Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145834 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Suyekto
"Kompetensi instruktur merupakan kemarnpuan kelja setiap instruktur sesuai jcnjang jabatannya, yang rnencakup aspek pengetahuan, ketrampiian dan Instruktur ada dua yaitu kompetensi keahlian dan kompetensi metodologi pelatihan. Dengan ditctapkannya kepmenakertras no Kep.l40/MenfVI/2008 tentang penetapan SKKNI Tentang metodologi pelatihan maka dipandang perlu untuk memetakan kompetensi metodologi pelatihan instruktur dilingkunan Balai Latihan kelja agar diketahui peta kornpetensi dan kesenjangan yang tcrjadi antara kompetensi metodologi pelatihan yang diperlukan dan kompetensi yang terscdia pada kualitikasi instruktur terampil dan instruktur ahli Serta dapat menentukan Kebutuhan pclatihan apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesenjangan lcompetensi tcrsebut. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatifi Metode pengumpuian data yang dilakukan adalah mctode survey. Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dengan rnenggunakan instrumen kuesioner dan pedoman wawancara, scrta data seklmder. Data yang diperoleh kemudian diolah dcngan menggunakan SPSS for window V 15.0. Hasil penelitian adalah Secara Umum terdapat kescnjangan kompetcnsi instruktur di Balai Latihan Kexja UPTP Ditjen Bina Lattas Depnakerlrans baik instruktur ahli maupun instruktur terampil, kecuali instruktur terampil pelaksana yang kesenjangan antara kompetensi aktual dan kompetensi idealnya relative kecil. Tingkat pencapaian kompetensi instruktur ahli pada kompetensi metodologi pelatihan 89%, lnstruklur penyelia 90%, Instruktur pelaksana lanjut 90% dan instruktur pelaksana 95%. Berdasarkan pengelompokan tingkat pcnguasaan kompetcnsi inslruktur menurut Entegrys Incoxporate (1993) maka kemarhpuan aktual instruktur dalam hal metodologi pelatihan tingkat penguasaan kompetensinya tergolong kiasiiikasi comfort (nilai 6,1 ~ 8) artinya tingkat kompetensi instruktur sampai dcngan baik dalam pemahaman, namun kurang yakin dalam pelaksanaannya. Hasil analisis kebutuhan Pelatihan menunjukkan bahwa secara umum telah cukup diklat, hal ini terlihat dari sebagian besar masuk wilayah C dan ada beberapa kompelcnsi yang mernerlukan pclatihan tetapi tidak mendesak yang masuk wilayah B. Dari keterbatasan penelilian yang dikemukakan diatas, pcneliti dapat membcrikan beberapa saran amau penelitian lanjutan yaitu pemetaan kompetensi instruktur sesuai bidang kejuruan/keahlian yang disesuaikan dengan jenjang jabatan untuk melengkapi kompetensi instruktur yang ada.

Instructor competence is instructor ability based on its position ladder, that include knowledge aspect, skill and job attitude based on instructor competence standart that be agreed. There are two competence instructors, those are skills and training methodology oompetences.Based on Kepmenakertrans no. Kep 140/MenfVI?2008, that’s training methodology, it has to map the instructor training methodology competence at BLK, in order to know the map competence and discrepancy that be happened among the training methodology competence needed and instructor and be able to determine the training necessity, what can be done to reduce discrepancy of the competence. This research is descriptire research by quantitative and qualitative approach, The method of data collecting is survey method. The data consists of primary data by using questioner instrument and interview guidance and secondary data. The acquired data is processed by using SPSS for window V 15.0. Generally, the research result, there is instructor competence discrepancy at UPTP of BLK Ditjen Bina Lattas Depnakertrans for specialist instmctor and skilled instructor, exept t.he executor skilled instructor that discrepancy between current and ideal competence be minor relativeThe achievement degree of specialist instructor competence on training methodology competence is 89%, supervisor instructor is 90%, advanced executor instructor is 90%, and executor instrtor is 95%. Based on the classification ot instructor competence authority degree (according to Entegrys Incorporate, 1993), that instructor current ability in training methodology of competence authority degree belong to comfort classification( grade 6,1 - 8 ). It means that instructor competence degree be smart in understanding but its implementation., it’s not con vinced. The result of training necessity analyzing shows that it has been enough, it can be sen from parts of them. Include C area and there are parts of competence need training but it doesn’t make B area be insist on the limitation ofthe research, researcher wants to give some suggestions or advanced research that is about instructor competence mapping based on his skill, position ladder to complete the instructor competence that has been available."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34371
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mutia R.
