Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216307 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuni Astuti
"Latar Belakang: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun kronik, menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri, sehingga menyebabkan inflamasi serta kerusakan jaringan atau organ. SLE dapat menyerang multiorgan dengan gejala sistemik dan mulut yang sangat bervariasi. Keluhan pasien SLE di dalam rongga mulut dapat berupa mulut terasa terbakar, xerostomia, sore mouth, dan masalah lainnya. Terapi Kortikosteroid merupakan terapi utama yang hampir semua pasien SLE mengkonsumsinya, untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan jaringan yang terkait dengan reaksi autoimun. Sehingga keluhan di mulut yang dirasakan penderita SLE dapat saja akibat dari penyakitnya, namun dapat juga sebagai akibat dari efek obat yang harus terus dikonsumsi dalam jangka panjang bahkan seumur hidup.
Tujuan: Untuk mengetahui gejala, jenis edikasi, keluhan di mulut, serta kemungkinan efek penggunaan obat jangka panjang pada Odapus yang bergabung di Yayasan Lupus Indonesia (YLI) periode 13 November- 4 Desember 2008.
Metode: Penelitian deskriptif, dengan pengambilan data secara potong lintang, menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis ekstra dan intra oral. Selain itu untuk mengetahui adanya xerostomia dilakukan pengukuran kuantitas saliva tanpa stimulasi.
Hasil: Diperoleh 30 subyek penderita SLE, terdiri 4 orang laki-laki dan 26 perempuan. Usia berkisar antara 17 tahun sampai 49 tahun atau rata-rata usia adalah 33 tahun. Sebagian besar subyek berpendidikan tinggi yaitu mencapai tingkat perguruan tinggi sebesar 66%. Distribusi gejala berdasarkan kriteria ACR sesuai 5 urutan tertinggi meliputi: Anti ds-DNA dan LE positif, Titer ANA positif, Artritis, Bercak discoid dan ulserasi di mulut. Kortikosteroid dikonsumsi secara rutin oleh 27 orang (90%) subyek dengan dosis yang bervariasi (0,5-32 mg). Obat lain adalah golongan imunosupresan, asam salisilat, dan antasida. Dari pemeriksaan kelenjar limfe submandibula, submental dan servikal lebih banyak yang teraba tetapi tidak sakit dibandingkan yang tidak teraba. Penurunan kuantitas saliva dialami oleh 90 % subyek dengan tingkat sedang sampai buruk. Lesi oral tidak banyak dijumpai yang terkait manifestasi SLE, karena telah dikendalikan oleh obat kortikosteroid dan imunosupresan dengan dosis tertentu sebagai pemeliharaan dalam jangka panjang. Beberapa subyek mengalami lesi putih dan beberapa lainnya kehilangan integritas mukosa yang kemungkinan berkaitan dengan efek obat jangka panjang.
Simpulan: Dari penelitian menunjukkan bahwa secara umum pasien SLE adalah perempuan. Ulser oral merupakan salah satu gejala dari kriteria ACR yang paling banyak dikeluhkan saat penelitian. Pembesaran kelenjar yang ada pada pasien bisa diakibatkan SLE yang menyerang getang bening. Lesi dapat terjadi pada saat penggunaan obat karena efek obat yang dapat menekan imun tubuh Odapus, hingga tubuh maupun bagian oral Odapus secara umum mudah terserang infeksi.

Background: Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune disease that the immune system attacks cells and tissues or organs of their own body. It can cause inflammation and organ or tissue damages. SLE can attack multiorgan with varieties in systemic and oral condition. Oral complains of SLE patients in mouth cavity include burning sensation, xerostomia, sore mouth, etc. orticosteroid therapy is the first therapy for most SLE patients to reduce inflammation and tissue damages related to autoimmune disease. So, oral signs and symptoms of SLE patients can be caused by the disease, but it can be also side effects of long-term or even life-time consumed corticosteroids.
Objective: to know symptoms, remedy, oral complains and the possibility of long term medication effect of patients with Systemic Lupus Erythematosus at Indonesian Lupus Foundation from November 13th until December 4th 2008.
Method: descriptive research using questioner and clinical examinations including extra- and intraoral examinations. To diagnose xerostomia, saliva quantity measurement without stimulation is done.
