Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96953 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The use of blood agar media to grow and to isolate the pathogenic bachteria and to compare the hemolytic ability of the bacteria is well known. The aim of this study was to investigate the possibility of using expired human blood agar media...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tumbuhan Tanjung (Mimusops elengi Linn.) adalah tumbuhan tegak, tingginya mencapai 15 m. Buahnya berbentuk memanjang dengan panjang 2-3 cm, berwarna orange, sedangkan daunnya berbentuk panjang bulat telur atau bulat memanjang dengan panjang 9-16 cm. Tumbuhan ini banyak terdapat di kawasan India bagian selatan, Burma, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Tumbuhan jenis ini banyak ditanam orang dihalaman dan tepi-tepi jalan sebagai tanaman perindang. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur molekul senyawa kimia yang terkandung dalam buah tanjung, yang kemudian senyawa ini diharapkan mempunyai sifat aktivitas anti bakteri. Isolasi dilakukan dengan Cara maserasi terhadap serbuk daging buah tanjung dalam petroleum eter dan metanol. Kemudian komponen-komponen dipisahkan dengan kolom kromatrografi. Untuk mengetahui sifat aktivitas anti bakteri dari komponen yang berhasil diisolasi, maka dilakukan uji aktivitas anti bakteri dengan metode tabur langsung dengan menggunakan kertas cakram ("paper disc"). Penentuan struktur molekul dari komponen hasil isolasi menggunakan spektrofotometer infra merah (IR), spektrometer resonansi magnetik inti (1H-NMR) serta spektrometer massa (MS). Senyawa kimia yang berhasil diisolasi dan identifikasi diduga adalah senyawa asam dehidro ursolat dengan rumus molekul C30H46Q3 yang didapat dari fraksi metanol dan ternyata komponen tersebut tidak mempunyai sifat aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli, B. subtillis, S. aureus dan Klebsiella."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ariadna Adisattya Djais
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara Penelitian : Umumnya pada masyarakat Indonesia pencabutan gigi masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan gigi. Pasca pencabutan gigi seringkali menimbulkan bakteremia, yang dapat melanjut menjadi endokarditis atau infeksi pada organ lain. Profilaksis yang dilakukan berupa pemberian antibiotika dan upaya profilaksis lain yaitu berkumur, untuk mengurangi jumlah bakteri oral yang dapat masuk dalam darah akibat tindakan pencabutan gigi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan Hexetidine 0,1% dalam mereduksi jumlah bakteri oral, dan juga daya Hexetidine 0,1% dalam mencegah kasus bakteremia pasca pencabutan gigi terhadap bakteri aerob maupun anaerob. Telah diteliti empat puluh subyek penelitian yang dibagi dalam dua kelompok. Sebelum pencabutan gigi kelompok kontrol berkumur dengan air garam faal steril dan kelompok perlakuan dengan Hexetidine 0,1%, dilakukan pemeriksaan terhadap hasil kumuran, plak gigi dan darah peserta yang diambil dari vena cubitis.
Hasil dan kesimpulan : Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besar reduksi bakteri oral setelah berkumur dengan Hexetidine 0,1% dan air garam foal steril, terdapat perbedaan yang bermakna dengan p < 0,05. Pada pemeriksaan darah lima menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia sebesar 85% dan pada kelompok perlakuan sebesar 50%. Pada pemeriksaan darah sepuluh menit, pada kelompok kontrol terdapat kasus bakteremia 40% dan kelompok perlakuan sebesar 25%. Disimpulkan bahwa dengan berkumur Hexetidine 0,1% sebelum pencabutan gigi, akan mereduksi bakteri oral dengan persentasi tinggi dan menurunkan insidens kasus bakteremia pasca pencabutan gigi. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Ambarwulan
"

Latar Belakang : Infeksi intraabdomen (IIA) merupakan respons inflamasi peritoneum oleh mikroorganisme penyebab sepsis dan kematian kedua terbanyak di ruang intensive care unit (ICU).1,2Complicated intra-abdominal infection worldwide observational study (CIAOW) menunjukkan angka kematian infeksi intraabdomen komplikata sebesar 10,5%. Terapi antimikroba atau antibiotik merupakan hal penting dalam penanganan IIA. Dalam mendukung keberhasilan penanganan kasus IIA dibutuhkan informasi akurat mengenai karakteristik dan pola kepekaan terhadap antibiotik yang dapat digunakan sebagai acuan penggunaan antibiotik pada kasus IIA. Tujuan: Mendapatkan karateristik mikrobiologis dan klinis pada kasus IIA dan mengetahui hubungan antara faktor klinis dan mikrobiologi dengan luaran klinis pasien.