"ABSTRAK
Penelitian ini mengembangkan tiga model alternatif dalam menentukan solusi
terbaik penanganan Sampah di DKI Jakarta. Alternatif pertama adalah sistem sentralisasi
pengelolaan sampah dimana sistem pengeloiaan sampah dilakukan terpusat hanya ada satu
tempat pengotahan dan koordinasi langsurig dati pusat. Alternatif kedua adalah sistem
desentralisasi yaitu sistem pengelolaan per wilayah dah wilayah terkecil yaitu kelurahan,
kecamatan, dan kotamadya yang dikoofdinasi oleh masing ? masing wilayah kotamadya
yang ada di Jakarta. Alternatif ketiga adalah sistem semidesentralisasi pengelolaan sampah
dimana pada sistem ini setiap level dan sumber sampah yang terbagi atas tiga kategori yaitu
perumahan, tempat komersial dan industm melakukan pengelolaan sampah sendiri.
Untuk menilai bobot/kepentingan dari setiap elemen dilakukan dengan menggunakan
anaiytic hierarchy process (AHP). Untuk membuat model hirarki dilakukan studi pustaka dan
wawancara/brainstorming terhadap pakar yang ahil dalam masalah sampah. Kemudian membangun
hirarki yang tersusun dan empat level yang susunannya terdlri dan Tujuan, Krlterla, Sub Krttena, dan
Alternatif.
Dari hasil pengolahan data terpillh alternatif terbaik adalah sistem desentralisasi dengan
bobot global 0.437. Dengan mempeñorltaskan peran swasta dalam mengembangkan manajemen
dan teknologi pengolahan sampah. Aitematif kedua adalah sistem semidesentrahsì dengan bobot
global 0.343 dengan memprioritaskan peran swasta dalam pemberdayaan masyarakat. Alternatif
terakhir adalah sistem sentralisasi nilai bobot global dengan 0.220 yang memprioritaskan aspek
swasta dalam melakukan Investasi untuk sistem penanganan sampah di DKI Jakarta
Prioritas ini sesuai dengan keberhasilan pengelolaan sampah secara desentralisasi
di kawasan Rawasan, Jakarta Pusat. Dengan pilot project yang baru dilaksanakan untuk
kawasan ini diharapkan untuk pada masa yang akan datang untuk seluruh wilayah DKI
Jakarta yang memakal sistem sentralisasi dapat menerapkan sistem desentralisasi.

ABSTRACT
This study develops three alternative models in determining the best solution to
handle waste in DKI Jakarta. The first alternative ¡s centralized system of waste ?nanagement
¡n which the waste is managed centrally in one place and directly coordinated from the
central. The second alternative is the decentralized system, where the waste is managed for
each district, form the small district le. political district administered, sub district, municipality.
This system is coordinated by each of ?municipality district in Jakarta?, The third system is
semi-decentralized system in which the waste is managed according to the level and sources
of waste. They are from residential, commercial areas and industries. This system manages
the waste by itself.
To asses intensity of each element, it is used Analitic Hierarchy Method (AHP). This
method is used by developing hierarchies, consisting of 4 hierarchies i.e. Goals, Criteria,
Sub- criteria and alternatives. To develop hierarchy model, by using literature review and
asking people who expert in handling waste management.
From data analysis it requires, the best result is decentralized system with the
intensity value 0.437. in this system, the private contribution is prioritized by developing
management and technology of waste. The second alternative is the semi-desentralized
system, with the global weight of 0.343 by priotizing the private sector role In society
empowerment. The last alternative is the centralized system, where the intensity value is
0.220. in this alternative,by priotizing the private sectors to interest in the system to handle
waste management in DKI Jakarta.
