Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212879 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisca Presylia W.
"Pengarusutamaan gender (PUG) saat ini telah menjadi konsep yang banyak diterapkan di berbagai sektor. Pentingnya kesetaraan gender bahkan sudah pada level kebijakan pemerintah dimana dengan dikeluarkannya Inpres no 9 tahun 2000, penerapan PUG menjadi keharusan, salah satunya di Departemen Hukum dan HAM. Sejak tahun 2002 telah diadakan serangkaian kegiatan sosialisasi program PUG ini di lingkungan Departemen Hukum dan HAM untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep dasar gender kepada pegawai Departemen Hukum dan HAM. Tesis ini membahas mengenai efektifitas program sosialisasi PUG di lingkungan Departemen Hukum dan HAM, disamping itu juga berusaha untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi efektifitas sosialisasi program PUG di lingkungan Departemen Hukum dan HAM.
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam dan lengkap mengenai objek penelitian dengan mengesampingkan generalisasi. Dalam melakukan pengambilan data, penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, dan studi literatur/kepustakaan mengenai pelaksanaan sosialisasi program PUG di Departemen Hukum dan HAM dan literatur pendukung lainnya. Analisis terhadap data lapangan disajikan dalam bentuk analisis data wawancara dan observasi terhadap kegiatan sosialisasi serta peserta sosialisasi setelah mengikuti sosialisasi khsusunya mengenai isu gender.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses sosialisasi program PUG masih menemui berbagai hambatan. Meskipun dengan adanya sosialisasi telah mampu membangun pemahaman yang baik mengenai konsep dasar gender di kalangan peserta namun belum efektif dalam mengubah perilaku peserta dalam isu-isu gender. Menurut peneliti, hal ini disebabkan tidak adanya opinion leaders yang mampu menjadi pemimpin sekaligus suri tauladan yang baik dalam pelaksanaan konsep PUG di kehidupan sehari-hari. Saran yang diberikan oleh peneliti antara lain perlu adanya evaluasi menyeluruh atas kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan, disamping itu perlu dikembangkannya forum informal agar muncul opinion leaders yang mumpuni.

Gender mainstreaming today is a very well known concept and has been adopted in many sector, including in public sedor. In Indonesia, the gender mainstreaming, since the Inpres no. 9 / 2000 being adopted in many govemmental organization, including the Department of Law and Human Rights. Therefore, since 2002, the Department planned and conduct some socialization program in order to giving some broader knowledge about basic gender concept to their administration. This graduate thesis discusses the effectiveness of the socialization of gender mainstreaming program in the Department of Law and Human Rights. The purpose of this research, is not only to know the effectiveness, but also to identify the fadors that affecting the effectiveness of the socialization.
In conduding research, the researcher applies gualitative approach with descriptive type of research. The method incorporated is case study, which is aimed at obtaining deeper and more complete picture of the object under research putting aside broader generalization. This research used field observation and in-depth inlerview as a data colledion techniques. Data analysis is performed through the field data and the concept of effective Information dissemination by Duggan and Banwell.
The result brings out some conclusions and insights about the program’s socialization process, which is still had problems occurred during the socialization. Although the socialization program took some success in giving a great understanding about the basic concept of gender, but it's still ineffective in terms of changing the gender behavior. According to the researcher 's, its because of the lack of opinion leaders among the employees. Opinion leaders whom can lead and give some great self-example about how the gender concept applied in the daily basis. The researcher's recommendation for the socialization program is try to evaluate the program in order to find gaps and the second recommendation is to create informal forum, so later, from the forum can emerge good opinion leaders about gender concept.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26834
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Agustin Adhandani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program workshop seperti apa yang sesuai untuk mensosialisasikan kompetensi inti di PT X dan apakah terdapat peningkatan pengetahuan dan pemahaman karyawan mengenai kompetensi setelah dilakukan intervensi tersebut. penilitian ini pada awalnya dilakukan terhadap 34 orang responden, namun karena kondisi perusahaan yang ada, maka responden yang mengikuti intervensi ini yaitu 10 orang karyawan.