Results: There are 30 respondents which are SLE patients consist of 4 men and 26 women. Their ages are between 17 and 49 years or it can be said that the average age is 33 years. Most of them are well educated (66% of them is bachelor). Symptom distribution based on ACR criteria arranged from the top five including Anti ds-DNA and LE positive, ANA positive, Arthritis, discoid spot and ulceration in the mouth. Corticosteroid is consumed routinely by 27 subjects (90%) with variety in doses (0.5-32 mg). Another drugs used are mmunosuppressan, salicylate acid, and antacid. From submandible, submental, and cervical limp gland examination, it is found that the limp glands are more frequently touched but unhurt. The decreasing of saliva quantity from moderate until severe level is encountered in 90% subjects. Few oral lesions are related to SLE manifestation because it is controlled by corticosteroid and immunosuppressan in particular dose and long tem consumption. Several subjects have white lesions and other subjects loose their mucosa integrity that related to long term drug consumption.
Conclusion: From this research, it is found that in general SLE patients are women. Oral ulceration is one of the symptoms based on ACR criteria and is most frequently found in the examinations. Limp enlargement on SLE patients can be caused by the SLE that attacks the limp gland. On the other side, the lesions can be caused by drugs consumptions since the drugs can suppress the immune system of SLE patients that the body and oral cavity of SLE patients in general are easily infected.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Rony Poltak Hamonangan
"Tesis ini membahas hubungan kausal antara kebijakan dividen terhadap dividen, investasi dan utang (long term debt), kebijakan investasi terhadap keputusan dividen, investasi dan utang (long term debt) dan kebijakan pendanaan terhadap keputusan dividen, investasi dan utang jangka panjang. Dalam pengujian kebijakan deviden, investasi dan utang (long term debt1, sampel yang digunakan adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdiri dari tiga sub sektor yaitu industri barang konsumsi, industri dasar dan kimia serta berbagai industri dengan jumlah sampel 104 perusahaan manufaktur di periode 1997-2014). 2006. Variabel yang digunakan adalah dividen tunai yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham, investasi dalam bentuk aset dan pendanaan dalam bentuk hutang jangka panjang. Pengujian ketiga variabel dividen, investasi dan pendanaan menggunakan Causality Ann Vector Autoregressive Amarah model dengan tingkat o = 10%, model sukses dalam memprediksi tiga variabel dividen, investasi dan utang jangka panjang, analisis dilakukan secara bersamaan.

This thesis discusses the causal relationship between dividend policy on dividend, investment and debt (long term debt), investment policy on dividend decision, investment and debt (long term debt) and funding policy on dividend decision, investment and long term debt. In testing dividend, investment and debt policies (long term debt1, the sample used is all manufacturing companies consisting of three sub-sectors, namely the consumer goods industry, basic and chemical industry and various industries with a total sample of 104 manufacturing companies in the period 1997-2014). 2006. The variables used are cash dividends paid by the company to shareholders, investment in the form of assets and funding in the form of long-term debt.The test of the three dividend, investment and funding variables uses the Causality Ann Vector Autoregressive anger model with a rate of o = 10%, success model in In predicting the three variables of dividends, investments and long term debts, the analysis was carried out simultaneously."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26598
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dendi Wijayatullah
"Diprediksi pertumbuhan trafik data mobile dunia pada tahun 2024 akan mencapai 136 exabyte (EB) dimana 95% diantaranya diprediksi berasal dari perangkat smartphone. Trend trafik data ini bertumbuh dengan compound annual growth rate (CAGR) sebesar 31%. IoT pun diprediksi akan tumbuh tiga kali lipat antara tahun 2017 sampai 2025 yang mencapai 25 milyar koneksi. Dengan prediksi pertumbuhan trafik dan subscriber (baik manusia maupun mesin) yang sedemikian tinggi, maka penting bagi operator untuk mempunyai jaringan yang handal agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Jaringan seluler yang dimiliki oleh operator harus dapat memiliki arsitektur yang fleksibel dan kapasitas jaringannya dapat diatur agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan trafik. NFV menjanjikan jaringan yang lebih fleksibel agar operator dapat meningkatkan kapabilitas dan layanan jaringan operator kepada pelanggan, serta kemampuan untuk mengimplementasikan jaringan baru dan memberikan layanan baru lebih cepat dan lebih murah sehingga dapat mewujudkan tingkat agility layanan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa NFV layak untuk diimplementasikan  pada jaringan Telkomsel. Berdasarkan analisis kelayakan investasi dan analisis biaya-manfaat, implementasi peningkatan kapasitas jaringan NFV layak untuk diimplementasikan di Jabotabek, Jawa Timur, Kalimantan dan Sulawesi. Teknologi NFV dapat dipilih karena memiliki nilai NPV, IRR dan B/C lebih besar dibandingkan dengan teknologi konvensional. Jika dijadikan prioritas, maka Regional Jabotabek dan Jawa Timur dapat dijadikan prioritas karena memiliki nilai NFV dan IRR yang lebih besar dibandingkan dengan Kalimantan dan Sulawesi.