This priority is approriate with succesfulty to handle of waste by the decentralized
system in Rawasai area, Central Jakarta. With pilot project that has been construct to this
area for ¡ni the future this p?oject should be apply in whole DKI Jakarta area that using The
centralized system apply the decentralized system.

"
2002
T4574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly
"Merangking peralatan kritis di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP merupakan hal terpenting sebelum menentukan metode pemeliharaan yang digunakan untuk setiap masing ndash; masing peralatan. Pada penelitian ini, penulis memperkenalkan metode terbarukan dalam menentukan dan merangking peralatan kritis di PLTP dengan metode Fuzzy Borda Count FBC. Proses perhitungan dengan metode FBC menggabungkan antara analisis kualitatif dengan analisis kuantitatif. Langkah pertama pada proses ini adalah menyaring terlebih dahulu sistem dengan menggunakan matriks risiko orde 2 x 2. Setelah itu menyaring peralatan dengan menggunakan matriks risiko orde 5 x 5. Dalam tahapan perhitungan terdapat 8 faktor yang berpengaruh terhadap sistem dan peralatan. Faktor tersebut di bobotkan serta di normalisasikan dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process AHP . Dengan adanya nilai bobot setiap faktor maka dapat menghitung indeks dari setiap peralatan. Serta tahapan terakhir dalam merangking dengan menggunakan metode Fuzzy Borda Count FBC.

Ranking of critical equipment in Geothermal Power Plants GPPs is the most important thing before determining maintenance method used for each equipment. In this research, the author introduces a new method in determining and ranking of critical equipment in GPPs with Fuzzy Borda Count method. The calculation process by FBC method through combination of qualitative analysis with quantitative analysis. The first step in this process is to filter the system using Risk Analysis RA of a 2th order risk matrix. After that, we must filter the equipment from system in GPPs using Risk Analysis RA of a 5th order risk matrix. In this calculation, we use 8 factors that affect the system and equipment in GPPs. These factors are weighted and normalized using the Analytic Hierarchy Process AHP method. Given the weight value of each factor then it can calculate the index of each equipment. And the last step is ranking critical equipment by using Fuzzy Borda Count method FBC."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elena Feridani
"PT. X sebagai perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi migas memiliki resiko operasional yang tinggi sehingga spesifikasi terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan juga kompleks. Maka keputusan pemilihan pemasok di PT. X juga menjadi penting. Karena itu dibutuhkan suatu metode yang objektif dan mampu mengatasi permasalahan multikriteria secara proporsional. Dalam penelitian ini akan dibahas dua alternatif metode yang dapat digunakan, yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy AHP.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus, yaitu pemilihan pemasok jasa pemeliharaan fasilitas off shore di PT X. Pertama-tama kriteria dan sub kriteria yang digunakan untuk memilih pemasok jasa pemeliharaan fasilitas off shore, dipilih oleh Procurement Specialist di PT. X kemudian dilakukan pembobotan kriteria dan sub kriteria dengan menggunakan metode AHP dan Fuzzy AHP.
Dari penelitian ini didapatkan 7 kriteria dan 34 sub krteria yang menjadi pertimbangan dalam memilih pemasok. Kriteria Kesehatan, Keselamatan dan Lingkungan merupakan kriteria yang memiliki prioritas dan bobot tertinggi untuk memilih pemasok. Sedangkan kedua metode yang digunakan memberikan hasil pembobotan yang tidak jauh berbeda satu sama lain dengan rata-rata perbedaan bobot sebesar 0,032.

As an oil and gas company, PT X has a very high operational risk in every of its activities. This cause the company has very detail specifications on goods or services that they needed. So, the decision on supplier selection becomes important. This situation needs an objective and accommodative method for multi criteria supplier selection problem. This research will introduce two alternatives method which can be used to solve these problems; they are the Analytic Hierarchy Process (AHP) and Fuzzy AHP.
This research using study case approach in off shore facilities maintenance service supplier selection problem at PT.X. First, the criteria and sub criteria used to evaluate supplier is chosen by some procurement specialist in PT X, then the criteria and sub criteria is weighted by AHP and Fuzzy AHP Method.
