Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2650 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gibson, James L.
Chicago: Irwin, 1997
658.4 GIB o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Barney, Jay B.
Boston: Houghton Mifflin, 1992
658.4 BAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prasetyaningrum
"Kebakaran merupakan bencana yang merugikan bagi semua pihak, baik pemilik bangunan, pengelola/pengguna atau masyarakat lainnya yang berada dalam gedung. Bangunan-bangunan tinggi, terutama di Jakarta menghadapi ancaman serius dari kebakaran yang dapat menyebabkan kerugian besar. Menurut NFPA, bangunan perkantoran memiliki jalur penyelamatan yang membingungkan dan tidak langsung, sering terjadi disebabkan oleh tata letak kantor atau susunan ruang yang disewakan. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi risiko kebakaran tersebut, maka pemilik gedung tinggi bekerja sama dengan suatu perusahaan asuransi sebagai bentuk transfer risiko. Penetapan tarif Premi kebakaran diatur pada Lampiran surat edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 6/SEOJK05/2017. Dalam Lampiran tersebut besar tarif Premi ditetapkan batas bawah dan batas atas yang dibagi hanya berdasarkan Okupansi bangunan dan Kelas Konstruksinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengusulkan faktor faktor penentu premi yang dipengaruhi oleh penerapan fire safety management pada bangunan bertingkat tinggi fungsi perkantoran. Pada penelitian ini digunakan WBS dalam perincian indikator yang memenuhi kriteria fire safety management agar lebih sistematis dan mendetail. Berdasarkan studi literatur terdahulu , Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar bangunan tinggi perkantoran belum menerapkan system FSM dengan baik dan konsisten. Selain itu tidak diperoleh relasi yang jelas mengenai peran asuransi dalam pembiayaan proteksi kebakaran pada bangunan gedung. Untuk mengatasi ini, kami mengusulkan untuk mempertimbangkan sejauh mana Gedung melakukan penerapan fire safety management dalam penentuan tarif premi asuransi untuk meningkatkan penerapan manajemen keselamatan kebakaran pada bangunan bertingkat tinggi . Setelah dilakukan penyebaran kuesioner dihasilkan bahwa dari 36 gedung kantor bertingkat tinggi belum sepenuhnya menerapkan fire safety management dengan nilai terendah pada dimensi Keselamatan orang yaitu 89% dan tertinggi pada dimensi Pencegahan Kebakaran yaitu 93%. Hal ini sejalan dengan hasil hubungan Fire safety management dan biaya Premi Asuransi yang menunjukan bahwa Pencegahan Kebakaran berhubungan berbanding terbalik signifikan sedangkan Keselamatan orang tidak signifikan.

Fire is a disaster that is detrimental to all parties, whether the owner of the building, manager/user, or other communities in the building. Tall buildings, especially in Jakarta face a serious threat from fires that can cause major losses. According to NFPA, office buildings have confusing and indirect rescue lines, often caused by the layout of offices or the arrangement of rented space. To anticipate and overcome the fire risk, the owner of a tall building cooperates with an insurance company as a form of risk transfer. The determination of fire premium rates is stipulated in the Attachment to the Circular letter of the Financial Services Authority (OJK) Number 6/SEOJK05/2017. In the Appendix, the premium rate is set the lower limit and the upper limit which is divided only based on the occupancy of the building and its Construction Class. This study aims to propose the determining factor of premiums influenced by the application of fire safety management in high-rise building office functions. In this study, WBS is used in the breakdown of indicators that meet the criteria of fire safety management to be more systematic and detailed. Based on previous literature studies, the reality in the field shows that most high office buildings have not implemented the FSM system properly and consistently. Besides, there is no clear relationship regarding the role of insurance in fire protection financing in building buildings. To address this, we propose to consider the extent to which the Building conducts the application of fire safety management in determining insurance premium rates to improve the application of fire safety management in high-rise buildings. After the dissemination of the questionnaire resulted that 36 high-rise office buildings have not fully implemented fire safety management with the lowest value in the dimension of the safety of people is 89% and the highest in the dimension of Fire Prevention is 93%. This is in line with the results of fire safety management relationships and insurance premium costs that show that Fire Prevention is related inversely significant while people's safety is not significant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmi Aulia
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh struktur finansial terhadap kinerja perusahaan manufaktur di Asean 5. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Data, sebagai sampel, diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dari 2014 hingga 2018. Penelitian ini menggunakan data panel yang kemudian dianalisis dengan analisis model regresi linier. Struktur modal ditunjukkan oleh total utang terhadap total aset dan total utang terhadap total ekuitas, sementara return on assets (ROA), return on equity (ROE) sebagai proksi kinerja perusahaan dan dikontrol oleh tangibilitas aset, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan penjualan. Penelitian ini menemukan bahwa total utang terhadap total aset mempengaruhi return on asset signifikan negatif, dan total utang terhadap total ekuitas mempengaruhi return on equity signifikan negatif. Hasil penelitian juga menemukan bahwa tangibilitas aset berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan sedangkan ukuran perusahaan dan pertumbuhan penjualan mempengaruhi kinerja perusahaan signifikan positif.