It is predicted that mobile data traffic growth will reach 136 exabytes (EB) in 2024, of which 95% are predicted from smartphone devices. The trend is growing with a compound annual growth rate (CAGR) of 31%. IoT is also predicted to grow three times between 2017 and 2025 which reaches 25 billion connections. By the growth of traffic and subscribers (both human and machine) that are so high, it is important for operators to have a reliable network to provide the best service to customers. Celluler networks owned by operators must be able to have a flexible architecture and scalable network capacity that be able to adapt to traffic requirements. NFV promises a more flexible network so that operators can improve the capabilities and services of network, as well as the ability to implement new service and provide new services faster and cheaper so they can achieve a better level of service agility. The results of this study indicate that NFV is feasible to be implemented on Telkomsel networks. Based on investment feasibility analysis and cost-benefit analysis, the implementation of increasing NFV capacity is feasible to be implemented in Jabotabek, East Java, Kalimantan and Sulawesi. NFV technology is chosen because it has an NPV value, IRR and B C is greater than conventional technology. If it is made a priority, the Jabotabek and East Java regions can be prioritized because have a higher NFV value and IRR compared to Kalimantan and Sulawesi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T52908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halomoan, David Sutrisno
"Perkembangan teknologi telekomunikasi telah mencapai generasi ke empat (4G). salah satu teknologi perintis untuk 4G adalah Long Term Evolution atau yang disingkat LTE. Pada LTE, seluruh akses telekomunikasi adalah berdasarkan IP baik itu panggilan suara maupun layanan data dan juga terdapat AMC atau Adaptive Modulation and Coding yang akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi kanal transmisi yang ditandai dengan parameter CQI. Skripsi ini mensimulasikan kualitas suara pada saat layanan panggilan suara dilakukan pada keadaan kanal yang berbeda-beda dan pada modulasi yang berbeda-beda (QPSK, 16QAM, dan 64QAM). berdasarkan simulasi dan survey kepada 20 orang responden didapatkan hasil bahwa nilai BER 7.54e-6 adalah nilai batas terburuk sebuah BER pada layanan panggilan suara.

The development of telecommunication technology has reached its fourth generation (4G) where Long Term Evolution (LTE) is one of its pioneering technology. In LTE, all communications are IP Based including voice call. There is also Adaptive Modulation and Coding (AMC) in LTE where the modulation scheme and channel coding are adaptive to channel condition which is indicated by CQI (Channel Quality Indicator). This work simulates the quality of voice call on different modulation scheme (QPSK, 16QAM, and 64QAM) in different CQI. Simulation and survey to 20 respondents yield that BER of 7.54e-6 is the worst limit for voice call service."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S47313
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fahmi
"LTE (Long Term Evolution) merupakan salah satu teknologi telekomunikasi nirkabel yang saat ini sedang dikembangkan. Teknologi ini dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency, biaya operasional yang rendah bagi operator, serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna. Dengan menggunakan antena MIMO diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transmisi sinyal. Adanya penambahan komponen aktif power amplifier dapat meningkatkan gain, bandwidth, dan menurunkan mutual coupling dari antena. Semakin besar gain yang dihasilkan maka jarak pancaran gelombang akan semakin jauh. Kondisi ini menguntungkan untuk komunikasi jarak jauh. Pada skripsi ini dilakukan rancang bangun antena pengirim aktif mikrostrip MIMO 2x2 pada frekuensi 2,35 GHz. Antena aktif diletakan pada port 1 dan port 3. Penggunaan pencatu aperture coupled untuk memudahkan integrasi power amplifier pada antena. Dengan menggunakan simulator CST MWS, rancangan optimum menghasilkan impedance bandwidth sebesar 191 MHz pada port 1, dan 189 MHz pada port 3. Adapun gain yang dihasilkan adalah 16.84 dB pada port 1 dan 16.90 dB pada port 3. Hasil pengukuran pada antena aktif pengirim menghasilkan impedance bandwidth sebesar 207 MHz pada port 1 dan 200 MHz pada port 3. Hasil pengukuran gain pad.

