Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151578 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudhanti Parama Sany
"Skripsi ini menjelaskan hubungan antara simbol dan ritual dalam kebudayaan Masyarakat Desa Pangkalan, Kabupaten Cirebon. Hal tersebut dapat tergambarkan dalam sebuah pertunjukan tari topeng Cirebon di upacara adat Mapag Sri yang masih dianggap sakral hingga saat ini. Padahal, saat ini masyarakat Desa Pangkalan merupakan masyarakat yang terbuka, dengan akses transportasi yang memudahkan mereka untuk berinteraksi dengan kehidupan kota dan lebih mengedepankan sifat-sifat rasional. Interaksi dengan kehidupan kota terjadi sebagai salah satu cara masyarakat Desa Pangkalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang semakin kompleks. Namun, di balik pemenuhan kebutuhan yang semakin kompleks, masyarakat Desa Pangkalan masih mempertahankan upacara adat Mapag Sri dengan pertunjukan tari topeng yang dianggap sakral dan penting sebagai bagian dari upacara adat Mapag Sri hingga saat ini. Oleh karena itu, pertunjukan tari topeng Cirebon dalam upacara adat Mapag Sri merupakan objek penelitian skripsi ini.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan konsep simbol dari Clifford Geertz, yaitu ikon. Ikon merupakan simbol suci yang mampu menyatakan, menyembunyikan, dan menghadirkan yang suci dalam kenyataan. Apalagi, jika ikon ini dihubungkan dengan mitologi, kosmologi, dan kepercayaan sehingga ikon memiliki sifat sakral. Dalam penelitian ini, ikon diletakkan dalam upacara dengan pertunjukan topeng, topeng, hingga dalang yang menarikan tari topeng Cirebon. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang mampu merepresentasikan hubungan antara simbol, kebudayaan, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat Desa Pangkalan akan kehadiran yang suci ke dalam kenyataan melalui pertunjukan tari topeng Cirebon dalam upacara adat Mapag Sri hingga saat ini.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif-Interpretatif. Dengan menggunakan metode ini, peneliti bukan hanya memcari informasi, tetapi lebih kepada untuk memahami suatu objek penelitian berdasarkan makna dan nilai masyarakat yang besangkutan. Dalam hal ini, objek studi dalam metode ini adalah sistem nilai masyarakat yang bersangkutan atau, disebut Clifford Geertz, sebagai logico-meaningful. Dengan menempatkan pertunjukan, topeng, dalang, maupun upacara yang diletakkan ikon, penelitian ini dapat menjelaskan sistem nilai yang tetap diacu sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat Desa Pangkalan hingga saat ini.

This undergraduated thesis describes the relation between symbols, ritual and culture of Pangkalan village society in Cirebon regency. That relation can be seen in a Topeng dance (Mask dance in English ) performance on Mapag Sri tradition ceremony, which still as the sacred one until now. Although nowadays the society in Pangkalan village is open minded society, which seen in a transportation access to the city.. This access make them more to interact with the city life and trust to rational characteristics. The interaction to the city life is one of their ways of completing the needs from an emerging complex society. However, behind the needs of an increasingly complex, society of Pangkalan village still retain traditional ceremony Mapag Sri dance with masks. They belief that this ceremony considered sacred and important part of traditional ceremonies until this day. Therefore, the Cirebon mask dance performance in traditional ceremonies Mapag Sri is the object of research this essay.
The Research was conducted with the use of symbols from Clifford Geertz, Ikon. It is a holy symbol that is capable to clarify, hide, and represent the sacred in to the reality. The Ikon is associated with the mythology, cosmology and the belief of Pangkalan village society, because of that, make ikon has a sacred nature. In this research, Ikon was placed in the mask ceremony, the face mask itself, and the Dalang (mastermind of ceremony) of the Cirebon mask dance. They are a unit that is capable of representing the relations between symbols, culture and community needs of the Pangkalan village to the presence of the holy into reality through the Cirebon mask dance performance in the traditional ceremony of Mapag Sri until now.
