Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safer, Debra L.
New York: The Guilford Press, 2009
616.852 6 SAF d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
"Disabilitas intelektual dikarakteristikkan dengan adanya keterbatasan yang signifikan dalam fungsi intelektual dan perilaku adaptif yang muncul sebelum usia 18 tahun. Dampak disabilitas intelektual yang menonjol pada remaja penyandangnya ialah kegagalan untuk membangun hubungan interpersonal yang diharapkan lingkungan berikut pencapaian prestasi akademis yang rendah. Sementara itu, diketahui bahwa penguasaan keterampilan regulasi emosi dapat menunjang keberfungsian individu, baik dengan mendukung berkembangnya keterampilan sosial yang bersangkutan maupun memfasilitasi kelancaran proses belajar dan adaptasi di sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas program pelatihan keterampilan regulasi emosi berdasarkan metode Dialectical Behavior Therapy pada remaja dengan disabilitas intelektual. Kekhususan Dialectical Behavior Therapy dalam mengikutsertakan lingkungan sosial dan memperhitungkan kondisi biologis klien ditengarai menjadi kunci untuk mengembangkan kapasitas regulasi emosi pada subjek dengan disabilitas intelektual.
Melalui observasi yang dilakukan terhadap tingkah laku subjek antara sebelum dan sesudah mengikuti program intervensi, ditemukan bahwa terdapat peningkatan dalam hal pengetahuan dan sikap subjek terkait aspek-aspek penguasaan keterampilan regulasi emosi. Lebih lanjut, keterampilan untuk menerapkan teknik regulasi emosi secara konsisten pada subjek dengan disabilitas intelektual sangat terkait dengan dukungan lingkungan sosial yang subjek terima dari sekitarnya.

Intellectual disability is characterized by significant limitations in intellectual functioning and adaptive behavior that appears before the age of 18 years old. The prominent impacts of intellectual disability in adolescents are failure to establish interpersonal relationships as socially expected and lower academic achievement. Meanwhile, it is known that emotion regulation skills has a role in supporting the functioning of individual, either by nourishing the development of social skills as well as by facilitating the process of learning and adaptation in school.
This study aims to look for the effectiveness of Dialectical Behavior Therapy DBT in developing emotion regulation skills for adolescents with intellectual disability. DBT's special consideration toward clients rsquo social environment and their biological condition is foreseen to be the key for developing emotion regulation capacity for subjects with intellectual disability.
Through observations on client's behavior, conducted before and after the completion of DBT intervention program, it was found that there is an improvement in client's knowledge and attitudes related to the mastery of emotion regulation skills. In addition, client's consistency to actually practice emotion regulation techniques over time is largely influenced by the support received from the client's social circles.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T46856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitriyanti
"Latar Belakang: simtom psikotik tidak hanya ditemukan pada populasi klinis, tetapi juga pada populasi non-klinis. Simtom psikotik yang muncul pada remaja dapat berkembang menjadi berbagai macam gangguan mental di masa mendatang dan diketahui sebagai faktor risiko berbagai gangguan mental. Orang yang menunjukkan minimal satu simtom psikotik namun tidak memenuhi kriteria untuk ditegakkan diagnosa mengalami psikotik dikategorikan sebagai psychotic like experience (PLE). Penelitian sebelumnya menemukan prevalensi PLE pada remaja anak buruh migran sebesar 78.3%-81.9% sedangkan pada populasi umum sekitar 7-8%. Intervesi dini pada remaja yang menunjukkan simtom PLE dianggap menguntungkan untuk mencegah PLE berkembang menjadi gangguan mental. Dialectical Behavior Therapy (DBT) diketahui efektif membantu mengatasi kekambuhan pada skizofrenia yang memiliki simtom yang mirip dengan PLE sehingga DBT juga diprediksi efektif menurunkan simtom PLE.
Tujuan: menguji penerapan DBT untuk memurunkan simtom PLE pada remaja anak buruh migran di Karawang.
