Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185692 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adelina Imawati
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T27380
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dendi Romadhon
"Perkembangan ekonomi dan teknologi menuntut ketersediaan tenaga kerja yang
mempunyai keahlian yang memadai. Data Produk Domestik Bruto (PDB) serta Sakemas
tahun 2003 dan 2006 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa setiap
kenaikan l persen pertumbuhan ekonomi membutuhkan pekerja berpendidikan Sl ke atas
sebesar 2,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
akan semakin banyak ketersediaan tenaga kerja berpendidikan Sl ke atas. Karena untuk
menghasilkan pekerja berpendidikan tinggi memerlukan pembiayaan yang cukup besar, maka subsidi pendidikan menjadi suatu hal yang tidak dapat guna mendukuug
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi di masa akan datang.
Pemerintah Indonesia telah lama mencanangkan subsidi pendidikan guna menyiapkan
sumber daya manusia yang handal. Perubahan sasaran subsidi pendidikan terus berlangsung
sesuai dengan proses berjalannya waktu. Indonesia pernah mencanangkan wajib belajar 6
tahun, kemudian bergeser menjadi wajib belajar 9 tahun, bahkan saat ini masyarakat sudah
menuntut supaya dana pendidikan mencapai 20 persen dari APBN/APBD. Dibeberapa daerah
kaya, 20 persen anggaran untuk pendidikan telah terealisasi.
Social Accounting Matrix (SAM) Indonesia tahun 2006 digunakan untuk
mentransformasi pembahan alokasi anggaran subsidi pendidikan yang diluncurkan oleh
pemerintah, guna meningkatkan pendapatan rumah tangga yang pada akhirnya akan
mendorong rumah tangga mengalokasikan dananya untuk biaya pendidikan tinggi.
Sedangkan alur subsidi pendidikan dirunut dengan menggunakan Structural Path Analysis
(SPA).
Analisis dampak dari tabel SAM tahun 2006 menunjukkan bahwa setiap pertumbuhan
ekonomi naik sebesar 1 persen akan menyediakan kesempatan kerja berpendidikan Sl ke atas
sebanyak 24| ribu ekivalen tenaga kerja (EIK). Apabila dilihat pertumbuhannya, maka setiap
1 persen pertumbuhan ekonomi akan meminta pekerja berpendidikan S1 ke atas sebesar 4,l2
persen.
Apabila golongan rumah tangga secara desil berdasarkan jumlah
penduduk, maka 10 persen rumah tangga golongan paling bawah hanya menikmati pendapatan
rumah tangga secara keseluruhan sebesar Rp 35,1 triliun. Untuk 10 persen golongan rumah
tangga paling kaya menikmati pendapatan rumah tangga sebesar Rp 1.075,2 triliun. Ini
menunjukkan bahwa gap pendapatan antara rumah tangga 10 persen termiskin dengan rumah
tangga 10 persen terkaya sebesar 1 banding 31. Hasil simulasi subsidi pendidikan menunjukkan bahwa apabila subsidi pendidikan
diberikan secara merata ke seluruh rumah tangga, melalui fasilitas pendidikan, maka
pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan meningkat sebesar l4 persen. Jika subsidi
pendidikan hanya diberikan untuk rumah tangga golongan bawah, maka pengeluaran rumah
tangga untuk pendidikan meningkat sebesar 13 persen"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33990
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyanto Hutomo
"Ketahanan pangan berkaitan dengan produktivitas tanaman padi. Permasalahan utama yang dihadapi pada saat ini adalah masih rendahnya produktivitas padi. Tesis ini bertujuan untuk mengkaji peranan subsidi benih padi dan subsidi pupuk dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi luas panen padi, produktivitas padi, harga beras, dan konsumsi beras dan impor beras di Indonesia tahun 1985 - 2012. Analisis data dilakukan dengan menggunakan persamaan simultan. Hasilnya menunjukkan bahwa luas panen padi secara signifikan dipengaruhi oleh curah hujan (+) dan kredit usaha tani (+), produktivitas padi secara signifikan dipengaruhi oleh harga beras (+), subsidi pupuk urea (+), dan produktivitas padi tahun sebelumnya (+), konsumsi beras secara signifikan dipengaruhi oleh konsumsi beras tahun sebelumnya (+), harga beras secara signifikan dipengaruhi oleh produksi padi (+) dan harga beras tahun sebelumnya (+), dan impor beras secara signifikan dipengaruhi oleh harga beras (+).

