Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purwantari
"Perbincangan tentang peristiwa 1965 mencapai fase baru ketika terjadi perubahan politik di negeri ini tahun 1998. Narasi tentang peristiwa 1965 tidak lagi tunggal. Muncul narasi baru yang direpresentasikan oleh film-film tentang tragedi 1965. Film-film ini muncul dalam konteks perfilman Indonesia yang belum menjadi sebuah industri dengan infrastruktur yang masih lemah, cukup ketat dikontrol negara melalui institusi sensor, memiliki sumber daya manusia terdidik di bidang film. Kondisi ini turut memberi warna terhadap proses produksi film-film yang menampilkan tema tragedi 1965.
Film-film yang menampilkan narasi baru ini memediasikan rekonstruksi atas ingatan yang ditindas selama lebih dari tiga dekade. Rekonstruksi atas ingatan yang ditindas membantu kita memahami kehidupan politik, sosial, budaya sebuah kelompok masyarakat. Dari ingatan individu dan kolektif dapat direkonstruksi tragedi kemanusiaan 1965/1966: bentuk dan derajat kekerasan serta luas cakupan tragedi yang terjadi saat itu. Rekonstruksi ini juga menjadi proses healing bagi para penyintas tragedi 1965 atas peristiwa traumatik yang terjadi di masa lalu. Film-film horor yang mengetengahkan tragedi 1965 sebagai narasi utama, mengkonstruksi tragedi 1965 sebagai situasi horor melalui kemunculan hantu yang membalas dendam kepada orang-orang yang telah menganiayanya.

The political change in 1998 has created a new phase in discussion on the 1965 Event & Tragedy. There exists a new narrative which is being represented by some of the Indonesian films. These films appeared in a Indonesian film industry context which has weak infrastructure, tightly controlled by the state, and has a well-educated film makers. These conditions, in turn, influence the production of narrative in the Indonesian films.
These films form new narrative which mediating a reconstruction of repressed memories. This reconstruction has become central to understand a group?s politics, economic, and cultural past. It gives important to know the tragedy of 1965/1966: the level of violence and the deep impact to the life of hundred thousands of people accused communist. On the other side, this reconstruction has clearly become a healing process for survivors of this tragedy as well as given new historical perspective for the younger generation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27749
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastomo
Jakarta: Yayasan Pustaka Umat, 2006
322.42 SUL d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Iwan, 1928-1970
Bogor: Yayasan Obor Indonesia, 2013
335.4 SIM t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nurrachman Sutojo
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2013
928 NAN k (1);928 NAN k (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Myrita Parameswara
"Nouvelle vague merupakan istilah yang dipopulerkan oleh sekelompok kritikus film dari majalah Cahiers du cinéma yang merujuk kepada sebuah fenomena kultural yang muncul akibat perkembangan tren politik, sosial, ekonomi, dan estetika pada tahun 1950-an di Prancis. Dalam penelitian ini, akan dibahas film Pierrot le fou (1965) garapan Jean-Luc Godard, seorang sutradara nouvelle vague yang terkenal dengan kekhasan artistiknya seperti teknik jump cuts. Dengan fokus pada tokoh utama film, Ferdinand, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Pierrot le fou yang merupakan produk nouvelle vague menggunakan absurditas sebagai perangkat naratif dan tematik, serta bagaimana pengaluran serta penokohan dalam Pierrot le fou menantang tema konvensional dan norma-norma masyarakat yang ada melalui eksplorasi absurditas. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan visual pada film sebagai korpus penelitian. Teori yang digunakan adalah teori analisis struktur dramatik oleh Gustav Freytag, analisis sinematografi berdasarkan The Art of Watching Film oleh Boggs dan Petrie, serta teori absurditas Albert Camus dari bukunya yang berjudul The Myth of Sisyphus. Analisis skema naratif memperlihatkan keberadaan manusia dalam kacamata absurditas melalui tokoh Ferdinand. Masalah utama dalam kehidupan Ferdinand adalah rasa terjebak dalam kehidupan monoton dan dangkal. Pierrot le Fou mempertanyakan konsep absurditas dalam kehidupan manusia, memperlihatkan repetisi yang tidak bisa dihindari dan berakhir dengan repetisi lainnya. Memperlihatkan kenyataan yang tidak nyata dan serangkaian ilusi melalui kehidupan tokoh Ferdinand dan gambar-gambar yang ditampilkan.