Metode: partisipan pada penelitian merupakan murid SMP di Karawang dengan rentang usia 14 sampai 16 tahun dan merupakan anak buruh migran. Desain penelitian ini adalah repeating treatments within subject. Intervensi terdiri dari satu sesi individu untuk wawancara awal dan 6 sesi kelompok untuk meningkatkan skill behavioral. Skill mindfulness merupakan skill utama yang diajarkan sepanjang latihan skill distress tolerance, regulasi emosi, dan relationship effectiveness. Pengukuran dilakukan degan menggunakan alat skrining PLEs dan SGABS.
Hasil: Peserta menunjukkan penurunan skor pada alat skrining PLEs dan SGABS setelah dilakukan intervensi DBT. Hasil kualitatif menunjukkan peserta mendapatkan manfaat setelah mengikuti kegiatan intervensi. Peserta memiliki skill baru yang efektif dan bermanfaat untuk menghadapi masalahnya.
Kesimpulan: penerapan DBT membantu remaja anak buruh migran dalam mengatasi PLE.

Background: psychotic symptoms have been found in a wide range of population, not only among clinical population but also among non-clinical population. Psychotic symptoms on adolescents could lead to several serious mental illnesses in the future and is attributable as a risk factor to numerous forms of mental illnesses. People who shows minimum one psychotic symptom but do not meet criteria for clinical diagnosis are categorized as having psychotic like experience (PLE). Previous studies revealed that the prevalence of PLEs among left-behind early adolescents was around 78.3 % - 81.9 %, while the prevalence of PLEs among non-left behind children was around 7-8%. Early intervention program for adolescents exhibiting PLE symptoms will be beneficial prevent PLE develop into disorder. Dialectical Behavior Therapy (DBT) has been identified as an effective treatment to prevent relapse on schizophrenia which has similar symptoms with PLE. Hence, it is reasonable to expect that DBT would also be effective to reduce symptoms of PLEs.
Objective: examine the implementation of DBT in managing PLE.
Methods: the participants of this study were junior high school student age between 14 to 16 years old and having status as left-behind early adolescents. This study was a repeating treatments within subject. This intervention was contains of one individual session in initial interview and six group sessions of behavioral enhancement which was mindfulness as a core skill that also learn through skill for distress tolerance, skill for regulation emotion, and skill of relationship effectiveness. The PLEs screening tool and SGABS screening tool were administered to measure the outcomes.
Results: participants showed a decrease on PLEs score and SGABS score after undergoing the DBT intervention. Qualitative inquiries suggest that participants get benefit from participating in the intervention program. Participant gain a new skill that effective and useful to dealing with the problems.
Conclusion: the implementation DBT help left-behind early adolescents in managing PLE.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Mulya Liansari
"Latar belakang: Metamfetamin merupakan salah satu narkotika yang terbanyak digunakan di Indonesia. Hal ini menimbulkan kondisi ketergantungan metamfetamin yang jumlahnya semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pasien dengan ketergantungan metamfetamin mengalami banyak efek serius yang mencakup kondisi fisik, kondisi psikologis, keuangan, hubungan dengan orang lain, kinerja pekerjaan atau akademik, dan fungsi sehari-hari. Saat ini penanganan terhadap ketergantungan metamfetamin bervariasi jenisnya dan belum ada terapi spesifik untuk mengatasinya di Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) dipertimbangkan untuk digunakan pada ketergantungan metamfetamin karena tujuannya pada perbaikan disregulasi emosi, suatu kondisi yang menjadi salah satu ciri khas ketergantungan metamfetamin. Studi ini bertujuan untuk membuat modul yang diadaptasi dari DBT skills training dengan sasaran mengurangi craving pada pasien ketergantungan metamfetamin.
Metode: Pembuatan modul menggunakan metode studi kualitatif yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu Focus Group Discussion (FGD) dengan 10 orang partisipan studi, diskusi ahli, dan uji coba modul secara kelompok pada 15 orang partisipan studi yang dilakukan dua kali seminggu sebanyak 8 pertemuan. Modul yang digunakan adalah modul DBT skills training pada studi tatalaksana pasien dengan adiksi internet.