Metode: Data diambil secara prospektif  dengan desain pontong lintang. Sampel penelitian berupa jaringan intraabdomen dan darah yang diambil saat pembedahan. Uji identifikasi dan uji kepekaan dilakukan untuk deteksi bakteri aerob dan bakteri anaerob. Hasil:. Infeksi intraabominal komplikata lebih banyak dibandingkan IIA non-komplikata (63,63%), kasus sepsis (63,63%) dan peritonitis (45,45%). Infeksi intraabominal terkait rumah sakit lebih banyak dibanding IIA komunitas yaitu 56,36%). Patogen yang paling sering ditemukan adalah Eschericia coli (34,78%), Klebsiella pneumoniae (10,86%) dan Enterococcus faecalis ((8,69%). Pola kepekaan terhadap amikasin, meropenem, ertapenem dan tigesiklin adalah 100% pada isolat E. coli, sementara piperasilin/tazobaktam lebih rendah (90,62%), seftazidim dan sefepim (68,75%). Ditemukan E. coli resisten multiobat  (62,5%), K. pneumoniae resisten multiobat (50%) dan E. faecalis resisten multi obat (50%). Terdapat hubungan antara faktor klinis sepsis dengan luaran klinis. Pemberian terapi antimikroba sebaiknya mengacu kepada rekomendasi yang dibuat berdasarkan pola kuman dan pola kepekaan setempat.

Kesimpulan: Bakteri Gram negatif masih merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada kasus IIA. Dengan tingginya temuan bakteri resisten multiobat makan pemberian antimikroba harus mempertimbangkan cakupan antimikroba terhadap patogen penyebab.

<

Background: Intraabdominal infection (IAI) is the peritoneum inflammatory process due to microorganisms, the leading cause of sepsis, and the second cause of death in the intensive care unit (ICU). Complicated intra-abdominal infection worldwide observational study (CIAOW) showed the mortality rate of complicated IAI of 10.5%. Antimicrobial therapy or antibiotics is important in managements of IAI. Accurate information is needed to improve IAI management; regarding the characteristics and patterns of sensitivity of antibiotics as a reference for antibiotics use in IAI.

Aim: This study aims to obtain microbiological and clinical pictures in IAI and the correlation between clinical and microbiological factors with the patient’s clinical outcomes.

Method: Data were collected prospectively using a cross-sectional design. The sampel in this study is intraabdomen tissue and blood that was taken during surgery. Identification and antimicrobial sensitivity testing was carried out to detect aerob and anaerob bacteria.

Result: Complicated cases is larger in number more than non-complicated IAI (63.63%), sepsis (63.63%) and peritonitis (45.45%). Hospital-related IAI much more than community IAI (56.36%). The most common pathogens are Eschericia coli 34.78%), Klebsiella pneumoniae (10.86%) and Enterococcus faecalis (8.69%). The sensitivity of amikacin, meropenem, ertapenem and tigesycline was 100% in E. coli, while piperacillin/ tazobactam was lower (90.62%), ceftazidime and cefepime (68.75%). It was found that multi-drug E. coli was (62.5%), multi-drug resistant K. pneumoniae (50%) and multi-drug resistant E. faecalis (50%). There is correlation between sepsis clinical factors with patient’s outcome. The administration of antimicrobial therapy should refer to recommendations made based on local microba and sensitivity patterns. 

