Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Awanis Luthfiyanti
"Proses modernisasi merupakan salah satu tahap penting dalam perjalanan sebuah negara maju, termasuk Jepang. Modernisasi Jepang ditandai oleh Restorasi Meiji pada tahun 1868. Dalam proses modernisasi tersebut pendidikan memegang peranan penting sebagai media untuk mengedukasi seluruh masyarakat. Mulai masa ini pula, sistem pendidikan Jepang berbentuk meritokrasi yang memberi kesempatan pada setiap orang untuk memperoleh pendidikan dan mendapatkan status sosial yang diinginkan melalui hasil prestasi yang dicapainya. Setelah mengalami kehancuran akibat kekalahan pada Perang Dunia II, pendidikan Jepang ditujukan untuk membangun kembali negeri dengan mempersiapkan masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung industrialisasi.
Pada perkembangannya, sistem pendidikan ini dikenal sebagai pendidikan yang terlalu berat dengan persaingan yang tinggi sehingga memicu berbagai permasalahan siswa seperti ijime dan keengganan bersekolah. Untuk itu pemerintah Jepang melalui Kementerian Pendidikan berusaha untuk membentuk sebuah system pendidikan baru yang lebih leluasa dan nyaman untuk siswa yang dikenal dengan yutori kyouiku. Melalui studi literatur, skripsi ini menganalisis perubahan yang terjadi pada sistem pendidikan Jepang dengan adanya yutori kyouiku. Yutori kyouiku menandai perubahan pada sistem pendidikan meritokratis yang terbentuk sejak masa modernisasi Jepang dan mengindikasikan adanya perubahan masyarakat menuju postmodern."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13969
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti
"Modernisasi sukar diartikan secara khusus, karena masing-masing lembaga yang berkembang menurut sejarah di_sesuaikan dengan fungsi-fungsi untuk peningkatannya. Jadi masing-masing ahli dalam bidangnya cenderung mengartikan modernisasi sesuai dengan bidang penelitiannya.Misalnya ahli politik dapat memberikan arti moder_nisasi dilihat dari perubahan sewaktu sistem-sistem kewi_bawaan suku dan desa,yang tradisionil digantikan dengan sistem-sistem penilihan umum kepartaian, perwakilan dan birokrasi pegawai negeri. Ahli pendidikan dapat memberi_kan arti modernisasi dilihat sewaktu ketrampilan untuk membawa hasil-hasil ekonomi. Ahli dalam bidang religi da_pat memberikan arti modernisasi dilihat sewaktu sistem_-sistem kepercayaan sekunder mulai menggantikan agama-aga_ma tradisionilitis. Dan banyak lagi ahii-ahli yang berpen_dapat sesuai dengan penelitiannya..."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S13538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Andriani
"BAB1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Permasalahan.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat suatu negara dapat terwujud akibat terjadinya proses modernises!. Modernisasi menurut Prof. J.W. Schoorl di dalam bukunya yang berjudul Modernisasi dirumuskan sebagai suatu penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek kemasyarakatan. Modernisasi juga merupakan suatu proses transformasi, yakni suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya yang meliputi aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi. Akan tetapi tidak semua perubahan dapat didefinisikan sebagai modernisasi karena hanya perubahan yang ada sangkutpautnya dengan tambahan ilmu pengetahuan saja yang dapat digolongkan ke dalamnya. (J.W. Schoorl, 1991:4).
Selanjutnya ia mengatakan bahwa tambahan pengetahuan ilmiah merupakan faktor yang terpenting dalam modernisasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka masyarakat itu dikatakan lebih atau kurang modern apabiia lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (J.W. Schoorl, 1991:4) Proses modernisasi sendiri berjalan melalui proses akulturasi yaitu suatu proses perubahan kebudayaan dimana dua kelompok atau lebih yang berbeda mempunyai kontak yang terus menerus dan berakibat salah satu dari kelompok itu mengambil alih unsur-unsur dari kelompok lainnya.(J.W. Schoorl, 1991:19).
Kata modernisasi dalam kamus besar Jepang mengandung pengertian sebagai berikut:
Genrai, kindaika modernization wa dentoo shakai ya fuken shakai nado no zenkin shakai kara kindai shakai he no idoo ya soreni shitagau shakai. Bunka ryoiki de no henka o yubi shimesu keiyooshi toshite, oobei shakai demo furui kara tsukawarete kita chuuritsu teki na gainen ni suginai. Sokoni bukka teki imi ga komerarenj toshitemo, sorewa modanizumu nado to iu kotoba nado to omonatte [touseifu ni] em to iu hodo no imi shika mo nasarete inai.