Hasil: Penelitian dilakukan sejak Agustus 2023 hingga November 2023 bertempat di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Lido (tahap 1 dan 3) dan secara daring (tahap 2). Tahap 1 mendapatkan hasil berupa 1) modul dianggap dapat mengurangi craving 2) keterampilan DEAR MAN dianggap tidak perlu diajarkan karena sudah mahir dilakukan, dan 3) pada beberapa lembar kerja perlu ditambahkan keterangan agar jelas hubungannya dengan tujuan mengurangi craving. Tahap 2 berupa diskusi dengan 3 orang ahli menghasilkan kesepakatan bahwa modul dianggap dapat mengurangi craving dan keterampilan DEAR MAN tetap perlu diajarkan dengan pertimbangan aplikasinya tidak hanya dalam konteks mendapatkan zat seperti anggapan peserta FGD, namun lebih luas hingga ke kondisi pemicu craving. Terdapat perubahan kata remaja dan keluarga sebagai subjek dalam modul diganti menjadi pengguna metamfetamin serta penambahan kalimat pembuka pada lembar kerja orientasi dan Interpersonal Effectiveness. Tahap 3 mendapatkan kesimpulan berupa 1) modul dapat membantu mengelola emosi yang pada akhirnya dapat mengurangi craving, 2) tujuan dan kalimat dalam modul dapat dipahami, 3) isi modul tidak ada yang spesifik terkait ketergantungan metamfetamin sehingga dapat saja digunakan untuk ketergantungan zat lainnya, 4) jumlah sesi sebanyak 2 kali untuk setiap lembar kerja dianggap terlalu sedikit karena keterampilan yang diajarkan tidak semuanya dapat langsung dipahami dan dipraktikkan, 5) urutan dari empat latihan keterampilan sebaiknya berurutan sesuai dengan yang diajarkan, 6) lembar kerja regulasi emosi dianggap menjadi yang tersulit untuk dipahami terutama model emosi, dan 7) lembar kerja distress tolerance merupakan bagian yang paling mudah dipahami dan diterapkan. Terdapat saran di latihan paced breathing (nafas teratur) agar dapat diajarkan berbagai metode.
Kesimpulan: Modul adaptasi DBT skills training untuk tatalaksana ketergantungan metamfetamin yang dihasilkan pada penelitian ini dapat membantu mengurangi craving pada pasien dengan ketergantungan metamfetamin.

Background: Methamphetamine is one of the most widely used narcotics in Indonesia. This creates a condition of methamphetamine dependence, the amount of which increases over time. Patients with methamphetamine dependence experience many serious adverse effects including physical condition, psychological condition, finances, relationships with others, work or academic performance, and daily functioning. Currently, there are various types of treatment for methamphetamine dependence and there is no specific therapy to overcome it in Indonesia. Dialectical Behavior Therapy (DBT) is considered for use in methamphetamine dependence because it aims to improve emotional dysregulation, a condition that is one of the hallmarks of methamphetamine dependence. This study aims to create a module adapted from DBT skills training with the target of reducing cravings in methamphetamine-dependent patients.
Method: Module development uses a qualitative study method divided into three stages, namely Focus Group Discussion (FGD) with ten study participants, discussion with three experts, and testing the module on fifteen study participants twice a week for eight meetings . The module used is the DBT skills training module in the study of managing patients with internet addiction.
Result: The research was conducted from August to November 2023 at Balai Besar Badan Rehabilitasi Nasional (BNN) Lido (stages 1 and 3) and online (stage 2). Stage 1 resulted in 1) the module being considered to be able to reduce craving, 2) the DEAR MAN skill does not need to be taught because it is already proficient in doing it, and 3) some worksheets need additional information to make it clear its relationships with craving. Stage 2 resulted in an agreement that the module considered to be able to reduce craving and that the DEAR MAN skill still needed to be taught with consideration that its application not only in the context of obtaining substances but also in conditions that trigger cravings. There is a change in the words youth and family as subjects in the module to methamphetamine users and the addition of an opening sentence to the orientation and Interpersonal Effectiveness worksheet. Stage 3 consists of testing the module which concluded that: 1) the module can help manage emotions which ultimately reduces craving, 2) the objectives and sentences in the module are understandable, 3) the module content is not methamphetamine dependence-specific so it could be used for other substances dependence, 4) the number of sessions which are two times for each worksheet is considered too few, 5) the order of skills training in the module should be sequential according to what is taught, 6) the emotion regulation worksheet is the most difficult to understand, especially the emotion model, and 7) the distress tolerance worksheet is the easiest part understood and applied. There are suggestions for paced breathing exercises so that various methods can be taught.