LTE (Long Term Evolution) is a wireless telecommunication technology that is currently being developed. This technology is designed to provide better spectrum efficiency, increased radio capacity, latency, low operating costs for operators, and high-quality mobile broadband services to the users. By using MIMO antenna, it is expected to improve the efficiency of signal transmission. The addition of the active components can improve the gain, bandwidth and reduce mutual coupling of the antenna. The high gain is favorable for long-distance communication. In this paper an active integrated microstrip antenna MIMO 2x2 has been designed at 2.35 GHz LTE working frequency. The use of aperture coupled feed is for easy integration between antenna with the active components. Active antenna is integrated in port 1 and port 3. By using CST MWS simulator, the simulation result show that the antenna bandwidth is 119 MHz for port 1 and 189 MHz for port 3, The gain resulted at 2.35 GHz center frequency is 16.84 dB for port 1 and 16.90 dB for port 3. The measurement result show that the impedance bandwidth is 207 MHz for port 1 and 200 MHz for port 3. The gain resulted from measurement at 2.35 GHz center frequency is 12,307 dB and 12,855 dB respectively."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Arief Wibowo
"Teknologi LTE (Long Term Evolution) mampu memberikan efisiensi spektrum yang lebih baik dari teknologi seluler sebelumnya [1] dan bisa menjadi solusi trafik telekomunikasi seluler yang diprediksikan meningkat di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, trafik komunikasi mobile data seluler untuk tahun 2012 dibandingkan tahun 2011 meningkat dengan kisaran kenaikan 55% sampai dengan 80%. Sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar seperti Indonesia [7], India sudah memprediksikan peningkatan trafik seluler akan terjadi di masa mendatang dengan menetapkan National Telecom Policy 2012 yang salah satu isinya menjamin ketersediaan layanan komunikasi data bergerak dengan kecepatan download minimum sebesar 2 Megabit per second (Mbps) pada tahun 2020 [9]. Apabila Indonesia ingin menetapkan hal yang sama (kecepatan download minimum sebesar 2 Mbps) maka dapat diprediksikan kebutuhan frekuensi beberapa operator seluler Indonesia adalah sebesar 399 MHz.
Salah satu pita frekuensi penerapan teknologi LTE yaitu pita frekuensi 2600 MHz digunakan oleh layanan Broadcasting Satellite Service (BSS). Meski demikian, pemerintah telah mengidentifikasi bahwa band frekuensi 2600 MHz merupakan potensi yang dapat digunakan untuk telekomunikasi bergerak pita lebar (mobile broadband). Terkait hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah menganalisa posisi teknologi LTE di pita 2600 MHz dengan menggunakan metode SWOT serta kelayakan alokasi frekuensinya dengan menggunakan metode QSPM.
Berdasarkan hasil analisa SWOT, teknologi LTE berada dalam Kuadran I analisa SWOT. Posisi ini menunjukkan bahwa teknologi LTE memiliki Kekuatan dan Peluang yang lebih besar bagi suatu operator telekomunikasi. Hasil analisa tahap lanjut metode QSPM memperlihatkan bahwa Opsi Alokasi B yaitu penerapan teknologi LTE menggantikan teknologi satelit di pita frekuensi 2600 MHz layak untuk dilakukan dengan nilai terbesar yaitu 143,945. Dukungan untuk implementasi LTE juga dapat dilihat dengan total nilai Opsi Alokasi D untuk status quo yang paling kecil dengan hanya -3,047. Secara umum, responden mendukung untuk diterapkannya teknologi LTE baik bersamaan dengan satelit maupun tidak.

