Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bunga Oktora
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala non-spesifik yang dialami saat berada dalam suatu gedung yang terkait dengan kualitas udara dalam ruang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian Sick Building Syndrome pada pekerja yang bekerja di dalam gedung. Metode penelitian yang digunakan adalah disain studi cross sectional. Pada penelitian ini, suhu dan kelembaban udara merupakan variabel independen, dan kejadian SBS adalah variabel dependen. Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, lama/masa kerja, kebiasaan merokok, riwayat penyakit alergi dingin, dan kondisi psikososial) juga turut diteliti sebagai variabel independen lainnya. Jenis AC dan kepadatan orang dalam ruang diteliti sebagai faktor lain yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruang. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa factor karakteristik responden yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS hanya riwayat penyakit alergi dingin. Dari hasil penelitian, ditemukan adanya hubungan yang signifikan kualitas fisik udara dalam ruang (suhu dan kelembaban) dengan kejadian SBS. Hasil uji statistik chi-square, hubungan antara suhu udara dan SBS, diperoleh Pv = 0,011 dan OR = 3,363. Hasil uji statistik chisquare, hubungan antara kelembaban relatif dan SBS, diperoleh nilai Pv = 0,031 dan OR = 2,923."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rory Pratiwi
"Polusi udara dalam ruangan diduga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara yaitu Sick Building Syndrome (SBS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas fisik udara dalam ruangan dihubungkan dengan gejala SBS. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (suhu, kelembaban relatif, pertukaran udara) dan personal faktor (umur, jenis kelamin, lama kerja, status merokok, riwayat penyakit). Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan suhu udara telah memenuhi standar Baku Mutu yang ditetapkan Kepmenkes No 1405 tahun 2002, sedangkan kelembaban relatif melebihi standar. Untuk hasil pengukuran pertukaran udara telah memenuhi standar kecuali dilantai 16. Dari hasil analisis tidak ditemukan hubungan kualitas fisik udara dalam ruangan (suhu, kelembaban realif, pertukaran udara) dengan gejala SBS pada karyawan PT X Tahun 2016.

Air pollution in a room expected can cause of health problems relating to the air quality is sick building syndrome (SBS) . This study aims to analyze physical qualities of indoor air linked to the Sick Building Syndrome ( SBS ) symptoms. This research is quantitative study with the design study cross sectional. Variable measured is the parameter physical indoor air quality (temperature , the relative humidity , exchange air) and personal factors (age , sex , old workings , the status of smoking , disease history). Based on the measurement result obtained temperature have met the standards of quality standard set Kepmenkes no 1405 year 2002 , while the relative humidity exceed standard. To the measurement result of exchange air have met the standards except on the floor 16. From the results of the analysis not found relations physical qualities of indoor air (temperature, the relative humidity, exchange air) with SBS symptoms on employees PT X 2016."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Christie Patricia Demak
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan gejala-gejala kesehatan yang sering dialami oleh penghuni yang tinggal di dalam gedung dalam waktu tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di Graha Sucofindo Jakarta. Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional dengan variabel independen sebagai berikut, koloni bakteri, suhu, kelembaban relatif, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara koloni bakteri, usia, jenis kelamin, masa kerja, dan riwayat alergi dengan kejadian SBS. Dari hasil analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel riwayat alergi menjadi variabel dominan yang memengaruhi terjadinya SBS. Dari hasil uji interaksi ditemukan adanya interaksi antara kedua variabel yaitu jumlah koloni bakteri dan jenis kelamin dalam menyebabkan kejadian SBS. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa riwayat alergi dapat meningkatkan risiko terjadinya SBS di tempat kerja dan interaksi antara jumlah koloni bakteri dengan jenis kelamin dapat menyebabkan kejadian SBS di tempat kerja. Disarankan untuk mengontrol kualitas udara dalam ruang, menciptakan ruangan yang sehat bagi pekerja, dan menempatkan pekerja dengan riwayat alergi pada ruangan dengan kualitas udara yang baik.