Conclusion: The adapted DBT skills training module for managing methamphetamine dependence produced in this study can help reduce cravings in patients with methamphetamine dependence.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Anastasya Riwu Prasetya
"Penelitian mengenai binge eating belum banyak dilakukan di Indonesia. Binge eating adalah perilaku makan berlebihan yang merupakan salah satu mental disorder utama pada remaja, khususnya pada remaja yang berusia 15—19 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan strategi regulasi emosi dan pola asuh orang tua dengan perilaku binge eating pada remaja usia 15—19 tahun di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 388 remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan didapatkan melalui teknik probability
sampling jenis cluster sampling. Sesuai dengan variabel-variabel yang ada, instrumen yang digunakan adalah kuesioner karakteristik responden, kuesioner Binge Eating Scale (BES), Emotion Regulation Questionnaire (ERQ), dan Parental Authority Questionnaire (PAQ). Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji chisquare menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi dengan perilaku binge eating (p value=0,001; α=0,05) dan antara pola asuh orang tua dengan perilaku binge eating (p-value=0,000; α=0,05). Rekomendasi dari penelitian adalah disusun dan dilaksanakannya pgrogram untuk remaja terkait cara meregulasi emosi yang adaptif. Selain itu, bagi orang tua perlu diingatkan mengenai pola asuh yang sesuai dengan karakteristik remaja.

There has not been much research about binge eating in Indonesia. Binge eating is a behavior of overeating which is one of the main mental disorders in adolescents, especially in adolescents aged 15-19 years. This study aims to look at the relationship between emotion regulation strategies and parenting styles with binge eating behavior in adolescents aged 15-19 years in DKI Jakarta. This research is a quantitative observational analytic type study with a cross sectional research design. The sample in this study was 388 adolescents who met the inclusion criteria and were obtained through a probability sampling technique with cluster sampling. According to the existing variables, the instruments used were the respondent characteristics questionnaire, the Binge Eating Scale (BES) questionnaire, the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ), and the Parental Authority Questionnaire (PAQ). The results analyzed using the chi-square test showed that there was a significant relationship between emotion regulation strategies and binge eating behavior (p-value=0.001; α=0.05) and between parenting styles and binge eating behavior (p-value= 0.000; α=0.05). The recommendation from the research is to develop and implement programs for adolescents related to how to regulate emotions in an adaptive way. In addition, parents need to be reminded about parenting styles that are in accordance with the characteristics of adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Anastasya Riwu Prasetya
"Penelitian mengenai binge eating belum banyak dilakukan di Indonesia. Binge eating adalah perilaku makan berlebihan yang merupakan salah satu mental disorder utama pada remaja, khususnya pada remaja yang berusia 15—19 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan strategi regulasi emosi dan pola asuh orang tua dengan perilaku binge eating pada remaja usia 15—19 tahun di DKI Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif jenis observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 388 remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan didapatkan melalui teknik probability sampling jenis cluster sampling. Sesuai dengan variabel-variabel yang ada, instrumen yang digunakan adalah kuesioner karakteristik responden, kuesioner Binge Eating Scale (BES), Emotion Regulation Questionnaire (ERQ), dan Parental Authority Questionnaire (PAQ). Hasil penelitian yang dianalisis dengan uji chisquare menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi dengan perilaku binge eating (p-value=0,001; α=0,05) dan antara pola asuh orang tua dengan perilaku binge eating (p-value=0,000; α=0,05). Rekomendasi dari penelitian adalah disusun dan dilaksanakannya pgrogram untuk remaja terkait cara meregulasi emosi yang adaptif. Selain itu, bagi orang tua perlu diingatkan mengenai pola asuh yang sesuai dengan karakteristik remaja.