The purpose of this research was to find the effect of capital structure on firm performance in Asean 5 Country. The research samples are manufacturing companies listed on stock exchanges in Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, and Thailand. The data, as samples, is obtained from the companys financial statements from 2014 to 2018. This study uses panel data which then analyzed by linear regression model analysis. Capital structure showed by total debt to total assets, total debt to total equity and long term debt to total equity while return on assets (ROA) and return on equity (ROE) as the proxy of firm performance and controlled by asset tangibility, size, and sales growth. The research found that total debt to total assets affect return on asset negatively significant, total debt to total equity affect return on equity negatively significant. The result also found that asset tangibility affect negatively significant to the company performance while size of the company and sales growth affect positively significant firm performance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kast, Fremont Ellsworth
Chicago: Science Research Association, 1973
658.4 KAS c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Galila Ilma
"ABSTRAK
Industri elektronika Indonesia saat ini mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari
beralihnya aktivitas perusahaan yang pada awalnya hanya sekedar merakit berubah
menjadi pabrikasi komponen elektronik. Disamping itu meningkatnya jumlah investor
yang menanamkan modalnya dibidang elektronika.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan diperlukan penyusunan Grand
Strategy yaitu rencana yang berorientasi ke masa yang akan datang, yang mempunyai
cakupan yang luas dan berinteraksi dengan Iingkungan yang bersaing.
Implementasi strategi terdiri atas serangkaian sub kegiatan yang bersifat adminis
tratif. Agar dapat mencapai kegiatan secara efektif diperlukan penyusunan struktur
organisasi yang tepat melalui sistem informasi dan koordinasi dan aktivitas sub divisi.
Kemudian diperlukan suatu proses yang meliputi pengukuran kinerja, kompensasi, dan
pengembangan manajemen yang semuanya diarahkan terhadap perilaku yang sesuai
dengan tujuan organisasi. Untuk pencapaian strategi tersebut diperlukan peranan Leader
ship.
Semakin besar suatu perusahaan, semakin diperlukan adanya pendelegasian
wewenang kepada unit-unit organisasi dibawahnya. Dengan adanya pendelegasian terse
but unit organisasi akan lebih beradaptasi terhadap lingkungan sehingga lebih fleksibel di
dalam pengamblan keputusan.
Walaupun penjualan perusahaan secara keseluruhan menunjukkan adanya
kenaikan 54% pada tahun 1991 dan 1 % pada tahun 1992, letapi keadaan ìni masìh belum
menunjukkan keberhasilan perusahaan jika tidak dìhubungkan dengan keadaan industri
saat ini. Sebagai contoh untuk produk tetevisi penjualannya naik tetapi market sharenya
menurun.
Untuk menghadapi tingkat persaingan ini strategi yang diterapkan perusahaan
adalah perluasan pasar, dan dengan meningkatkan kualitas yang lebih baik. Hal ini
dicerminkan dengan peningkatan masa garansi dari 1 tahun menjadi 3 tahun.