Sick Building Syndrome (SBS) has been defined as a term used to describe common symptoms which, for no obvious reason, are associated with particular buildings. This study aims to determine the relationship between indoor air quality with SBS occurrence in Graha Sucofindo Jakarta. The cross-sectional study was used in this research with the following independent variables, colonies of bacteria, temperature, relative humidity, age, gender, year of services, and history of allergies. From the data analysis showed a significant relationship between bacterial colonies, age, gender, year of services, and history of allergies to the occurrence of SBS. Multivariate analysis found that history of allergies becomes dominant variables that affect the occurrence of SBS. Furthermore, it is found that there is interaction between bacterial colonies and gender in making the incidence of SBS. It can be concluded that history of allergies may increase the risk of SBS and the interaction between bacterial colonies and gender can causing the incidence of SBS. It is advisable to control the indoor air quality, create a healthy space for workers and avoid allergic workers to work in bad indoor air quality."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esi Lisyastuti
"Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi antara lain kondisi bangunan, elemen interior, fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi. Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi yaitu bakteri dan jamur ditengarai menjadi salah satu sebab kejadian sick building syndrome (SBS). Menggunakan desain crossecsional, ingin diketahui hubungan jumlah koloni mikroba udara dalam ruangan dengan kejadian SBS pada pekerja B2TKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian SBS tidak terbukti berkaitan dengan dengan jumlah mikroba udara dalam ruang, meskipun keberadaan jamur penyebab SBS seperti Aspergillus sp., Penicillium sp dan Fusarium sp dapat dideteksi. Variabel lain seperti temperature dan kelembaban ruang, jenis kelamin, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dll juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS. Akan tetapi pekerja yang lebih muda (dibawah 40 tahun) memiliki angka kejadian SBS yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk meningkatkan sanitasi ruangan dan pemeliharaan AC secara berkala.

Indoor air quality is influenced by the condition of the building, interior elements, air-conditioning facilities, chemical pollutants and biological contaminants. Poor indoor air quality due to the presence of biological contaminants such as bacteria and fungi is suspected to be one cause of sick building syndrome incidence (SBS). Using cros-secsional design the relationship of indoor air microorganisms colonies on workers of B2TKS was investigated. There was no evidence of relationships between the number of indoor-air microbes and SBS incidence on workers of B2TKS, although the presence of SBS fungsi such as Aspergillus sp, Penicillium sp and Fusarium sp, were detected. Other variables such as room temperature and humidity, sex, smoking habit, nutrient status, etc.. also had poor correlation with SBS incidence. However, the incidence of SBS was higher in your workers (below 40 year old). Results of this study suggest that room sanitation and air-conditioning maintenance should be improved and conducted on a regular basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30520
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahaditya Rizqi Putra
"Sick Building Syndrome SBS adalah keluhan atau ketidak nyamanan yang dirasakan oleh seseorang di dalam gedung seperti contohnya pusing, mual, mata kering, dan bersin-bersin. Penyebab SBS salah satunya adalah Kualitas Udara di Dalam Ruangan atau Indoor Air Quality IAQ yang kurang baik. IAQ merupakan salah satu poin dalam menjaga keselamatan serta kesehatan pekerja yang pada dasarnya merupakan hak pekerja dan dijamin oleh UU Republik Indonesia no.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Oleh karena itu skripsi ini membahas tentang IAQ Gedung Arsip UI dengan acuan kerangka konsep manajemen IAQ oleh BHSE HSG 173 yang diawali dari surveykeluhan karyawan terkait SBSpada bulan April tahun 2018, dengan tujuan mengevaluasi kualitas udara di dalam ruangan pada Gedung Arsip UI. Survey dilakukan dengan instrumen kuesioner yang diadaptasi dari World Health Organization WHO dan United States Environment Protection Agency US EPA dan dilanjutkan dengan pengukuran secara walkthrough survey untuk melihat faktor penyebab yang dari aktivitas karyawan dan layout gedung serta pengukuran secara direct reading dengan parameter NAB dari Peraturan Menteri Kesehatan no. 48 tahun 2016. Hasilnya, terdapat temuan di beberapa titik yang memiliki hasil pengukuran pada tingkat action level maupun melebihi batas NAB yang telah ditentukan.

Sick Building Syndrome SBS is a complaint or discomfort felt by someone inside of a building such as dizziness, nausea, dry eyes, and sneezing. One of SBS causes are poor Indoor Air Quality IAQ . IAQ is one of the points to maintain workers 39 safety and health which is basically the worker 39 s rights and guaranteed by the UU Republik Indonesia No.1 tahun 1970 concerning Work Safety. Therefore this thesis discusses about Gedung Arsip UI IAQ with reference from framework of IAQ management concept by BHSE HSG 173 starting from SBS related employee complaint survey in April 2018, with purpose to evaluate air quality indoors at UI Archives Building. The survey was carried out with questionnaire instruments adapted from the World Health Organization WHO and United States Environment Protection Agency US EPA and followed by walkthrough survey measurements to see the underlying factors of employee activity, building layout, and direct reading measurements with TLV parameters of Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 48 tahun 2016. As a result, there are findings at some measurement points that have the action level number or exceeding the specified TLV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christabel Caroline Franswijaya
"Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah yang sering dialami oleh penghuni gedung namun penyebabnya tidak diketahui pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas udara dalam ruang dengan kejadian SBS di gedung 4 BPS Jakarta Pusat. Digunakan disain studi cross- sectional, variabel independen adalah kualitas udara dalam ruang (kadar PM10, suhu, kelembaban) dan karakteristik individu (jenis kelamin, kelompok pekerjaan, durasi penggunaan komputer). Analisa statistik memberikan hasil proporsi kejadian SBS adalah 45,2%, dari enam variabel yang berhubungan signifikan secara statistik adalah jabatan sekretarial (p-value=0,022, OR=3,714). Lantai dengan kadar PM10, suhu, dan kelembaban tinggi memiliki kejadian SBS yang tinggi juga, dan sebaliknya.

