Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir Hasan Dawi
Tanjong Malim: Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris, 2007
649.65 AMI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Javanese literature contains many sex education. Having sex in the conception of Javanese society should be performed bay a married couple status. The sex purpose done is to have children or a children or a child...."
PATRA 10 (3-4) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Penny Handayani
"Abstrak
Yayasan Wahana Inklusif Indonesia (YWII) adalah lembaga yang bergerak di bidang pelayanan anak berkebutuhan khusus, penyandang disabilitas, dan masyarakat yang inklusif. Kegiatan yang dilakukan oleh YWII adalah memberikan layanan yang meliputi layanan konseling, pengembangan program pembelajaran individual (PPI), layanan pendukung pendidikan anak berkebutuhan khusus, pemberian pelatihan kepada pendidik, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Kegiatan pendidikan dan pelatihan diberikan dengan memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mendapatkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Magister Profesi Psikologi Anak dan Remaja Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya membantu memberikan intervensi berbasis pelatihan guna meningkatkan pengetahuan siswa, guru, dan orang tua mengenai perilaku seksual pada lingkungan YWII. Sebelum memberikan intervensi, penulis melakukan asesmen guna mengetahui penyebab masalah perilaku seksual tidak sopan yang terjadi di lingkungan YWII. Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode asesmen yang meliputi wawancara, observasi, dan FGDyang dilakukan kepada seluruh guru YWII dan beberapa perwakilan orang tua siswa YWII secara terpisah. Metode analisis data yang digunakan adalah pohon masalah dan pohon tujuanguna memetakan kebutuhan berdasarkan data primer. Berdasarkan hasil asesmen, dapat disimpulkan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi oleh pihak YWII saat ini terkait dengan pemberian pendidikan seksual kepada siswa/anak. Siswa remaja ABK belum memiliki kesadaran mengenai perkembangan mereka dari anak-anak menjadi remaja yang diikuti dengan perubahan atau perkembangan seksual dan bagaimana sikap yang tepat terkait perubahan yang mereka rasakan. Hal itu menyebabkan perilaku mereka sering kali dianggap tidak sopan dan rentan terhadap pelecehan seksual. Intervensi berbasis pelatihan diberikan kepada lima belasorang tua siswa dan enam guru di YWII guna memberikan pengarahan dan pendampingan bagi siswa ABK yang bersekolah di YWII
"
Jakarta: Pusat Pemberdayaan Masyarakat - Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019
300 JPM 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arbania Fitriani
"ABSTRAK
Penyandang Tunagrahita mampu didik, dalam pertumbuhannya
menuju kedewasaan juga mengalami perkembangan dalam aspek seksual
(www.Bandung Raya.com edisi 01 September 2001). Hal ini kemudian
melahirkan sebuah tuntutan akan informasi yang benar mengenai perubahan yang
akan teijadi. Pihak yang paling berperan dan bertanggung jawab dalam pemberian
pendidikan seks adalah orang tua. Informasi seks akan berpengaruh positif
khususnya jika diberikan oleh orang tua (Schneiders, dalam Aini, 2001).
Kebutuhan akan pemberian pendidikan seks kepada penyandang tunagrahita
mampu didik semakin diperkuat dengan adanya kenyataan akan hendaya yang
dimiliki anak dalam fungsi adaptifnya. Ditambah lagi bahwa menurut berbagai
hasil penelitian ditemukan bahwa penyandang tunagrahita memiliki kemungkinan
yang lebih besar dari orang normal untuk mengalami pelecehan seksual dan
resiko tertular penyakit menular seksual.
Dari fenomena tersebut di atas, akhirnya timbul permasalahan yang
kemudian menjadi tujuan diadakannya penelitian ini. Permasalahan yang akan
diteliti adalah bagaimana peran orang tua penyandang tunagrahita mampu didik
dalam upaya pemberian pendidikan seks. Selain itu peneliti juga ingin melihat
bagaimana perkembangan seksual dari penyandang tunagrahita mampu didik serta
permasalahan yang timbul sehubungan dengan aspek tersebut. Peneliti juga ingin
mengetahui bagaimana bentuk pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua kepada
penyandang tunagrahita mampu didik dan bentuk dukungan yang dibutuhkan oleh
mereka terhadap orang tuanya terutama dukungan dalam aspek seksual. Di sini
juga ingin dilihat siapa yang paling berperan dalam pemberian pendidikan seks
dan faktor apa yang membuat orang tua bersedia menerapkan pendidikan seks
tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Teknik yang dipakai dalam mengumpulkan data adalah teknik wawancara dan
observasi. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara,
lembar observasi, dan tape recorder. Jumlah subyek sebanyak 4 orang yakni 3
dari subyek merupakan pihak ibu dan 1 merupakan pihak significant others. Penyandang tunagrahita yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari pria dan
wanita.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa semua subyek telah menerapkan
pendidikan seks dalam batasan American Associalion of Pediatrics tanpa mereka
sadari. Rata-rata subyek menerapkan pola asuh yang demokratis dan terkadang
bersikap over protected. Semua anak subyek mengalami perkembangan seksual
yang normal. Dalam aspek seksual, dukungan yang dibutuhkan pada anak yang
beijenis kelamin wanita lebih besar dibandingkan pria. Pihak yang paling
berperan dalam pemberian pendidikan seks adalah ibu. Faktor yang membuat
subyek bersedia menerapkan pendidikan seks adalah ketakutan jika anak
mengalami hal yang tidak menyenangkan dalam aspek seksualitasnya."