Conclusion: Gram-negative bacteria are still the most common bacteria found in patient intraabdominal infections. With the high findings of multi-drug resistant bacteria, antimicrobial administration must consider the antimicrobial coverage of the causative pathogen.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Fitria
"Kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri. Bakteri dapat berasal dari berbagai sumber di lingkungan, termasuk dari tinja manusia dan hewan yang tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah makanan, pencucian peralatan yang tidak bersih, dan penggunaan air pencuci yang berulang kali. Salah satu tempat pengolahan makanan yang mendapat perhatian adalah Kantin FKM UI, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa air bilasan dan piring makan yang tersedia di kantin tersebut telah terkontaminasi bakteri Coliform dan Faecal Coliform. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri kontaminan pada air bilasan dan piring makan dari kantin tersebut dengan cara penambahan asam cuka dengan volume tertentu ke dalam air bilasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam cuka sebanyak 9 ml pada 2 liter air bilasan hingga mencapai pH 4 berhasil menurunkan jumlah bakteri selain E. coli pada air bilasan dan pada piring makan. Sedangkan penurunan jumlah bakteri E. coli baru tampak setelah penambahan asam cuka sebanyak 90 ml pada 2 liter air bilasan hingga mencapai pH 3. Namun hal tersebut dianggap bias, karena keterbatasan teknik pemeriksaan bakteri dengan Total Plate Count yang sangat mengandalkan kemampuan penaamatan visual.
Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengamati efek penambahan asam cuka dalam air bilasan terhadap penurunan E. coli dengan menggunakan metode pemeriksaan laboratorium yang lebih khusus (menggunakan media selektif untuk pertumbuhan E. coli)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yulika Harniza
"Resistensi bakteri terhadap antibiotik sudah menjadi masalah di rumah sakit Indonesia dan dunia. Banyaknya penggunaan antibiotik dengan dosis yang tidak adekuat, dan pemakaian antibiotik dalam jangka waktu lama memberikan andil besar pada peningkatan resistensi antibiotik. Bangsal Bedah RSUPN CM merupakan salah satu unit kesehatan yang memiliki insiden tinggi terjadinya infeksi. Pola bakteri beserta pola resistensi penting diketahui sebagai pertimbangan dalam penatalaksanaan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola resistensi bakteri yang diisolasi dari bangsal bedah. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang; data merupakan data sekunder hasil uji kepekaan bakteri yang diisolasi dari bangsal bedah RSUPN CM pada tahun 2003-2006 yang didapat dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI. Data dibagi dua berdasarkan kurun waktu 2003-2004 dan 2005-2006. Dari data didapatkan tujuh bakteri terbanyak yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Staphylococcus epidermidis, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, dan Streptococcus viridans. Staphylococcus aureus mempunyai nilai resistensi terbesar pada Chloramphenicol. Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa mempunyai nilai resistensi yang besar pada Amoxicillin dan Trimethoprim-Sulfamethoxazole. Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae juga mempunyai nilai resistensi besar pada Ciprofloxacin. Terjadi peningkatan persentase resistensi beberapa antibiotik uji pada 2003-2004 ke 2005-2006. Namun ada pula uji yang menurun atau menetap. Perbedaan ini dapat terjadi karena berbagai hal dan dipengaruhi bebagai faktor. Harus dilakukan upaya-upaya pengendalian dalam penggunaan antibiotika dan pencegahan resistensi dengan berbagai strategi.