This study aims to find out what kind of workshop program is suitable for socializing core competencies in PT X and whether there is an increase in knowledge and understanding of employees regarding competency after the intervention. This research was initially carried out on 34 respondents, but because of the condition of the existing company, the respondents who followed this intervention were 10 employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Mangasi Nofrina Erri Mutiha
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan, gambaran, dan sosialisasi emosi malu dan emosi bersalah pada generasi tua dan generasi muda di suku Batak. Emosi malu dan bersalah termasuk dalam kelompok moral emotions karena dianggap berperan dalam membina perilaku bermoral dan mencegah terjadinya perilaku yang salah (Tangney&Fischer, 1995). Tangney dan Fischer (1995) mengatakan bahwa ketika merasa malu, individu menilai diri mereka telah gagal dalam memenuhi standar lingkungan sosialnya. Sementara dalam emosi bersalah, individu menilai diri mereka bertanggung-jawab terhadap kesalahan yang mereka lakukan. Fokus evaluasi pada emosi malu adalah diri secara keseluruhan, sementara pada emosi bersalah adalah pada suatu tindakan yang telah dilakukan.
Tipe penelitian ini adalah gabungan dari penelitian kuantitatif dan kualitatif (mixed method). Analisis kuantitatif dilakukan untuk menguji hipotesis null bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada emosi malu dan emosi bersalah antara 50 partisipan generasi tua dan 50 partisipan generasi muda suku Batak. Emosi malu dan emosi bersalah diukur dengan menggunakan Test of Self-Conscious Affect 3 (TOSCA-3) (Tangney, Dearing, Wagner, & Gramzow, 2000). Analisis kualitatif dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari wawancara dengan 6 partisipan.
Hasil penelitian dengan menggunakan teknik statistik Independent Samples T-Test menunjukkan perbedaan yang signifikan pada emosi malu antara generasi tua dan generasi muda suku Batak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada emosi bersalah antara generasi tua dan generasi muda suku Batak. Dari analisis hasil wawancara diperoleh hasil yang menunjukkan kesamaan antara generasi tua dan muda dalam situasi dan ekspresi emosi bersalah. Sementara untuk situasi dan ekspresi emosi malu terdapat perbedaan. Sosialisasi emosi malu dan emosi bersalah pada kedua generasi diperoleh dari lingkungan keluarga, sekolah, teman dan ajaran di gereja sejak usia Sekolah Dasar.

This research was conducted in order to see the difference, portrayal, and the socialization of shame and guilt in the old and younger generation of Batak tribe. The emotions of shame and guilt belongs to a group of moral emotions, because their role are considered in fostering moral behavior and preventing wrong behavior (Tangney & Fischer, 1995). Tangney dan Fischer (1995) says that in shame, people evaluate themselves that they have failed to meet the standards of the social environment. While guilt, makes people evaluate themselves to be responsible of the wrongdoing they has done. The focus of evaluation in shame is the self as a whole, while in guilt the focus is on the action that the self has done.
The type of this research is a mix of quantitative and qualitative methods. The quantitative analysis was conducted to test the null hypothesis that there is no significant difference in the emotions of shame and guilt among the 50 participants of older generation and 50 younger participants of Batak tribe. The emotions of shame and guilt were measured using the Test of Self-Conscious Affect 3 (TOSCA-3) (Tangney, Dearing, Wagner, & Gramzow, 2000). Qualitative analysis performed by processing data obtained from interviews with 6 participants.
The results using statistical techniques of Independent Samples T-Test showed a significant difference in the emotion of shame between the older generation and the younger generation of Batak tribe. There was no significant difference in the emotion of guilt between the two generation. The analysis results of data obtained from interviews show similarities between the old and younger generation in situation that can elicited guilt feeling and in emotional expression of guilt. As for the emotion of shame, there were differences in situation that can elicited the feeling and also in emotional expression of shame. The socialization of shame and guilt in both generation were mostly obtained from family, especially from parents since they are in elementary school age. Although, there are other agents such as school, friends, and church teachings.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafirah Zhafarina Irawan
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan emosi malu dan bersalah antara generasi tua dan muda pada suku Bugis. Tidak hanya melihat perbedaan, penelitian ini melihat lebih jauh bagaimana proses sosialisasi nilai terkait emosi malu dan bersalah pada suku Bugis. Penelitian dilakukan menggunakan mixed methods, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui pengukuran emosi malu dan bersalah menggunakan TOSCA 3 yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Pendekatan ini dilakukan pada 45 orang generasi tua dengan umur minimal 65 tahun dan 45 orang generasi muda dengan kisaran umur 18 - 20 tahun dan pendekatan kualitatif dilakukan menggunakan wawancara dan observasi terhadap dua orang generasi tua dan dua orang generasi muda. Partisipan penelitian merupakan suku Bugis di Kabupaten Barru dan Bone, dengan kriteria memiliki orangtua yang juga berasal dari suku Bugis dan selama hidupnya tinggal di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada emosi malu (p = 0,00, LoS 0,05) dan pada emosi bersalah (p = 0,00, LoS 0,05) antar generasi pada suku Bugis. Adapun berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa orangtua, sekolah dan komunitas merupakan agen sosialisasi yang penting dalam menanamkan nilai budaya terkait emosi malu dan emosi bersalah pada suku Bugis.