Nouvelle vague is a term popularized by a group of film critics from the magazine Cahiers du cinéma which refers to a cultural phenomenon that arose as a result of developments in political, social, economic and aesthetic trends in the 1950s in France. In this research, we will discuss the film Pierrot le fou (1965) directed by Jean-Luc Godard, a nouvelle vague director who is famous for his artistic peculiarities such as the jump cuts technique. With a focus on the main character of the film, Ferdinand, this research was conducted to find out how Pierrot le fou, a product of nouvelle vague, uses absurdity as a narrative and thematic device, and how the plot and characterizations in Pierrot le fou challenges conventional themes and existing societal norms through an exploration of the absurdity. This research is conducted using qualitative method with a visual approach to film as a research corpus. The theory used is the theory of dramatic structure analysis by Gustav Freytag, cinematographic analysis based on The Art of Watching Film by Boggs and Petrie, and Albert Camus's theory of absurdity from his book titled The Myth of Sisyphus. The analysis of the narrative scheme shows human existence through the lens of absurdity from the main character’s point of view, Ferdinand. The main problem in Ferdinand's life is the feeling of being trapped in a monotonous and shallow life. Pierrot le fou questions the concept of absurdity in human life, showing repetition that is inevitable and ends with another repetition. Showing an unreal reality and a series of illusions through the life of the character Ferdinand and the images shown."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Riskhi Susanti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ambivalensi tokoh Srintil yang tidak hanya ditampilkan sebagai objek namun juga subjek dalam film Sang Penari arahan Ifa Isfansyah. Pembahasan dari segi naratif film dan teknik sinematografis dilakukan dengan menggunakan pendekatan tekstual dari Roland Barthes dan Laura Mulvey serta teori wacana feminisme posmodern untuk membongkar subjektivitas Srintil dalam versi film adaptasi yang mengandung muatan peristiwa 1965. Melalui strategi mimikri Luce Irigaray, Srintil menciptakan ?bahasa?nya sendiri untuk berusaha keluar dari ketertindasannya.

ABSTRACT
This research was aimed at revealing ambivalence of Srintil?s character that isnot only represented as an object but also a subject in Ifa Isfansyah?s movie,Sang Penari. Analyses at the plane of narrative and cinematic techniques were conducted using textual approach from Roland Barthes and Laura Mulvey as wellas theory of postmodern feminism to reveal Srintil?s subjectivity in its version of film adaptation indepth 1965 representation. By using Luce Irigaray?s mimicry strategy, Srintil creates her own ?language? to escape from her oppression.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T35817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Rinaldy Fakhruddin
"Propaganda dapat berpengaruh terhadap sikap ldeologi seseorang, karena propaganda umumnya bersifat psikologis bagi seseorang. Tetapi propaganda itu sendiri tidak akan mempunyai pengaruh yang efektif. apabila tidak disertai faktor-faktor Iain seperti : faktor ekonomis, faktor hubungan, faktor alat-alat propaganda lain, seperti ; media massa dan sebagainya.
Film sering dibuat sebagai propaganda, karena sebagai bagian dari media massa, film dinilai memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk opini umum. Terlebih Iagi dengan kemajuan teknologi Serta meluasnya penggunaan media audio-visual saat ini, film dapat dikemas sedemikian rupa hingga dapat membawa emosi serta persepsi penontonnya kepada keinginan para pembuat film. Oleh karena itu film dan informasi televisi dinilai lebih berpengaruh dalam menyampaikan propaganda, dibandingkan dengan media cetak.
Dalam konteks Indonesia, film yang berunsur propaganda memang tidak banyak dan tidak semaju film dari luar negeri, terutama dengan terpuruknya film-film Indonesia beberapa tahun yang lalu. Namun saat ini film Indonesia menunjukkan perkembangan kearah positif, indikasi ini diikuti dengan mulai banyaknya genre film Indonesia yang diproduksi dan diputar di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Salah satu yang menarik perhatian adalah diputarnya film dokumenter bertemakan politik yang berjudul Tragedi Jakarta 1998 (Gerakan Mahasiswa di Indonesia) di bioskop.
Film dokumenter mengenai politik juga berperan dalam memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Malia peneliti mencoba melihat hal tersebut lebih spesifik, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat peran propaganda lilm dokumenter Tragedi Jakana 1998 dalam mempengaruhi sikap politik mahasiswa pasca refonnasi. Peneliti menggunakan Focus Group Discussion dalam pengambilan datanya Peserta mahasiswa yang merupakan subjek peserta peneliti merupakan mahasiswa yang masuk universitas mereka setelah peristiwa tahun 1998. Peneliti menganggap subjek peserta tidak mempunyai pengalaman empiris pada saat situasi reformasi bergulir, agar mereka dapat memberikan keterangan yang lebih objektif.
