Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57996 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jon Lisbet Goltom
"Network Surveillance mencakup pengamatan dan pengawasan jaringan, merupakan suatu penerapan pada sistem jaringan bergerak dalam memonitor, mengoperasikan dan maintenance suatu Network Element pada radio network untuk mempertahankan nilai indeks performansi, Key Performance Indicator (KPI), yang diinginkan oleh suatu operator seluler. Nilai indeks ini dapat dipertahankan dengan cara mengetahui kejadian-kejadian alarm pada Network Element, yang kemudian dapat dianalisa untuk mengkoreksi dan memperbaiki jika terjadi suatu kriteria yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, melalui pelaksanaan studi skripsi ini diberitahukan apa itu Network Surveillance , aplikasi-aplikasi apa saja yang terdapat pada system OSS-RC ( Operation System Support for Radio and Core Network ) dan parameter counter pada Radio Access Network ( RAN ) yang dirasa cukup dalam mempertahankan nilai indeks performansi pada jaringan bergerak WCDMA.

Network Surveillance coverage on networking perception and observation, were one of implementation to mobile networking on monitoring, operation and maintenance of Network Element in radio network to maintaining performance index values, Key Performance Indicator (KPI), which requested by a seluler operator. This index values can be maintain by knowing the alarm events on the Network Element, which on the next stage will be analyze to perform correction and improvement if there is something happened that does not meet the criteria.
Therefore, through this skripsi study implementation will be discuss what is Network Surveillance, what kind of aplications that implemented on OSS-RC (Operation System Support for Radio and Core Network) and others counter parameter on Radio Access Network (RAN) which can be maintain the performance index on WCDMA mobile network.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40510
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priyono
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T5807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaneta Pelangi Dwi Setiati
"Pada penelitian ini diusulkan peramalan trafik jaringan menggunakan Artificial Neural Network dengan model Nonlinear Autoregressive. Model prediksi beban trafik dilakukan dalam tiga skenario yaitu tanpa input eksogen, dengan input eksogen jumlah pelanggan, dan dengan input eksogen jumlah pelanggan dan inflasi. Hasil penelitian dengan nilai MAPE dan MSE terkecil terdapat pada prediksi beban trafik dengan input eksogen jumlah pelanggan. Pada penelitian diprediksi beban trafik hingga l tahun kedepan untuk dapat merencanakan pembangunan dan peningkatan kapasitas node-b/ BTS 3G. Diharapkan dengan melakukan peramalan penggunaan-jaringan-oleh-pelanggan akan menghasilkan estimasi akurat permintaan kebutuhan pelanggan di masa mendatang sehingga organisasi dapat melakukan strategi yang tepat dalam merencanakan peningkatan kapasitas demi menjaga 4aality ofservice.

This research proposed network traffic forecasting using Artificial Neural Network with Nonlinear Autoregressive models. The traffic load prediction model is done in three scenarios: without exogenous input, with the input of exogenous number of customers, and with exogenous inputs the number of subscribers and inflation. The smallest MAPE and MSE values are in the traffrc load prediction with subscribers as exogenous inputs. The traffic load is predicted up to 1 year ahead in order to plan the development and improvement of the capacity of the node-b / 3G base stations. By forecasting the network usage generate by the customer, we expect to have an accurate estimated demand of customer needs in the future so that the organization can perform the right strategy for planning the capacity to maintain the quality of service."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Contents :
- Table of Contents by Author
- Acronym Guide
- Making DSL Profitable: A Financial Analysis
- Wholesale versus Retail: A Comparison of CLEC-DSL Business Models
- International Telecom Market Opportunities and Trends
- Using a Strong Brand through Retail and E-Commerce to Expand the DSL Market
- The ISP Experience in Today's DSL Marketplace
- Wholesale versus Retail Model for CLECs
- VoDSL: Challenges in the Partnership Model
- Automating Loop Management
- Mass-Market Solutions for DSL Deployment
- Driven Deployment in the New Millennium
- ADSL Welcome to the Suburbs!
