Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Riadi
"Didalam meminimalisasikan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi pemberian Cuma-Cuma pada dasarnya diperkenankan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku sepanjang dilakukan sesuai dengan aturan Ketetentuan Perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai. Analisis pembahasan pemberian Cuma-Cuma didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A dan khususnya perlakuan perpajakan atas pemberian Cuma-Cuma juga diatur didalam Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 yang lebih lanjut diatur didalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE- 04/PJ.51/2002 perihal: Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pemakaian Sendiri Dan Atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak Dan Atau Jasa Kena Pajak. Pembahasan juga memperhatikan beberapa peraturan pelaksanaan lainnya yang secara tidak langsung melengkapi atau terkait dengan pemberian Cuma-Cuma.
Menteri Keuangan sebagai pejabat yang berwenang yang mengatur tentang peraturan perpajakan atas Pengenaan PPN atas pemberian Cuma-Cuma sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang telah diterbitkan seperti: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Pada dasarnya penyerahan kena pajak (taxable supply) adalah penyerahan atau transaksi yang dikenakan pajak. Ketika penyerahan kena pajak terjadi dan dilakukan oleh pengusaha kena pajak, maka harus dikenakan pajak dan dipungut PPN. Jadi prinsipnya, jika tidak ada yang dibayar atau terutang atas penyerahannya, maka tidak ada penyerahan yang terutang pajak. Namun demikian, diperlukan suatu tindakan pengamanan, bila dalam prakteknya ternyata terjadi situasi dimana atas penyerahan tersebut, tidak ada pembayaran atau seolah menjadi bukan penyerahan terutang pajak.
Misalnya, pengusaha kena pajak memberikan sumbangan, hadiah atas barang yang sama, yang pada tujuan awalnya adalah untuk kegiatan usahanya, maka harus dikategorikan sebagai penyerahan yang terutang pajak. Demikian pula, jika pedagang menggunakan menggunakan/ mengkonsumsi sendiri barang dagangannya (tujuan awal membeli barang adalah untuk dijual kembali), maka harus dikenakan PPN atas pemakaian sendiri barang tersebut. Alasannya adalah bahwa pada waktu pedagang tersebut membeli barang dan membayar PPN, maka pajak yang telah dibayar (pajak masukannya) sudah dikreditkan. Jadi jika tidak ada faktor yang mengimbanginya (offseeting) terhadap pajak keluarannya, maka akan terjadi subsidi terselubung (hidden subsidy) atas sumbangan dan konsumsi pemakaian sendiri oleh pedagang tersebut.
Seperangkat ketetentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia telah menjelaskan berbagai aspek pemajakan atas pemberian Cuma-Cuma untuk tujuan perpajakan yang meliputi: subyek pajak dan persyaratannya, obyek pajak pertambahan nilai atas pemberian Cuma-Cuma, prosedur pelaksanaan dan persetujuan pemberian Cuma-Cuma atas barang produksi maupun barang bukan produksi serta implikasi perpajakannya dan dispute-dispute / perbedaan pendapat antara wajib pajak dan pihak pajak. Dengan mencermati beberapa ketentuan perpajakan tentang pemberian Cuma-Cuma perusahaan untuk tujuan perpajakan, kiranya dapat diketahui beberapa peluang tax planning yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain:
a. Potongan harga yang diberikan oleh Wajib Pajak atas barang- barang promosi.
b. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan sendiri (produksi sendiri).
c. Pemberian Cuma-Cuma atas barang yang dihasilkan bukan hasil produksi sendiri.

To minimalize the value added tax for free of charge giveaway basicly permitted by the taxation regulation as long as it is done according to the tax regulation. The analysis explanation for free of charge giveaway based on the regulation in Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18 Tahun 2000 Pasal 1A specially the taxation treatment for free of charge giveaway also arranged in Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor: KEP-87/ PJ./2002 and Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-04/PJ.51/2002 about : Value added tax and the sales of luxury goods tax for personal purpose and/ or free of charge giveaway taxable goods and of taxable service. The discussion also concerned about some other executorial rules indirectly completed or related with the free of charge giveaway.