Food Security is a condition related to paddy productivity. Recently, one of major issues faced by Indonesian Farmers is low paddy productivity. Hence, the main objective of this thesis is to examine the impact of seed and fertilizer subsidies to paddy productivity. Moreover, this thesis also try to analyze some factors that affect harvest area, paddy productivity, the price of rice, and rice consumption as well as imported rice in Indonesia during 1985-2012. Data analyzed by using simultaneous equations. The results showed that the rice harvested area is significantly influenced by precipitation (+ and farm credit (+), paddy productivity is significantly influenced by the rice price (+) , fertilizer subsidy (urea), and the paddy productivity in previous year (+), rice consumption is significantly influenced by the rice consumption in previous year (+), the price of riceis significantly influenced by the production of paddy (+) and rice prices in previous year (+), and rice imports are significantly influenced by the price of rice (+).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koes Martini S.W.
"Dalam kondisi perekonomian yang belum pulih dari krisis pada tahun 1997, serta situasi politik yang masih tak menentu, Pemerintah mengambil langkah kebijakan yang kurang populer di masyarakat yaitu menaikkan harga jual BBM rata-rata 12% dalam bulan Oktober 2000. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi beban subsidi BBM dalam APBN tahun 2000, yang semula dianggarkan sebesar Rp. 22,5 trilyun (diperkirakan akan membengkak menjadi Rp. 43,5 trilyun), jumlah ini sangat besar bila dihubungkan dengan defisit anggaran tahun 1999/2000 sebesar Rp. 44,1 trilyun. Dengan kenaikan harga BBM tersebut diperhitungkan dapat menurunkan subsidi BBM sebesar Rp. 800 milyar, dan selanjutnya penghematan subsidi ini dikembalikan ke masyarakat sebagai kompensasi. Di sini Pemerintah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi subsidi BBM harus diupayakan dihapus karena sangat membebani keuangan negara (APBN), di lain pihak keadaan sosial ekonomi masyarakat masih dalam keadaan yang memprihatinkan, sehingga sebagian masyarakat cenderung bereaksi menolak kebijakan tersebut.
Kondisi yang diuraikan tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM dan kompensasi tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga masyarakat, dengan menggunakan peralatan analisa Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 1999. Untuk keperluan ini SNSE tahun 1999 perlu dimodifikasi dengan memunculkan Pengilangan Minyak Bumi sebagai sub sektor tersendiri, tidak lagi tergabung dalam sub sektor pertambangan lainnya.
Dari SNSE yang telah dimodifikasi tersebut kemudian dapat diketahui angka-angka pengganda, yang menggambarkan dampak dari kebijakan tersebut terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, dalam bentuk dampak global/keseluruhan, transfer, open loop maupun close loop.
Hasil analisis menunjukkan beberapa hal berikut :
1. Dilihat dari segi kebijakan, penurunan subsidi BBM selama ini hanya ditempuh melalui intervensi terhadap harga BBM, sedangkan variabel lain yang cukup dominan dalam menentukan besarnya subsidi BBM, yaitu volume konsumsi BBM dan biaya pengadaan BBM belum pernah dijadikan alternatif pemecahan.
2. Angka-angka pengganda pada kenaikan harga BBM menunjukkan bahwa:
- Secara keseluruhan kenaikan harga BBM tersebut menurunkan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 20.839,33 milyar (2,65%), dengan dampak terbesar diatami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan, yaitu dua kelompok rumah tangga yang mendominasi penggunaan BBM sebanyak 43,69% dari konsumsi BBM nasional, dengan meliputi penduduk sebanyak 23,50% dari penduduk Indonesia.
- Secara transfer, kenaikan harga BBM belum menimbulkan dampak pada sektor-sektor pendapatan. Secara open loop, kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan rumah tangga pada sektor neraca institusi sebesar 0,74%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
- Secara close loop kenaikan harga BBM menurunkan pendapatan sektorsektor pada neraca produksi sebesar 1,91%, dengan dampak terbesar dialami oleh rumah tangga Golongan Atas dan Golongan Rendah di perkotaan.
