutan atau setiap bentuk hukum badan lainnya. Upaya yang dapat dilakukan kerjasama internasional maupun asean dan patroli bersama antar aparat penegak hukum di ZEEI.

ABSTRACT
Fisheries (illegal fishing) in the Exclusive Economic Zone (EEZ) is one of the global issues faced by countries in the world. Indonesia is also affected by the occurrence of fisheries crime (illegal fishing), including significant losses, damage to ecosystems and fisheries resources in the sea and concerning the sovereign rights of Indonesia. This thesis discusses the provisions of fisheries crime (illegal fishing), the application of state jurisdiction and efforts made to tackle and adjudicate fisheries crime using a normative juridical approach method with analytical descriptive research specifications in order to know the application of state jurisdiction to tackle and adjudicate fisheries crime in Indonesian Exclusive Economic Zone. The provisions of International Law and National Law have regulated Indonesia's authority as a coastal state to apply state jurisdiction to prosecute and tackle fisheries in the Indonesian Exclusive Economic Zone (ZEEI). In law enforcement there is a weakness point, namely that the coastal state punishment imposed on violations of fisheries legislation in the EEZ may not include confinement, if there is no reverse agreement between the countries concerned or any other form of legal entity. Efforts can be made both international and ASEAN cooperation and joint patrols between law enforcement officers in ZEEI.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Agung
"Tesis ini membahas mengenai beberapa permasalahan hukum yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam penanganan tindak pidana perikanan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang didukung dengan wawanncara. Hasil penelitian adalah terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menangani kasus tindak pidana perikanan yaitu adanya kebijakan pengendalian tuntutan pidana, materi pasal ? pasal dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka kebijakan penuntutan pengendalian tindak pidana perlu dihilangkan karena menimbulkan independensi Jaksa dalam menjalankan tugasnya serta perlunya revisi terhadap beberapa materi pasal dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta perlunya perbaikan dalam mekanisme penyimpanan dan eksekusi barang bukti yang dipakai dalam melakukan tindak pidana perikanan tersebut.

This thesis discuss about some law problems that faced by Prosecutor in handling the illegal fishing crime or cases. This is a normative research with field interview. The result of this research that there are amount of problems that faced by Prosecutor in handling ilegal fishing crime/case, there are prosecution discresion, act number 31 year 2004 about illegal fishing, storing, handling and execution of the evidence.
To solve that problems, prosecutors must have their own discretion about prosecution, so they have independency in working on their duty. The other that the act needed to rearrange some of the articles inside illegal fishing act, and at least there must be a renew about storing, handling and execution of the evidence that used to offense illegal fishing crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25649
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Reza Adhitama
"Tesis ini membahas tentang Siklus Hidup Norma anti-IUU Fishing di Indonesia. Praktik IUU Fishing membawa dampak negatif bagi perkembangan pengelolaan perikanan di Indonesia. Bentuk IUU Fishing tidak hanya dari aspek legal berupa pelanggaran kedaulatan, pemalsuan izin, melainkan juga bentuk kejahatan transnasional seperti perdagangan orang dan penyelundupan narkoba. Sebagai pemimpin regional, Indonesia mendorong negara di kawasan untuk menyadari ancaman dari aktivitas IUU Fishing. Akan tetapi, upaya bilateral dan multilateral tidak menghasilkan kesepakatan bersama karena perbedaan persepsi antarnegara di kawasan. Melalui uraian dari beberapa kasus IUU Fishing di perairan Indonesia, diperoleh penjelasan bagaimana norma anti-IUU Fishing berkembang. Melalui teori Siklus Hidup Norma, studi ini menguraikan tiga tahap perkembangan norma anti-IUU Fishing dan menunjukkan contoh keberhasilan Indonesia pada masa lalu ketika mendorong konsep negara kepulauan sehingga diakui oleh publik internasional. Hasil penelitian menunjukkan jika norma anti-IUU Fishing sudah melewati ambang batas, namun mengalami stagnasi pada tahap penerimaan (norm cascade). Hal itu mengakibatkan norma anti-IUU Fishing mengalami gejala penerimaan sebagian (partial cascade) dan tidak dapat menyelesaikan akhir yaitu internalisasi. Tiga faktor yang menghambat perkembangan norma anti-IUU Fishing yaitu: karakter intrinsik norma, kedekatan norma baru dengan norma lama, dan konteks temporal global norma.