Shikashi [seiyou no shoogeki] no shita ni, soreni tsui tsuki hikkooshu begu [ue kara no kindaika] seisaku torareta zenhatsu shookoku ni oitewa, kono kotobawa tokui na imi naiyoo o motsu mono toshite hattachishita. Sokodewa, kindaika to wa, seiyoo kindai shookoku o modem toshite, sono seiji, keizai, gunji, bunka no taisei o ito teki ni tori irete jikoku no hatten o hakaru koto o ippan ni imi sum yooni naru. (Daihyakka Jitten, 1984:617)
Artinya:
"Pada dasamya Kindaika adalah kata sifat yang menunjukkan suatu bentuk perubahan masyarakat dan budaya dari seluruh wilayah yang menyertai perubahan dari masyarakat yang belum modem seperti masyarakat tradisional atau masyarakat feodalisme menjadi masyarakat modem. Konsep ini tidak lebih dari suatu konsep yang dipakai sejak dahulu kala dalam masyarakat Barat. Meskipun memiliki arti yang penting namun Kindaika tidak memiliki arti sebagai suatu perubahan seperti yang dimiliki oleh modernisasi di Barat.
Tetapi kata ini selain merupakan pengaruh Barat, keberadaannya diseluruh negeri yang belum berkembang yang mengadopsi tindakan politik berkembang dengan memiliki arti yang khusus. Kindaika sebagai model modernisasi Barat secara umum memiliki arti melakukan ekspansi bagi negaranya dengan mengadopsi sistem budaya, militer, ekonomi dan sosial."
* Modernisasi sendiri menurut seorang ahli sosiologi Jepang, Kennichi
Tominaga, tidak selalu mengandung pengertian Westernisasi. Hal ini diakibatkan karena modernisasi yang terjadi di negara-negara non Barat mempunyai perbedaan-perbadaan tertentu dalam hal kebudayaan tradisionaf setempat yang tetap dipertahankan. la juga menjelaskan bahwa apabila modernisasi yang terjadi di negara-negara non Barat dilakukan dengan memasukkan bentuk-bentuk kebudayaan Barat secara bulat dan utuh maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai Westernisasi atau Eropanisasi. (Tominaga, 1990: 53-59).
Proses modernisasi sendiri dapat di katakan terjadi di hampir semua bangsa di dunia. Manifestasi proses ini diawali di wilayah Eropa dan Amerika dengan serangkaian peristiwa yang terjadi sekitar abad 16 seperti perang kemerdekaan Amerika tahun 1765-1783, revolusi Perancis tahun 1760 serta revolusi industri di Inggeris tahun 1830. Semua peristiwa tersebut menjadi penyebab timbulnya proses modernisasi di segala bidang kehidupan yang melanda ke seluruh dunia sampai dengan akhir perang dunia kedua.
Penyebarannya menyebabkan masyarakat dunia sering dibagi menjadi dua kategori yaitu negara maju dan negara yang sedang berkembang, masing-masing terdiri atas negara yang telah mengalami modernisasi dan negara yang sedang mengalami modernisasi. Di dalam proses modernisasi termuat pula aspek-aspek rencana pembangunan sosial, ekonomi, budaya atau politik dari suatu negara. Aspek yang paling spektakuler dalam modernisasi suatu masyarakat adalah penggantian teknik produksi dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern seperti halnya yang terjadi pada revolusi industri. Akan tetapi proses yang disebut revolusi industri itu hanya satu bagian atau satu aspek saja dari suatu proses yang lebih luas."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Victorius Manek
"Bagi sebagian masyarakat NTT khususnya Pulau Timor terjadi sistem ladang berpindah di masa lalu. Tatkala itu sistem perladangan berpindah merupakan suatu bagian budaya dalam kehidupan komunitas masyarakat di Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe. Perladangan dapat diartikan sebagai cara bercocok tanam di atas suatu hamparan areal lahan tertentu terutama di daerah hutan rimba tropik, daerah-daerah sabana tropik dan subtropik. Sistem ladang berpindah adalah sistem perladangan dalam makna usaha yang dilakukan oleh manusia secara berpindah. Sistem perladangan berpindah merupakan akumulasi dari berbagai pengalaman melalui babak perjalanan waktu yang panjang, sebagai hasil penyaringan internal terhadap dinamika perubahan lingkungan.
Semua jenis makhluk hidup, besar atau kecil, buas atau jinak, aktif atau tidak, menghadapi masalah pokok yang sama yakni masalah untuk bertahan hidup. Persoalan bertahan hidup menuntut suatu proses penyesuaian diri dari makhluk hidup terhadap lingkungan tempat hidupnya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi.
