Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Yulianty
"Khmer Merah berhasil meraih kekuasaan di Kamboja dengan menggulingkan pemerintahan Lon Nol pada 17 April 1975. Pemerintahan Khmer Merah dipimpin oleh Pol Pot, seorang pemimpin yang bersikap diktaktor. Di bawah pimpinannya, kebijakan yang ekstrim diberlakukan dengan berdasar pada prinsip sosialisme, egalitarianisme, dan self¬sufficient. Kebijakan tersebut tidak membuat Kamboja menjadi lebih baik Banyak yang menentang kebijakan yang dibuat Pol Pot. Untuk mempertahankan kekuasaannya Khmer Merah tidak segan untuk membunuh orang yang menentangnya, termasuk kader dan tokoh Khmer Merah. Pol Pot juga merasa terancam oleh negara¬negara tetangga Kamboja. Vietnam adalah ancaman terbesar bagi Pol Pot. Keinginan Vietnam untuk mewujudkan terbentuknya Federasi Indocina dan memperluas wilayah perairan di Pulau Phu Quoc menjadi ancaman bagi kekuasaan Khmer Merah dan kedaulatan Kamboja. Sikap melawan Khmer Merah kepada Vietnam membuat Vietnam berupaya untuk menjatuhkan Khmer Merah dari pemerintahan Kamboja. Invasi yang dilakukan Khmer Merah ke wilayah Vietnam menciptakan kesempatan bagi Vietnam untuk menyerang Kamboja secara besar¬besaran untuk menjatuhkan Khmer Merah. Serangan tersebut melibatkan kader¬kader Khmer Merah yang bertentangan dengan Pol Pot yang berada di Vietnam. Serangan tersebut berhasil menjatuhkan pemerintahan Khmer Merah pada 7 Januari 1979. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12177
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Purnaningsih
"Secara umum Tulisan ini ingin melihat suatu fenomena politik yang terjadi di Kamboja pada periode 1993-1998. Di mana dalam periode tersebut, Kamboja yang memiliki sistem pemerintahan parlementer mengalami jatuh bangunnya pemerintahan koalisi. Kamboja memang dikenal sebagai negara yang penuh konflik. Mungkin hal ini pulalah yang menyulitkan setiap usaha rekonsiliasi yang terjadi di negeri itu, dan konflik ini pula yang kemudian menjadi salah satu penyebab runtuhnya pemerintahan koalisi pertama di Kamboja, selain keterlibatan pihak ketiga yang cukup besar dalam pembentukan pemerintahan itu. Dengan mencerniati gejala di atas, maka dalam penulisan ini konflik antara FUNCIPEC dan CPP, serta keterlibatan UNTAC dan Sihanouk dalam proses negosiasi, dijadikan sebagai veriabel betas yang mengakitpatkan munculnya variabel terikat, yaitu jatuh bangunnya pemerintahan koalisi di Kamboja tahun 1993-1998. Untuk lebih memperjelas hubungan antara kedua variabel itu, tulisan ini juga menempatkan variabel antara, yaitu terjadinya suatu kompromi yang relatif tidak dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan pemerintahan koalisi itu. Dan dalam membantu penganalisaan skripsi ini, penulis menggunakan kerangka pemirkiran dari Lawrence Dodd mengenai koalisi di pemerintahan parlemen, sehingga menjadi lebih jelas terlihat kecenderungan hubungan kausal antara faktor penyebab dan akibat yang dinyatakan dalam suatu model analisa, yang kemudian membentuk suatu asumsi yang ingin diuji. Dengan pengujian asumsi tersebut, maka tujuan dari penulisan ini sendiri yang ingin menjelaskan bagaimana fenomena di atas sampai terjadi di Kamboja, diharapakan akan tercapai. Harapan lainnya juga bahwa skripsi ini nantinya akan bisa bermanfaat bagi pihakpihak lain yang juga tertarik pada masalah Kamboja, setidaknya dalam memberikan reverensi mengenai tulisan-tulisan yang memuat masalah politik di negara tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S4206
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S7302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Minarsih Soediono
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1981
S16552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aprilia Ayuningsih
"Sejak abad ke-19, Kompleks Makam Kamboja Depok telah digunakan sebagai lahan pemakaman umum oleh komunitas Kristiani, baik pendatang dari Eropa maupun wilayah lain di Nusantara. Kajian arkeologi diperlukan untuk melihat bentuk habitus dan kelas sosial dalam masyarakat Depok yang sangat heterogen pada masa kolonial. Kajian dilakukan secara bertahap, mulai dari pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa habitus masyarakat Depok tercermin dari gaya arsitektur nisan yang sangat berkiblat pada budaya Eropa, Belanda zaman VOC. Ketaatan beragama masyarakat Depok sebagai penganut Protestan Calvinis juga sangat kuat, terlihat dari berbagai atribut keagamaan yang terdapat pada ragam hias nisan. Berdasarkan habitus dan ragam modal, masyarakat Depok terbagi dalam tiga kelompok sosial, yaitu kelas dominan, kelas menengah (borjuis kecil), dan kelas bawah (pekerja).