- Enabling Effective DSL Deployment
- The Building Blocks of Broadband
- Managing for Explosive Digital Subscriber Line Growth
- Delivery of ADSL Services in DLC Environments
- The Future of Digital Subscriber Line
- Lessons learned in Deploying Voice over DSL
- DSL Mass Deployment: What You Don't Know Can Hurt You
- Deployment Challenges and Solutions
- loop-Management Processes for Efficient Customer Activation
- DSL Deployment: The ISP Perspective
- The Future Broadband Home
- Challenges of the Digital loop Carrier
- Practical Issues of Delivering Services inside the Customer Premises
- Provisioning Broadband Services over DSL
- Automated, End-to-End DSL Provisioning: From Loop Qualification to the Backhaul
Network
- DSL's Effect on ILEC Network Architecture
- Connecting to the Network
- DSL: A Last-Mile Technology
- Access Issues in the Local Loop
- Internet via Satellite
- Integrated Software-on-Silicon Solutions for Next-Generation DSL CPE
- Digital Subscriber Line Fault Localization
- i-SLAM: The Next-Generation, IP-Aware, IP-Smart, Intelligent DSLAM
- Fiber-to-the-Home Market Trial
- Traffic Aggregation and Multiple Application Selection
- Residential Broadband: The Move from How It Gets There to What Gets There
- Plug-and-Play DSL
- Internet Age: Going from Plug and Pray to Plug and Play
- Residential Gateways: New Applications for High-Speed Premises Networking
- Getting to Plug-and-Play DSL�An SBC Perspective
- SelectPlay: Software over Broadband on Demand
- Moving toward Plug-and-Play DSL
- Always-On DSL Requires Always-On Provisioning
- G.shdsl and ETSI SDSL Multirate Symmetric DSLs
- HDSL2 Standards Compliance and Interoperability
- DSL Spectrum Management
- The Interoperability Problem "
Chicago: International Engineering Consortium, 2006
e20448040
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrin Matius
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S38436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The problem of telecomunication service facility is the availability of server/operator and buffer that can sustain every customer calling for service...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Veny Sesanria
"ABSTRAK
Perkembangan telekomunikasi yang sangat pesat menyebabkan
pertumbuhan jumlah pelanggan seluler terus meningkat sehingga trafik pun
meningkat namun ternyata tidak sebanding dengan cost dan power yang
dikeluarkan dan revenue yang diperoleh. Hal ini terjadi pada PT XYZ yang
merupakan salah satu operator telekomunikasi di Indonesia. Melihat kondisi
keuangan perusahaan saat ini, maka Tim Transmission Backbone harus jeli
menentukan teknologi yang akan digunakan untuk mereduksi CAPEX dan OPEX
sehingga bisa meningkatkan revenue. Di beberapa daerah di Sumatera saat ini
memiliki traffic demand yang besar. Selain itu juga adanya pertimbangan untuk
kebutuhan proteksi trafik skala besar di wilayah Sumatera. Namun jaringan
eksisting saat ini di dareag tersebut dan mayoritas Pulau Sumatera masih
menggunakan teknologi SDH dan traditional WDM sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya diperlukan pembangunan jaringan
backbone optik baru dengan teknologi baru yaitu OTN yang dengan kelebihankelebihannya
dapat membantu kondisi keuangan perusahaan namun tetap
memperhatikan kelebihan dalam sisi teknisnya.
Laporan tesis ini menganalisa tingkat profitabilitas dan tingkat risiko
investasi implementasi teknologi OTN pada penyelenggaraan jaringan backbone
optik di beberapa daerah di Sumatera menggunakan metode Analisa Tekno
Ekonomi. Implementasi teknologi OTN pada penyelenggaraan jaringan backbone
optik diharapkan dapat mereduksi nilai CAPEX, OPEX, serta dapat meningkatkan
revenue namun tetap mempertimbangkan kualitas jaringan yang dibangun.
Parameter yang digunakan dalam tesis ini adalah First Installed Cost
(FIC), Life Cycle Cost (LCC), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), dan Payback Period (PBP). Untuk periode investasi 5 tahun, kelima
parameter tersebut mengindikasikan kerugian bagi perusahaan. Namun jika
periode investasi diperpanjang menjadi 10 tahun, maka memberikan indikasi
untung bagi perusahaan. Jika dibandingkan dengan teknologi traditional WDM,
maka teknologi OTN mengindikasikan hasil yang lebih baik yang ditunjukkan
oleh kelima parameter yang digunakan. Berdasarkan analisa risiko, dapat
disimpulkan bahwa NPV berbanding lurus dengan tarif layanan dan total trafik,
tetapi berbanding terbalik terhadap nilai tukar Dollar, nilai OPEX, dan discount
rate. Dapat dismipulkan juga bahwa PBP berbanding lurus tarif layanan dan total
trafik tetapi berbanding terbalik dengannilai tukar Dollar dan OPEX. Sedangkan
discount rate tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap PBP investasi.

ABSTRACT
Telecommunication development causes rapid growth in the number of
mobile subscribers continues to increas, so that traffic growth has increased too.