Dalam konteks petani ladang, perubahan sistem perladangan berpindah membutuhkan adaptasi dari komunitas petani. Tuntutan adaptasi berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan akan pangan serta peningkatan produktivitas lahan pada luas lahan yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi baru pertanian yang sekali lagi menuntut adaptasi petani juga. Contoh adaptasi masyarakat tradisional berburu dan meramu dapat dilihat dalam kehidupan suku Pygme, Bushmen, dan Negrito. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Pygme, Bushmen, dan Negrito memperoleh pangan dengan meramu tanaman dan buah-buahan, madu dan hewan kecil.
Konsekuensinya: a) gerak tinggal suku ini tidak pernah menetap, selalu mengikuti sumber-sumber persediaan pangan, b) pengetahuan dan teknologi yang dibuat lebih difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan c) perpindahan terjadi ketika persediaan pangan di suatu wilayah tidak mencukupi kebutuhan lagi, sehingga perlu berpindah ke lokasi baru. Perilaku ini juga dimaknai sebagai awal mula adanya upaya adaptasi suatu komunitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan pangannya mengikuti siklus alam sehingga perlu berpindah-pindah. Tuntutan adaptasi terhadap ladang menetap menyebabkan adaptasi dari berbagai komponen kebiasaan sosial, seperti perubahan sistem perladangan berpindah menjadi menetap, interaksi sosial, interaksi dengan alam, pola kegiatan ekonomi lokal dan teknologi tradisional.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan penduduk dan potensi lahan serta pengaruh teknologi baru pertanian terhadap adaptasi petani di Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe Kabupaten Belu. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi penduduk ketiga desa tersebut dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dari lima iingkungan untuk pengembangan pertanian bagi penduduk setempat.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode survai. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dan wawancara. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret - Juni 2003 di tiga (3) desa yaitu Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe. Alasan memilih ke-3 desa tersebut secara purposive adalah, a) sistem perladangan berpindah dan ladang menetap masih dilaksanakan secara bersamaan; b) adanya perbedaan topografi yang nyata antar ketiga desa; (1) Desa Litamali terletak di dataran rendah; (2) Desa Sisi terletak di pegunungan; (3) Desa Rainawe terletak di pesisir pantai; dan c) ketiga desa ini mengalami perbedaan tekanan pertambahan penduduk akibat pertumbuhan alamiah dan migrasi masuk penduduk asal Timor Leste. Populasi dalam penelitian ini yakni Kepala Keluarga atau Rumah Tangga (RT) dalam wilayah Desa Litamali, Desa Sisi dan Desa Rainawe. Pengambilan sampel sebesar 10% atau sebanyak 91 KK dengan teknik acak sederhana. Data hasil penelitian, ditabulasi dan dianalisis untuk mengetahui pengaruh kepadatan penduduk terhadap potensi lahan dan pengaruh teknologi pertanian baru terhadap kemampuan petani.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa:
a) Petani di Desa Litamali mulai melaksanakan sistem perladangan menetap (86%), diikuti petani di Desa Rainawe (64%) sedangkan petani di Desa Sisi (63%) masih menerapkan sistem perladangan berpindah.
b) Pengaruh teknologi baru pertanian terhadap adaptasi petani sebesar, 58% di Desa Litamali, 44% di Desa Sisi dan 50% di Rainawe. Konsekuensinya, terjadi perubahan komponen perladangan seperti, interaksi sosial, hubungan dengan alam, pola ekonomi lokal dan teknologi tradisional pertanian.
Kesimpulan penelitiannya adalah, (1) sistem perladangan berpindah di Desa Litamali dan Rainawe mulai berubah menuju ladang menetap sedangkan desa Sisi walaupun menunjukkan adanya perubahan, namun petani masih melakukan sistem perladangan berpindah; (2) teknologi baru pertanian mulai digunakan petani dalam kegiatan berladang.

The Subsistence Farmers Adaptation toward Change of Shifting Cultivation System. (A Case Study on the Effects of Modernization on Traditional Agricultural in the Villages of Litamali, Sisi, and Rainawe, in Belu Residence)For some NTT people especially the Timorese, shifting cultivation was past of the culture particularly at the Litamali, Sisi and Rainawe villages. This Cultivation as a fanning mode was practiced in particular areas e.g., in tropical areas, savanas and subtropical areas. The shifting cultivation system is an agricultural effort no a resuet of accumulated experiences through a long journey of time being a human decision after internal selection to the dynamics of environmental changes.