The minister of finance as the charged executive which arrange the tax regulation for the value added tax for free of charge giveaway according to the decision of the Minister of Finance published example: Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000. Basicly the taxable supply is the supply or transaction which is taxed. When the taxable supply happened and done by the taxable enterpreneur, it should be taxed and gained for the value added tax. So, in principle if there is nothing paid or charged for the supply, then there is no taxable supply. But it needs a security action. Example: the taxable entrepreneur give the donation, prize fot the same item, which the main purpose used for business activity should be categorized as taxable supply. Then if the seller use/consume his own goods (beginning purpose is for reselling), has to charged the value added tax for personal used of that goods. The reason is when the seller bought the goods and paid the value added tax,then the value added tax input have already credited. So if there is no other factor balanced (offseeting) for its value added tax output, there will be a hidden subsidy for the donation and consumption of personal used by the seller.
Tax regulation that valid in Indonesia already explained variety of taxation aspects for free of charge giveaway for taxation purpose which include : tax subject and the conditional, value added tax object for free of charge giveaway for production goods or goods not for production and the tax implication and dispute between taxpayer and fiscus. Concerning the tax regulation about the company free of charge giveaway for taxation purpose, hopefully can be found some chance for tax planning that can be done by any other company such as :
a. Discount that given by the tax payer for promotion goods.
b. Free of charge giveaway for their own production goods.
c. Free of charge giveaway for not their own production goods."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Nurmala
"Terbitnya ketetapan pajak telah memunculkan masalah, yaitu beberapa Wajib Pajak yang bergerak di bidang migas (khususnya dalam rangka kerjasama Kontrak Production Sharing, KPS) menolak untuk menerima atau tidak menyetujui hasil ketetapan pajak yang diterbitkan KPP. Dengan penolakan tersebut, maka para Wajib Pajak mengajukan keberatan, bahkan atas keputusan yang dikeluarkan DIP jika tidak sesuai dengan permohonannya (keberatan WP ditolak), Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), yang kini bernama Pengadilan Pajak. Bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak) sebagai lembaga peradilan yang menangani terjadinya sengketa pajak antara fiskus dengan Wajib Pajak, merupakan lembaga independen. Hal ini berarti bahwa baik fiskus maupun Wajib Pajak mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama di hadapan Majelis Sidang Pengadilan Pajak.
Tipe penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis dengan menguraikan terlebih dahulu mengenai data dan informasi yang diperoleh sebagai hasil penelitian. Pengumpulan data melalui dokumen dalam bentuk buku-buku karya ilmiah, peraturan-peraturan di bidang perpajakan atas migas dan dokumen lainnya seperti putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa pajak (kini Pengadilan Pajak), laporan keuangan Wajib Pajak, maupun booklet perusahaan Pengumpulan data juga dilakukan di lapangan melalui wawancara.
Perlakuan pajak atas penghasilan dari usaha di bidang migas didasarkan atas ring fence policy dan uniformity principle. Ring fence policy adalah kebijakan yang membatasi kerugian yang diderita oleh satu BUT di satu ladang minyak tidak bisa ditarik ke BUT lainnya yang mempunyai keuntungan walaupun BUT itu milik dari perusahaan yang sama. Jadi yang dipagari adalah kerugiannya. Sebagai akibat dilaksanakannya ring fence policy, untuk setiap wilayah kerja harus dibentuk satu perusahaan, sehingga apabila satu perusahaan induk hendak beroperasi dibeberapa wilayah kerja maka untuk setiap wilayah kerja harus didirikan satu perusahaan tersendiri, dan masing-masing harus mempunyai NPWP sendiri-sendiri. Dengan kata lain apabila perusahaan induk luar negeri beroperasi di beberapa wilayah kerja, maka akan ada beberapa BUT yang beroperasi di Indonesia. Sedangkan uniformity principle adalah kebijakan yang mengatur bahwa perhitungan PPh yang terhutang oleh KPS adalah sama dengan yang diatur oleh Undang-undang PPh sendiri, sehingga ada keseragaman dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk Wajib Pajak KPS dan untuk Wajib Pajak-Wajib Pajak lainnya.