2003
S3292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian berjudul Peran Keluarga dalam Pendidikan Seks pada Anak Pra Remaja untuk menghadapi Menstruasi awal bertujuan untuk mengetahui peran keluarga dalam pendidikan seks pada anak pra-remaja dalam menghadapi menstruasi awal....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iva Kasuma
Jakarta: Yayan Pustaka Obor Indonesia, 2020
371.782 IVA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ulwan, Abdullah Nashih
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996
613.907 ABD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Suban Tukan
Jakarta: Erlangga, 1994
649.65 JOH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pakasi, Diana Teresa
"Pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi masih rendah, meskipun telah terdapat inisiatif pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi seperti yang ditunjukan oleh berbagai penelitian sebelumnya. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah pada jenjang SMA. Tulisan ini didasarkan penelitian yang menggunakan metode mixed methods, yaitu kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. Metode kuantitatif, yaitu survei dilakukan terhadap 918 siswa dan 128 guru SMA dan didukung oleh diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam di delapan kota di Indonesia. Diskusi kelompok terfokus dilakukan terhadap organisasi masyarakat sipil, forum guru, dan kelompok remaja, sedangkan wawancara mendalam dilakukan terhadap pemerintah daerah, orang tua murid, komite sekolah, dan tokoh agama/masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi tidak sesuai dengan realitas perilaku seksual dan resiko seksual yang dihadapi remaja karena: (1) Pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi yang sudah diberikan pada jenjang SMA lebih menitikberatkan pada aspek biologis semata; (2) Masih adanya anggapan bahwa seksualitas merupakan hal yang tabu untuk diberikan di sekolah; (3) Pendidikan cenderung menekankan pada bahaya dan resiko seks pranikah dari sudut pandang moral dan agama; (4) Pendidikan belum memandang pentingnya aspek relasi gender dan hak remaja dalam kesehatan reproduksi dan seksual remaja. Konstruksi seksualitas remaja dan wacana mengenai pendidikan seksualitas berperan terhadap isi dan metode pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja.

Between Needs and Taboos: Sexuality and Reproductive Health Education for High School Students. Adolescents? knowledge on sexuality and reproductive health is still limited, although there have been initiatives to provide sexual and reproductive health education as indicated by previous studies. This paper examines reproductive health and sexuality education for adolescents that has been conducted by government and non-government at the high school level. This paper is based on a research using mixed methods of quantitative methods that are supported by qualitative. Quantitative methods are surveys conducted to 918 students and 128 high school teachers and supported by focus group discussions and in-depth interviews in eight cities in Indonesia. Focus group discussions conducted to civil society organizations, teacher forums, and youth groups, while in-depth interviews conducted to local government, parents, school committees, and religious/community leaders.
The results show that the reproductive and sexual health education does not match the reality of sexual behavior and sexual risk faced by teenagers because: (1) reproductive health and sexuality education that is given to the high school level is more focused on the biological aspects alone, (2) There is still a notion that sexuality is a taboo to be given at school, (3) the sexuality education tends to emphasize the dangers of premarital sex from the moral and religious point of view, (4) the sexuality education has not looked at the importance of aspects of gender relations and rights of adolescents in adolescent reproductive and sexual health. The construction of adolescent sexuality and the discourse on sexuality education contribute to the content and methods of sexuality and reproductive health education for adolescents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Rafi Alifiansyah
"Segregasi jenis kelamin dalam pendidikan memberikan dampak positif seperti berkembangnya peran gender yang progresif serta meminimalisir pelecehan seksual yang dialami murid perempuan di sekolah campuran. Akan tetapi, diketahui pula bahwa segregasi jenis kelamin mengurangi kualitas dan frekuensi interaksi dengan lawan jenis. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman seksualitas pada laki-laki dan perempuan yang pernah bersekolah dengan sistem segregasi jenis kelamin. Penelitian ini mengambil 8 (delapan) orang responden dewasa muda, yang terdiri dari empat laki-laki dan empat perempuan. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, kemudian hasilnya dianalis secara fenomenologis. Hasil penelitian menemukan bahwa minimnya interaksi dengan lawan jenis selama sekolah menyebabkan permasalahan, seperti kesulitan dalam berinteraksi dengan lawan jenis, serta hubungan romantis yang terlambat. Dalam hubungan pertemanan, seluruh partisipan membutuhkan paling lama 3 bulan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang menggabungkan jenis kelamin. Meskipun begitu, diketahui bahwa tiga partisipan tidak memiliki hubungan pertemanan yang personal dengan lawan jenis. Dalam hubungan romantis, hanya tiga partisipan yang pernah atau sedang menjalin hubungan romantis dengan lawan jenis. Dua partisipan kesulitan untuk mengidentifikasi aspek negatif dari pasangan. Sedangkan itu, satu partisipan lainnya merasa tidak nyaman untuk melakukan kontak fisik yang berlebihan dengan pasangannya, seperti berpelukan atau berciuman.

Gender segregation in education has positive impacts, such as the development of progressive gender roles and the minimization of sexual harassment experienced by female students in coeducational schools. However, it is also known that gender segregation reduces the quality and frequency of interactions with the opposite sex. Therefore, this study aims to understand sexuality among men and women who have attended gender-segregated schools. The study involved 8 young adult respondents, comprising four men and four women. Data collection was done through interviews, and the results were analyzed phenomenologically. The study found that the lack of interaction with the opposite sex during school leads to issues such as difficulty in communicating with the opposite sex and delayed romantic relationships. In terms of friendships, all participants took a maximum of 3 months to adapt to a mixed-gender environment. However, it was revealed that three participants did not have personal friendships with the opposite sex. In romantic relationships, only three participants had been or were currently in romantic relationships with the opposite sex. Two participants had difficulty identifying negative aspects of their partners. Meanwhile, another participant felt uncomfortable engaging in excessive physical contact with their partner, such as hugging or kissing."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>