Since the 19th century, the Kamboja Cemetery Depok has been used as a public burial ground by Christian communities, both from Europa and all around Nusantara. Archaeological studies need to be carried out to see what forms of habitus and social class were in the very heterogeneous Depok society during the colonial period. Studies are done in stages, starting with data collection, data processing, analysis, and interpretation. The results explain that the Depok people's habitus is reflected in the architectural style of headstones which is very oriented towards European culture, especially the Dutch on the VOC era. The level of religious observance of the people of Depok as a Calvinist Protestant is also very strong, as can be seen from the religious attributes on the decorative headstones. Based on the habitus and variety of capital, the people of Depok are divided into three social groups, namely the dominant class, the middle class (petty bourgeoisie), and the lower class (workers)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pippo Ardilles
"Artikel ini membahas mengenai peran Pemerintah Indonesia dalam proses Pemerintahan Transisi di Kamboja (UNTAC) tahun 1991-1993. Pada era modern, keduanya menjalin kembali hubungan diplomatik yang sempat terputus di tengah konstelasi politik internasional yang tidak menentu. Kondisi ini membuat situasi dalam negeri Kamboja tidak stabil dan terus-menerus mengalami peperangan dalam negerinya. Hal ini yang membuat Indonesia turut aktif dalam membantu menyelesaikan konflik di kawasan Asia Tenggara karena konflik yang berkepanjangan dapat merusak stabilitas kawasan. Perjanjian Paris 1991 menghasilkan pemecahan permasalahan Kamboja dengan membentuk pasukan penjaga perdamaian yang disebut UNTAC. Berdasarkan hal tersebut, penulis berkesimpulan bahwa keikutsertaan Pemerintah Indonesia dalam UNTAC dipengaruhi oleh faktor eksternal serta dorongan dari dalam negeri untuk memainkan peran kepemimpinan di tingkat regional dan internasional. Berbeda dengan kajian penelitian-penelitian sebelumnya yang membahas penyelesaian konflik Kamboja secara umum dan peran Kontingen Garuda XII-B di Kamboja, penelitian ini berfokus pada motivasi keterlibatan dan peran Pemerintah Indonesia dalam UNTAC tahun 1991-1993. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dilakukan dalam empat tahap yaitu, heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan pada artikel ini adalah surat kabar, majalah, buku, jurnal, dan sumber internet.

This article discusses the role of the Government of Indonesia in the process of the Transitional Administration in Cambodia (UNTAC) in 1991-1993. In the modern era, both of them reestablish diplomatic relations, which had been cut off amid the uncertain international political constellation. This condition makes Cambodia's domestic situation unstable and continues to experience internal wars. This makes Indonesia actively participate in helping resolve conflicts in the Southeast Asian region because a prolonged conflict can damage regional stability. The 1991 Paris Agreement resulted in a Cambodian problem by establishing a peacekeeping force called UNTAC. Based on this, the authors conclude that the participation of the Government of Indonesia in UNTAC is influenced by external factors and encouragement from within the country to play a leadership role at the regional and international levels. In contrast to previous studies that discussed the resolution of the Cambodian conflict in general and the role of the Garuda XII-B contingent in Cambodia, this study focuses on the motivations for the involvement and role of the Indonesian government in UNTAC in 1991-1993. The sources used in this article are newspapers, magazines, books, journals, and internet sources."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S5811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Supriadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Lentera Abadi, 2010
R 320.3 ENS I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>