This research resulting 7 criteria and 34 sub criteria used to evaluate the supplier. Health, Safety and Environmental is the criteria with highest priority and weight for selecting supplier. The two methods used here, give weighting result which is not too different each other with said average difference is 0,032.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T18705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rike Novisia Kasayu
"Penelitian yang dilakukan oleh The Standish Group pada tahun 2012 menunjukkan masih terdapat 43% proyek pengembangan perangkat lunak di dunia yang bersifat challenged dan 18% lainnya merupakan proyek yang gagal total. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa dengan mengurutkan faktor-faktor kesuksesan proyek, perusahaan dapat mengetahui cara mengoptimalkan proyek-proyek yang ada menjadi proyek yang berhasil serta dapat memberikan manfaat kepada perusahaan. Dengan demikian, penelitan ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan proyek pengembangan perangkat lunak di Indonesia.
Penyusunan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan proyek (critical success factors) dilakukan dengan metode Systematic Literature Review (SLR). Variabel-variabel dari hasil SLR ini kemudian dievaluasi oleh 3 orang pakar dan hasilnya menjadi masukan pada teknik Analytic Hierarchy Process (AHP). Responden pada teknik AHP ini adalah 23 orang pakar di bidang proyek pengembangan perangkat lunak dari organisasi Project Management Institute (PMI) Indonesia.
Dengan memanfaatkan software Expert Choice, dihasilkan urutan/peringkat faktor-faktor kesuksesan proyek pengembangan perangkat lunak di Indonesia. Selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan 2 orang pakar melalui wawancara untuk mendapatkan opini mereka mengenai hasil penelitian ini.
Kriteria yang paling menentukan kesuksesan proyek pengembangan perangkat lunak di Indonesia adalah tujuan bisnis terpenuhi. Sementara itu, kategori project management factors merupakan kategori CSF yang paling berpengaruh. Dengan mempertimbangkan seluruh kriteria dan kategori CSF, didapatkan 10 peringkat CSF teratas. CSF yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan proyek pengembangan perangkat lunak di Indonesia adalah scope management.
Dari hasil penelitian ini diusulkan agar manajer proyek maupun perusahaan pengembang perangkat lunak dapat menyusun strategi atau prosedur yang diperlukan dalam menerapkan scope management dengan memanfaatkan prinsip PMBOK.

A study conducted by The Standish Group in 2012 shows that there is 43% software development projects in worldwide categorized as challenged projects, while 18% were totally failed projects. Based on previous study, it is known that by ranking key factors for successful projects, the company can find out how to optimize the projects to successful one, and gain benefit from it. Therefore, this study aims to analyze the critical success factors of software development projects in Indonesia.
Analyzing the critical success factors started with Systematic Literature Review (SLR). SLR results variables that were evaluated later by three experts and the evaluation results will be an input for Analytic Hierarchy Process (AHP). Respondents for this AHP method were 23 experts in software development projects from Project Management Institute (PMI) of Indonesia.
By utilizing Expert Choice software, ranking of critical success factors of software development projects in Indonesia is obtained. Afterward, the result was confirmed by two experts through intensive interview to know their opinion.
The most critical criteria for successful software development projects is fulfillment of business goal. Meanwhile, project management factors are the most critical CSF category among others category. By considering all criterias and CSF categories, this study results top ten CSF. The most critical success factor of software development projects in Indonesia is scope management.
This study recommends project manager as well as software development organizations to establish strategy or procedure required to implement scope management in their projects by utilizing PMBOK principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widjanarko
"Fokus di dalam penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan Sistern Pelatihan Kerja Nasional pada Balai Latihan Kerja Unit Pelaksana Teknis Pusat Direktorat Jenderal Pernbinaan Pelatihan dan Produktivitas.. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward George III. dalam bukunya yang beljudul Implementing Public Policy. Menurut Edward George III suatu kebijakan dapat dinilai implement/asinya dengan mengacu pada empat variabel yang terkait satu sama lain. Keempat variabel tesebut adalah vaxiabel komunikasi (dengan indikator : penyaluran, kejelasan dan konsistensi), variabel sumber daya (sumber daya manusia, kewenangan, informasi dan sarana dan parasana), variabel sikap dan variabel struktur birokrasi (slandar operation prosedur dan iiagmentasi).