This research discusses the norm life cycle of anti-IUU Fishing norms in Indonesia. IUU Fishing activities have brought negative effects on the development of sustainable fisheries management in Indonesia. Types and forms of IUU Fishing are not only harmful from the legal perspective such as violation of the sovereignty, licenses forging but also involves transnational organized crimes such as people smuggling and drug transactions. As a leader in the region, Indonesia promotes anti-IUU Fishing norms to its neighbors. Nonetheless, bilateral and multilateral arrangements have failed to be seen as a solution as the diverse perception over IUU Fishing practices among ASEAN countries are considerably significant.
Discussions over several notable IUU Fishing cases and the response from Indonesia will be analyzed to demonstrate the emergence of anti-IUU Fishing norms and its development in Indonesia. By virtue of Norm Life-Cycle Theory, this study outlines three stages of the anti-IUU Fishing norm’s evolution and presents an example of Indonesia’s successful campaign in the past when promoting the concept of archipelagic country up until the efforts received international recognition. The research finds that anti-IUU Fishing norms was able to reach its tipping point. Nonetheless, it fails to conclude the second phase, Norm Cascades, which hinders its progress to the ultimate stage, internalization. Based on the norm life-cycle theory, this research argues that several factors halt the development of IUU Fishing norm: Intrinsic Character of Norms, Adjacency Claim to Previous or Existing Norms, and World Time Context.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swasti Kartikaningtyas
"Sumpah palsu adalah delik yang terjadi apabila seorang saksi yang berada di bawah sumpah menyatakan keadaan lain daripada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki dengan sengaja. Pengaturan mengenai delik sumpah palsu terdapat dalam KUHP pasal 242 ayat (2). Dalam peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana di Indonesia, proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu belum diatur secara jelas dan terperinci. Prosedur penyelesaiannya sebagaimana yang diatur dalam pasal 174 KUHAP, hanya menyebutkan untuk diserahkan kepada penuntut umum untuk selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan dalm undang-undang ini. Hingga pada akhirnya dalam praktek pelaksanaannya diserahkan kepada pengertian oleh aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakjelasan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu, diantaranya mengenai tahapan-tahapan yang harus ditempuh, serta wewenang dan tanggung jawab masing-masing lembaga peradilan dalam proses penyelesaian perkara pidana sumpah palsu tersebut. Ketidakjelasan dalam penyelesaian perkara sumpah palsu terutama terletak pada harus atau tidaknya penyelesaian tersebut melalui penyidikan biasa oleh Polisi Republik Indonesia selaku penyidik tindak pidana umum. Sedangkan apabila tidak melalui penyidikan biasa, dipertanyakan apakah Jaksa Penuntut Umum juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam melengkapi berkas perkara. Seyogyanya Penuntut Umum setelah menerima salinan Berita Acara Sidang dari Panitera dapat langsung melaporkan saksi yang telah diduga melakukan delik sumpah palsu tersebut kepada penyidik Polri, untuk kemudian dilakukan penyidikan dan dilanjutkan dengan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum dalam setiap lembaga peradilan memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam proses penyelesaian perkara sumpah palsu. Selain itu, implikasi dari wewenang dan tanggung jawab aparat penegak hukum di setiap lembaga peradilan tersebut terkait dengan keberadaan lembaga praperadilan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anjari
"Jutaan manusia di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan sebagai penyedia sumber makanan yang penting, lapangan kerja, sumber pendapatan dan rekreasi. Bagi Indonesia yang merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut sebesar 5,8 juta km2, perikanan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sayangnya, pendayagunaan sektor perikanan terhambat oleh maraknya tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi, akibatnya Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Tindak pidana di bidang perikanan sebenarnya telah menjadi isu yang sangat penting dalam manajemen perikanan dunia, oleh karena itu Food and Agriculture Organization (FAO) mengeluarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dengan mandat utama dalam hal penyediaan kerangka pengelolaan bagi pemanfatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan baik dalam tatanan global, regional maupun nasional.