LTE (Long Term Evolution) technology is able to provide better spectral efficiency than previous cellular technologies [1] and could be a solution to the predicted cellular telecommunication traffic increases in the world including Indonesia. In Indonesia, mobile communications data traffic in 2012 compared to 2011 increased within range of 55% to 80%. As the country with the largest population like Indonesia [7], India have predicted an increase in mobile traffic is going to happen in the future by establishing the National Telecom Policy 2012 that ensures the availability of mobile data communication services with minimum download speed of 2 megabits per second (Mbps) in 2020 [9]. If Indonesia wants to set the same (minimum download speed of 2 Mbps), the predicted frequency needs for some Indonesian cellular operator is equal to 399 MHz.
A frequency band for LTE technology implementation is 2600 MHz, currently being used by service Broadcasting Satellite Service (BSS). However, the government has identified that 2600 MHz frequency band is potential for mobile broadband telecommunications. Related to this, the aim of this study was to analyze the position of LTE technology on 2600 MHz frequency bands by using the SWOT method and the frequency allocation feasibility by using the QSPM method.
Based on SWOT analysis result, LTE technology appears in Quadrant I SWOT analysis. This position shows that LTE technology has greater strength and opportunities for a telecom operator. Advanced stage of the analysis, QSPM method shows that the Allocation Option B for LTE technology implementation replacing satellite technology in the 2600 MHz frequency band is feasible with the highest value 143.945. Support for LTE implementation can also be seen with total value of Allocation Option D for the status quo is the smallest with only -3.047. In general, respondents supported the implementation of LTE technology along with satellite or not.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T38675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eleonora Bergita
"Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran tentang posisi penerimaan pesan remaja terhadap pesan sanitasi yang diterima dalam Sosialisasi Sanitasi Publik yang dilaksanakan di Cimahi dan Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsep teori penerimaan pesan Encoding- Decoding oleh Stuart Hall, dengan teori pendukung Theory of Planned Behavior oleh Icek Ajzen dan Human-Processing Information. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Latar belakang penelitian adalah pentingnya peran remaja yang dengan kemampuan kognitifnya mampu menerima pesan sanitasi sehingga dalam kondisi masyarakat yang minim kesadaran sanitasi dapat berperan dalam menyebarkan pentingnya pesan dalam masyarakat yang sebagian besar hidup dalam lingkungan yang kotor dan mengalami banyak penyakit terkait dengan kebersihan lingkungan, seperti diare dan lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi narasumber remaja pada umumnya dominant-hegemonic, dan ada pula yang negotiated. Posisi penerimaan pesan sanitasi remaja tersebut ditentukan oleh pengalaman hidupnya. Posisi penerimaan pesan didukung dengan penelitian melalui Theory of Planned Behavior melalui analisis human information processing untuk melihat faktor-faktor yang membentuk intensi remaja terhadap pesan sanitasi, yaitu attitude toward behavior yang positif, adanya subjective norms, dan juga kontrol perilaku atau faktor-faktor yang mendorong atau penghambat penerimaan pesan remaja. Penelitian ini dilakukan melalui humaninformation processing.

The research has been conducted to get a description on the adolescents? audience reception positions on sanitation public diplomacy campaign in Cimahi and Yogyakarta. The research used the audience reception theory ? particularly the encoding-decoding theory developed by Stuart Hall, supported by other theory from Icek Ajzen called Theory of Planned Behavior and human processing information. The research is conducted using a qualitative approach. The background of the research is that with their cognitive development adolescence can receive complex message and can play an important role to spread sanitation message among the society, even though most of them are living under poor sanitation condition which causes several diseases, such as diarrhea.
The research shown that most of the adolescence informants have chosen a dominanthegemonic position, and one of them has a negotiated position. The positions is supported by a research using the Theory of Planned Behavior through human information processing to look for factors which create adolescence?s intention to sanitation message, which include positive attitude toward behavior, subjective norms, and perceived behavior control or factors which encourage or impede adolescence?s reception on the message. The reseach has been conducted using human information processing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurichwan
"Tugas akhir ini membahas masalah long term care insurance yang berdiri sendiri dimana perhitungan preminya menggunakan metode fixed benefit dan kombinasi antara fixed benefit dan indemnity insurance, selain itu juga dibahas elemen-eleman yang mempengaruhi perhitungan premi tersebut secara menyeluruh."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1993
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Yuliawati
"Drive test merupakan suatu pengukuran langsung yang bertujuan untuk mengetahui kondisi jaringan dari suatu operator dalam suatu wilayah. Skripsi ini membahas permasalahan yang berhubungan dengan kondisi jaringan 3G di area Cluster 1 dan Cluster 2 Tebet dari hasil pengukuran drive test berdasarkan standar parameter jaringan yang dipakai oleh operator, yaitu CPICH RSCP (Commant Pilot Channel Receive Signal Code Power), CPICH Ec/No (Commant Pilot Channel Energi Carrier per Noise), SQI (Speech Quality Index), CSSR (Call Setup Success Rate), CCSR (Call Complation Success Rate), SHO SR (Soft Hand Over Success Rate), CDR (Call Drop Rate).