Analisis akan difokuskan pada kesesuaian ketentuan perpajakan di lapangan dengan hukum positip yang berlaku, kesesuaian pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas dengan azas-azas perpajakan, perbedaan penafsiran antara fiskus dengan Wajib Pajak dan permasalahan putusan banding yang telah dikeluarkan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (kini Pengadilan Pajak).
Dari hasil penelitian dan wawancara diperoleh bahwa pada dasarnya pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha di bidang migas yang terjadi di lapangan sudah sesuai dengan hukum positif yang berlaku. Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku" adalah undangundang pajak yang berlaku pads scat kontrak kerja sama ditandatangani dan berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak tersebut. Dan pengenaan pajak atas penghasilan usaha di bidang migas pada hakikatnya telah sesuai dengan azas-azas perpajakan yang ada, baik dari asas equality, certainty, confinience of payment, maupun efisiensi. Meskipun terjadi perbedaan antara fiskus dan kontraktor namun perbedaan ini lebih diakibatkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan pospos pengeluaran dari pembukuan Wajib Pajak.
Apabila keputusan yang dihasilkan dari upaya banding tetap belum memuaskan para pihak yang bersengketa, maka ditempuh upaya luar biasa berupa pengajuan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Disarankan agar semua pihak yang bersengketa mentaati keputusan pengadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soni Samiono
"Salah satu risiko dalam usaha perbankan adalah kredit bermasalah (non performing loan). Sikap kehati-hatian bank yang baru membukukan perhitungan bunga dari aktiva non performing sebagai pendapatan bunga, setelah dibayar tunai) oleh debitur, tidak diakui oleh perpajakan, kecuali setelah terbitnya keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-273/PJ/1998 yang menentukan bahwa penghasilan bunga yang bersumber dari kredit non performing sebagai penghasilan pada saat bunga tersebut diterima bank (cash basis). Penyisihan cadangan penghapusan piutang yang dilakukan pihak perbankan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin terjadi di masa yang akan datang tidak dapat diakui sepenuhnya oleh perpajakan, kecuali setelah terbitnya Keputusan Menteri Keuangan No. 681KMK.0411999 yang merubah Keputusan Menteri Keuangan No. 2351KMK.01/1998, yang mengatur besarnya dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Hal inilah yang menunjukkan adanya perbedaan prinsip mengenai perhitungan pendapatan antara kedua belah pihak. Oleh karenanya, perlu penelitian dilakukan untuk memecahkan pokok permasalahan tersebut. Untuk itu perlu dicari pendekatan , agar pengenaan pajak penghasilan yang dilakukan terhadap pendapatan bunga tetap sesuai dengan prinsip keadilan.
Tipe penelitian yang penulis lakukan adalah deskriptif analisis dan pengumpulan data diiakukan melalui penefitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara dengan direksi PT. Bank "X" dan Manager Akuntansi PT. Bank "X".
Berdasarkan SKAP1 PAI (Prinsip Akuntansi Indonesia) dan PSAK-31 Bab III Poit 02 disebutkan bahwa pendapatan dan beban bunga diakui secara akrual (accrual basis) untuk performing loan (lancar), sementara untuk non performing loan (tidak lancar) diberlakukan cash basis.