Bacterial resistance to antibiotics has been an issue in hospitals in Indonesia as well as around the world. Inappropriate usage of antibiotics for a long period and errors in prescribing inadequate antibiotics dosages have been the main cause of the resistance. Due of its nature, The Surgery ward of RSUPNCM is one of the medical units that has high infection occurrence rates. The knowledge of bacterial resistence patterns must be studied and understood to successfully execute the right antibiotic for a certain infection. The purpose of this study is to evaluate bacterial resistance patterns which were isolated from the surgical ward of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2003-2006. During the study, secondary data of bacterial isolation report from Clinical Microbiology Laboratory FKUI in 2003-2006 are also used. The data are divided into two time spans, 2003-2004 and 2005-2006. From the data gathered, we have found the top seven bacteria quantity wise; they are Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Staphylococcus epidermidis, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, and Streptococcus viridans. Staphylococcus aureus has the highest resistance to Chloramphenicol. Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus mirabilis, and Pseudomonas aeruginosa have the highest resistance to Amoxicillin and Trimethoprim-Sulfamethoxazole. Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae also have the highest resistance to Ciprofloxacin. The Antibiotics resistance tests show an increasing trend of the isolated bacteria resistance to antibiotics in the comparative study of the two years time spans. Nonetheless, we did also find some of the resistances that are decreasing in trend or stayed constant. These alterations are caused by many factors. Correct procedural usage of antibiotics and, management of infection preventions and treatments for controlling the bacterial resistance growth are essentials.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Alfa
"ABSTRAK
Anaemb-Aemb Fixed Bed Reaclor merupakan unit pengolahan biologis aengan kombinasi proses anaerobik aerobik untuk mendapatkan hasil penyisihan yang optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari anaerob-aemb Hxed bed reactor dalam pengolahan Iimbah tahu tempe terutama dalam penyisihan COD dan kandungan N delam Iimbah tahu dan mengidemitikasi kelemahan dan perbaikan yang dlbutuhkan untuk memudahkan penerapan di lapangan.
Reaktor anaerob dan aerob ini terbuat dari bahan FRP (Hbenglass Reinforced Plastic).
Bahan ini dipilih karena sifamya yang ringan dan tidak mudah retak. Hal ini membenkan kemudahan dalam pemasangan dan pemindahan Iokasi.
Media pengisi (lempat menempelnya mikroorganisme) terbuat dari bahan PVC dengan ukuran % inch dan panjang potongan 2 inch yang ditempatkan dalam keranjang berlubang dari FRP.
Limbah yang digunakan adalah limbah tempe dan Iimbah dari tahap penggumpalan bubur tahu dari pabrik tahu milik PRtMKOPT| di Jalan Gang Seratus Kelurahan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Variasi beban pada penelitian ini seperti dilihat pada tabel dibawah :
Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah COD, pH, temperatur NH4-N. NO2~N, NO3-N, suspended solid dan alkalinitas pada Laboratorium Analisa PT SUCOFINDO.
Dari hasil peneliiian ini diperoleh hasil konsentrasi effluent reaktor sebagai berikul :