Dari hasil penelitian dan analisanya, didapat dua hal penting yaitu pertama terjadinya perubahan pandangan politik mahasiswa, dimana keingintahuan Serta keperdulian terhadap kasus-kasus yang terjadi saat itu relatif Iebih meningkat dibandingkan sebelumnya. Kritikan tajam pun terlontar pada cara aparat menangani aksi mahasiswa. Maka secara umum pandangan politik peserta terlihat Iebih berkembang.
Sedangkan yang kedua mengenai peran propaganda dalam film dokumenter Tragedi Jakarta 1998 yang cukup efektif dalam mempengaruhi pandangan peserta akan peristiwa yang terjadi pada tahun 1998. Perannya terlihat ketika berhasil membangun emosi peserta FGD setelah menonton Elm dokumenter ini. Dan ini juga memperlihatkan bahwa propaganda merupakan salah satu pendekatan kepada persuasi politik selain periklanan dan retorika. yang seluruhnya ini mempunyai tujuan (purposif), disengaja dan melibatkan pengaruh, serta semuanya menghasilkan berbagai tingkat perubahan dalam persepsi, kepercayaan, nilai dan pengharapan pribadi.
Seperti diketahui bahwa kondisi utama yang mendukung keberhasilan propaganda adalah adanya monopoli terhadap informasi. Selain itu karakteristik propaganda yang berusaha mengontrol arus informasi juga turut memberikan pengaruh pada penonton, dimana apabila arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator maka situasi tersebut dapat menunjang persuasi yang efektif.

Propaganda can make influence to someone ideology, because propaganda generally act psychology to someone. But the propaganda it self cannot effectively make influence without support from other factors, such as : economic factor, relationship factor, and other propaganda tools factor, including mass media and others.
Lots of tilm being made for propaganda, because it part of mass media, film usually have a big influence in creating public opinion. Especially in advance of technology and the function of audio-visual spreads everywhere this time. The packaging of film can bring emotion and perception of the audience to a filmmaker desire. That is why film and television infomation more influence in presenting propaganda, if we compare it with printed media.
In Indonesia context, not much film with propaganda issue and not like in advance of other countries, especially when the down of Indonesian cinema. But now Indonesian cinema is growing to a positive situation. This indication follow by grow of many genre in producing Indonesian cinema and viewed in movie theater all over Indonesia. One thing that gets an attention is viewing a political documentary film in movie theater, the titfe is berjudul Tragedi Jakarta 1998 (Gerakan Mahasiswa di Indonesia).
A political documentary film also can make a contribute in the political education for all society. So the researcher try to see that issue more specific, that is why this research have a purpose to see the function of propaganda in Tragedi Jakarta 1998 documentary film to influence the political believes of a college student after the refomration. Researcher using Focus Group Discussion to collect data from a student. A college student participant is students who enter their University after the reformation in Indonesia. Researcher think the participant not have an experience when a following of reformation in Indonesia, to give an objective opinion.
From a result of this research, we get two important things such as; first there is change in a politi l believes of a college student participant, their seems more care of this tragedy then before. So generally their political believes seems to grow. And the second one is about the function of propaganda in Tragedi Jakarta 1998 documentary film is effectively influence to a political believes of a this tragedy. The propaganda work in building an emotion of all college student participant after watching this documentary film. This also showing that propaganda is one of part from political persuasion besides advertising and rhetoric, and all of this have a purpose, deliberate and include influence, and all of it have a result in many level of change in perception, believes, value and personal hope.
As we know that a main condition of propaganda is the monopoly of information. Besides that a propaganda characteristic who try to control the flow of information also gave a contribute to influence an audiences. Because if a flow of information only control by a communicator, this situation can make an effective persuasion."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T17365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Ida Yustiantini
"Tesis ini membahas tentang konsep tragedi nasional 1965 yang diharapkan menjadi inti penyajian pameran di museum ? museum yang berada di kawasan Monumen Pancasila Sakti, Jakarta Timur. Informasi yang disajikan di museum masih menganut sistem monolitik , dengan mengutamakan penyajian informasi tentang kekejaman komunis. Belum ada diorama yang menggambarkan adegan tragedi di seluruh Indonesia, kecuali Papua pasca peristiwa tragedi di Lubang Buaya. Makna inti Pancasila yang bisa dijadikan pendamai bagi aneka konflik yang terjadi di Indonesia saat ini juga belum diinformasikan. Oleh sebab itu penulis ingin mengkaji tragedi nasional 1965 dan kaitannya dengan Pancasila, serta pengaplikasiannya dengan membentuk Ruang Kontemplantif sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial museum kepada masyarakat. Tesis ini menggunakan metode kualitatif dan pengeterapan teori memori kolektif yang sesuai dengan episteme reformasi.