There has not been much research about binge eating in Indonesia. Binge eating is a behavior of overeating which is one of the main mental disorders in adolescents, especially in adolescents aged 15-19 years. This study aims to look at the relationship between emotion regulation strategies and parenting styles with binge eating behavior in adolescents aged 15-19 years in DKI Jakarta. This research is a quantitative observational analytic type study with a cross sectional research design. The sample in this study was 388 adolescents who met the inclusion criteria and were obtained through a probability sampling technique with cluster sampling. According to the existing variables, the instruments used were the respondent characteristics questionnaire, the Binge Eating Scale (BES) questionnaire, the Emotion Regulation Questionnaire (ERQ), and the Parental Authority Questionnaire (PAQ). The results analyzed using the chi-square test showed that there was a significant relationship between emotion regulation strategies and binge eating behavior (p-value=0.001; α=0.05) and between parenting styles and binge eating behavior (p-value= 0.000; α=0.05). The recommendation from the research is to develop and implement programs for adolescents related to how to regulate emotions in an adaptive way. In addition, parents need to be reminded about parenting styles that are in accordance with the characteristics of adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafisa Alif Amalia
"Beberapa remaja mengalami kesulitan untuk meregulasi emosi. Regulasi emosi yang buruk berhubungan dengan munculnya gangguan psikologis, salah satunya adalah gejala depresi. Ciri khas dari ganggguan depresi atau Major Depressive Disorder (MDD) adalah kesulitan untuk meregulasi emosi, yaitu perasaan negatif yang cenderung menetap dan sulit memiliki perasaan positif. Oleh karena itu diperlukan intervensi yang tepat, yaitu Dialectical Behavior Therapy (DBT), yang bertujuan untuk membantu klien mengatur emosi negatif yang dirasakan dengan menggunakan prinsip dasar dialectical (menerima dan mengubah suatu masalah).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat penerapan prinsip Dialectical Behavior Therapy (DBT) dalam menurunkan gejala Major Depressive Disorder (MDD) pada remaja. Intervensi dilakukan dalam 12 sesi dengan memberikan lima keterampilan dasar DBT dan melibatkan orang tua pada sesi intervensi. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner Hopelessness Scale of Children (HSC), Child Depression Inventory (CDI), dan kriteria depresi pada DSM-5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip Dialectical Behavior Therapy (DBT) dapat menurunkan gejala Major Depressive Disorder (MDD) pada remaja perempuan. Penurunan gejala depresi terlihat melalui menurunnya kriteria MDD pada DSM-5, kuesioner self-report (HSC dan CDI), dan pikiran atau percobaan bunuh diri yang dimiliki, pada saat sebelum (pre-) dan sesudah (post-test dan follow-up) intervensi.

Some adolescents have difficulty in regulating emotions. Poor emotional regulation associated with psychological disorders, one of them is depression symptoms. The hallmark of Major Depressive Disorder (MDD) is the difficulty in regulating emotions, such as difficult to resolve the negative feelings and difficult to have positive feelings. Therefore, an appropriate intervention is needed. One of effective intervention is Dialectical Behavior Therapy (DBT), which aims to help clients regulate perceived negative emotions by using basic dialectical principles (accepting and changing a problem).
This study aims to see the effectiveness of the application Dialectical Behavior Therapy (DBT) principles in reducing depressive symptoms in adolescents with Major Depressive Disorder (MDD). This intervention was conducted in 12 sessions by providing five basic DBT skills and involving parents in the intervention session. The instruments of this research are Hopelessness Scale of Children (HSC), Child Depression Inventory (CDI), and depression criteria on DSM-5.