Sebagai pelaksanaan dari CCRF, FAO mengeluarkan panduan yang dinamakan International Plan of Action (IPOA). Sejalan dengan tuntutan dunia internasional dan kebijakan FAO tersebut, Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki pengelolaan perikanan nasional, termasuk dalam hal penegakan hukum yang selama ini dirasa lemah. Salah satu usaha peningkatan penegakan hukum adalah dengan mengeluarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam penegakan hukum melalui sarana penal, penyidik merupakan instansi penegak hukum yang memegang peranan penting untuk menciptakan suatu sistem peradilan pidana terpadu. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan muncul ide untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada satu instansi penyidik (penyidik tunggal) yaitu PPNS Perikanan, namun ide tersebut ditolak oleh Perwira TNI AL dan penyidik POLRI.
Pada akhir pembahasan, disepakati suatu kompromi politis untuk memberikan kewenangan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada tiga instansi penyidik, yaitu perwira TNI AL, PPNS Perikanan dan penyidik POLRI, kesepakatan tersebut dituangkan dalam Pasal 73 Undang - Undang Nomor 31Tahun 2004. Keberadaan tiga instansi penyidik dengan posisi sejajar dan kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan memungkinkan terjadinya tumpang tindih penyidikan. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme koordinasi dalam menjalankan tugas dan wewenang masing - masing penyidik sehingga tercipta suatu mekanisme penyidikan yang akuntabel. Dengan mekanisme koordinasi maka tugas dan wewenang ketiga instansi penyidik tidak tumpang tindih dan justru akan mendorong peningkatan kinerja para penyidik secara umum, dengan demikian tujuan dari Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 untuk menimalisir tindak pidana di bidang perikanan dapat tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listari Wardiani
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Yudha Prayoga
"Korporasi sebagai badan hukum memiliki peranan besar dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat korporasi ini diiringi dengan munculnya modus operandi baru dalam melakukan tindak pidana, khususnya pada tindak pidana perikanan. Dalam tindak pidana perikanan, ketika terjadi suatu tindak pidana yang melibatkan korporasi maka pertanggungjawaban secara pidana terhadap korporasi merujuk kepada peraturan hukum yang berlaku. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu pertama, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; ketiga, pengaturan yang ideal mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan. Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum normatif, di mana mengacu kepada sumber data sekunder berupa bahan hukum dan bahan non-hukum. Hasil penelitian membuktikan bahwa: pertama, pengaturan mengenai pertangggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan memiliki kelemahan terutama terkait dengan beban pertanggungjawaban pidana korporasi yang dibebankan kepada pengurus dan korporasi; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan belum pernah ditempuh walaupun terdapat kasus tindak pidana di bidang perikanan yang melibatkan korporasi; ketiga, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan yang ideal adalah ketika subjek tindak pidana dibebankan secara alternatif-kumulatif dan dilakukan sinkronisasi terhadap sanksi pidana pada pasal-pasal tindak pidana perikanan. Oleh karena itu, perlu mengambil langkah-langkah penting: (1) mengubah dan menambah rumusan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan terkait dengan: subjek, pengaturan dan mekanisme serta sanksi; (2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aparat penegak hukum; (3) mengoptimalkan koordinasi antar instansi penyidik tindak pidana di bidang perikanan; dan (4) membuat pedoman penanganan perkara tindak pidana perikanan dengan subjek hukum korporasi.