3. Angka Pengganda pada kompensasi sebesar Rp. 800 milyar. Secara keseluruhan, kompensasi Pemerintah tersebut menaikkan seluruh pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 1.624,90 milyar atau 0,21% dari pendapatan rumah tangga semula. Kenaikan pendapatan ini terdiri dari kenaikan secara transfer sebesar Rp. 0,95 milyar (0%), secara open loop Rp. 375, 28 milyar (0,05%) dan secara close loop sebesar Rp. 1.048,67 milyar atau 0,13% dari pendapatan semula.
4. Dari penurunan pendapatan dan kenaikan pendapatan pada butir 2 dan 3 tersebut di atas diperoleh dampak netto berupa penurunan pendapatan rumah tangga sebesar Rp. 19.214,43 milyar atau 2,44% dari total pendapatan semula.
5. Kenaikan harga BBM dan pemberian kompensasi dari Pemerintah ternyata membawa dampak perbaikan pada kesenjangan pendapatan rumah tangga. Kalau sebelumnya, perbandingan rata-rata pendapatan perkapita dari masingmasing golongan rumah tangga yang terendah dengan tertinggi adalah 1:5,766, maka dengan adanya kebijakan tersebut perbandingan ini menjadi I:5,442. Dari data ini terlihat bahwa penurunan subsidi memperbaiki kesenjangan pendapatan rumah tangga, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa subsidi BBM sebaiknya dihapuskan dan BBM diperjualbelikan dengan harga pasar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara prinsip subsidi BBM perlu dihapuskan karena memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun mengingat rumah tangga masyarakat kita masih menghadapi permasalahan perekonomian, yang diindikasikan oleh tabungan masyarakat yang negatif di tahun 1999, maka pada kelompok rumah tangga masyarakat tertentu, yakni yang kurang mampu, masih perlu diberikan subsidi BBM secara langsung. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan target subsidi dimaksud beserta mekanisme pemberian subsidi yang seefektif mungkin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Tri Susilo
"Dengan menggunakan data BPS mengenai Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) Tanaman Padi 2011, penelitian menganalisis distribusi manfaat dari kebijakan subsidi pupuk di Indonesia dan dampaknya terhadap produksi padi. Penelitian menemukan bahwa pentargetan terhadap penerima manfaat subsidi pupuk melalui mekanisme RDKK belum berjalan efektif. Hampir seluruh petani yang disurvei menerima manfaat dari subsidi pupuk tanpa melihat kepemilikan luas lahan. Efek dari kebijakan subsidi pupuk bersifat regresif dan sebanyak 40 persen kelompok petani dengan lahan terluas menikmati 64 persen manfaat dari total belanja subsidi sementara 60 persen kelompok petani dengan kemilikan lahan kecil hanya menikmati 36 persen dari total belanja subsidi pupuk. Subsidi pupuk berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan Urea di mana pada beberapa kasus menyebabkan penggunaan Urea berlebihan yang berdampak negatif terhadap produksi padi. Hubungan antara penggunaan Urea dan produksi padi digambarkan seperti kurva U terbalik. Studi juga menemukan bahwa titik optimal produksi padi terjadi pada penggunaan pupuk Urea sebesar 246 kg/Ha, pada titik tersebut hubungan Urea dengan produksi padi akan berbalik dari positif ke negatif. Tingkat optimal tersebut sejalan dengan yang direkomendasikan oleh pemerintah.

Using data of the BPS Survey 2011 on SOUT this research analyzes the distribution of benefits from fertilizer subsidies and their impact on rice production The findings show that the targeting of benefits from fertilizer subsidy through RDKK system ineffective Thus most rice producers benefit from subsidized fertilizer regardless of whether they had small large paddies The effect of this policy is regressive and the 40 percent largest farmers capture up to 64 percent of the fertilizer subsidy while the 60 percent smallest farmers capture only 36 percent of the subsidy The subsidies contribute to an increased use of urea which in some cases has resulted in an overuse that has a negative impact on yields Thus overall the relationship between fertilizer use and rice yields is best described as an inverted U curve relationship The study also found that the maximum level of urea use is 246 Kg Ha at which the relationship with yields reverses from positive to negative It is in line to that recommended by the Government.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T45482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi
"Secara nasional tingkat penggunaan benih unggul berrmutu masih rendah, pada tahun 1997/1998 baru mencapai 37,58% dari kebutuhan. Penggunaan benih padi unggul di Jawa relatif lebih tinggi dibanding di luar Jawa. Guna meningkatkan penggunaan benih unggul bermutu sehingga tercapai peningkatan produktivitas beras nasional, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan salah satunya berupa pemberian subsidi benih padi.