Dalam hubungannya dengan pembentukan cadangan penghapusan piutang, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.80/KMK.0411995 tanggal 2 Juni 1995 adalah besarnya dana cadangan penghapusan piutang yang diperkenankan adalah 3% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
Kesimpulan penulis adalah bahwa perpajakan hanya mengakui pendapatan bunga baik non performing, maupun performing secara accrual basis dan perpajakan tidak mengakui kolektibilitas [credit yang menyiapkan cadangan penyisihan (kerugian) piutang yang membebani iaba tahun berjalan sebagai ciri sikap kehati-hatian bank. Saran penulis adalah agar pendapatan bunga akliva non performing diakui pada saat realisasi dan selisih atas cadangan penghapusan piutang tidak diakui sebagai pendapatan dalam tahun yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Pintor Donisura
"Skripsi ini membahas mengenai pajak pertambahan nilai atas pemberian cumacuma (hadiah) oleh bank kepada nasabah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan transaksi-transaksi perbankan yang terdapat pemberian cuma-cuma (hadiah) didalamnya dan pemberian cuma-cuma (hadiah) termasuk pemberian Barang Kena Pajak. Penelitian ini juga menjelaskan implikasi pengenaan PPN atas pemberian cumacuma pada transaksi perbankan terhadap status Bank sebagai PKP atau bukan PKP dan menunjukan adanya hambatan yang dikarenakan adanya perbedaan pendapat antara Bank dan Dirjen Pajak.

This research elucidates about the value added tax ("VAT") of the free gift by the bank to the customer. The approach method of this thesis is descriptive qualitative. The results of this research explains that the free gift policy of the banking transactions is categorized as a taxable goods. This research also explains the VAT imposition implications on the free gift policy of the banking transactions againts the bank status as VAT enterprise or non-VAT enterprise and this research indicate the existence of barriers due to disagreements between the Bank and the Directorate General of Taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujono
"Tesis ini menganalisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank. Penulisan ini bertujuan untuk penggambaran pelaksanaan perlakuan perpajakan atas usaha bank berdasarkan prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang umumnya berlaku.
Perangkat undang-undang yang digunakan adalah Undang-undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya terutama yang berhubungan dengan kredit non performing yaitu Undang-undang Perbankan, Keputusan-keputusan Direktur Bank Indonesia serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 Akuntansi Perbankan.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan konsultan pajak dan petugas fungsional pemeriksa pajak.
Pembahasan lebih diutamakan pada analisis perlakuan pajak atas piutang pada usaha bank untuk menentukan Penghasilan Netto dari Wajib Pajak usaha bank ditinjau dari berbagai prinsip dan azas perpajakan yang berlaku umum.
Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan penghitungan Penghasilan Netto atas kredit non performing berdasarkan pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak dengan Instansi lainnya sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak. Disamping itu dijumpai adanya ketidak kepastian hukum karena Surat Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Standar Akuntansi Keuangan yang menentukan pengakuan penghasilan bunga kredit non per forming secara cash basic berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan secara accrual basic. Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentang Besarnya Dana Cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya tidak sama dengan Keputusan Direksi Bank Indonesia, sehingga menimbulkan pula ketidak pastian hukum.
Pemeriksa menyarankan agar Pemerintah dalam membuat peraturan perpajakan jangan bertabrakan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada pada bidang usaha tertentu agar tidak terjadi penafsiran ganda atas ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut serta agar peraturan yang satu sejalan dengan peraturan lainnya.