"
1996
S34576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Infeksi Nosokomial masih menjadi masalah serius di rumah sakit baik di Indonesia maupun di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola bakteri dan sensitivitasnya terhadap antibiotik serta sumber penularan yang berpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui metode observasional laboratorium. Sampel penelitian diambil dari Ruang Rawat Bedah RSUDZA berupa spesimen yang terdiri dari usap tangan/hidung/luka pasien, tangan/hidung tenaga kesehatan, peralatan, mobiler ruangan dan udara ruangan. Spesimen yang diperoleh dilakukan kultur dan uji sensitivitas antibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA. Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 64spesimenyang diperoleh, 36 spesimen(56,25%) diantaranya terisolasi bakteri sebanyak 38 isolat, sementara 28 spesimen (43,75%) lainnya steril. Hasil identifikasi dari 38 isolat bakteri ditemukan bakteri patogen sebanyak 10 isolat (26,31%) dan non patogen sebanyak 28 isolat (76,32%). Pola kuman patogen yang berpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA terbanyak adalah Staphylococcus aureus (70%), diikuti P. aeruginosa, E. coli danAcinetobacter sp. masing-masing 10%. Sumber penularan terbanyak yang berpotensimenyebabkan infeksi nosokomial adalah mobiler ruangan, kemudian diikuti dengan pasien dan tenaga kesehatan. Staphylococcus aureus masih sensitif terhadap vankomycin dan clindamycin masing-masing sebesar 100% dan 85,71%, namun demikian semuanya telah resisten terhadap oxacillin sehingga bakteri ini digolongkan ke dalam MRSA. Pseudomonas aeruginosa hanya sensitif terhadap meropenem sehingga digolongkan ke dalam bakteri penghasil ESBL. Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon dan meropenem sedangkan Acinetobacter sp sudah resisten terhadapantibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon dan meropenemnamun masih sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin. Infeksi Nosokomial masih menjadi masalah serius di rumah sakit baik diIndonesia maupun di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polabakteri dan sensitivitasnya terhadap antibiotik serta sumber penularan yangberpotensi sebagai penyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat BedahRSUDZA. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui metodeobservasional laboratorium. Sampel penelitian diambil dari Ruang Rawat BedahRSUDZA berupa spesimen yang terdiri dari usap tangan/hidung/luka pasien,tangan/hidung tenaga kesehatan, peralatan, mobiler ruangan dan udararuangan. Spesimen yang diperoleh dilakukan kultur dan uji sensitivitasantibiotik di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUDZA. Data dianalisissecara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasilpenelitian ini menunjukkan bahwa 64spesimenyang diperoleh, 36 spesimen(56,25%) diantaranya terisolasi bakteri sebanyak 38 isolat, sementara 28spesimen (43,75%) lainnya steril. Hasil identifikasi dari 38 isolat bakteriditemukan bakteri patogen sebanyak 10 isolat (26,31%) dan non patogensebanyak 28 isolat (76,32%). Pola kuman patogen yang berpotensi sebagaipenyebab infeksi nosokomial di Ruang Rawat Bedah RSUDZA terbanyak adalahStaphylococcus aureus (70%), diikuti P. aeruginosa, E. coli danAcinetobactersp. masing-masing 10%. Sumber penularan terbanyak yang berpotensimenyebabkan infeksi nosokomial adalah mobiler ruangan, kemudian diikutidengan pasien dan tenaga kesehatan. Staphylococcus aureus masih sensitifterhadap vankomycin dan clindamycin masing-masing sebesar 100% dan85,71%, namun demikian semuanya telah resisten terhadap oxacillin sehinggabakteri ini digolongkan ke dalam MRSA. Pseudomonas aeruginosa hanyasensitif terhadap meropenem sehingga digolongkan ke dalam bakteri penghasilESBL. Escherichia coli masih sensitif terhadap antibiotik golongancephalosporin, fluoroquinolon dan meropenem sedangkan Acinetobacter spsudah resisten terhadapantibiotik golongan cephalosporin, fluoroquinolon danmeropenemnamun masih sensitif terhadap gentamisin dan tobramisin.
"
610 JKY 20:3 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Honesty Indria Nisa
"Dalam penelitian ini, dilakukan oleozon sebagai bahan antiseptik atau antidermatitis dalam bentuk minyak cair. Berdasarkan mekanisme reaksi Criegee, ozon mengikat asam-asam lemak tak jenuh pada minyak nabati yang secara ekslusif terjadi pada ikatan-ikatan rangkap C=C dalam masing-masing struktur gugus asam lemaknya. Pemilihan minyak zaitun, biji anggur, bunga matahari, dan kedelai adalah ditinjau pada kandungan asam-asam lemak yang cukup tinggi namun memiliki kandungan yang berbeda. Pembuatan oleozon ini dilakukan dengan menggunakan ozonator hasil rancangan sendiri yang dapat beroperasi secara kontinyu selama lebih dari 12 jam. Reaksi ozonasi dikondisikan pada kisaran suhu 15-22ºC selama 42 jam secara bertahap dengan laju alir udara sebesar 180 L/jam dengan konsentrasi ozon yang keluar dari ozonator sebesar 60 mg/jam. Selanjutnya dilakukan pengujian efikasi terhadap bakteri menggunakan metode kertas cakram. Sampel minyak akan dikarakterisasi menggunakan metode bilangan iod, bilangan asam, analisis FTIR, dan pH. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keempat minyak nabati memiliki efikasi dalam mendisinfeksi bakteri Stapylococcus aureus. Pada penelitian ini, minyak zaitun dan kedelai memiliki efikasi tertinggi dibandingkan dengan minyak lainnya.