Untuk implementasi strategi ini PT National Gobel menyusun struktur organisasi
berbentuk fungsional yang meliputi Finance, General Affair Quality Assurance, Research
& Development dan Manufacture. Struktur yang disusun seperti ini sudah sesuai dengan
strategi perusahaan, karena disini sudah menggambarkan adanya fungsi yang selalu
melakukan riset dan pengembangan model-model produk baru untuk memenuhi permin
taan pasar. Disamping itu Fungsi Manufacturing atau Divisi Manufacturing membawahi
beberapa sub divisi menurut jenis produk dan diberi kebebasan dalam mengelola sumber
dayanya. Di masing-masing sub divisi ada bagian Production Planning and Control dan
Quality Control, yang masing-masiflg berperan dalam menangani material dan menjamin
tingkat kualitas.
Dari beberapa jenis produk yang dihasilkan ada perbedaan dalam melakukan
penjualan. Untuk produk komponen 67% dipakai oleh sub divisi yang lain sedang sisanya
dijual keluar secara langsung dimana manajer Sub Divisi Komponen diberi kewenangan
penuh dalam menentukan harga dan pasarnya. Sedang penjualan produk yang lain mela
lui distributor, dan manajernya tidak mempunyai wewenang periuh dalam menentukan
harganya.
OIeh karena manajer Sub Divisi Televisi tidak mempunyai wewenang dan tang
gung jawab penuh dalam menentukan pasar sehingga tidak tepat jika diperlakukan seba
gai Profil Center, tetapi hanya dapat disebut sebagai Cost Center. Dan manajernya dinilai
atas effisiensi biaya yang dapat dikendalikan. Mengingat biaya material merupakan
Unsur yang terbesar dan biaya keseluruhan yaitu 82%, maka unsur biaya ini harus
meniadi perhatian utama bagi manajer Sub Divisi Televisi.
Manajer Sub Divisi Komponen mempunyai kebebasan dalam menentukan pasar
eksternalnya, tetapi tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan pasar internal.
Disamping itu mempunyai kebebasan dalam melakukan pembelian baik untuk menentu
kan suplier maupun menentukan harga beli, kecuali untuk pembelian material yang
merupakan kebutuhan bersama (common material). OIeh karena pembelian material yang
dikelola sub divisi Purchasing hanya sebesar 5% dari total biaya material, sehingga tidak
mengurangi penilaian sub divisi ini sebagai Profil Center, Komponen yang dijual secara
internal sebesar 67%, sedang yang dijual secara eksternal 33%. Oleh karena sub divisi
Komponen dinilai atas prolit yang dapat dikendalikan (Controllable Contribution), maka
perlu ditentukan transfer price yang sesuai dengan tujuan sub divisi Komponen dan
perusahaan secara keseluruhan.
Penyusunan anggaran dilakukan ditiap-tiap subdivisi yang melibatkan semua
bagian, dan informasi dasar penyusunan anggaran diterima dan manajer diatasnya. Oleh
karena ada partisipasi dalam penyusunan anggaran, maka masing-masing manajer dapat
diminta laporan pertanggungjawabannya. Kelemahan penyusunan anggaran dan laporan
pertanggung jawaban yang ada diperusahaan saat ini adalah tidak memisahkan antara
biaya yang dapat dikendalikan dan yang tidak dapat dikendalikan. Dengan adanya kea
daan ini akan menimbulkan kesalahan dalam penilaian manajernya, dan kesulitan dalam
menentukan siapa yang harus berlanggLmg jawab atas penyitnpangan yang terjadi. iii
Kelemahan yang Lain adalak tidak inenggunakan Fleksible Budgel, sehingga penyirnpan
gan yang terjadi tidak dapat diketahui apakah disebabkan penyimpangan volume atau
effisiensi.
Pemberian bonus yang didasarkan atas pencapaian target perusahaan secara kese
luruhan kurang memotivasi manajer masing-masing sub divisi. Agar pemberian bonus
lebih memberi motivasi, dan mencerminkan suatu keadilan maka pemberian bonus dida
sarkan atas pencapaian target sub divisi. Jika sub divisi sebagai Profit cerner, berdasar
kan pencapaian target conuvilable contribution, dan sub divisi sebagai cost corner
berdasarkan tingkat pencapaian effisiensi biaya yang dapat dikendalikan.