Sebelum peraturan perpajakan berlaku agar disosialisasikan dulu kepada intern Direktorat Jenderal Pajak dan kepada Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Ari Mangiring
"Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Sehingga Pemerintah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu pewujudan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana dalam pembiayaan Negara dalam Pembangunan Nasional guna tercapainya tujuan negara. Penting dan strategisnya peran serta sektor perpajakan dalam penyelenggaraan pemerintah dapat dilihat Anggaran Belanja Negara (APBN) dan Rancangan APBN setiap tahun yang disampaikan pemerintah, yaitu terjadinya peningkatan persentase sumbangan pajak dari tahun ke tahun. Agar pungutan pajak tidak menciderai rasa keadilan masyarakat maka perlu suatu upaya pemaksaan yang bersifat legal. Legalitas dalam hal ini adalah dengan menyandarkan pungutan pajak melalui Undang-Undang. Tanpa undang-undang, pemungutan pajak tidak mengikat masyarakat tidak sah. Oleh karena pemungutan pajak untuk kepentingan rakyat, maka pemungutan pajak haruslah terlebih dahulu disetujui oleh rakyatnya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang telah diamandemenkan dalam Pasal 23A amandemen ke-III Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang?. Telah terjadi perubahan besar dalam sistem perpajakan Official Assesment ke Self Assesment maka pada pelaksanaan pemungutan pajak, adakalanya terjadi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Perbedaan antara Wajib Pajak dan Fiskus terjadi karena tidak dapat titik temu dalam persepsi penafsiran peraturan perundang-undangan penghitungan serta penerapan peraturan perundang-undangan secara jelas. Perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Fiskus inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa pajak. Sengketa pajak perlu diselesaikan perlu diselesaikan secara adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, sederhana, serta memberi kepastian hukum. Disinilah eksistensi Pengadilan Pajak sangat diperlukan agar keadilan dalam hal membayar pajak dapat ditegakkan.
Berkembangnya rasa tidak percaya masyarakat pada saat ini terhadap penegakan hukum sengketa pajak di pengadilan pajak serta masih adanya dualisme dalam kedudukan Pengadilan Pajak, mendorong Penulis untuk melakukan penelitian sampai sejauh mana upaya hukum Wajib Pajak dalam mencapai rasa keadilan dan untuk mengetahui eksistensi kedudukan Pengadilan Pajak apakah telah sesuai dengan konstitusi dasar UUD1945.

Tax constitutes a very important source of income for the state for the administration of the government and for the implementation of national development. Therefore, the Government positions taxation obligation as one of materializations of state obligation which constitutes a means in the financing the State in the National Development for the achievement of state goals. The importance and strategic participating role of taxation sector in the administration government can be observed from the State Revenue and Expenditure Budget Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]) and the Draft APBN of every year presented by the government, which is, the increase of percentage of contribution from year to year. In order that tax collection does not violate the of justice of the society, then, it is necessary to have a legal coercive effort. Legality in this matter is to underlay tax collection on a Law. Without a law, tax collection will not bind the society and will be illegitimate. Since tax collection is carried out for the interest of the people, then, tax collection must firstly be approved by its people, as stated in Article 23 paragraph (2) of the 1945 Constitution which has been amended in Article 23A of the 3rd Amendment to the Constitution, which reads as follows ?Tax and other coercive levies for the needs of the state will be stipulated by law?. There has been a major change in the taxation system, from Official Assessment system to Self Assessment system, consequently in the implementation of tax collection sometimes there are difference of opinions between the Taxpayer and the Fiskus [Tax Officials]. The difference between Taxpayer and Fiskus takes place because there is not any common perspective in the perception for the interpretation of statutory regulations with regard to the calculation as well as the implementation of statutory regulations in a clear manner. This difference of opinion between Taxpayer and Fiskus could cause the occurrence of tax dispute. Tax dispute needs ettled fairly in a prompt, economical, simple procedure and process as well providing legal certainty. At this point, the existence of Tax Court is greatly needed in order that justice in tax payment can be enforced.
The current developing sense of distrust of the society towards the law enforcement of tax dispute at tax court as well as the continuing presence of dualism with regard to the position of Tax Court encourage the Writer to carry out research to discover to what extent the legal effort of Taxpayer in striving to achieve his sense of justice and in order to discover the existence of the position Tax Court, whether it has already in conformity to the 1945 Constitution."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28853
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tun Rozikin
"Programs and activitities in reformation and modernization of taxation is conducted comprehensively covering aspect of software, hardware and humanware. Included in software reform is to repair organization chart and institution, also completion and moderation of operating system (start from recognition and spreading of taxation information, inspection, payment, service, and observation), so that to be more efficient and effective. Entirety of operation based on information technology and supported by cooperation with other institution. Revision of UU KUP and other related regulation, also applying of practice of good governance executed in context of strengthening justice and law, covering all operational steps and lines. There are three targets as speciffically will reach by administration of taxation reform in middle term, that are : (a) significant tax compliance, (ii) high-level of trust upon tax administration and high productivity of tax officer.