In this study will performed the synthesis of oleozon as a desinfectant or antidermatitis forming by liquid oil. By using ozone, Criegee mechanism for unsaturated fatty acid in vegetable oils will occurs to breaking down of bonds double C=C contained in structure of fatty acid. The selection of olive oil, grape seed, sunflower and soyabean based on the content of fatty acids that are quite highly and has a different fatty acid. For making ozonated oil is carried out by using design ozonator which can operate during 12 hours. The condition of reaction at temperature range of 15-22ºC for 42 hours gradually with constant air flow rate of 180 L/h with ozone concentration of 60 mg/hr. The control will be performed by Staphylococcus aureus bacteria effication by paper dishes method. The sample will be characterized and analyzed to see the change of oil after ozonation by using method of acid number, iodin number, FTIR, and pH. From the research, each sample after ozonation process can deactives Staphylococcus aureus bacteria. Olive oil and soyabean has higher effectively than other oils.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Indrati
"Sugar is a very important carbon and energy source for human. The
local production of sugar in indonesia is not adequate and alternative
sources should be found. Microorganisms (Bacillus amyfoiiquefaciens, B. Iicheniformis, B. cereus, B. circulans, B. megaterium, B. polymyxa, B. stearothermophilus, Pyrococcus woeseg P. furiosus, Clostndium thermosulfurogenes, C. thermohydrosulfuricum, Aspergillus awamorL A. nigen A. oryzae, A. saitoil Mucor rouxianus, Penicillium oxalicum, Rhizopus deleman Aerobacter aerogenes, and Streptomyces) are known as producer ot on-amylase, glucoamylase, and pullulanase enzymes through of starch fermentation which may be converted into a sugar compound. A preliminary study on endophytic bacteria proved their ability to grow on soluble starch, glutinous rice, and pullulan. Pullulanase convert pullulan to maltotriosa. This enzyme may work synergistically with on-amylase and with glucoamylase for a better conversion of starch to glucose. An endophytic bacteria lCMe3 obtained from the Research and Development Centre for Biotechnology LIP! at Cibinong, Bogor was examined on its ability to produce pullulanse _ For this purpose, soluble starch 1%, cassava starch 1%, and pullulan 1% (all wlv), were used as carbon and energy source in Bakshi medium (Bakshi etal., 1993). The concentration of the inoculum_was 1.25 x 10° cells/ml. Incubation was carried out at : 30°C (room temperature) and 37°C (Mapiliandari, 1999), at pH 7.0 (Bakshi et al., 1993) and pH 5.0 (Mapiliandari, 1999). The fermentation process was terminated after 24 - 26 hours. The growth of lCNle3 varied depending on carbon source, temperature, and pH. The best growth was found on pullulan at pH 7.0 and incubation temperature of of 30°C . However, when the pH of the medium was lowered to 5.0 (Mapiliandari, 1999) and the incubation temperature 30°C a higher cell number (79.5) x 108 cells/ml was obtained on pullclan as carbon source. The bacteri was grown on cassava starch medium and the pullulanase activity studied. The synergism of pullulanase with amylase and with glucoamylase to degrade cassava starch was also studied. To obtain the crude enzyme extract, the cell mass was centrifuged with a Sorval RC - 26 Plus centrifuge. The Hltrate was then concentrated with UHF, sedimented with (NH4)2SO4, and dialized with buffer Na-acetat (pH 4.8). Activity of the crude enzyme was examined on cassava starch and on
pullulan. The unit activity of enzyme was 1.374 U/ml on cassava starch,
1.290 U/ml on pullulan, and the protein content was 0.039 mglml. The activity of the crude enzyme, after treatment with UHF, was 2.225 U/ml for pullulan, 2.527 U/mt for cassava starch, and the protein content was 0.014 mg/ml. The activity of the crude enzyme obtained after sedimentation with 60% saturation of (NH4)2SO4, was 1.156 U/ml for pullulan, 1.162 U/mi for cassava starch, the protein content 0.579 mg/ml. After dialysed with buffer Na-acetate (pH 4.8) the activity was 6.25 U/ml for pullulan, 6.45 U/ml for cassava starch with the protein content of 2.997 mg/ml. To study the optimum pH and temperaturefor the enzyme production, the isolate iCMe3 was grown on Bakshi medium with various pHs, : 4.0, 4.5, 4.8, 5.0, 5.5, 6.0, 6.5, 7.0 and incubated at various temperatures 30°C, 40°C 50°C, 60°C, 70°C, 80°C, 90°C. The optimum pH for enzyme sinthesis on puliulan was 5.0 (4.81 U/ml) and on cassava starch 4.8 (13.27 U/ml). The optimum temperature for enzyme synthesis on pullulan was 40°C (26416 U/ml) and on cassava starch 50°C (22.34 U/ml). The best synergism of pullulanase with on-amylase for both C sources was 25% (dilution of enzyme), while the synergism with glucoamylase was 100% for pulluian and 50% for cassava starch to convere the starch (pullulanand cassava starch) glucose."
2001
T3164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>