Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Napitupulu, Albertus
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk dan gaya bangunan pada masa kolonial Belanda. Obyek penelitian ini adalah Gereja GPIB Bethel yang terletak di jalan Wastukencana No.1, Bandung. Metode penelitian dilakukan dengan cara membandingkan komponen struktural dan ornamental yang ada pada Gereja Bethel dengan bangunan yang ada di Eropa dan Nusantara. Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa macam gaya yang dipadukan pada bangunan ini. Perpaduan antara gaya Eropa dan Nusantara dikenal juga pada masa itu sebagai arsitektur Indis. Maka sebagai hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa Gereja Bethel merupakan salah satu bangunan bergaya Indis.

Focus of this undergraduate thesis is about form and style of building from the Dutch colonial period. Object of this research is the GPIB Bethel Church which located at Jalan Wastukencana No.1, Bandung. Method used in this research is component comparison, such as structural and ornament components, of the GPIB Bethel Church with buildings of similar period in Nusantara and Europe as well. Analysis result indicated that some different style are being applied on the GPIB Bethel Church. In architecture, this kind of unification style between European building and traditional or vernacular building is known as Indische-stijl architecture. This reseach concluded that the GPIB Bethel Church is indicated as one of Indische-stijl building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11960
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masmedia Pinem
"Artikel ini ingin menggambarkan sejarah, bentuk, dan arsitektur Gereja GPIB Bethel. GPIB adalah singkatan dari Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, berdiri sejak tahun 1948 dan terletak di Jalan Wastukencana No. 1, Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kotamadya Bandung. Model arsitektur yang didesain oleh Schoemaker seorang arsitek Belanda yang merupakan sintesis dari kebutuhan, konsep, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing aliran-aliran dalam perkembangan arsitektur dunia sebagai produk arsitektur pada zamannya yang merupakan “essential expression†bagi kekristenan di Eropa. Elemen-elemen yang ada merupakan adaptasi dari pengaruh zaman yang berkembang saat itu. Elemen pada tatanan massa dan ruang serta elemen pelingkup ruang yang dijumpai memiliki makna kerohanian sebagai perwujudan nilai-nilai Kristianitas. Begitu juga elemen-elemen dekoratifnya merupakan suatu produk zaman yang dipengaruhi oleh arsitektur art deco yang sangat berkembang pada zaman itu. Gereja ini adalah termasuk salah satu tipe bangunan yang berkualitas ‘A’ dan telah dikonservasi tanpa perubahan bentuk dan fungsi yang signifikan, sehingga ia termasuk dalam kategori bangunan Cagar Budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang."
Jakarta: Kementerian Agama, 2016
297 JLK 14:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Agustina
"Pada abad ke-19 dengan adanya pengaruh bangsa Eropa, kota-kota di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dari segi pembangunan sarana dan prasana. Bangunanbangunan didirikan untuk menunjang kegiatan pada masa itu juga tidak lepas dari adanya pengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Griya Mulya merupakan bangunan yang didirikan pada saat wilayah di Purworejo mendapat pengaruh dari bangsa Eropa. Bangunan GPIB Griya Mulya memiliki nilai historis yang penting dalam Kristenisasi di Purworejo. Sebagai bangunan Cagar Budaya, penting untuk menjaga kelestarian bangunan GPIB Griya Mulya Purworejo. Penelitian ini membahas tentang gaya bangunan GPIB Griya Mulya Purworejo. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada tahapan penelitian arkeologi yang disusun oleh Sharer & Ashmore yang terbagi menjadi tujuh tahap, yaitu formulasi penelitian, implementasi penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, interpretasi data, dan publikasi hasil penelitian. Hasil penelitian melalui analisis komponen-komponen bangunan menunjukkan adanya beberapa gaya pada bangunan gereja, diantaranya adalah Gotik, Neo-Klasik, Art Deco.