But the increased of traffic growth is not balance to the cost incurred and the
power and revenue earned. This occurs in PT XYZ which is one of
telecommunication operator in Indonesia. Looking at this company financial
condition now, then Transmission Backbone team should determine which
technology will be used to reduced CAPEX, OPEX buat can increase revenue
with also best quality in network performance. Today, in some areas in Sumatera
have large traffic demands. There is also consideration for the need of large-scale
traffic protection accross Sumatera area. However, the existing network in that
areas is still using SDH technology. And existing network in Sumatera area in
majority is also still using SDH and traditional WDM technology that cannot meet
those needs. Consequently, it is required the development of new optical
backbone network with new technology is that with the OTN strenghts can help
the company’s financial condition but still consider the advantages of the
technical side.
This thesis analyze profitability analyze the level of profitability and the
level of investment risk of OTN technology implementation in optical backbone
network development in several areas in Sumatera using Techno-Economic
analysis method. The implementation of OTN technology From this analysis, it
will be known whether the OTN technology in optical backbone network
development is expected to reduce CAPEX and OPEX, and also can improve
revenue, but still considering quality of network that is built.
Parameters that are used in this tesis are First Installed Cost (FIC), Life
Cycle Cost (LCC), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan
Payback Period (PBP). For investment period 5 years, all five parameters indicate
suffer a financial loss for company. However, if investment period is extended to
10 years, then all five parameters indicate profit for company. If it is compared
with traditional WDM technology, then OTN techonology indicates better result
that is showed from all five parameters. Based on the result of risk analysis, it can
be concluded that the sensitivity of NPV is proportional to the tariff and traffic,
but it is inversely related to Dollar exchange rate, OPEX, and discount rate. And it
also can be concluded that the sensitivity of PBP is propotional with tarif and
traffic, but is is inversly related to Dollar exchange rate and OPEX. But discount
rate not give any changes to PBP."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T39363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franky Haryoko
"ABSTRAK
Komselindo aebagai salah satu operator seluler mengoperasikan dua macam teknologi
yaitu AMPS (analog) dan CDMA (digital) AMPS yang memakai teknologi analog
mempunyai banyak kekurangan dibandingkan OSM yang memakai teknIogi digital,
sehingga banyak pelanggan AMPS yang beralih ke GSM. Untuk mengimbangi GSM dan
memberi palayanan yang lebih baik pada pelanggan, Komselindo mulai tahun 1997
memasang CDMA di seluruh wilayah pelayanannya. Namun sangat disayangkan krísis
moneter yang melanda Indonesia pertengahan 1998 telah menyebabkan tertundanya
peluncuran CDMA secara besar-besaran hingga saat ini. Nilai tukar Rp. terhadap US$ yang
terus melemah menyebabkan harga handset CDMA yang harus diimpor menjadi mahal saat
dijual di Indonesia, sehingga tidak terbeli oleh sebagian besar masyarakat, terlebih pada
situasi krisis saat itu.
Kondisi perekonomian mulai membaik dan pasar telepon seluler mulai tumbuh
kembali dengan pesat, tetapi CDMA belum bisa beroperasi sepenuhnya menggantikan AMPS.
Penyebab yang membuat pelanggan AMPS maupun GSM enggan untuk memakai CDMA
antara lain harga handset yang masih sedikit lebih mahal dibandingkan handset GSM, model
handset kurang menarik dan daerah pelayanan yang tidak seluas GSM. Faktor keterbatasan ini
membuat pelanggan Komselindo yang kurang puas dengan AMPS berpindah ke GSM.
Menurunnya jumlah pelanggan membuat pendapatan Komselindo ikut menurun
sehingga struktur keuangan perusahaan tidak kuat. Struktur keuangan yang lemah membuat
Komselindo tidak mempunyal dana cukup untuk melakukan promosi besar-besaran, sehingga
CDMA kurang dikenal oleh masyarakat luas. Seperti diketahui behwa untuk memperkenalkan
sesuatu yang baru diperlukan promosi yang besar dan Intensif Ditambah lagi akan masuknya
9 pemain baru yang mengoperasi teknologj DCS 1800 (GSM 1800) pada tahun 2001 yang
didukung modal besar dan teknologi seluler baru akan menjadi ancaman berat untuk
Komselindo.
