Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakhmat Hidayat
"Studi ini menggunakan critical discourse analysis (CDA) dan menjelaskan konstruksi wacana dominan dalam Kurikulum Sosiologi SMA dan buku pelajaran sosiologi berdasarkan Kurikulum 2006 dan 1984. Wacana dominan tersebut merupakan representasi kekuasaan negara. Kedua, studi ini juga menjelaskan pertarungan simbolik antara BSNP sebagai pemegang otoritas pendidikan pasca diberlakukannya UU No. 20/2003 dan penerbit-penulis.
Kesimpulan studi., bahwa wacana keteraturan sosial menjadi wacana dominan pada kurikulum sosiologi SMA khususnya Kurikulum 2006 dan 1984 sebagaimana menjadi fokus penelitian ini. Bourdieu menyebut itu dengan doxa. Kurikulum 1984 dipilih sebagai teks yang dianalisa sebagai representasi kurikulum produk Orde Baru, Kurikulum 2006 merupakan kurikulum produk pasca Orde Baru tumbang. Keteraturan sosial yang menjadi mainstream pads kurikulum 2006 merupakan upaya menciptakan harrnoni dan social order masyarakat Indonesia pasca Orde Baru tumbang. Harmonisasi ini menjadi representasi kekuasaan pada masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai transisi dan perubahan. Keteraturan sosial yang mendorninasi Kurikulum 1984 merupakan upaya legitimasi terhadap praktek-praktek pembangunan yang scat itu sedang mengalami masa kejayaan.
Demi mensukseskan pembangunan seluruh kekuatan masyarakat diharuskan tertib, teratur, harmoni. Dengan kata lain, negara berkepentingan menciptakan keteraturan sosial atas Hama pembangunan yang sedang dijalankan. Pada level ini, diskursus pembangunan menjadi mainstream dalam kurikulum sosiologi produk Orde Baru, khususnya Kurikulum 1984. BSNP menempati posisi obyektif dominan dalam ranah kekuasaan kurikulum, sedangkan penulis-penerbit pada posisi obyektif marjinai. Posisi obyektif tersebut juga mengindikasikan habitus yang berkembang diantara dua agen tersebut. Habitus BSNP adalah otoritas, intelektual dan akademik. Bourdieu percaya bahwa intelektual memiliki kekuasaan simbolik atau otoritas yang cukup di dalam pertarungan wacana. Habitus ini berkontribusi pada berbagai produk wacana yang dihasilkannya. Habitus penulis-penerbit lebih kepada idealisme dan selera pasar. Penerbit-penulis mensinergiskan artikulasi idealisme maupun basis wacana yang dimiliki penulis dengan berbagai pola penyesuaian terhadap tren dan perkembangan pasar.

This study used critical discourse analysis (CDA) and describe the construction of dominant discourse in the curriculum of sociology for senior high school and its references based on curriculum 2006 and 1984. Secondly, this study to explain the symbolic competition between BSNP (National Education Standardization Committee) as the authority holder of national education system after the issue of UU No. 2012003 and publisher-writer.
Reffering to conclusion, that social order has became dominant discourse in the curriculum of Sociology for Senior High School, especially curriculum 2006 and 1984. Bourdieu called it as doxa. Curriculum 1984 was chosen as text to be analyzed as the representation of curriculum produced in Orde Baru era. Then, in the post Orde Baru era, it was substituted with curriculum 2006. Social order which had been the mainstream in curriculum 2006 was a kind of effort to make a harmony and social order after Orde Baru collapsed. This harmonization became a power representation to Indonesian people who were faced to many transitions and changes. Social order which had dominated curriculum 1984 was a kind of legitimating effort on development practices that was in its glory.
All Indonesian people must be in order, well regulated. And kept in harmony support the development plan. At this level, developmentalism discourse becomes the mainstream in the curriculum of sociology produced in Orde Baru era, especially curriculum 1984. The analysis result on capital ownership shows that BSNP holds dominant objective position for curriculum authority and publisher-writer are in marginal position. The objective position also indicates the habitus developing among them. The habitus of BSNP are authority, intellectual, and academic. Bourdieu believed that intellectualism hold adequate symbolic power and authority in the discourse competition. This habitus gives contribution to eac discourse it has produced before. The habitus of publisher-writer is rather to idealism and market oriented. They make a synergy from their idealism or discourse base with some adaptation to trend and market development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24401
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Kaswanti Purwo
Yogyakarta: Kanisius, 1990
401.45 BAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rakhmat Hidayat
Jakarta: Rajawali, 2011
375 RAK p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17:2(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Surya Agustiningsih
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis desain kurikulum perpajakan pada jenjang strata 2 S2 di Indonesia dan membandingkannya dengan kurikulum perpajakan di Amerika, Eropa, dan Australia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kurikulum perpajakan di Amerika, Eropa, dan Australia lebih bersifat multidisiplin jika dibandingkan dengan kurikulum perpajakan di Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya program studi perpajakan dan kerjasama antar fakultas sehingga lebih mudah memasukkan multidisiplin ilmu dalam kurikulum perpajakan. Dari sisi pendekatan pengajaran yang dilakukan, kurikulum perpajakan di Indonesia belum banyak menggunakan pendekatan komparatif.