These three target is selected to become the target of taxation administration reform according to study of condition and existence of Directorate General of Taxation and priority which will be reached in middle term.
Based on those programs, it is important to test whether program applied by DJP to improve tax compliance reach its goal. This research will check aspect that are the parts of good governance, that is applying code of ethic for examiner in relation with tax compliance.
Issue concerning ethics in service of public in Indonesia is not widely discussed as in developed countries, eventhough it is realized that one of weakness in service of public in Indonesia is the problem of morality. Ethics is often seen as less relevant element related service of public. Though, in literature concerning service of public administration, ethics is one of element which determine satisfaction of public served at the same time efficacy of organization service of public itself.
Based on research result, known that there is significant influence statistically from code of ethics examiner to tax compliance of Taxpayer. Significance level that are obtained are integrity, objectivity, secrecy and competence. There are influences of applying integrity values, objectivity, secrecy and competence altogether in code of ethic toward tax compliance of Taxpayer (Sig. 0,000). Those four independent variables are able to explain 65,3% variance of tax compliance. This number mean there are 34,7% variance of tax compliance which is able to be explained by another variables beside four independent variables in this research.
According to data-processing result in this research, it is found that application competence value in code of ethic have biggest influence to tax compliance compared to application of other values in code of ethic. Therefore, it is recommended, to improve tax compliance, DJP to put attention upon effort of human resource competence, especially tax examiner. Attention at this variable require to be given high priority, because as variable having biggest coefficient, applying of competence value will affect greatest to tax compliance, compared to other variables.

Program dan kegiatan dalam kerangka reformasi dan modernisasi perpajakan dilakukan secara komprehensif meliputi aspek software, hardware dan humanware. Tercakup dalam reformasi perangkat lunak (software) adalah perbaikan struktur organisasi dan kelembagaan, serta penyempurnaan dan penyederhanaan sistem operasi (mulai dari pengenalan dan penyebaran informasi perpajakan, pemeriksaan dan penagihan, pembayaran, pelayanan, hingga pengawasan) agar lebih efektif dan efisien. Keseluruhan operasi berbasis teknologi informasi dan ditunjang oleh kerja sama operasi dengan instansi lain. Revisi UU KUP dan peraturan terkait lainnya, juga penerapan praktek good corporate governance dilaksanakan dalam konteks penegakan hukum dan keadilan, yang memayungi semua lini dan tahapan operasional.
Terdapat tiga tujuan yang secara spesifik hendak dicapai oleh reformasi administrasi perpajakan jangka menengah, yaitu : (i) tercapainya tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, (ii) tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan dan (iii) tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Ketiga tujuan ini dipilih menjadi tujuan reformasi administrasi perpajakan berdasarkan pengkajian yang dilakukan atas kondisi dan keberadaan Direktorat Jenderal Pajak saat ini serta prioritas yang hendak dicapai dalam jangka menengah.