Trend teknologi seluler masa depan (3G) yang berbasis teknologi digital CDMA,
pertumbuhan pasar telepon seluler yang makin pesat dan didukung faktor-faktor internal yang
menguntungkan seperti pengaIaman sebagai operator seluler sejak tahun 1991, bangkitnya
R&D menjadi dasar bagi Komselindo untuk menerapkan strategi growth untuk jangka waktu
5 tahun ke depan. Permasalahan internal Komselindo seperti struktur keuangan yang lemah,
kondisi SDM dengan loyalitas kerja rendah, koordinasi internal kurang baik merupakan
hambatan tersendiri untuk mencapai tujuan jangka panjang growth. Untuk itu harus disusun
strategi jangka pendek untuk 2 tahun ke depan yang terdiri dari beberapa strategi fungsional
seperti pemasaran selektif keuangan mandiri, memberdayakan SDM, mengaktifkan R&D dan
mengefekifkan operasional.
Pelaksanann strategi fungsional jangka panjang dan jangka pendek di atas dituangkan
dalam program-program yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing bidang. Dengan
memperkuat kondisi internal, akan mengurangi kelemahan dan meminimkan ancaman,
Sehingga Komselindo siap mencapai pertumbuhan (growth) untuk jangka waktu 5 tahun ke
depan dan CDMA bisa menjadi alternatif berkomumkasi seluler disamping GSM.
"
Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T2887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriza Matillya SR
"Kunci keberhasilan berkompetisi pada industri wireless yang sangat ketat adalah speed. Salah satu strategi agar proses pengambilan keputusan dapat terjadi secara cepat adalah memisahkan proses bisnis Flexi Mandiri dengan proses bisnis PT. Telkom. Persaingan industri telekomunikasi yang semakin ketat menyebabkan market share Flexi wilayah khususnya jabodetabek masih kalah dengan kompetitor terdekatnya Esia dimana market share Esia 63% , Flexi 37% [4].
Mengingat keluhan akan kualitas layanan Flexi masih tinggi yaitu sebesar 51%[11] maka Flexi harus menyiapkan strategi yang tepat yaitu dengan menyediakan service dan operational excellent kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan market shared dan revenue perusahaan. Network operation sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan infrastruktur Flexi dituntut untuk menghasilkan service dan operational excellent agar dapat menyediakan kualitas layanan Flexi yang prima dan memuaskan bagi pelanggan. Dengan adanya KD 07/ 2009 mengenai transformasi organisasi Flexi menuju organisasi mandiri menyebabkan adanya perubahaan framework dan strategi khususnya unit network operation dalam rangka memenangkan kompetisi.
Dari hasil analisis framework organisasi dengan menggunakan eTOM didapatkan bahwa untuk dapat menghasilkan service dan operasioanal excellent maka ada beberapa sub bidang baru yang perlu ditambahkan dalam struktur organisasi network operation Flexi mandiri dan penambahan formasi SDM sebanyak 43.02%, selain itu proses bisnis yang disusun berdasarkan kerangka eTOM juga diharapkan dapat menghasilkan kinerja operasional yang excellent. Selain framework yang optimal, strategi manajemen dengan menggunakan BSC juga menunjukkan bahwa network operation harus mencapai target financial sebanyak 4.1 T dengan efisiensi CAPEX dan OPEX sebesar 90% didukung oleh KPI customer yang ketat dan program deployment maupun improvement di jaringan TelkomFlexi diharapkan dapat menghasilkan service & operational excellent dalam rangka memenangkan kompetisi industri telekomunikasi.

Speed is one of key success factor in wireless industry. The Separation of business process of Flexi Mandiri from PT Telkom is one of the strategies to accelerate decision making. High competition in telecommunication industry in Indonesia causing market share of Flexi especially in Jabodetabek area still below from nearest competitor, Esia where market share of Esia 63%, Flexi 37% [3].
Because of high customer complain about Flexi quality of service 51% [7], so that Flexi must prepare good strategy by providing service and operational excellent to the customer in order to increase market share and revenue of the company Network operation as a unit which responsible in managing the infrastructure of Flexi Network, must deliver service and operational excellent to provide good quality of service of Flexi product to satisfy the customer. Due to KD.07 which saying about transformation of Flexi Organization into independent organization, will cause changes of framework and strategy especially in Network Operation Unit to win the competition.
The result of organization framework analysis using eTOM shows that to provide service and operational excellent, Network Operation unit of Flexi Mandiri must add several new sub-unit into organizational structure and additional human resource about 43.02%. Add to it, business process which designed using eTOM framework should produce excellent of operational performance. In spite of optimal framework, management strategy using BSC shows that network operation must achieve financial target 4.1 T with CAPEX&OPEX efficiency 90% supported by high KPI customer index and program of deployment and improvement Telkom Flexi Network should also produce service and operational excellent to win the competition in telecommunication industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T40868
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifki Nugroho
"Industri telekomunikasi memiliki peluang di bidang IoT dengan menggelar teknologi LPWA sebagai jaringan aksesnya. Teknologi LPWA yang dapat diterapkan oleh operator telekomunikasi adalah teknologi NB-IoT. Teknologi NB-IoT merupakan pengembangan dari teknologi LTE dan dapat diterapkan dalam blok frekuensi LTE dengan mode inband atau guardband dan dapat juga diterapkan dengan mode outband yang menempati blok frekuensi tersendiri yang terpisah dari LTE. NB-IoT dengan mode inband dan guardband memiliki kendala dari sisi penentuan harga BHP yang nilainya berdasarkan harga BHP untuk LTE karena NB-IoT menempati blok frekuensi yang sama.