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis dampak penghapusan subsidi benih padi dengan menggunakan model permintaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus dipilih di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pertimbangan propinsi tersebut merupakan pemasok beras terbesar di Indonesia dan tingkat penggunaan benih unggul relatif lebih tinggi dibanding daerah lain.
Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, Departemen Pertanian dan instansi terkait lainnya. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan kondisi usaha perbenihan dan usaha tani, sedangkan analisis kuantitatif dengan model permintaan benih digunakan untuk menghitung besarnya perkiraan dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani padi.
Kebijakan dengan tujuan stabilitas harga benih dan menyediakan kebutuhan benih unggul secara cukup dengan harga terjangkau petani selama ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui penetapan harga eceran tertinggi (HET) dan pembayaran subsidi harga yang disalurkan tidak langsung kepada petani, melainkan melalui produsen benih BUMN yaitu PT. Sang Hyang Seri dan PT. Pertani. Kebijakan stabilisasi harga benih dengan cara memberikan subsidi harga benih berakibat menimbulkan beban biaya pemerintah dan kurang memberikan iklim kondusif bagi swasta untuk masuk dalam industri perbenihan. Penetapan HET benih mengalami kesulitan di tingkat lapangan, .mengingat wilayah Indonesia yang luas, kepulauan dan kondisi geografis dan aksesibilitas yang beragam antar daerah. Sampai saat ini penyediaan benih padi unggul masih terbatas pada daerah yang mudah dijangkau. Besarnya biaya produksi pertanian yang bervariasi antar daerah juga turut mempersulit penentuan besarnya HET benih padi. Bila HET benih dipatuhi dan nilai subsidi diberikan sebesar selisih harga pokok produksi dengan HET benih, maka kemungkinan tidak terjadi kerugian bobot mati. Subsidi benih padi tidak hanya dinikmati oleh petani melainkan juga dinikmati pula oleh BUMN perbenihan. Subsidi benih padi sebesar Rp.400/kg pada tahun 1999 yang disalurkan melalui PT. SHS dinikmati petani Rp. 278,8/kg dan yang dinikmati PT. SHS melalui profit marjin dan ekstra profit sebesar Rp. 121,2/kg. Sedangkan subsidi yang disalurkan melalui PT. Pertani, petani menikmati sebesar Rp. 201,2/kg dan PT. Pertani sebesar Rp.198,8/kg.
Apabila subsidi benih padi dihapuskan akan menyebabkan harga benih padi meningkat. Peningkatan harga benih mengakibatkan menurunnya permintaan petani terhadap benih padi. Petani cenderung memperbanyak penggunaan benih yang diproduksi sendiri atau barter dengan tetangga, karena harga benih tidak terjangkau oleh sebagian besar petani.
Guna melihat dampak penghapusan subsidi benih terhadap usaha tani, ditentukan oleh respon petani yang diukur dengan elastisitas permintaannya. Variabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi permintaan benih antara lain harga benih itu sendiri, jumlah benih yang dimiliki sendiri, harga gabah, dan luas penanaman padi. Harga benih berkorelasi negatif terhadap permintaan benih dengan nilai elastisitas harga benih di Jawa Barat -0,702, Jawa Tengah -0,724 dan di Jawa Timur -0,567, yang berarti bila harga benih meningkat permintaan benih akan menurun. Nilai elastisitas jumlah benih yang dimiliki sendiri dari tiga propinsi secara berurutan masing-masing -0,429; -0,173 dan -0,171. Jumlah benih milik sendiri ini dapat dianggap sebagai barang substitusi dengan benih yang akan dibeli. Bila jumlah benih yang dimiliki sudah cukup, maka petani cenderung mengurangi pembelian benih dari produsen benih/pasar.
Variabel harga gabah dianggap sebagai indikator yang akan direspon oleh petani apakah akan menggunakan benih unggul yang dibeli walaupun harganya lebih mahal dibanding dengan memanfaatkan benih sendiri. Bila harga gabah meningkat, maka permintaan benih cenderung lebih tinggi. Elastisitas permintaan benih terhadap harga gabah di Jawa Tengah lebih elastis dibanding dua propinsi lainnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar benih yang digunakan petani berasal dari pembelian. Luas penanaman padi berhubungan positif terhadap permintaan benih, dimana semakin luas areal penanaman padi, maka kebutuhan benihnya akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh elastisitas luas areal tanam padi pada ketiga propinsi relatif sama.