Berdasarkan program tersebut, menjadi penting untuk menguji apakah program yang diterapkan Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak telah mengenai sasaran. Dalam penelitian ini akan diteliti aspek yang merupakan bagian dari good governance, yaitu penerapan kode etik bagi pemeriksa pajak dalam pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Isu tentang etika dalam pelayanan publik di Indonesia kurang dibahas secara luas dan tuntas sebagaimana terdapat di negara maju, meskipun telah disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat sebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Padahal, dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasi pelayanan publik itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat signifikasi pengaruh kode etik pemeriksa terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Tingkat signifikasi yang diperoleh dalam penelitan adalah integritas, obyektifitas, kerahasiaan, dan kompetensi. Terdapat pengaruh penerapan nilai-nilai integritas, obyektivitas, kerahasiaan dan kompetensi secara bersama-sama dalam kode etik pemeriksa pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak (Sig. 0,000). Keempat variabel independen tersebut mampu menerangkan 65,3% variansi variabel Kepatuhan Wajib Pajak. Artinya masih terdapat 34,7% variansi variabel Kepatuhan Wajib Pajak yang dapat diterangkan dengan variabel-variabel di luar empat variabel independen dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian ini, ditemukan bahwa penerapan nilai kompetensi dalam kode etik memiliki pengaruh yang paling besar terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dibandingkan penerapan nilai-nilai lain dalam kode etik. Karena itu direkomendasikan, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, maka Ditjen Pajak perlu menaruh perhatian pada upaya peningkatan kompetensi sumber daya manusianya, terutama pemeriksa pajak. Perhatian pada variabel ini perlu diprioritaskan, karena sebagai variabel yang memiliki koefisien paling besar, penerapan nilai kompetensi akan berdampak paling besar terhadap kepatuhan Wajib Pajak, dibandingkan variabel-variabel yang lain."
2007
T19460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Utari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara beban pajak tangguhan dan manajemen laba, baik untuk tujuan menghindari pelaporan kerugian maupun menghindari penurunan laba, yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk menguji dan membandingkan kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi adanya manajemen laba dibandingkan dengan Model Akrual. Berdasarkan penelitian Philips, Pincus dan Rego (2003), pengukur manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pendekatan distribusi laba dan perubahan laba. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 126 perusahaan dalam industri manufaktur yang terdaftar di BEJ dalam kurun waktu 2003?2005. Keseluruhan perusahaan yang diobservasi adalah 371 firm-year. Model Regresi Logit digunakan untuk menganalisa hubungan beban pajak tangguhan dan model akrual dengan kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba untuk tujuan menghindari pelaporan kerugian dan penurunan laba. Model akrual yang digunakan dalam penelitian adalah Total Akrual berdasarkan pendekatan cash flow (Phillips, et.al, 2003) dan Modified Jones Model (Dechow, 1995). Model regresi logit digunakan karena berdasarkan hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa data penelitian tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian memperlihatkan adanya hubungan yang positif dan siginifikan antara beban pajak tangguhan dan model akrual dengan manajemen laba untuk tujuan menghindari kerugian. Artinya, semakin besar beban pajak tangguhan dan akrual perusahaan, maka semakin besar kemungkinan perusahaan melakukan manajemen laba untuk tujuan menghindari kerugian. Di sisi lain, hubungan yang positif dan tidak signifikan diperlihatkan dalam hubungan antara beban pajak tangguhan dan model akrual dengan manajemen laba untuk tujuan menghindari penurunan laba. Penelitian ini juga bertujuan untuk menguji kemampuan beban pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan untuk tujuan menghindari kerugian dan penurunan laba. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa beban pajak tangguhan memiliki kemampuan yang sangat baik untuk memprediksi manajemen laba yang bertujuan menghindari kerugian dibandingkan dengan kedua model akrual yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa beban pajak tangguhan dapat dijadikan alternatif terhadap model akrual dalam menjelaskan fenomena manajeman laba untuk tujuan menghindari kerugian. Dalam hubungan dengan manajemen laba untuk tujuan menghindari penurunan laba memperlihatkan bahwa beban pajak tangguhan memiliki kemampuan yang lebih baik namun tidak signifikan dibandingkan dengan kedua model akrual yang digunakan."
2007
T 24508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawa Mukti W. Permana
"Perubahan struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara (KPP BUMN) dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern yang mengutamakan pelayanan prima untuk memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Pelayanan khusus dari aparat perpajakan yang terpilih dan berkualitas yaitu Account Representative (AR) dengan tujuan terwujudnya good governance dan customer satisfaction.