ABSTRACT
The objective of this research is to analyze design of graduate tax curriculum in Indonesia, and compare it to the taxation curriculums in the US, Europe, and Australia. This research uses qualitative approach. The result of this assessment shows that taxation curriculums in The US, Europe, and Australia are more multidisciplinary than taxation curriculum in Indonesia. This is supported by the existence of Taxation Program and collaboration between faculties, so that it is more easily to incorporate multidisciplinary science in the taxation curriculum. From the side of the approach of the teaching, the taxation curriculum in Indonesia has not been much to use comparative approach."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Terry Muthahhari
"The objective of this research is to know how women are being represented through the analysis of meaning: denotation, connotation, and myth as well as understanding the dominant ideology that influence the way representation system works. This research uses the semiotics model initiated by Roland Barthes. The data are collected directly from School Textbook 2013 Curriculum downloaded from electronic books online system of Indonesian Education and Cultural Ministry. In explaining the representation of women, researcher uses the concept of representation system, gender bias, stereotype, and the culture of femininity and masculinity. The result of this research shows that three pictures from the school textbook resulted into negative stereotypes and myth regarding women position, role, and jobs in family and society. Women are pictured as a gender associated with only indoor activities such as taking care of household’s errands. Further, when women are pictured as having a job, physical attributes become the main feature of women’s jobs, such as beautiful body shape. From the semiotics analysis, this research can conclude that women representation in School Textbook 2013 curriculum is still entangled with stereotypes of women with gender bias tendencies.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perempuan direpresentasikan melalui makna denotasi, konotasi dan mitos serta ideologi dominan yang mengendalikan sistem representasi tersebut. Analisis semiotika yang digunakan adalah analisis dua sistem penandaan Roland Barthes. Data diperoleh secara langsung dari Buku Ajar Kurikulum 2013 di situs online buku elektronik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam membahas representasi perempuan, digunakan konsep sistem representasi, bias gender, dan budaya feminimitas dan maskulinitas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat tiga gambar di dalam buku ajar yang menciptakan stereotipe dan mitos negatif mengenai perempuan yaitu: Perempuan adalah gender yang lebih cocok untuk melakukan kegiatan indoor seperti mengurus pekerjaan rumah tangga. Anak perempuan harus selalu mengikuti pekerjaan dan peran yang dimiliki oleh ibunya. Dalam konteks masyarakat, ketika perempuan digambarkan memiliki pekerjaan, aspek kualitas fisik menjadi atribut utama yang ditonjolkan. Melalui analisis semiotika, representasi perempuan dalam Buku Ajar Kurikulum 2013 tidak lepas dari stereotipe yang sifatnya bias terhadap posisi perempuan dalam masyarakat."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S60404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahmat Saleh H F S
"Sekolah dengan kapasitasnya sebagai sebuah institusi sosial berfungsi sebagai agen sosialisasi dan sekaligus agen kontrol sosial. Dalam fungsinya tersebut misalnya membentuk perilaku seseorang, tidaklah cukup hanya dengan mengandalkan pelajaran-pelajaran formal saja, diperlukan adanya perbuatan nyata, yang jika dalam lingkup sekolah bisa dicontoh melalui segala bentuk interaksi antara aktor-aktor di sekolah. Hal inilah yang dinamakan dengan kurikulum terselubung (hidden curriculum) yang sudah barang tentu terdapat di setiap sekolah. Seperti yang dilakukan oleh SMA Negeri "X" Jakarta yang mana salah satu visi-misi-tujuannya adalah ingin mewujudkan sikap/perilaku siswanya menjadi demokratis. Penelitian ini ingin mencoba melihat hubungan antara kurikulum terselubung terhadap pembentukan perilaku demokratis siswa.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan kurikulum terselubung memiliki peranan/pengaruh dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi pada siswa. Terdapat hubungan yang cukup/sedang dan arah yang positif antara variabel kurikulum terselubung dengan variabel perilaku demokratis siswa. Lebih jauh lagi, telah dibuktikan dalam penelitian ini tentang pentingnya penanaman nilai-nilai demokrasi melalui penerapan kurikulum terselubung yang cukup efektif.

School with it's capacity as a social institution has a function to become an agents of socialization and social control. Its function for example to form a person's behavior, not enough just to rely on any formal lessons, concrete action is needed, that if within the scope of the school can be emulated by all forms of interaction among actors in the school. This is called the hidden curriculum (hidden curriculum), which of course contained in each school. As performed by SMA Negeri "X" Jakarta where one of the vision-mission-goal is to establish the democratic attitude/behavior of students. This study try to see the relationship between the hidden curriculum to formation of student democratic behavior.
The results of this study empirically indicate that application of the hidden curriculum has a role/influence in internalize democratic values in students. There is a moderate relationship and positive direction between hidden curriculum variable with student's democratic behavior variable. Furthermore, it has been proved in this study on the importance of cultivation of democratic values through the application of the hidden curriculum is quite effective.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>