Sick Building Syndrome (SBS) is a frequent problem experienced by residents of buildings but the causes are still unknown. This study aims to determine the relationship between the indoor air quality with SBS occurence in 4th building of BPS, Central Jakarta. We used cross-sectional study design, with the indoor air quality (PM10 levels, temperature, humidity) and individual characteristics (gender, occupation, duration of computer use) as independent variables. From the results of statistical analysis, SBS incidence proportion is 45.2%, from all six variables the one that is statistically significant is secretarial position (p value = 0.022, OR = 3.714). Floors with high PM10 levels, temperature, and high humidity have a high incidence of SBS as well, and vice versa."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Duniantri Wenang Sari
"Tingginya angka pencemaran udara di dalam ruang perkantoran di DKI Jakarta diduga dapat mengakibatkan gejala Sick Building Syndrome bagi para pengguna gedung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kaitan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala Sick Building Syndrome. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang dilakukan melalui pengukuran dan penyebaran kuisioner. Variabel yang diukur adalah parameter fisik kualitas udara dalam ruangan (konsentrasi debu partikulat PM10, PM2.5 dan PM1; suhu; kelembaban; dan pencahayaan) serta faktor confounding lainnya yaitu personal factor (umur, jenis kelamin, alergi, dan kebiasaan merokok), psikososial faktor, serta persepsi pekerja. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai konsentrasi debu PM10 dan PM2.5 pada area basement di tiga gedung telah melebihi NAB yang ditetapkan oleh EPA tahun 2006 yaitu 0.15 mg/m3 untuk PM10 dan 0.035 mg/m3 untuk PM2.5. Namun pada middle floor dan top floor konsentrasi debu masih relatif berada di bawah NAB. Untuk hasil pengukuran suhu, kelembaban, dan pencahayaan pada basement juga berada di luar standar yang ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta sedangkan pada ruangan lain masih berada dalam batas aman kecuali pada Gedung 2. Dari hasil analisis, tidak ditemukan hubungan antara parameter fisik kualitas udara dalam ruangan dengan gejala SBS. Hal ini diduga disebabkan karena keterbatasan penelitian yang dilakukan terutama responden yang mengisi kuesioner tidak semuanya adalah okupan yang berada pada ruangan yang diukur. Sedangkan untuk faktor confounding (personal factor, psikososial faktor, dan persepsi pekerja) yang diteliti hanya jenis kelamin yang terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap SBS dimana pada wanita, ditemukan kasus SBS yang lebih banyak dibandingkan pria.

Increasing the number of indoor air pollutant in DKI Jakarta was estimated to be the causes of Sick Building Syndrome (SBS) for the occupant. This study had been established to get the relation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. The study was cross sectional with observational quantitative that measured by environmental exposure and questionnaire. Physics parameter measured considering concentration of particulate matter (PM10, PM2,5, and PM1); temperature, relative humadity, and ilumination. Besides, another confounding factor are personal factor, perception, and pshychosocial. The measurement shown that the concentration of particulate matter (PM10 and PM2,5) and the other physics parameter over the limit value based on EPA and Government standar especially in basement area. Result using the chi square test shown no correlation between physics parameter of Indoor Air Quality (IAQ) with SBS. This maybe caused by uncorrect admission filing of questionnaire and area of sampling measurement. Whereas, for confounding factor is no correlation between personal factor, perception, and pshycosocial factor with SBS except for gender variable, woman complaint the symptoms more than men because of their physics and phsychosocial condition."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rosa Jaya
"Kualitas udara dalam ruangan kelja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dapat menyebabkan ruangan kerja tidak nyaman; dampak negatif terhadap karyawan berupa keluhan kesehatan yang dikenal dengan istilah sick building syndrome 6985). Keluhan SBS biasanya tidak terlalu parah dan tidak diketahui penyebabnya, tetapi mengurangi produktivitas kerja. Sejumlah penelitian pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor intcmal dan ekstemal mempengaruhi kejadian SBS.