Adanya perubahan cara penilaian manajer, dan perubahan cara pemberiari bonus
maka akan mempengaruhi perilaku manajer sehingga menjadi ebìh effisien àaan
mengelola sumberdayaflYa yang pada akhirnya akan mendukung strategi.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
J. Winardi
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005
658.403 2 WIN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Jakarta Consulting Group, [Date of publication not identified]
658.406 APP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Desy N.
"Sesuai surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 861/Menkes/VI/2005 tanggal 16 Juni 2005, Rumah sakit Persahabatan merupakan salah satu rumah sakit yang beralih statusnya menjadi PPK-BLU (Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan.
Maka pengelolaan Rumah Sakit Pemerintah akan mengarah kepada operasional pelayanan secara mandiri dan otonom. Dengan adanya issue kemandirian, Rumah sakit terus didorong untuk melakukan upaya pembenahan dan peningkatan kinerja di setiap unitnya. Untuk dapat mengukur kinerja pada setiap instalasi di Rumah sakit, diperlukan suatu tolok ukur yang tidak hanya bertumpu pada aspek keuangan, tetapi juga non keuangan. Balanced Scorecard merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur secara seimbang aspek keuangan dan non keuangan secara terintegrasi melalui 4 (empat) perspektif, yaitu: pertumbuhan dan pembelajaran, pelanggan, keuangan, dan proses bisnis internal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif, yang bertujuan memotret kinerja Instalasi Rawat Inap di RSUP Persahabatan pada kurun waktu tertentu bila di ukur dengan Konsep Balanced Scorecard. Untuk pengambilan data primer, dilakukan wawancara dan survei kepada 90 pasien rawat inap dan 100 karyawan Instalasi Rawat Inap. Sedangkan, data sekunder diambil dari laporan keuangan dan petunjuk dan pelaksanaan Rumah sakit.
Pada bab 4, merupakan hasil analisa penelitian kinerja Instalasi Rawat Inap di RSUP Persahabatan dengan konsep Balanced Scorecard. Pada umumnya, kinerja Instalasi Rawat Inap dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik. Namun, ada baiknya bila RSUP Persahabatan dapat menerapkan konsep Balanced Scorecard ini agar proses dan kinerja serta tujuan dari masing-masing perspektif dalam Balanced Scorecard dapat tercapai secara maksimal. Ketika tujuan dari keempat perspektif Balanced Scorecard sudah dapat tercapai dengan baik, maka visi dan misi yang dimiliki RSUP Persahabatan dapat tercapai.

Pursuant to the Ministerial Decree of RI?s Health Minister No. 861/Menkes/VI/2005 dated 16 June 2005, General Hospital (RSUP) ?Persahabatan? is one of hospitals which the status is changed into PPK-BLU (Financial Management Pattern ? for Public Service Body) as a Technical Implementation Unit (UPT) of the Ministry of Health. In light of that, the management of Public General Hospital shall be directed towards operational service delivery of self-reliant and autonomous characters.
With the introduction of such ?self-reliance?, Hospitals are advocated to make restructuring and performance improvement within their units. To assess the performance of every installation in hospital, a measure that not only relies on financial aspect, but non-financial aspect will be deemed necessary. Balanced Scorecard is a tool that can be used to make balanced assessment of both financial and non-financial aspects in integrated manner through 4 (four) perspectives, i.e.: growth and learning, customers, finance, and internal business process.
This study adopts quantitative approach with descriptive research method aiming to portray the performance of In-Patient Installation in RSUP ?Persahabatan? during particular period using Balanced Scorecard Concept. To collect primary data, interviews and surveys to 90 (ninety) inpatients and 100 employees of In-Patient Installation have been conducted. For secondary data, they are acquired from financial reports and Hospital Standard Operation Procedure.