Dari hasil drive test dengan metode benchmark ini diketahui operator mana yang belum mencapai target untuk beberapa standar parameter jaringan. Untuk selanjutnya dari hasil drive test ini akan dipakai oleh pihak operator selaku penyedia layanan telekomunikasi untuk melakukan optimasi agar tercapai suatu hasil standar jaringan yang baik yang sesuai dengan standar parameter jaringan yang dipakai oleh operator.

Drive test is a direct measure that aims to determine the condition of the network of an operator in the region. This thesis discusses the problems associated with the condition of the 3G network in the area Cluster 1 and Cluster 2 Tevet of drive test measurement results based on the standard parameters used by the network operator, the CPICH RSCP (Commant Pilot Channel Received Signal Code Power), CPICH Ec / No (Commant Energy Pilot Channel per Carrier Noise), SQI (Speech Quality Index), CSSR (Call Setup Success Rate), CCSR (Complation Call Success Rate), SHO SR (Soft Hand Over Success Rate), CDR (Call Drop Rate).
From the results of test drives with benchmark method is known which operator has not reached the target for some standard network parameters. To further drive the results of these tests will be used by the operator as a telecommunications service provider to perform the optimization in order to achieve a good outcome networking standard that complies with the parameters used by the network operator.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S43523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utama Prillianto Putra
"Teknologi informasi menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat zaman sekarang. Mobilitas pengguna yang tinggi menjadikan teknologi LTEmenjadi salah satu solusi yang sangat digemari karena mengijinkan user untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain selama masih dalam coverage area network. Kehandalan dari jaringan LTE ini seharusnya lebih baik dari teknologi wireless telekomunikasi yang kita pakai seperti WCDMA dan GPRS.Pada skripsi kali ini dibuat sebuah rancangan sistem untuk pengadaan QoS pada jaringan LTE untuk User Equipment. Dimana dari pengadaan QoS tersebut akan ada data yang akan memperlihatkan bahwa kinerja User Equipment di jaringan LTE handal. Penelitian akan dilakukan secara simulasi dengan NS 3 dengan pengukuran untuk kehandalan dari User Equipment pada bagian teknik konfigurasi dan juga jarak yang akan dicoba. Kondisi skenario dan topologi dibuat sedemikian rupa dengan kondisi jaringan LTE di dunia nyata. Dari keadaan tersebut akan dilihat kinerja kehandalan jaringan LTE terutama pada User Equipment Measurement terpercaya. Ini dapat dibandingkan dengan tabel CQI dimana QoS untuk delay berada disekitaran 100ms atau 0,1 detik sampai 300ms atau 0,3 detik.
Information technology is becoming a necessity that can not be separated in public life today. Reliability make LTE technology is a solution that is very popular because it allows a user to move from one place to another as long as the coverage area of the network. The reliability of the LTE network is supposed to be better than the wireless telecommunications technology that we use such as WCDMA and GPRS. In this thesis,was made a scenario of provisioning system for QoS on the network for LTE User Equipment. Where as the QoSprovisioning willmake a data that would show that the performance of User Equipment in a reliable LTE network. Research will be carried out in simulations using NS 3 with measurements for the reliability of User Equipment around the configuration techniques and also the distance that are will be tried. Condition scenarios and topologies created in such a way with LTE network conditions in the real world. From these circumstances we can verify LTE network reliability, especially on the User Equipment Measurement reliability. This result can be compared with the CQI table where the result is still in within reach on the table delay where as the delay are 100ms or 0,1s second and 300ms or 0,3 seconds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>