The result of this study indicate that the application of the Dialectical Behavior Therapy (DBT) principles has proven to be effective in reducing depressive symptoms in adolescent girl with Major Depressive Disorder (MDD). A decrease in depressive symptoms is seen through decreasing MDD criteria on DSM-5, self-report questionnaires (HSC and CDI), and thoughts or suicide attempts, before (pre-) and after (post-test and follow-up) intervention.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Kusuma
"Binge eating adalah sebuah fitur gangguan makan dengan prevalensi yang paling tinggi secara global dan terasosiasi dengan berbagai dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik. Perilaku ini berfungsi sebagai strategi regulasi diri untuk mengelola afek negatif yang tengah dirasakan. Perempuan dewasa muda merupakan populasi yang rentan untuk melakukan binge eating oleh karena ketidakstabilan dalam berbagai domain kehidupan dan tendensi untuk menginternalisasi emosi. Walau terdapat urgensi untuk mengembangkan penelitian terkait binge eating, masih belum banyak studi mengenai topik ini di Indonesia. Maka dilakukanlah penelitian mengenai binge eating pada populasi perempuan dewasa muda di Indonesia. Diketahui bahwa eating expectancy dan thinness expectancy merupakan faktor yang memprediksi binge eating, namun masih belum ada penelitian yang membahas mengenai proses yang menghubungkan variabel-variabel tersebut. Dihipotesiskan bahwa repetitive negative thinking (RNT) berperan sebagai mediator yang menjembatani hubungan antara kedua jenis expectancy terhadap binge eating. Dari koleksi data melalui kuesioner daring, terkumpul 193 partisipan dewasa muda berusia 18-25 tahun. Data penelitian diolah secara kuantitatif menggunakan analisis Simple Mediation menggunakan PROCESS v4.2 di SPSS. RNT ditemukan sebagai mediator signifikan yang bersifat parsial antara kedua jenis expectancy dan binge eating.

Binge eating is the most prevalent features of eating disorders and is associated with a range of negative health outcomes. Binge eating serves as a self-regulatory strategy to manage negative affect. Female young adults are categorized as a vulnerable population to develop binge eating due to instability in various life domains and the tendency to internalize emotions. Despite the urgency to further research binge eating, the studies on this topic in Indonesia is limited. Indonesia is known to have the highest level of food consumerism compared to other Southeast Asian countries. Therefore, a study on binge eating in young adult female population in Indonesia was conducted. Eating and thinness expectancy were found to be factors predicting binge eating, however there’s not much explanation about the process linking both beliefs towards binge eating. It is hypothesized that repetitive negative thinking (RNT) acts as mediator that bridge the relationship between both expectancies and binge eating. 193 female young adults age 18-25 years were collected through online questionnaire. The research data were processed through Simple Mediation analysis using PROCESS v4.2 in SPSS. RNT was found to be a significant partial moderator that bridges the relation between both expectancies and binge eating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qory Anindya Nariswari Rokhanan
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran mindful eating terhadap kecenderungan binge eating pada dewasa muda di masa pandemi COVID-19. Total partisipan pada penelitian ini berjumlah 118 partisipan dengan rentang usia dewasa muda, yaitu 19-40 tahun serta berdomisili dan berkewarganegaraan Indonesia. Pengukuran mindful eating menggunakan alat ukur Mindful Eating Questionnaire (MEQ) sedangkan kecenderungan binge eating diukur menggunakan Binge Eating Scale (BES). Kedua alat ukur tersebut sudah diadaptasi dan sudah pernah digunakan dalam bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mindful eating memiliki peran yang signifikan terhadap kecenderungan binge eating (R2= 0.262; F(1,116) = 41.102, p < 0.05).

This study was conducted to determine the role of mindful eating on binge eating propensity in young adults during COVID-19 pandemic. The total participants in this study amounted to 118 participants with an age range of young adults (19-40 years), also domiciled and citizens of Indonesia. Mindful eating was measured using the Mindful Eating Questionnaire (MEQ) while binge eating propensity was measured using the Binge Eating Scale (BES). Both instruments have been adapted and have been used in Indonesian. The results of this study indicate that mindful eating has a significant role in binge eating propensity (R2 = 0.262; F(1.116) = 41.102, p < 0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Prentice-Hall, 1976
616.891 4 HAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>