Pembebanan harga BHP layanan legacy untuk NB-IoT menjadi masalah karena BHP masih dihitung dengan skema industri legacy yang berbasis layanan untuk manusia sedangkan pada NB-IoT layanannya digunakan oleh mesin. Perbedaan model bisnis ini membuat harga BHP yang diterapkan belum tentu sesuai untuk bisnis layanan NB-IoT. Permasalahan kedua adalah pada penerapan BHP frekuensi NB-IoT dengan mode outband yang belum memiliki regulasi untuk menentukan besaran BHP-nya. Oleh karena itu, penelitian ini akan melakukan pengujian terhadap kelayakan investasi NB-IoT mode inband yang terbebani dengan harga BHP legacy dan melakukan penghitungan harga BHP frekuensi yang sesuai untuk NB-IoT mode outband.
Pengujian dilakukan dengan pendekatan tekno ekonomi untuk menghasilkan angka net present value (NPV) sebagai indikator kelayakan investasi teknologi. Nilai NPV didapat dengan membuat cashflow investasi NB-IoT yang berdasarkan pada proyeksi kebutuhan spektrum, biaya CAPEX dan OPEX serta proyeksi revenue NB-IoT. Pengujian dilakukan dengan periode investasi di tahun 2018 hingga tahun 2022 di wilayah DKI Jakarta. Uji investasi NB-IoT mode inband memberikan nilai NPV sebesar -27.817.011.428 dengan harga BHP mengacu pada harga lelang frekuensi 2,1 GHz di tahun 2017.
Uji NPV yang kedua memberikan hasil sebesar -4.018.684 dengan harga BHP mengacu pada harga lelang frekuensi 2,3 GHz di tahun 2017. Nilai NPV pada investasi NB-IoT mode outband diuji menggunakan harga BHP ISR dengan pilihan aplikasi jasa wirelss data primer dan hasil NPV yang didapat adalah sebesar 35.466.419.374. Penelitian ini juga melakukan penghitungan untuk mendapatkan harga BHP yang sesuai untuk bisnis LPWA yaitu sebesar Rp. 1.156.833.369,- per MHz.

The telecommunication industry has an opportunity in the field of IoT by deploying LPWA technology as its access network. LPWA technology that can be applied by telecommunication operators is NB-IoT technology. NB-IoT technology is a development of LTE technology and can be implemented in LTE frequency blocks with inband or guardband modes and can also be implemented with outband mode that occupies separate frequency blocks from LTE. NB-IoT with inband and guardband modes have constraints from the BHP pricing whose value is based on BHP price for LTE because NB-IoT occupies the same frequency block.
The imposition of legacy BHP service prices for NB-IoT is a problem because BHP is still calculated by the legacy industry-based service scheme for humans while in NB-IoT its services are used by machines. This business model difference makes BHP price applied not necessarily suitable for NB-IoT service business. The second problem is the application of BHP frequency NB-IoT with outband mode that has not been regulated to determine the price of BHP. Therefore, this research will examine the feasibility of investment in NB-IoT loaded with legacy BHP price and calculate the corresponding BHP frequency price for NB-IoT outband mode.
The test is done with techno economic approach to generate net present value (NPV) as an indicator of technological investment feasibility. NPV value is obtained by making cashflow of NB-IoT investment based on spectrum requirement projection, CAPEX and OPEX cost and NB-IoT revenue projection. The test is done with the investment period in 2018 until 2022 within the area of DKI Jakarta. The investment test of NB-IoT inband mode gives the NPV value of -27.817.011.428 with BHP price referring to the 2.1 GHz frequency auction price in 2017.
The second NPV test gives a result of -4.018.684 with BHP price referring to the frequency auction price 2.3 GHz in 2017. The NPV value of the NB-IoT outband mode investment is tested using the BHP ISR price with the application choice of primary data wirelss services and the NPV yield obtained is 35,466,419,374. This research also does the calculation to get the appropriate BHP price for LPWA business which is Rp. 1.156.833.369, - per MHz.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>