All creatures living in large or small groups, wild or tame, active or non-active, face an the same problems, after for survival. This demands for the ability of adaptation process to each habitat. The adaptation is an in born and continuous process.
In the uninigated agricultural farmers context, the change of shifting cultivation into system a caused an adaptation on the farmers side an of causes of change was the population growth, which increased demand an food needed and this demanding increased land productivity of the same land area. Therefore, the into an intervention agricultural of new technologies needed the farmers adaptation. The example of traditional community adaptation started at the hunting and collecting could system such as be seen in the Pygme, Bushmen, and Negrito tribes. Daily, the Pygme, Bushmen and Negrito tribes obtained their food by collecting plants and fruits, honey and tiny animals. Consequently, a) the dwelling-movement of these tribes continued, always following the food supply sources; b) the knowledge and technology was therefor more focused on fulfilling their food needs and; c) the movement occured when the food supply in a region was short which therefore caused them to move to the other area. This behavior was also explained as the initial presence of adaptation effort of a local community to meet their food demand, by following the cycle of nature which kept them moving. The uninigated agricultural adaptation cause a change to the shifting custom thus changing some social habit components to the related shifting cultivation technique; such as the change in social relations, interaction with nature, local economic activities and the change from traditional to modem technology.
This study aims at to analyzing the effects of population growth to the potentialities of the land and the impact of new agricultural technology y intervention as adaptation to the shifting cultivation habits in the Litamali, Sisi, and Rainawe villages, Belu district. his study hopes to be access of benefit to the local population by using knowledge on Environmental Sciences for agricultural purposes.
This is a descriptive study using survey methods and instruments. As technique of data collection was used questionnaires, interviews and the use of some related secondary data. The study was executed between July 2002 and June 2003 in the three (3) villages being Litamali, Sisi and Rainawe. The reason selecting there three villages in Belu were: a) both in the unirrigated agricultural land, two cultivation system the sedentary and shifting cultivation systems; b) each are still being used e.q. village have different in topographic characteristics - (1) Litamali is located on the low lands, (2) Sisi is located on the mountain slope, (3) Rainawe is on the shores - and c) each village has their different population density caused natural population growth, in migration from Timor Leste.
In this study, population means households represented by family head of the villages Litamali, Sisi village, and Rainawe. The chosen sample 10% from population or 91 households, decided by using the simple random sampling method. Moreover, data of this study were tabulated and analyzed by cross tabulation population growth and their potential land and also correlation between the use of the new agricultural technology to the farmers ability as replected by the change process shifting to sedentary cultivation.
The study result showed that:
a) 86% of the Litamali respondents and 64% of the Rainawe respondents, concluded that they starting to go for permanent cultivation, although, 63% the farmers of the Sisi village prefer to go on the shifting cultivation system.
b) The conclution between of new agricultural technology to the fanner adaptation change was 58% respondents an the Litamali village, 44% an the Sisi and 50% the Rainawe village. Consequently, the some changes in cultivation components have in fluence social interaction, correlated to local custom, the local economic pattern and the traditional agricultural technology.
Conclusions of this study are (1) the shifting cultivation system in Litamali, and Rainawe at the moment is beginning to changed settled cultivation system; cartrang farmers the Sisi village are still using the shifting cultivation system (2) the new agricultural technology is used by farmers in cultivation activity.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Madubrangti
"ABSTRAK
Undoukai,, yang arti harafiahnya pesta olah raga adalah salah satu kegiatan wajib program pendidikan sekolah Jepang Pendidikan selalu berlangsung seiring dengan perkembangan masyarakatnya. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pendidikan pun berjalan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan anak pada zamannya.
Di dalam pendidikan formal, pengembangan kreativitas ada dan diperhatikan di dalam penyusunan kurikulum sebagai pemenuhan bukan hanya kebutuhan individual, tetapi juga kebutuhan sosial dan budayanya karena kreativitas mempunyai keteraturan. Aktivitas kreatif merupakan suatu bentuk pengejawantahan dari kermampuan berkomunikasi dengan orang lain, sekaligus aktualisasi diri dalam kehidupan bermasyarakat yang berpedoman pada aturan-aturan dan nilai-nilai sosial dan budaya yang didukung oleh masyarakatnya Pendidikan sebagai aktivitas kreatif mengarahkan anak pada penyampaian gagasan, yang terus-menerus dikembangkan karena adanya tanggapan yang mengarah pada pengembangan keterampilan fisik dan sosial
Pada suatu masa (tahun 1970-an), undoukai pemah menjadi kegiatan wajib sekolah yang menjenuhkan bagi bagi guru dan murid. Banyak sekolah yang tidak serius menangani penyelenggaraan undoukai. Tetapi undoukai sebagai salah satu bagian dari proses pendidikan yang diperlukan anak Jepang di dalam kehidupannya dirasakan perlu oleh pendidikan nasional Jepang sebagai kegiatan wajib sekolah yang sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak menuju kehidupan masa yang akan datang. Kegiatan undoukai memeriukan kerja sama, karena anak belajar berinteraksi di dalam kehidupan kelompok. Dalam kesempatan ini anak belajar saling mendengarkan, memberikan pendapat dan belajar memberikan interpretasi.