Populasi penelitian ini adalah ll Kepala Balai latihan Kexja Unit pelaksana Teknis Pusat.. Data yang digunakan adalah data primer berupa kuesioner dengan menggunakan skala Likert untuk dalam metodenya dan wawancara dengan informan yan mengetahui tcntang Sistem Pelatihan Kelja Nasional. Sedangkan data sckunder, berupa literatur, buku, artikel, perundang-undangan dan dokumen yang terkait dengan penclitian.
Berdasarkan pengolahan data penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa impementasi kebijakan pembinaan Sistem Pelatihan Kexja Nasional (Sislatkernas) pada Balai Latihan Kelja Unit Pelaksana Teknis Pusat (BLK-UPTP) di lingkungan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas sudah beljalan dengan baik. Ini di dapat dengan melihat variabel komunikasi memperoleh skor relatif 77,I7%, variabel sumber daya mendapatkan skor relatif 72,87%, variabel sikap dengan skor relatif 74,55% dan variabcl struktur birokrasi dengan skor nelatif 73,94%. dapat dapat di golongkan baik. Rckapitulasi dari skor relatif variabel-variabel diatas menunjuklcan skor relatif 74,63% schingga berdasarkan acuan interpretasidengan skor tesebut dapat digolongkan baik.
Implementasi kebijakan pcmbinaan Sislatkemas pada BLK-UPTP dapat berjalan lebih baik lagi maka Ditjen Binalattas perlu mcngadakan pemetaan tentang kualifrkasi instruktur dan mengupayakan peningkatan kualifikasi inslruktur melalui diklat, sosialisasi, bimbingan tcknis, workshop serta uji kompetensi bagi instruktur dan penyediaan anggaran untuk menjadikan kcjuruan-kejuruan yang ada di BLK-UPTP dapat menjadi Tempat Uji Kompetensi.

The focus in this research is Policy’s Implementation of National Working Training System {Sislatkemas) in Vocational Training Centre on Centre Technical Implementer Unit of Directorate General of Development of Training and Productivity. This research uses Edward George ill policy implementation theory of his book "Implementing Public Policy". According to Edward George Ill, as policy can be assessed the its implementation with the connection of 4 variables. 4 variables are : communication variable (the indicator : distribution, clarity, and consistency), resources variable (human resources, authority, information, and facilities and infrastructure), attitude variable and birocracy structure variable (standard operation procedure and iragrnentation).
Population in this research is ll head of Vocational Training Centre on Centre Technical Implementer Unit. Primary data is likert questionnaire and interview to knowing of National Working Training System (Sislatkemas). As secondary data are literatures, books, articles, legislation, and the other documents which related with this research.
Based of research data processing, it can be concluded; the development policy .implementation of National Working Training System (Sislatkemas) at Vocational Training Centre on Centre Technical lmplernenter Unit of Directorate General of Development of Training and Productivity is mmiing well. It can be seen the communication variable has score 77,l7%, resources variable has score 72,87%, attitude variable has score 74,5S% and birocracy structure variable has score 73,94%. This score can be classified as good. Recapitulation of variable relative score shown relative score 74,63%. This score, based on reference interpretation can be classitied as good.