Berawal dari tujuan tersebut diatas , penelitian ini dilakukan untuk menganalisa hubungan antara kepuasan terhadap pelayanan dan kepatuhan Wajib Pajak dengan objek penelitian atas pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan PPh dan penyetoran pajak penghasilan Pasal 29 pada KPP BUMN.
Penelitian ini menggunakan metode survei untuk menguji variabel kepuasan yaitu bukti fisik, keandalan , daya tanggap, jaminan dan empati terhadap pelayanan yang tujuannya untuk menumbuhkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Bahwa hasil penelitian terdapat hubungan yang erat antara kepuasan terhadap pelayanan dengan kepatuhan Wajib Pajak, melalui pengukuran kepatuhan Wajib Pajak memenuhi kewajiban formalnya yaitu penyampaian/pelaporan SPT dan penyetoran pembayaran pajaknya. Menarik diketahui bahwa kepatuhan Wajib Pajak KPP BUMN relatif cukup sekedar pemenuhan kewajiban yang disyaratkan oleh Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan hasil penelitian diatas dibutuhkan tekad dan kerjasama yang erat diantara aparat perpajakan dengan melakukan pembinaan/bimbingan terhadap pemahaman perturan perpajakan dan meningkatkan pengawasan untuk mengurangi kelalaian yang dilakukan Wajib Pajak.

The alteration of organization structure at State Owned Company of Tax Servicing Office with applying modern taxation administration system prioritizing prime services for fulfilling tax obligatory needs. Special sevices of selected and qualified taxation officers namely Account Representative (AR) with purposing to realize good governance and customer satisfaction.
Initialized by the purpose above, this research was conducted to analyze the correlation between sevice satisfaction and taxpayers compliance with research object of Annual Notification Letter PPh and Income tax depositing article 29 at KPP BUMN.
This research used survey method for examining satisfaction variable, namely physical evidences, reliance, response, guarantee and empathy on servicing with purposing for increasing taxpayers voluntary compliance.
That the result of research was found closed relationship between service satisfaction and tax payers compliance, through examining the compliance of taxpayers for fulfilling a formal obligation, namely submitting/reporting SPT and depositing of tax settlement. It is interested to know that the taxpayers at KPP BUMN is relatively enough only for fulfilling obligation required by the prevailing laws and regulations.
Based on the result of research above, it is needed willing and closed cooperation among taxation officers with conducting dissemination/ guidance regarding taxation regulation understanding and increasing supervision for decreasing negligence done by tax payers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Ferdinand
"ABSTRAK
Sebagai instansi yang memiliki tugas pokok menangani penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah merumuskan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan memberikan layanan di bidang perpajakan. Untuk meningkatkan penerimaan dalam bidang pajak, sebagaimana yang diamanatkan oleh APBN, tingkat kepatuhan wajib pajak diharapkan selalu meningkat. Dalam hal ini reformasi administrasi di bidang perpajakan menjadi hal yang sangat relevan. Wujud nyata reformasi administrasi perpajakan tersebut diantaranya dapat dilihat sejak akhir tahun 2003, dimulai perubahan mendasar pada sistem administrasi perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bertitik tolak pada perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan menguji dan menganalisis pengaruh sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak, menguji dan menganalisis pengaruh pemeriksaan terhadap kepatuhan wajib pajak, serta menguji dan menganalisis pengaruh sistem administrasi perpajakan modern dan pemeriksaan secara bersama-sama terhadap kepatuhan wajib pajak, dan menguji variabel mana yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sawah Besar Satu. Terdapat pengaruh signifikan dari penerapan sistem administrasi perpajakan modern dan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Mengacu pada hasil penelitian ini, apabila dalam jangka panjang seluruh Kantor Pelayanan Pajak telah menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, maka kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat yang berdampak pada penerimaan pajak yang diperkirakan juga meningkat pesat. Pemeriksaan pajak perlu tetap dipertahankan dan ditingkatkan efektivitasnya agar dapat mendukung kepatuhan Wajib Pajak yang berdampak positif pada upaya peningkatan penerimaan pajak

"
2007
T23805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>