"
2004
D542
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
R. Haryosusanto
"R. Haryosusanto (0794080235). Peranan Okuma Shigenobu di Bidang Polilik, Pemerintahan dan Pendidikan dalam Modernisasi Jepang. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. I Ketut Surajaya), Jakarta : Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 2000. Okuma Shigenobu merupakan seorang dari sedikit tokoh Jepang yang konsisten dengan sikap dan pendiriannya. Okuma begitu gigih mempertahankan pendapat dan pemikitrannya walaupun harus menerima pemecatan dirinya sebagai anggota majelis dan mendapat serangan percobaan pembunuhan. Namun demikian hal tersebut tidak mengendurkan semangat Okuma untuk mewujudkan cita-citanya. Sebagai bukti kekonsistenan sikapnya itu, meski ia telah dipecat dan anggota majelis ia tetap diminta untuk menjadi bagian dari pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan menjabat menteri diberbagai bidang, menjadi perdana menteri sebanyak dua kali selain itu ia juga mendirikan Rikken Kaishinto yakni partai progresif kedua di Jepang setelah Jiyuto. Itu semua merupakan sebagian kecil karirnya dibidang politik dan pemerintahan. Dibidang pendidikan kesuksesan Okuma ditandai dengan didirikannya Universitas waseda (Waseda Daigaku) pada tahun 1882 yang sebelumnya bernama Sekolah Hukum Tokyo (Tokyo Senmon Gakko). Selain itu Okuma juga mengadakan perubahan substansial pada sekolah hukum swasta, yakni dengan diadakannya kursus persiapan untuk memasuki universitas, dimana jika sebelumya universitas hanya diperuntukan bagi mereka yang telah menempuh pendidikan formal, misalnya SMA dan sederajatnya. Maka bagi mereka yang tidak atau belum menempuh pendidikan formal sampai setingkat SMA tetapi telah lulus mengikuti kelas persiapan, mereka dapat masuk ke Universitas."
2000
S13677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Budi Susetyo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakuntala K.E. Imma
"Dari sekian banyak masalah yang ada di Jepang dan dari berbagai macam judul yang diajukan, saya merasa tertarik akan masalah, Perubahan Sosial Dan Ijime yang merupakan suatu kajian budaya tentang dampak perubahan sistem keluarga dan sistem pendidikan bagi gejala penyimpangan prilaku remaja Jepang masa kini, yang telah saya tetapkan sebagai tema penulisan skripsi. Apa yang dimaksud dengan penyimpangan prilaku remaja Jepang-khususnya anak-anak di bawah umur 15 tahun adalah suatu kasus perbuatan-perbuatan keji yang banyak dilakukan oleh anak-anak muda Jepang masa kini, yang dikenal dengan ijime. Ijime, bila diartikan secara harafiahnya mengandung arti penyiksaan, penganiayaan, yang kemudian saya definisikan sebagai: masalah kenakalan anak-anak Sekolah Tingkat Pendidikan Dasar & Menengah, berupa penganiayaan, panghinaan, penyiksaan baik di segi mental maupun fisik, yang mereka lakukan di antara mereka sendiri. Masalah ijime di Jepang dewasa ini merupakan masalah yang cukup rumit, karena menyangkut jiwa seseorang banyak kasus bunuh diri di kalangan anak muda Jepang diakibatkan masalah ijime sehingga pemerintah Jepang mulai menggalak-kan tindakan-tindakan pencegahan, terutama di sekolah-_sekolah. Dengan adanya masalah ini, timbul pertanyaan-perta_nyaan seperti: apakah yang melatar belakangi hingga timbul masalah ini? Apakah anak-anak itu yang harus dipersa_lahkan? Atau adakah penyebab lain yang mempengaruhi mereka hingga mereka melakukan hal tersebut? Masih banyak pertanyaan yang tidak terungkapkan di sini, tetapi saya akan mencoba membahas dan menjawab per_tanyaan-pertanyaan di atas sesuai dengan kemampuan saya di dalam penulisan skripsi ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>