Bila subsidi benih padi dicabut, berdasarkan model permintaan benih padi pada tiga propinsi diperoleh kesimpulan bahwa kenaikan harga benih akibat penghapusan subsidi mengakibatkan penurunan permintaan benih padi yang diminta petani Jawa Barat sebesar 5.470 ton (11,60%), di Jawa Tengah 10.160 ton (11,94%) dan Jawa Timur 8.180 ton (9,48%). Penghapusan subsidi benih padi diperkirakan tidak berdampak terhadap biaya usaha tani mengingat porsi pengadaan benih terhadap total biaya usaha tani di Jawa Barat hanya 1,89%, Jawa Tengah 3,92% dan di Jawa Timur 4,08%. Namun demikian karena benih merupakan faktor penentu kualitas dan produktifitas usaha tani, maka penggunaan benih yang tidak bermutu dapat menghambat keberhasilan usaha tani. Bila penurunan permintaan benih hanya dipenuhi dengan benih tidak bermutu, diperkirakan akan terjadi penurunan produksi gabah di Jawa Barat sebesar 87.756 ton (atau menurun 0,94% dari produksi gabah Jawa Barat tahun 1998), di Jawa Tengah sebesar 134.878 ton (menurun 1,60% dari produksi gabah Jawa Tengah tahun 1998) dan di Jawa Timur sebesar 98.468 ton (menurun 1,17% dari produksi gabah Jawa Timur tahun 1998). Alternatif yang dapat dilakukan pemerintah adalah menghapus subsidi benih secara bertahap dengan batas maksimum dua tahun. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan dalam kerangka manajemen krisis, tidak terjadi gejolak di dalam masyarakat, namun juga memberikan iklim kondusif bagi usaha perbenihan. Setelah dua tahun subsidi dicabut total dengan pertimbangan perkonomian sudah membaik dan days bell meningkat, serta memberi waktu prakondisi yang cukup bagi BUMN perbenihan mengingat siklus produksi dan pengolahan benih memerlukan waktu 4-7 bulan.
Penghapusan subsidi dapat dilakukan saat ini hanya pada "daerah maju" seperti pada propinsi lokasi studi kasus, sedangkan untuk "daerah remote" seperti Kawasan Timur Indonesia tetap diberikan subsidi benih padi untuk meningkatkan penggunaan benih unggul dengan harga terjangkau. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai efektivitas pemberian subsidi benih padi pada daerah remote. Penghapusan subsidi perlu diikuti upaya-upaya peningkatan efisiensi dalam memproduksi benih dan peningkatan efisiensi distribusi dan pemasaran benih.
Tidak akan terjadi penurunan produksi gabah bila subsidi benih dicabut, kalau dilakukan langkah antisipatif antara lain penghematan anggaran pemerintah dari penghapusan subsidi benih dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang terkait dalam pengembangan perbenihan, terutama mendorong peningkatan penggunaan benih unggul dan meningkatkan mutu, misalnya memberdayakan penangkar benih padi, melakukan kampanye gerakan sadar mutu benih, memperluas pemasaran dan distribusi benih, mereview peraturan perundangan yang menghambat usaha perbenihan serta memperbaiki sistem pembinaan dan pengawasan mutu benih.
Penghapusan subsidi harga benih sebaiknya diimbangi Pula dengan meningkatkan harga dasar gabah, sehingga diperoleh rasio harga gabah dengan benih pada tingkat yang kondusif guna mendorong gairah petani tetap menggunakan benih unggul dengan cara tetap mempertahankan rasio harga dasar gabah denagn benih melalui menaikkan harga dasar gabah.
Di mass mendatang peran pemerintah tidak lagi mengatur harga bidang pertanian. Pemerintah agar berkonsentrasi pada perannya dalam menciptakan paket teknologi dan menciptakan benih padi hibrid guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani, memberikan alih teknologi dan informasi alternatif-alternatif usaha yang menguntungkan petani, serta memperbaiki sarana dan prasarana penunjang. Usaha ini dilakukan untuk efisiensi produksi dan meningkatkan daya saing produk pertanian dalam era pasar babas.