In the 19th century, with the influence of Europeans, cities in Indonesia experienced rapid development in terms of the development of facilities and infrastructure. The buildings erected to support activities at that time were also influenced by European culture. The Protestant Church in Western Indonesia (GPIB) Griya Mulya is a building that was built when the area in Purworejo was influenced by Europeans. The GPIB Griya Mulya building has an important historical value in Christianization in Purworejo. As a Cultural Heritage building, it is important to preserve the GPIB Griya Mulya Purworejo building. This study discusses the building style of GPIB Griya Mulya Purworejo. The research method used refers to the stages of archaeological research compiled by Sharer & Ashmore which are divided into seven stages, namely research formulation, research implementation, data collection, data processing, data analysis, data interpretation, and publication of research results. The results of the study through the analysis of building components show that there are several styles in the church building, including Gothic, Neo-Classical, Art Deco.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Pratomo
"Membahas mengenai Gereja Tujuh Kedudukan Bunda Maria ditinjau dari gaya bangunan. Gereja merupakan salah satu contoh bangunan peribadatan yang ada pada masa kilonial. Gaya pada Gereja umumnya mengadopsi gaya arsitektur klasik Eropa. Hasil yang diperoleh ditafsirkan bahwa gaya yang diterapkan pada Gereja Tujuh Kedudukan Bunda Maria adalah gaya Neo Gothik.

This study is Tujuh Kedudukan Bunda Maria church (stylr orientation). This chruch is one example of sacred architecture that was built during the colonial periode. The style of church are ussualy adopted from classical Eurupean style architecture. The result of the analysis is that Tujuh Kedudukan Bunda Maria church style is Neo Gothic."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S12052
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saefudin
"Pada satu sisi orang Indonesia menganggap dirinya sebagai bangsa yang religius. Namun pada sisi yang Iain, pada tataran praksis, ada indikasi terjadinya degradasi moral dan juga meningkatnya sekularisme. Tindakan yang dapat dikategorikan non-religius atau indikasi rendahnya religiositas ini, ternyata tidak hanya terjadi di kalangan orang tua, tetapi juga di kalangan anak-anak/remaja. Keadaan ini menarik dan penting untuk diperhatikan mengingat remaja adalah generasi penerus bangsa. Di samping itu menurut Erik H. Erickson pada fase remaja seorang individu menghadapi krisis identitas, suatu fase perkembangan yang sangat penting, yang akan mempengaruhi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pertanyaan yang muncul dan menjadi permasalahan penelitian adalah seberapa besar pengaruh agen-agen sosialisasi agama (yaitu: keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya) dalam membentuk religiositas remaja (usia 13-17 tahun) yang selama ini dilakukan?
Penelitian ini bertujuan, pertama, ingin mengetahui pengaruh sosialisasi agama dalam keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya terhadap religiositas remaja. Kedua, ingin mengetahui perbedaan pengaruh sosialisasi agama dalam keluarga, gereja, sekolah dan teman sebaya terhadap religiositas remaja dari sisi denominasi gereja, jenis kelamin dan jenis sekolah.
Variabel dependen yang diangkat dalam penelitian ini adalah religiositas remaja. Religiositas (religiosity atau religious commitment atau religious involvement atau religiousness) yang dimaksudkan di sini adalah kepercayaan dan tingkah laku individu dalam kaitannya dengan hal yang bersifat supernatural dan/atau nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Pengukuran religiositas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan mengadopsi indikator-indikator yang dikembangkan oleh Joseph E. Faulkner dan Gordon F. DeJong, yang bersumber dari dimensi-dimensi religiositas yang dikembangkan oleh Charles Y. Glock dan Roodney Stark. Dalam penelitian ini diangkat empat dimensi religiositas yaitu: keyakinan (ideological/belief), praktek religius (ritualistic), pengalaman (experimental) dan pengetahuan (intellectual).