This research was conducted to investigate differences in shame and guilt between old generation and young generation in Buginese. Beside that, this research aims to find cultural values related shame and guilt socialization process. This research used mixed methods, which used both quantitative and qualitative approach. Quantitative approach was measured shame and guilt using TOSCA 3 that has been adapted to Indonesia. This approach was conducted to 45 old generation minimum 65 years and 45 young generation from 18 to 20 years. Qualitative approach was using interview and observation to both 2 person representing old and young generation. Sample of this research was Buginese in Barru and Bone with qualification such as has Buginese parents and stay in South Sulawesi as they live. The findings show that there are significant differences in shame (p = 0,00, LoS 0,05) and guilt (p = 0,00, LoS 0,05) intergeneration on Buginese. Moreover, findings shows that parents, school and community as important agent of socialization in implant cultural values related shame and guilt in Buginese.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S60247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Federika Arwan
"Penelitian tentang "Sosialisasi Anak di Daerah Skouw, Kotamadya Jayapura" difokuskan pada 3 (tiga) desa yaitu : Desa Skouw Sae, Desa Skouw Mabu dan Desa Skouw Yambe di Kecamatan Muara Tami yang merupakan daerah perbatasan negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara tetangga Papua New Guinea.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk sosialisasi anak di daerah Skouw, kaitannya dengan latar belakang sosial budaya. Untuk mencapai tujuan dimaksud, digunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah holisme yang bersifat deskriptif dan prosesual.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah "purposive sampling" dengan jumlah sampel sebanyak 30 kepala keluarga (KK) dari populasi yang ada. Teknik ini digunakan dengan,pertimbangan bahwa karakteristik populasi yang ada bersifat homogen, sehingga dapat dianggap representatif. Sementara itu pusat perhatian lebih difokuskan pada keluarga dalam suatu rumah tangga, khususnya yang telah mempunyai anak.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan seperti pengasuhan dan perawatan anak, serta penyampaian informasi kepada anak tentang nilai-nilai, normanorma dan aturan-aturan yang disepakati bersama dalam kebudayaan orang Skouw merupakan titik perhatian dari kajian ini. Melalui proses pembelajaran ini pula, sifat-sifat seperti bekerja sama (gotong royong), bertanggung jawab, patuh dan taat, sopan dalam pergaulan, minta dilayani dan sifat agresif dapat dikembangkan pada diri anak sesuai dengan lingkungan sosial budaya di mana anak lahir, tumbuh dan berkembang menjadi dewasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Agustini
"Pola sosialisasi selain dipengaruhi oleh status sosial ekonomi juga dipengaruhi berbagai macam faktor yaitu faktor budaya, pengalaman orangtua, usa orangtua, usia anak, jumlah anak, jenis kelamin anak, urutan atau posisi anak dan kondisi anak. Selain hal pola sosialisasi itu diterapkan menurut tingkatan umur, hal itu dilakukan juga dalam pemberian hukuman dan imbalan. Agen sosialisasi yang paling utama yaitu keluarga. Dalam penelitan ke enam skripsi di FISIP UI banyak yang mengkaitkan agen sosialisai keluarga dan agen sosialisasi sekolah, yaitu dalam teori “ oleh person dinyatakn ada perbedaan yang jelas antara fungsi sosialisasi di rumah dan di sekolah: “affective-affective neutrality”, “self-collective orientation”, “universalism-particularism”, “ascription-achivement”, “specificity-diffuseness”. Pada dasarnya ke empat agen sosialisasi mempunyai peran yang sama tergantung dari agen sosisalisasi mana yang paling dominan berperan dalam tiap diri individu. Tahapan proses sosialisasi, dalam penelitian ini terbanyak pada tahapan remaja kemudian pada tahapan anak-anak khusunya balita. Hal ini dikarenakan pada tahapan ini seseorang masih tergantung pada agen sosialisasi yang paling utama yaitu keluarga, dengan kata lain masih tergantung pula pada “significant other”. Pola sosialisasi dikaitkan dengan perspektif teori dari ke enam skripsi, empat skripsi menggunakan teori fungsional yaitu dalam lingkungan keluarga terciptanya suatu stabilitas dan konsensus. Sehingga dari teori fungsional itupun dapat terlihat bahwa pola sosialisasi yang banyak dipakai pada keluarga adalah pola sosialisasi partisipasi. Dalam penerapan sosialisasi, hal terpenting yang dapat dilihat mengenai adanya fungsi adaptasi yaitu “conformity” yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat, yaitu dengan melihat pada faktor-faktor yang mempengaruhi, baik itu internal maupun eksternal."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S10571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Suryadi
"Tesis ini membahas tentang sosialisasi nilai-nilai budaya Amerika dalam kegiatan perkemahan. Orang Amerika melakukan kegiatan berkemah untuk mengisi waktu luang setelah bekerja keras. Kegiatan ini dimanfaatkan untuk menghilangkan kelelahan dan kebosanan yang diakibatkan oleh rutinitas sehari-hari, sehingga dicapai kesegaran fisik dan mental untuk mencapai efisiensi kerja yang tinggi. Sejalan dengan kegiatan perkemahan yang memberi rasa riang bagi para pekemah, kegiatan ini merupakan medium penyerapan nilai-nilai budaya terutama untuk generasi muda.