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, peran pusat dalam pengembangan industri perbenihan semestinya terbatas pada pengaturanpengaturan dan kebijakan yang bersifat nasional seperti ketentuan impor benihfperkarantinaan, penentuan standar mutu, sistem pembinaan dan pengawasan mutu. Di luar hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan daerah."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faried Budi Wibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh subsidi kesehatan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui peran sektor kesehatan dalam perekonomian nasional serta pengaruhnya terhadap sektor lainnya tenaga kerja dan rumah tangga. Analisis menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) melalui pengembangan sektor kesehatan: industri obat- obatan, rumah sakit pemerintah, Puskesmas, rumah sakit swasta, imunisasi dan pengeluaran kesehatan lainnya. Simulasi kebijakan subsidi kesehatan dilanjutkan untuk menganalisis distribusi pendapatan menggunakan data SNSE dan SUSENAS selanjutnya dilakukan Structural Path Analysis.
Hasil analisis menunjukkan kecilnya peranan sektor kesehatan terhadap pembentukan PDB dan hasil simulasi subsidi kesehatan belum mampu mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan golongan rumah tangga miskin dengan golongan rumah tangga kaya meskipun telah mengunakan standar Bank Dunia. Pengaruh langsung terbesar dari subsidi kesehatan akan diterima oleh golongan rumah tangga paling kaya. Hal ini terjadi karena karakteristik pengeluaran kesehatan rumah tangga pada data SUSENAS. Namun dengan memperhitungkan pengaruh tidak langsung dari subsidi kesehatan tersebut dampak subsidi akan lebih besar diterima oleh tenaga kerja berdasarkan klasifikasi (produksi, operator, dll penerima upah gaji) dan tenaga kerja (tata usaha jasa, penjualan, dll penerima upah gaji) dibandingkan tenaga kerja lainnya. Kemudian dampak tidak langsung pada sektor produksi yang terbesar adalah industri (makanan, minuman dan tembakau) serta perdagangan (besar dan eceran).

This research aimed to analyse the impact of health subsidy on household income distribution. The analyses also include health sector contribution to domestic economy and its relation to other sectors, iabours and households. Further analysis uses Social Accounting Matrix model through the development on health sectors industry: such as Drug Industry, Government Hospital, Puskesmas, Private Hospital, Immunization and Other Health Expenditure. Than some simulations policy are applied to analyse their impact on income distribution by using SAM and SUSENAS data, and followed by Structural Path Analysis.
The results show that health sectors have a small contribution to the GDP. The simulations result shows that health subsidy might not be able to reduce gap among poor and rich household income distribution. The highest direct impact of health subsidy will be received by upper level of household even using World Bank Standard. This happens because the linear proportion characteristic of household health consumption on SUSENAS Data. Nevertheiess with indirect impact calculation from health subsidy, the highest impact will be received more by labour with classifications (production, operator, etc recipient wage salary) than others. In production sector, the highest impact will be received by (food, beverages and tobacco) Industries and (whole sale and retail) trading.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Stephen O. H.
"Subsidi perumahan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ternyata memiliki kekurangan-kekurangan. Skripsi ini bertujuan membandingkan KPR dan dua alternatifnya, yaitu subsidi Uang Muka dan subsidi Lumpsum Buydown, dengan melihat dampak perubahan tingkat suku bunga dan perubahan pendapatan rumahtangga atas nilai masing-masing alternatif subsidi. Dalam skripsi ini digunakan pendekatan penghitungan present value dan duration. Penelitian yang dilakukan sepenuhnya merupakan studi pustaka dan eksperimen, dan tidak menggunakan data empiris. Dari hasil penelitian, penulis menemukan bahwa nilai subsidi yang disalurkan melalui skema subsidi uang muka paling tidak terpengaruh oleh perubahan tingkat suku bunga maupun pendapatan rumahtangga dibandingkan dua subsidi lainnya. KPR menunjukkan kepekaan yang paling tinggi untuk pengaruh perubahan suku bunga. Subsidi Lumpsum Buydown terdapat di antara keduanya. Penulis menyarankan agar studi selanjutnya melihat masalah ini dari sisi pandang penerima subsidi, dan menguji lagi hasil studi ini dengan data-data empiris."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
S19208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswara Laksmana
"Pupuk adalah sarana produksi dalam sektor pertanian yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan produktifitas dan produksi komoditas pertanian, dan karenanya pupuk, khususnya Urea, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam rangka mensukseskan program swasembada pangan (beras), meningkatkan taraf hidup masyarakat dan kesejahteraan petani itu sendiri.