Indonesians view themselves as religious people. However, in reality, lndonesians are experiencing a period of moral degradation and increased secularism. These phenomena not only occur among adults, but also among teenagers, the future generation. As Erik H. Erickson suggests, during adolescence, an individual is undergoing identity crisis, a critical phase which will influence on later development. In such an impressionable state, teenagers are influenced by their families, churches, schools and peers groups. The questions, then, is how these groups shape teen religiosity (age 13 to 17).
This research has two goals. First, it investigates the influences of religious socialization in the family, church, school and peers groups in shaping teen religiosity. Secondly, it explores different kinds of influence of religious socialization in the family, church, school and peers groups in shaping teen religiosity with respect to church denomination, gender and school types.
The dependent variable in this research is teen religiosity. Religiosity (or religious commitment) in this research is understood as individual belief or behavior connected to moral and godly matters. The quantitative indicators adopted to measure religiosity was developed by Joseph E. Faulkner and Gordon F. DeJong as found in the religiosity dimensions cultivated by Charles Y. Glock and Roodney Stark. The four dimensions of religiosity are belief (ideological), religious practices (ritualistic), experience (experimental) and knowledge (intellectual)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T21164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Priyo Sigit Sasongko
"Gereja kuno yang ada di Indonesia memiliki arsitektur yang beraneka ragam, yang masing-masing arsitektur tersebut mencerminkan kemajuan teknologi. Beberapa bangunan Gereja Kuno yang ada di DKI Jakarta tidak terlepas kaitan Arsitektur dengan kemajuan teknologi, walaupun setiap gereja mempunyai ciri yang tersendiri disebabkan faktor si pembuat keterbatasan teknologi, persediaan material, dan dana, seperti Gereja Kathetdral mempunyai ciri Gothik, Gereja Paulus mempunyai ciri Romanik, Gereja Advent di tanah tinggi mempunyai ciri Romanik, Gereja Sion mempunyai ciri Romanik, Gereja Immanuel mempunyai ciri Renaissance, Rereja Cikini mempunyai ciri Gothik, Gereja Ayam mempunyai ciri Romanik dan Gereja Tugu mempunyai ciri renaisssance. Namun tidak semua gereja kuno yang ada di Jakarta diteliti oleh penulis. Gereja yang hendak penulis bahas dalam skripsi ini adalah De Portugeesche Buiten Kerk atau sekarang lebih dikenal dengan gereja kuno Sion dan De Portugeesche Kerk atau sekarag lebih dikenal dengan gereja kuno tugu. Tujuan penelitjan adalah untuk mencari perbedaan dan persamaan bentuk, bahan, hiasan dan gaya pada gereja kuno sion dan tugu, Berta mencari faktor penyebab terjadinya perbedaan dan persamaan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boris Winata
"Gereja merupakan sarana bagi umat Kristiani untuk menjalankan kegiatan ibadahnya. Dalam menjalankan ibadahnya beberapa gereja menggunakan alat musik band. Lokasi gereja yang menggunakan alat musik band yang berada di daerah perumahan menyebabkan beberapa warga di sekitar gereja merasa terganggu saat ibadah dijalankan. Metode pengendalian kebisingan yang dlakukan oleh pihak gereja adalah dengan menutup celah-celah yang memungkinkan suara keluar serta menjauhkan alat musik dari dinding yang berhimpit dengan rumah warga namun hasil yang diperoleh tidaklah optimal.
Skripsi ini membahas bagaimana pengendalian kebisingan lingkungan di daerah sekitar gereja dan evaluasinya. Gereja yang dievaluasi adalah Gereja Bethel Indonesia jemaat Taman meruya Ilir dan Gereja Bethel Indonesia jemaat Taman Cibodas yang keduanya berlokasi di tengah-tengah pemukiman warga. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur tingkat kebisingan, membandingkan hasil pengukuran dengan standar kebisingan yang diperbolehkan serta menganalisis hasil penelitian secara arsitektural. Hasil yang didapat dari penelitian ini diharapkan dapat membantu penanggulangan kebisingan di daerah sekitar gereja.