Dalam Bab I, secara umum tesis ini memberi gambaran tentang kerangka tesis atau sebagai bab pendahuluan.
Dalam Bab II, memberikan gambaran tentang perkemahan di Amerika, sejarah, jenis-jenis perkemahan yang ada, kegiatan, kepemimpinan, perkemahan yang menunjang dunia pendidikan, serta paradoks kemajuan teknologi yaitu close to nature.
Bab III, mengupas masalah interaksi dalam kegiatan perkemahan. Dalam bab ini diuraikan tentang hubungan antara peserta itu sendiri dalam hidup berkelompok untuk menjalin persahabatan. Perbedaan pendapat tentu tidak dapat dihindari, untuk itu bila terjadi konflik harus saling memahami dan menghargai pendapat orang lain sangat ditekankan. Disini nilai demokrasi diserap oleh para peserta dalam kerjasama untuk mencapai kebahagiaan di perkemahan. Pemimpin perkemahan mempunyai peranan yang sangat penting. Peserta diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang positif untuk membangun sikap cinta alam sebagai sumber keindahan. Keseimbangan lingkungan terjamin, kehidupan satwa liar tidak terganggu meskipun muncul teknologi modern, sehingga timbul sikap close to technology, sekaligus close to nature.
Bab IV, memuat analisa masalah-masalah pokok tentang munculnya minat orang Amerika pada kegiatan perkemahan dalam hubungannya dengan etos kerja, waktu luang, dan wilderness yang ada dalam pikiran orang Amerika, konsep sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai individualisme, kesamaan, kebebasan, dan demokrasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi nilai. Kegiatan perkemahan yang dirasakan dapat menunjang kebutuhan rekreasi, keakraban dan dunia pendidikan menjadi suatu kebutuhan sebagian besar orang Amerika, karena murah, efisien (waktu relatif singkat), dan menggembirakan.
Bab V, membicarakan mengenai kesimpulan dari penelitian sehingga merupakan inti dari tesis ini."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Azizah Etek
"Berangkat dari pemikiran bahwa keluarga dan Tempat Penitipan Anak adalah agen sosialisasi bagi anak, dimana kedua institusi merupakan penanam nilai nilai utama kehidupan yang perlu ditegakkan agar kelak anak dewasa akan menjadi anggota masyarakat yang dapat beperilaku sesuai patokan masyarakat. Konsep nilai tentang kejujuran, keadilan budipekerti pendidikan dan kesehatan ternyata perlu diinternalisasikan pada anak melalui pola asuh yang diperankan oleh keluarga atau TPA.
Dikeluarga anak mengalami sosialisasi primer dalam suatu proses yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi keluarga, relasi sosial antara suami dan istri. Kedekatan hubungan antara anak, ibu dan bapak yang dicerminkan oleh interaksi sosial yang berlangsung, menunjukkan seberapa jauh nilai dapat disosialisasikan dan teraplikasi dalam kehidupan keluarga sebagai langkah awal dalam pensosialisasian anak. Di TPA pun sama halnya, proses sosialisasi anak dipengaruhi oleh relasi sosial antara pengasuh, interaksi pengasuh dengan anak, anak dengan anak, melalui kegiatan yang terstruktur adalah wujud nyata dari proses pensosialisasian anak di TPA.