Mengingat peranan pupuk yang sangat strategis tersebut, maka penyediaan pupuk dengan harga yang terjangkau oleh petani merupakan masalah yang krusial. Oleh karena itu, harga pupuk tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar sepenuhnya karena harga pupuk yang tercipta kemungkinan besar tidak terjangkau oleh petani. Sehubungan dengan hal ini, maka pemerintah masih merasa perlu untuk memberikan subsidi harga terhadap penyediaan pupuk melalui penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET), atau dikenal juga dengan istilah "Ceiling Price'.
Untuk mengetahui dampak kebijakan subsidi pupuk terhadap petani, maka penulis mencoba menghitung besarnya surplus petani, surplus produsen, serta besarnya dead weight loss (DWL). Hal ini dilakukan karena selama ini nilai surplus petani, surplus produsen, dan DWL tersebut mempunyai kaitan yang erat dengan manfaat pemberian subsidi, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu tolok ukur dalam menghitung dampak subsidi pupuk tersebut terhadap petani.
Untuk menunjang hal tersebut di atas, maka metode yang digunakan adalah analisa kuantitatif dengan melakukan persamaan regresi berganda dengan membentuk fungsi permintaan pupuk dan fungsi penawaran pupuk dan kemudian mempertemukan kedua fungsi tersebut dalam suatu keseimbangan pasar (market equilibrium) yang berkaitan dengan topik tesis.
Adapun fungsi permintaan dan penawaran dimaksud di atas adalah sebagai berikut:
Q D = f(X1, X3)
Qs= f(X2, X4)
Dimana:
QD = Jumlah Permintaan Pupuk Urea oleh Petani.
Qs = Jumlah Penawaran Pupuk Urea oleh Produsen.
X1 = Harga Pupuk Urea (Petani).
X2 = Harga Pupuk Urea (Produsen).
X3 = Luas Sawah.
X4 = Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk.
Sedangkan persamaan permintaan dan penawaran Pupuk Urea adalah sebagai berikut:
Log YD = a - b1X1 + b2X3 + e
Log Ys = a + b1X2 + b2X4 + e
Persamaan di atas merupakan persamaan semi-log dikarenakan setelah dilakukan beberapa kali penghitungan dan simulasi didapatkan bentuk permintaan maupun penawaran pupuk Urea tersebut adalah tidak linear.
Di samping itu, juga akan dilakukan uji secara statistik terhadap persamaan di atas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang digunakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap model persamaan permintaan dan penawaran pupuk.
]ika dilihat dari nilai surplus konsumen dan surplus produsen, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberian subsidi pupuk yang dikombinasikan dengan kebijakan HET telah memberikan manfaat yang lebih besar kepada petani daripada kepada produsen pupuk karena nilai surplus konsumen jauh lebih besar daripada surplus produsen.
Oleh karena itu, secara teoritis dengan harga pupuk yang lebih rendah daripada harga pasar (harga keseimbangan), maka petani dapat membeli pupuk dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka meningkatkan produktifitas dan produksi tanaman padi.
Dan sejalan itu, pendapatan petani meningkat karena dengan harga pupuk Urea yang di bawah harga keseimbangan, maka biaya produksi (production cost) yang dikeluarkan oleh petani relatif berkurang, sehingga petani menjadi lebih sejahtera.
Di samping itu, manfaat pemberian subsidi tersebut sangat tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran masingmasing. Bentuk kurva persamaan permintaan diketahui hampir tegak lurus, artinya permintaan pupuk Urea tersebut bersifat inelastis. Pada permintaan yang inelastis member! gambaran bahwa petani tidak mempunyai bargaining position dalam pasar pupuk (khususnya Urea), sehingga melalui pemberian subsidi dan penetapan HET dapat memberikan dampak signifikan dan positif bagi kesejahteraan petani.
Lebih lanjut, kebijakan subsidi pupuk Urea dan HET yang ditetapkan oleh pemerintah berdampak bagi petani terutama terhadap biaya produksi dan tekanan produsen. Selama ini perubahan harga pupuk Urea tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan pupuk Urea, atau dengan kata lain, petani tetap harus membeli pupuk Urea untuk melanjutkan usaha taninya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T12053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>