Church is the place for the Christian to do the spiritual activity. In doing the spiritual action some church using band instrument to support the activity. Church located in housing area that using band instrument makes some resident fell disturbed by the sound of music. Noise control methods conducted by the church is to minimize the gaps that allow sound exit and located the music instruments far from the church's wall that close with the resident house wall but they don't work their best.
This thesis discuses how to control noise at the housing area around the church and its evaluation. The church that evaluated are Gereja Bethel Indonesia jemaat Taman meruya Ilir and Gereja Bethel Indonesia jemaat Taman Cibodas that both of this located in housing area. This research was conducted by measuring the noise level, comparing the results with a standard measurement noise which is allowed, and analyzing the results with architectural studies. The results of this study are expected to help control the noise at the are around the church.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52284
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus David
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk dan gaya bangunan pada masa kolonial Belanda pada awal abad 20. Obyek penelitian ini adalah Bangunan Balaikota yang berada di Jalan Silingwangi no 84 Cirebon yang dibangun pada tahun 1927..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11545
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paat, Ivonne
"Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan: bentuk-bentuk kekerasan, alasan spiritual yang digunakan, baik oleh suami (pelaku) maupun istri (korban), mengapa perempuan bertahan dalam lingkungan kekerasan dan mengapa mengambil keputusan bercerai. Secara khusus, peneliti ingin mengungkapkan bagaimana perempuan Kristen dan Gereja (diwakili oleh Pendeta) menyikapi kekerasan tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus dengan metode kualitatif yang berperspektif gender.
Hasil studi menunjukkan: Pertama, perlakuan kekerasan secara fisik, psikologi, ekonomi dan seksual masing-masing kasus memiliki kekhasan tersendiri. Tindak kekerasan untuk semua kasus sama intensitasnya, namun, pengambilan keputusan berbeda, tergantung dari sifat dan perangai masing-masing korban. Kedua, perempuan-perempuan yang mengalami tindak kekerasan memiliki sikap yang sama untuk menolak kekerasan itu, namun demikian, tidak dalam hal tindakan yang diambil; ada yang bercerai, ada yang bertahan, dan ada yang berpisah tetapi tidak bercerai. Ketiga, perhatian Gereja terhadap perempuan-perempuan korban tindak kekerasan tersebut belum memadai dan optimal. Gereja belum terlalu memperdulikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga Kristen. Sebagian besar perhatiannya masih tertuju pada konseling pra nikah. Keempat, kesetaraannya dengan laki-laki bukan menjadi jaminan perempuan Minahasa tidak mengalami tindak kekerasan; harus diakui, perempuan Minahasa masih tetap berada di posisi subordinat.

The objective of the research is to identify and reveal: forms of violence, spiritual reason that is used, either by the husband (the suspect) or the wife (the victim), why women hold on in violence environment and why take the decision to have a divorce. Specifically, revealing how Christian Women and Church (represented by the Priest) deal with these violence actions. The approach of this research is a case study with qualitative method with gender perspective.
Study results showed that: First, violence treatment have their own uniqueness physically, psychologically, economically, and sexually. Violence actions in all cases have the same intensity, but there were different decision that has been made, depend on the character and the attitude of each victim. Second, women who experience it have the same idea to oppose it, but not in the action that has been taken; some have divorced, some hold on, and some separate from each other but not having a divorce. Third, Church's attention for the women who were the victims of that violence action has not been properly made and optimized. Church didn't really have the concern about Christian domestic violence cases. Most of the Church's attention still directed to pre-marital counseling. Fourth, their same level with men is not a guarantee for Minahasan women not to experience violence actions; it has to be admit, Minahasan women still in subordinate position.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Hasdianti
"Gereja GPIB Immanuel adalah salah satu gereja tua peninggalan Belanda di Jakarta. Gereja ini dibangun pada 1834 dan masih aktif digunakan untuk ibadah. Gereja GPIB Immanuel menyediakan beberapa pilihan bahasa sebagai bahasa untuk ibadah, salah satunya adalah bahasa Belanda. Keberadaan bahasa Belanda menjadi ciri khas Gereja ini, yang tidak hanya berfungsi sebagai bahasa pengantar ibadah melainkan juga sebagai media bagi pihak gereja untuk mempertahankan warisan peninggalan Belanda di Indonesia khususnya Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan yang menjadi dasar penggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pilihan dalam ibadah di Gereja GPIB Immanuel. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara menggunakan teori etnografi komunikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan penggunaan bahasa Belanda dalam ibadah di gereja GPIB Immanuel Jakarta adalah alasan historis, alasan emosional, dan alasan mempertahankan relasi.

GPIB Immanuel Church is one of the oldest Dutch churches in Jakarta. This church was built in 1834 and is still actively used for worship. GPIB Immanuel Church provides several language choices as a language for worship, one of them is Dutch. The existence of Dutch is a characteristic of this Church, which not only serves as the language of worship but also as a medium for the church to maintain the Dutch heritage in Indonesia, especially Jakarta.
This study aims to explain the reasons for the use of Dutch as the language of choice in worship at GPIB Immanuel Church. This research was conducted by interview method using ethnographic theory of communication. The results showed that the reasons for using Dutch in GPIB Immanuel Jakarta church services are historical reasons, emotional reasons, and reasons for maintaining the relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>