Policy implementation of National Working Training System (Sislatkemas) at Vocational Training Centre on Centre Technical lmplementer Unit can be running better, so Directorate General of Development of Training and Productivity needs to do a mapping about instructor qualilication and see about instructor qualification development through training, socialization, technical guidance, workshop, and competencies test to instructor and budgeting provision to make vocation on Vocational Training Centre on Centre Technical Implementer Unit can be the place of competency test.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T34240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Trivalni
"Pelayanan hemodialisis (HD) merupakan tindakan layanan terapi pengganti ginjal bagi pasien dengan kondisi gagal ginjal kronis stadium akhir. Kebutuhan layanan HD sampai saat ini masih tergolong sedikit dan belum seluruh rumah sakit dapat memfasilitasi layanan HD. Dampaknya kebutuhan terlihat pada beberapa rumah sakit yang dijadikan rujukan layanan HD. Meningkatnya kebutuhan layanan HD menyebabkan tingginya kebutuhan penjadawalan. Oleh sebab itu diperlukan pengaturan jadwal tindakan yang tepat sehingga pasien dapat terlayani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun suatu sistem pendukung keputusan untuk Pengaturan jadwal HD dengan menggunakan algoritme AHP dengan menggunakan kriteria sehingga menghasilkan berupa keluaran urutan prioritas dan dan perankingan jadwal layanan HD bagi pasien yang membutuhkan. Dengan adanya sistem pendukung keputusan (SPK) ini diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal di unit HD. Sistem pendukung keputusan dengan menggunakan algoritme AHP (Analytic Hierarchy Process) dilakukan dengan langkah menterjemahkan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama dengan menetapkan kriteria sebagai landasan, membuat matriks perbandingan berpasangan, menentukan nilai normalisasi, menguji konsistensi dan rasio konsistensinya, sehingga bila hasil hitung dari pembobotan kriteria telah didapatkan dan dinyatakan konsisten, maka urutan prioritas dan alternatif penjadwalan dinyatakan valid dan layak menjadi standar baku dalam penetuan jadwal layanan HD. Algoritme AHP selanjutnya akan di tanamakan pada proses pengembangan sistem SDLC waterfall terdiri dari analisis kebutuhan, desain rancangan, implementasi, testing dan integrasi serta maintenance pada proses evaluasi sistem bila sudah berjalan.

Hemodialysis (HD) service is a kidney replacement therapy service for patients with end-stage chronic kidney failure. The need for HD services is still relatively small and not all hospitals can facilitate HD services. The impact of the need is seen in several hospitals that are used as referrals for HD services. With the increasing demand for HD services, the need for scheduling is high. Therefore it is necessary to arrange the right action schedule so that patients can be served properly. The purpose of this study is to build a decision support system for setting HD schedules using the AHP algorithm using criteria so as to produce outputs in the form of priority sequences and ranking HD service schedules for patients in need. By decision support system (DSS) it is hoped that it will be able to provide optimal service in the HD unit. A decision support system using the AHP (Analytic Hierarchy Process) algorithm is carried out by translating the problem and determining the desired solution, creating a hierarchical structure starting with the main goal by setting criteria as the basis, creating a pairwise comparison matrix, determining normalization values, testing consistency and ratios consistency, so that if the calculated results from the weighting of the criteria have been obtained and declared consistent, then the priority order and scheduling alternatives are declared valid and appropriate to be the standard in determining HD schedules. The AHP algorithm will then be embedded in the SDLC waterfall system development process consisting of needs analysis, design, implementation, testing and integration as well as maintenance in the system evaluation process when it is running."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Triyana
"Chatbot merupakan salah satu aplikasi berupa sarana yang dapat mengoptimalkan distribusi layanan kepada pelanggan dengan meminimalkan komunikasi dengan agen manusia langsung di tingkat pertama. Percakapan chatbot dapat diterapkan melalui teks atau text-to-speech atau suara. Pertumbuhan pasar itu sendiri meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk mempertimbangkan platform chatbot terbaik menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikombinasikan dengan metode Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) untuk pasar di Indonesia. Dengan demikian, pasar dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan mencapai kepuasan pelanggan dengan pengiriman layanan responsif yang didukung oleh platform chatbot terpilih.

A chatbot is the most recent application which can optimize service distribution to the customer by minimizing the communication with live human agents in the first level. Chatbot’s conversation could be applied via text or text-to-speech or voice. The marketplace growth itself is mounting in past years. The main purpose of this paper is to consider the best chatbot platform using Analytic Hierarchy Process (AHP) combined with Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) methods for the marketplace in Indonesia. Thus, the marketplace could gain a competitive advantage and achieve customer satisfaction with responsive service delivery supported by a selected chatbot platform."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>