Informasi mengenai kualitas udara dalam mangan gedung perkantoran Departemen Kesehatan (Dcpkes) belum dikctahui, walaupun sudah banyak Iaporan tentang keluhan SBS. Tujuan penelitian untuk memperoleh informasi mengenai kualitas udara di gcdung Depkes Jakarta, Serta kejadian SBS dan ihktor-faktor yang mempengaruhinya. Menggunakan studi cross-seczional hersifat deskriptif analitik; melibatkan 242 karyawan Depkes scbagai responden. Kriteria respondcn adalah orang sehat tidak menderita penyakit sesuai diagnosa dokter dan tidak sedang hamil. Untuk memperoleh data mengenai, karakteristik, psikologis dan posisi kelja yang ergonomik dari responden menggunakan kucsioner teramh dan terstruktur. Sedangkan pengukuran konsentrasi NO2, CO, C0;, SO2, H2S, NH; and PM|0 scbagai indikator kualitas udara dilakukan pada 10 ruangan.
Kualitas udara dalam ruangan masih memcnuhi persyaratan scsuai Keputusan Mentcri Kesehatan No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. Kadar NO2, SO2, and NH; terdeteksi pada tiga ruangan. Konsenlrasi C0 pada setiap ruangan sama; C02, H2S, and PMN lerdetcksi pada setiap ruangan dengan konscntrasi berbeda-beda. Pencahayaan pada seluruh ruangan memenuhi pcrsyaratan (> |00 lux). Di Iain pihak, suhu dan kelembaban pada beberapa ruangan melebihi persyaratan, namun secara umum nilai rata-ratanya masih memenuhi persyaratan.
Prevalensi SBS sebesar 19%, dengan gejala tcrbanyak berupa kelelahan, rasa sakit dan kekakuan pada bahu dan Ieher (50%); flu, batuk dan bersin-bersin (49.6%); Serta pusing, sakit kepala dan kesulitan konsentrasi (38.4%). Suhu, posisi keqja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur mempcngaruhi kejadian SBS secara bemmakna, dimana suhu merupakan variabel yang paling dominan.
Kualitas udara masih memenuhi persyaratan kesehatan, untuk Iingkungan fisik dalam ruangan kenja nilai rata-rata pengukuran masih memenuhi persyaratan, walaupun ada ruangan yang suhu atau kelembaban tidak memcnuhi persyaratan kesehatan, Suhu, posisi kerja yang ergonomik, jenis kelamin dan umur sangat mempengaruhi kejadian SBS. Pemeliharaan pendingin ruangan serta posisi kerja yang ergonomik merupakan upaya pencegahan yang harus mcndapat perhatian dalam program SBS.

Indoor air quality that does not meet the health standard requirement may lead to uncomfortable working environment and causes negative impacts to the workers in the fomm of health complaints known as sick building .syndrome (SBS). Usually the complaints are not very serious and the sources are unknown; however it could reduce work productivity. A number of studies in different settings have indicated that several internal and external factors influence the incidence of SBS.
Infomation on the indoor air quality of the Ministry of Health (MOH) building has not yet been known, in spite ofthe SBS complaints that have been reported. The purpose of this study is to obtain infomation on the indoor air quality ofthe MOH building Jakarta, as well as the incidence of SBS and its’ underlying thctors. Using cross-sectional study which is descriptive-analytic; the study involved 242 MOH employees as respondents. The criteria ofthe respondents were healthy individuals not suffering from diseases as diagnosed by a physician and not pregnant. To obtain data on the characteristics, psychological and ergonomic working position of the respondents, guided and structured questionnaire were used. Whereas measurements of NO;, CO, CO2, S02, I-I2S, NH, and PM10 concentrations as indicators of air quality were undertaken in ten rooms.
Indoor air quality still meets the standard requirement, in accordance to the Minister of Health Decree No. 1405/ivlenkes/SK/XI/2002. Concentrations of NO2, SO2, and Nl-I; were detected in three rooms. The concentration of CO in all rooms was the same; while CO2, l-l2S, and PM10 were detected in all rooms with different concentrations. Illuminations in all rooms were in compliance to the standard requirement (> 100 lux). On the other hand, the temperature and humidity in some rooms exceeded the standard requirement, however, in general the average value of these two variables still meet the requirements.