A corporation as a legal entity has played a major role in Indonesia’s economic growth. The rapid economic growth due to the role of corporations has also been accompanied by the emergence of a new modus operandi in committing criminal acts, especially in fisheries crimes. In this context, when a criminal act involving a corporation occurs, the application of corporate criminal liability should be based on the existing regulations. This research seeks to address several issues: first, the regulation of corporate criminal liability in the fisheries crimes; second, the application of corporate criminal liability in the fisheries crimes; third, the ideal formulation regulating corporate criminal liability in the fisheries crimes. This research is based on normative legal research using secondary data sources consisting of legal and non-legal materials. The findings of the research demonstrate that: first, regulations regarding corporate criminal responsibility in fisheries crimes have some weaknesses, especially in relation to the burden of criminal liability imposed on management and corporations; second, in reality, the concept of corporate liability has never been applied in fishery crimes although there were cases which might have been involving corporate crimes; third, the ideal arrangement regarding corporate criminal liability in fisheries crime is when the subject of a criminal act is charged in an alternative-cumulative manner and synchronization of criminal sanctions in the articles of criminal acts of fisheries crime. Therefore, it’s necessary to take important steps: (1) change and add to the formulation of corporate criminal liability in fisheries crime related to: subject, regulation & mechanism and sanctions; (2) increase the knowledge and capacity of law enforcement officers; (3) optimizing coordination between criminal investigation agencies in fisheries cime; and (4) make guidelines for handling fisheries crime cases with corporate subjects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Yudha Prayoga
"Korporasi sebagai badan hukum memiliki peranan besar dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang pesat akibat korporasi ini diiringi dengan munculnya modus operandi baru dalam melakukan tindak pidana, khususnya pada tindak pidana perikanan. Dalam tindak pidana perikanan, ketika terjadi suatu tindak pidana yang melibatkan korporasi maka pertanggungjawaban secara pidana terhadap korporasi merujuk kepada peraturan hukum yang berlaku. Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa permasalahan, yaitu pertama, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan; ketiga, pengaturan yang ideal mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan. Penelitian ini mendasarkan kepada penelitian hukum normatif, di mana mengacu kepada sumber data sekunder berupa bahan hukum dan bahan non-hukum. Hasil penelitian membuktikan bahwa: pertama, pengaturan mengenai pertangggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan memiliki kelemahan terutama terkait dengan beban pertanggungjawaban pidana korporasi yang dibebankan kepada pengurus dan korporasi; kedua, penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan belum pernah ditempuh walaupun terdapat kasus tindak pidana di bidang perikanan yang melibatkan korporasi; ketiga, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan yang ideal adalah ketika subjek tindak pidana dibebankan secara alternatif-kumulatif dan dilakukan sinkronisasi terhadap sanksi pidana pada pasal-pasal tindak pidana perikanan. Oleh karena itu, perlu mengambil langkah-langkah penting: (1) mengubah dan menambah rumusan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi di bidang perikanan terkait dengan: subjek, pengaturan dan mekanisme serta sanksi; (2) meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aparat penegak hukum; (3) mengoptimalkan koordinasi antar instansi penyidik tindak pidana di bidang perikanan; dan (4) membuat pedoman penanganan perkara tindak pidana perikanan dengan subjek hukum korporasi.

A corporation as a legal entity has played a major role in Indonesia’s economic growth. The rapid economic growth due to the role of corporations has also been accompanied by the emergence of a new modus operandi in committing criminal acts, especially in fisheries crimes. In this context, when a criminal act involving a corporation occurs, the application of corporate criminal liability should be based on the existing regulations. This research seeks to address several issues: first, the regulation of corporate criminal liability in the fisheries crimes; second, the application of corporate criminal liability in the fisheries crimes; third, the ideal formulation regulating corporate criminal liability in the fisheries crimes. This research is based on normative legal research using secondary data sources consisting of legal and non-legal materials. The findings of the research demonstrate that: first, regulations regarding corporate criminal responsibility in fisheries crimes have some weaknesses, especially in relation to the burden of criminal liability imposed on management and corporations; second, in reality, the concept of corporate liability has never been applied in fishery crimes although there were cases which might have been involving corporate crimes; third, the ideal arrangement regarding corporate criminal liability in fisheries crime is when the subject of a criminal act is charged in an alternative-cumulative manner and synchronization of criminal sanctions in the articles of criminal acts of fisheries crime. Therefore, it’s necessary to take important steps: (1) change and add to the formulation of corporate criminal liability in fisheries crime related to: subject, regulation & mechanism and sanctions; (2) increase the knowledge and capacity of law enforcement officers; (3) optimizing coordination between criminal investigation agencies in fisheries cime; and (4) make guidelines for handling fisheries crime cases with corporate subjects."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Kholis Adam
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>