Chapter 4 points out the output of performance assessment to In-Patient Installation of RSUP ?Persahabatan? using Balanced Scorecard Concept. Generally speaking, the surveyed In-Patient Installation demonstrates relatively sound performance. However, it is advised that RSUP ?Persahabatan? apply this Balanced Scoreboard Concept so as to maximally achieve the process, performance and goals of each perspective within Balanced Scoreboard. Until the goals of four perspectives in Balanced Scoreboard are realized, then the vision and mission of RSUP ?Persahabatan? shall be materialized.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Nurmandi
"Proses perubahan struktur organisasi pemerintahan adalah proses evolutif yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan masalah yang dihadapi dari waktu ke waktu. Perubahan struktur organisaasi pemerintahan dilakukan oleh aktor di luar instansi pemerintah yang bersangkutan. Perubahan struktur organisasi ini sudah tentu mempengaruhi proses pengambilan keputusan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan publik. Dalam proses pengambilan keputusan ini, organisasi memerlukan data dan informasi yang akurat dan bisa diperoleh pada waktu yang dibutuhkan. Selanjutnya organisasi melakukan interpretasi terhadap data dan informasi, termasuk data dan informasi terbaru dari lingkungan untuk merekonstruksi makna atau melakukan pencerapan (sense making) apa yang sedang terjadi atau yang dilakukan organisasi sekarang. Organisasi selanjutnya memobilisasi pengetahuan internal, menyebarluaskan informasi dan mengkonversi pengetahuan tacit untuk menciptakan pengetahuan organisasi yang baru. Penelitian tentang manajemen perubahan, pencerapan, penciptaan pengetahuan dan penyebarluasan pengetahuan telah banyak dilakukan, terutama pada organisasi perusahaan swasta. Namun penelitian mengenai sejenis pada organisasi pemerintahan masih tergolong langka. Dengan mempertimbangkan latar belakang pemikiran tersebut, maka penelitian ini diawali dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah dampak perubahan struktur organisasi pada proses pencerapan ((sense making), penciptaan (knowledge creating) dan penyebarluasan pengetahuan ( knowledge sharing) dalam pelayanan perizinan dan pembinaan pedagang kaki lima oleh organisasi pemerintahan daerah Kota Yogyakarta? Perubahan organisasi adalah fenomena pertumbuhan yang mencakup pertumbuhan dan perkembangan satu atau lebih unsur pelayanan publik. Perubahan organisasi pelayanan publik ini mencakup antara lain: desain pelayanan publik; struktur organisasi pelayanan; manajemen dan administrasi pelayanan publik; dan ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memberikan dan mengelola pelayanan publik. Organisasi selalu melakukan proses pencerapan untuk memetakan masalah, dan selanjutnya berusaha menciptakan pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah. Pengetahuan dieskpresikan dalam kegiatan sehari-hari oleh orang dalam organisasi, yang disebutnya sebagai proses organisasi (proses bisnis). Pekerjaan diklasifikasikan menjadi pengetahuan dalam penggunaannya (knowledge in use) atau pengetahuan prosedural (know-how) dan pengetahuan apa (know-what) seperti strategi dan harapan. Pengelolaan pengetahuan dalam organisasi didefinisikan sebagai sebuah disiplin manajemen yang mencari dampak dari proses pengetahuan, yakni produksi pengetahuan dan integrasi pengetahuan Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memahami proses pencerapan ((sense making), penciptaan (knowledge creating) dan penyebarluasan pengetahuan ( knowledge sharing). Untuk melihat proses perubahan struktur organisasi, peneliti menggunakan metode Soft System Methodology (SSM). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah partisipasi-observasi, interview mendalam, angket, dokumentasi dan diskusi kelompok terfokus. Teknik analisis data dengan cara menentukan pola, membangun penjelasan, analisis time series, dan model logis program. Penelitian menghasilkan empat temuan penting. Pertama, proses perubahan struktur organisasi pelayanan perizinan dan pembinaan PKL dengan evolutif, inkremental dan trial and error. Kedua, dampak perubahan struktur organisasi pada proses pencerapan organisasi (sense making) terhadap lingkungan adalah dilakukannya pencerapan organisasi terhadap lingkungan yang dilakukan semua level tingkatan pimpinan organisasi. Ketiga, dampak perubahan struktur organisasi pada penciptaan pengetahuan (knowledge creating) adalah pada pemanfaatan dan eksploitasi pengetahuan tacit pejabat lapangan berdasarkan kemampuan mereka belajar secara individu dan kelompok. Keempat, dampak perubahan struktur organisasi pada proses penyebarluasan pengetahuan adalah sumber dan metode penyebarluasan pengetahuan. Sumber pengetahuan menjadi lebih tersebar di berbagai organisasi yang terkait. Metode distribusi penyebarluasan tidak hanya berbentuk pengetahuan eksplisit terkodifikasi, tetapi juga pengetahuan tacit. Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah pertama, diperlukan pembagian peran dan tanggungjawab kepada semua level pimpinan organisasi untuk melakukan pencerapan. Kedua, penciptaan pengetahuan organisasi dapat dilakukan dengan utilisasi pengetahuan tacit petugas lapangan (street level bureaucrat) melalui forum-forum informal. Ketiga, diperlukan kebijakan pemberian reward yang bersifat khusus sesuai dengan kemampuan pengetahuan tacit pejabat. Keempat, dalam menyebarluaskan pengetahuan dan memperoleh masukan dari publik, maka organisasi pemerintahan perlu memanfaatkan jaringan dengan organisasi kemasyarakatan. Implikasi teoritis dari hasil penelitian ini adalah pertama, pencerapan pada organisasi pemerintahan tidak hanya dilakukan oleh pimpinan level puncak organisasi, tetapi semua pimpinan dan bahkan pegawai lapangan. Kedua, proses penciptaan pengetahuan pada organisasi pemerintahan lebih banyak menggunakan pengetahuan tacit. Ketiga, jaringan pengetahuan lebih berupa jaringan tidak direncanakan (emegent) daripada jaringan yang secara sengaja direncanakan. Keempat, proses pengambilan keputusan pada organisasi pemerintahan lebih berbasiskan pada jaringan pengetahuan, baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal.

Process of organizational structural change in government organization is evolutive process that carried out in incremental way according to problems faced in time to time. Generally, structural organizational change is initiated by extra actor of organizational who have political power. The change , in fact, have impact on decisión making process , especially on public services matters. In decisión making process, organization need accurate and timely data and information. Then, organization interprete on data and information, including newly data and information from the environment in order to reconstruct meaning or make sense (sense making) on what organization do or will do in the future. Organizations mobilize internal knowledge , information sharing and converting tacit knowledge for knowledge creating process. Researchs on change management, knowledge creating and sharing in prívate sector are commonly implemented. Meanwhile, research on similar topic in public or government organization is scarse. Based on this consideration, this research is started with problem statement: how do the impact of structure organizational change on sense making process, knowledge creating and knowledge sharing in licence services and informal sector services of city organization of Yogyakarta. Organizational change is growth phenomena which accompolish growth and development of one or other of public services element. Organizational change consists of public service design, organizational structure, management and administration and skill and knowledge required. Organization always make sense for problem solving. Knowledge is expressed by daily activity of organizational member. Qualitative method is best method for understanding sense making process, knowledge creating and knowledge sharing. Soft system methodology is used for understanding organizational structure change. Data collection techniques are participation-observation, depht interview, questionaire, documentation, and focus group discussion. Data analysis techniques are pattern making, explanation, time series analysis, and program logic model. Four important findings is this research. First, organizational structure change is evolutif, incremental and trial and error way. Secondly, the impact of structure organizational change on sense making is organizational make sense done by all level of head of organization. Third, knowledge use and exploitation of tacit knowledge of street level bureucrats. Fourth, sources and method knowledge sharing are dipersed in some organizations. Practical implication of this research are it is necessary to share of role and responsibility into all level of head in organization. Informal fórum is important for knowledge creating. Reward policy for knowledge worker could be formulated for organizational change. Knowledge networks is important for knowledge creation."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D884
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>