Penelitian tentang sosialisasi anak dalam keluarga dan TPA yang merupakan studi kasus atas dua TPA dan empat keluarga yang terdiri dari dua keluarga kelas sosial menengah (KSM) dan dua keluarga dari kelas sosial bawah (KSB) ini telah mendapatkan temuan sebagai berikut:
Ternyata isi nilai yang ditanamkan dan pola asuh yang dipakai oleh keluarga dan TPA tak selalu sama, karena hal ini sangat dilatar belakangi oleh unsur unsur pendukung berlangsungnya sosialisasi di institusi masing-masing. Dikeluarga anak cenderung diperlakukan khusus, partikular, sedang di TPA secara umum universal .Tidak semua nilai seperti kejujuran, keadilan. budipekerti, pendidikan dan kesehatan ditanamkan 'secara utuh di keluarga , sedang di TPA ditanamkan secara utuh dan terstruktur. Disamping itu ditemukan pula kenyataan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh keluarga kelas sosial menengah (KSM) cenderung autoritatif permisif sedang pada keluarga kelas sosial bawah (KSB) otoriter permisif, pada hal di TPA pola asuh yang diterapkan secara jelas berada pada pola asuh yang autoritatif.
Dengan kecenderungan yang demikian terdapat beberapa perbedaan yang diperkirakan bisa menimbulkan konflik nilai pada anak sehingga bisa menghambat effektifitas sosialisasi anak. Penanaman nilai-nilai pada anak apabila dilakukan dengan cara yang tepat melalui dukungan situasi dan kondisi yang menguntungkan bagi proses keberlangsungan sosialisasi tersebut, maka nilai yang ditanamkan pada anak dapat tumbuh subur dan berkembang internalized dalam diri anak dan akan menjadi patokan berperilaku kelak. Dengan demikian proses sosialisasi anak dalam keluarga dan TPA akan semakin penting untuk diperhatikan terutama oleh ibu bekerja yang punya anak balita yang juga dititipkan pada TPA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syadli Z.A.
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis kepada proses sosialisasi siswa yang terjadi di Madrasah 'Aliyah "Raudlatul Ulum", Anyar, Serang, Jawa Barat. Madrasah ini merupakan salah satu unit pendidikan keagamaan yang berasal dari pesantren yang diperluas dengan pendidikan umum. Perluasan ini mencakup pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dan Pendidikan Moral Pancasila sesuai dengan ketentuan yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang terkenal dengan Kurikulum 1984. Kurikulum tersebut berisi pesan-pesan kebudayaan nasional yang disosialisasikan melalui proses kegiatan belajar mengajar agar menjadi milik siswa yang, selanjutnya, diwujudkan dalam perilaku.
Di Madrasah 'Aliyah ini terdapat kegiatan belajar ?mengajar. Kegiatan ini melibatkan guru, siswa, memerlukan bahan yang diajarkan, cara mengajarkannya, mempunyai tujuan yang akan dicapai dan dalam situasi tertentu. Pelaksanaan kegiatan ini diduga menimbulkan mekanisme pengajaran. Mekanisme pengajaran diperkirakan merupakan proses sosialisasi, karena unsur-unsur dalam mekanisme pengajaran tersebut sama dengan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam proses sosialisasi. Masalah yang dirumuskan untuk diteliti adalah bagaimana fungsi guru dan siswa dalam mekanisme pengajaran dan bagaimana proses sosialisasi antara guru dan siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila dan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Metodologi penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deskriptif, karena subyek penelitiannya adalah studi kasus dengan instrumen pengumpulan data wawancara kepada orang-orang yang terlibat langsung dan tak terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan ; juga dilakukan pengamatan berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar dan penulis menganalisis isi peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan yang diberlakukan di madrasah ini. Data lapangan yang diperoleh itu diolah dan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural fungsional. Pendekatan ini menempatkan unsur-unsur tersebut di atas dalam kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem.
Bahasa dan Sastera Indonesia dan Pendidikan Moral Pancasila tersusun secara sistematis di dalam Kurikulum 1984 sebagai isi pesan kebudayaan nasional. Proses sosialisasi dua mata pelajaran tersebut di madrasah ini berlangsung masing-masing enam belas dan dua belas jam pelajaran, tetapi perilaku yang diduga sebagai perwujudan nilai-nilai moral Pancasila ternyata bukan hasil sosialisasi Pendidikan Moral Pancasila, sedangkan pemakaian Bahasa dan Sastra Indonesia baku terwujud dalam perilaku siswa, terutama di lingkungan sekolah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-7071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>