The research method used in this research is the Qualitative Method-Interpretative, by using this method, researcher not only looking for information but more to understand the object of a research based on the meaning and value of pertinent community. In this case, the object of study in this method is the value system of society involved or what Clifford Geertz referred as the logico-meaningful. With the mask ceremony, the mask itself, the ?Dalang?, and the ritual where the icon is placed, then this research may explain the value system that still referred as part of the Pangkalan village society culture until to this day."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Artikel ini di sajukan untuk menjelaskan tentang peran elit adat seperti penghulu dan Niniak mamak pada masyarakat Minagkabau secara tradisional sebagai pengayom anak, kemenakan dan kaum pasukan...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Upacara hak-hakan sebenarnya merupakan istilah lokal untuk menyebut tradisi yang mereka banggakan yaitu hak-hakan. hak-hakan merupakan tradisi yang langka dan hanya ada satu wilayah di Kabupaten Wonosobo, bahkan di Privinsi Jawa Tengah...."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Li Jie
"Penelitian ini membandingkan peran gender dan adat dalam upacara pernikahan di Tiongkok dan Vietnam serta implikasinya terhadap norma sosial. Melalui analisis kualitatif, penelitian ini meneliti tradisi pernikahan di kedua negara untuk memahami bagaimana adat memperkuat ekspektasi gender. Di Tiongkok, adat pernikahan lebih menekankan kelanjutan garis keluarga dan menegaskan dominasi laki-laki dalam hierarki keluarga, sementara di Vietnam, lebih berfokus pada kesatuan keluarga dan penghormatan leluhur. Metode penelitian mencakup analisis konten dari media massa, teks akademik, serta analisis narasi tekstual dan visual dari dokumenter yang berkaitan dengan praktik pernikahan. Dengan menggunakan teori ritual Turner, performativitas gender Butler, maskulinitas hegemonik Connell, deskripsi Tebal Geertz, dan teori Objektifikasi Nussbaum, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana adat pernikahan tradisional mempertahankan norma peran gender. Hasilnya menunjukkan bahwa, meski ada perubahan karena modernisasi, banyak praktik tradisional masih memengaruhi pandangan masyarakat di daerah pedesaan. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman tentang fungsi adat pernikahan dalam memperkuat peran gender di Tiongkok dan Vietnam, serta bagaimana modernitas menantang praktik-praktik ini.

This study compares gender roles and marriage customs in wedding ceremonies in China and Vietnam, as well as their implications for social norms. Through qualitative analysis, this research examines wedding traditions in both countries to understand how customs reinforce gender expectations. In China, wedding customs place greater emphasis on the continuation of the family lineage and reinforce the male dominance in the family hierarchy, while in Vietnam, they focus more on family unity and ancestral reverence. The research methodology includes content analysis of mass media, academic texts, along with textual and visual narrative analysis of documentaries related to wedding practices. Using Turner’s ritual theory, Butler’s gender performativity, Connell’s hegemonic masculinity, Geertz’s thick description, and Nussbaum’s objectification theory, this study explores how traditional marriage customs sustain gender role norms. The results indicate that while modernization has brought about changes, many traditional practices continue to influence societal views in rural areas. This research contributes to an understanding of the function of marriage customs in reinforcing gender roles in China and Vietnam, as well as how modernity challenges these practices."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertunjukan topeng di Malang dahulu tersebar di berbagai wilayah Kabupaten Malang yaitu : Dampit ,precet Wajak, Ngajum, Jatiguwi, Senggreng , Pucangsawit,,Kedungmangga dan Jabung..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yogyakarta: Ekspresibuku, 2007
390 JAG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soekisno
"Kearifan tradisional masyarakat desa Tenganan di permukiman yang melestarikan lingkungan hidup, baik lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan buatannya merupakan dambaan bagi setiap warga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya. Permukiman desa Tenganan adalah salah satu kawasan permukiman tua di Bali, terletak di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali. Dibangun sebelum masuknya Majapahit ke Bali, dikenal dengan sebutan desa Bali Aga atau Bali Mula, sedangkan desa-desa di Bali lainnya dibangun setelah pengaruh Majapahit berkembang, dan disebut sebagai Bali Dataran, dimana desadesa di Bali Dataran ini merupakan mayoritas kawasan permukiman di Bali sekarang ini.
Sebagai kawasan permukiman, desa Tenganan ini memiliki ciri khas yang tidak ditemui di desa Bali yang lain, yaitu:
1. Masyarakat desa ini memeluk agama Hindu aliran Indra, dengan tradisi berbeda dibandingkan masyarakat Bali pada umumnya.
2. Desa ini memiliki awig awig (peraturan adat) desa Tenganan, yang mengupayakan pelestarian lingkungan hidup.
3. Masyarakat desa ini memiliki keahlian merajut kain dengan teknik dobel ikat, salah satu dari dua desa di dunia yang memiliki keahlian ini, yang dipergunakan untuk keperluan upacara, namun sekarang dalam jumlah terbatas sudah mulai diproduksi untuk konsumsi wisatawan.
Dengan demikian, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana masyarakat desa Tenganan mengupayakan pelestarian fungsi lingkungan hidup melalui adat dan budaya setempat. Sedangkan manfaat penelitian dapat memberikan masukan pada pengelolaan pariwisata di Bali yang mengembangkan potensi wisata pedesaan, dan dapat mengembangkan pemikiran tentang "etika lingkungan" masyarakat desa Tenganan yang didasarkan pada norma budaya yang ada.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana nilai-nilai tradisi masyarakat desa Tenganan yang melestarikan fungsi lingkungan hidup masih berjalan hingga saat ini, dan bagaimana persepsi masyarakat desa ini terhadap kegiatan wisata dan teknologi.