The prevalence of SBS was 19%, mostly in the fonn of fatigue, pain and stiff on the shoulder and neck (50%); common cold, coughing and sneezing (49.6%); as well as diuiness, headache and concentration problems (38.4%). Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS, in which the room temperature was shown to be the predominant variable.
Indoor air quality was still in compliance to the health standard requirement. As for the physical environment, the measurement average values still meet the requirements although the temperature and humidity in some rooms did not. _ Temperature, ergonomic working position, sex and age significantly influence the incidence of SBS. Maintenance of the air conditioner and sustaining ergonomic working position are prevention actions that should acquire attention in the SBS program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Margarita
"Latar Belakang: Lahan di kota"kota besar yang mulai berkurang membuat kantor yang menempati gedung-gedung bertingkat semakin banyak. Pekelja ataupun pengunjung di gedung tersebut dapat mengalami sindroma gedung sakit (SGS)/Sick Building Syndrome yang diakibatkan gangguan sirkulasi udara di dalam gedung itu (indoor air quality). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi sindroma gedung sakit pada karyawan PT PI dan PT Ml serta menge!abui hubungan faktor-faktor risiko lain terhadap SGS.
Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banya menghubungkan kejadian SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengambilan data secara kuestioner dan wawancara,
Hasil: Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang banyamenghubungkan kejadlan SGS dengan kadar CO2, kelembaban. Pengembilan data secara kuesioner dan wawancara.

Background: Sick Building Syndrome was several symptom which one of the risk is indoor air quality. This Research use to know prevalence sick building syndrome at administration worker in PT PI and PT MI and the relation another risk (age, gender, length of work, education, smoker habits, spacity place, management ith SBS.
Method: The Research method is cross sectional, which to see correlation between SBS and indoor air quality like C02, humidity, temperature. We investigation PT PI 32 respondents, and PT MI I 03 respondent.
Result: The result show there are more risk in PT PI show 43,8 % devide PT Ml showed 24,3 %, (OR= 0,412; 95%CI : 0,179..0,946). Age, gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place don't have any significant with SBS. The health influence was fatigue (64,10%), myalgia(58,97%), backpain (56,41%), diz7Jness (51,28%), and sleepy(51,28%).
Conclusion: In this research , we dont found any relation between age. gender, education, smoking habits, jobs, length work, humidity, C02, temperature and spacity place with SBS, but location have any means with SBS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ruth
"Skripsi ini membahas gambaran kejadian Sick Building Syndrome (SBS) dan faktor-faktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat graha Elnusa Tahun 2009. Sick Building Syndrome atau SBS merupakan sekumpulan gejala gangguan kesehatan pada tenaga kerja yang bekerja di gedung gedung bertingkat. Penelitian SBS di Indonesia telah menunjukkan angka yang relatif tinggi. Diduga penyebab dari SBS ini adalah kurangnya ventilasi di dalam gedung serta kinerja penyejuk udara (AC) yang buruk. Selain itu, ada sumber radikal bebas lain seperti mesin fotokopi, printer, mesin faksimili, pengharum ruangan, larutan pembersih, atau bahan kain pelapis dinding.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihan gambaran kejadian Sick Building Syndrome dan faktorfaktor yang berhubungan pada karyawan PT. Elnusa Tbk di kantor pusat gedung Graha Elnusa Tahun 2009. Desain penelitian ini adalah crosssectional dan populasi yang di teliti adalah karyawan PT. Elnusa Tbk yang berada di lokasi pengukuran (suhu dan kelembaban udara) Graha Elnusa. Data yang digunakan adalah data primer, data perusahaan, pengukuran suhu dan kelembaban, dan observasi.
Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah, dari 152 responden yang mengalami kasus SBS di Graha Elnusa tahun 2009, hanya 56 responden (36,8%). Karakteristik responden yang mengalami kasus SBS adalah sebagai berikut 30 responden (33,7%). Yang lebih berisiko mengalami SBS yaitu responden yang berjenis kelamin wanita, responden yang berusia antara 21-30 tahun, responden bekerja kurang dari sama dengan 5 tahun (38,5%), responden yang tidak mempunyai kebiasaan merokok dalam ruangan (37,2%) dan responden yang mempunyai kondisi psikososial yang baik (37%).
Penelitian kualitas udara dalam ruang (fisik, kimia, dan mikrobiologi) sangat berperan dalam menanggulangi masalah Sick Building syndrome. Selain itu penelitian mengenai pencahayaan juga diperlukan karena pencahayaan merupakan salah satu faktor yang dapat memicu timbulnya SBS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>