Penelitian dilakukan dengan metoda deskriptif, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, nyata dan akurat, dan mempelajari masalah masalah yang ada di masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam situasi tertentu di masyarakat, termasuk yang harus diamati adalah hubungan, pandangan, kegiatan kegiatan, sikap sikap, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Nazir, 1988: 63-65).
Sampel diambil dan ketiga Banjar Desa yang berpenduduk 605 orang dalam 233 KK, diambil jumlah responden sekitar 10% dari jumlah KK, yaitu sebanyak 26 KK. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, mengingat ketiga banjar merupakan masyarakat desa yang homogen. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur, wawancara mendalam, pengambilan foto dan data data primer serta studi literatur. Data data setelah dikelompokkan dianalisa secara deskriptip.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan hasil sebagai berikut :
1. Awig awig desa Tenganan Pagringsingan yang ditulis kembali tahun 1925 teryata hanya mengatur upaya pelestarian lingkungan alam dan lingkungan sosial, sedangkan upaya pelestarian lingkungan buatan tidak tersentuh oleh awig . awig tersebut. Untuk mengatasi kesenjangan ini, masyarakat desa ini membuat peraturan khusus tentang tata cara perluasan atau perbaikan rumah pada tahun 1987, namun tampaknya tidak sepenuhnya berhasil, karena beberapa perubahan fisik tetap dilakukan warga desa.
2. Persepsi masyarakat desa ini terhadap unsur unsur pembaharuan dibidang pendidikan, kesehatan, pariwisata dan teknologi ternyata ditanggapi positif, meskipun disadari bahwa ekses negatip yang muncul akibat kedatangan wisatawan tetap ada.
3. Unsur pendidikan ternyata menjadi unsur pokok yang merubah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi yang melestarikan lingkungan hidup.

The Traditional Discretion and Sustainable Environment (The Case Study at Tenganan Pagringsingan Villages, Karangasem, Bali)The traditional discretion at the habitat which is conserve living environment, weather nature environment, social environment and human made environment is every people deire for getting a better life for him and his family. The traditional villages of Tenganan, is one of oldest habitat area in Bali, they are at Manggis Distract, Karangasem, Bali. Tenganan it was built before the Majapahit people come to Bali which is called as Bali Aga village or Bali Mula, but the other villages in Bali was built after the Majapahit influence have been grown, and called as Bali Dataran, where the Bali Dataran villages is the majority of the habitat area in Bali nowdays.
As the Tenganan villages has a specific caracteristic which is can't found in other village in Bali, that is :
1. The people in this village embraces the Indra Hindus religion, different with the Bali society.
2. This village have awig awig (the traditional rules), which is trying to conserve environment.
3. They have skill todo a textile with a double bundle technique, which one out of two village in the world has this skill, used for the ceremonial. Nowdays, in limited addition have been produce for tourist consumption.
Indeed the goal of this studies is to know how the people of Tenganan Pagringsingan village conserving the living environment function through its culture and tradition. On the other hand, the using of this study has made an input to Bali tourism center, which is to open tourist potention in the village, and also to expend the mind about "environment ethics" of Tenganan Pagringsingan villagers, which is based on cultural ethics.
The problem of this study is how the traditional discretion of Tenganan people to sustained on living environment function still running in this days, and how this villagers perception to tourism activity and technology.
The study being established by descriptive method, the goals of this study is to make description, sistematic, phenomena description, real and accurate, and to study problems within the society and action has been done at specific situation, including the study of relationship, the view, activities, manners, and the running process also the impact of a fenomena.
Samples taken form the three banjar village, which have 605 peoples in 233 families, and the respondent about 26 families. Sample has been taken with purposive sampling, knowing that the three banjar villagers is homogen. Data gathered which structured interview, inside interview, photo and primer data also literatures study. The data being analize descriptively.
The result of study and examination shows as follows :
1. The awig awig of Tenganan villages was rewriten in 1925, actualy only to organize nature and social conservation. But the human made concervation not writen on it. To solve this, the villager made a special rule, which is about how to maintance home in 1987, but it is not fully work, because some of phisical changes still been done by the villagers.
2. Villagers perception about some changes in education, health, tourism and technology has positive feed back, although it is realized also has a negative side due to tourist visitors.
3. Education turn up to be the main elemen transformed to knowladge, attitude and people behavior to traditional vallues which is conserves living environment.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>