This thesis studied the concept of national tragedy 1965 will wondering become essence of display on museums in Pancasila Sakti Monument, East Jakarta. The information showed on museums was still monolithic system by priority information of communism violence. There were no dioramas showed about tragedy in all over Indonesia, except Papua at post tragedy of Lubang Buaya. The Pancasila essence intention which could be peace- maker of various conflicts in Indonesia was also not informed.. Therefore, the author studied the national tragedy 1965 and correlation with Pancasila as well as applied it by forming contemplative room as social responsibility of museum to community. This thesis uses qualitative method and collective memory applied which appropriated with reformation episteme."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T40817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aryan Selvi Utami
"Moslem Amerika mengalami alienasi setelah terjadinya 9/11 karena stereotipe menyamakan mereka sebagai bagian dari terorisme. Stereotipe ini membuat umat Moslem mendapatkan diskriminasi oleh teman dan lingkungan sekitar mereka. Akibatnya, umat Moslem di Amerika juga menjadi orang luar dari kelompok tersebut. Masyarakat Amerika membuat batasan dan mengasingkan umat Moslem karena mereka menganggap umat Moslem berbahaya untuk kehidupan mereka. Penyebab munculnya praktik othering, bordering dan alienation ini karena individu dan lingkungannya yang membuat batasan terhadap kelompok tertentu. Film The Reluctant Fundamentalist 2012 menampilkan praktik othering, bordering dan alienation ini yang terjadi pada tokoh utamanya, Changez. Dalam film ini, Changez, seorang Pakistan, diasingkan karena dianggap tidak terlibat dalam masyarakat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana praktik othering, bordering, dan alienation yang terjadi pada Changez yang merupakan seorang Pakistan ini bekerja dalam film tersebut.
Teori yang digunakan dalam menganalisis film ini adalah konsep alienation, othering dan bordering. Menurut Seeman 1959 , alienasi muncul karena identitas individu yang tidak mampu menjadi bagian dari kelompok tertentu dan masyarakat menolak keberadaan mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Changez mengalami alienasi karena dirinya sendiri dan lingkungan yang tidak menerima keberadaan identitasnya sebagai kelompok minoritas, Pakistani. Efek dari aliensi ini membuat Changez mengalami krisis identitas, yang pada akhirnya membuatnya kembali pada identitasnya sebagai orang Pakistan dan mempraktikkan budaya Pakistan di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi penelitian ini masih memiliki batasan karena hanya empat scene film yang dianalisis. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut.

After the tragedy of 9/11, Moslems in America experienced alienation because of the stereotype of terrorism. Moslems are also discriminated by their environment and friends. As a result, Moslems in America become outsiders. American society creates border and alienates Moslems because they think that Moslems are dangerous. Individuals and society practice othering, bordering and alienation. The film The Reluctant Fundamentalist 2012 shows the practice of othering, bordering and alienation that happens to the main character, Changez. In the film, Changez, being a Pakistani, is being alienated because he is not a part of the American society. The purpose of the research is to examine and analyze Changez rsquo;s experience.
This research uses the theory of alienation, othering and bordering. Seeman 1959 mentioned that a person will experience alienation and become self-estranged when he or she is not accepted by his/her society because people immediately reject them. Alienation is the result of othering and bordering in which the majority treat the minority discriminatively. The finding of the research shows that Changez gets alienated by his friends and surroundings. This alienation causes Changez to experience identity crisis, which in the end makes him accept his identity as a Pakistani and practice the culture in his daily life. However, this research is still limited in its scope because it only analyzes four scenes. Therefore, further research is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini sebenarnya mau mencoba memberikan pandangan awal bagaimana para Indonesia merajut pengalaman dalam bentuk berita, terutama ketika para Indonesia dan bangsa Indonesia sendiri sedang mengalami krisis sosial pada pertengahan dekade tahun 1960-an. Dalam studi ini, fokus penelitian akan memusatkan pada simpul utama representasi ideologis dan konteks sosialekonomi-politik yang mempengaruhi produksi dan pemaknaan tekstual, terutama dalam konteks situasi krisis dan transisi sosial multidimensi yang dialami oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1965 - 1968.
Penelitian ini akan lebih berfokus menjawab tiga pertanyaan pokok sekaligus tujuan penelitian ini. Satu, representasi krisis macam apa yang direkam oleh media massa, terutama koran "Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha? ? Bentuk representasi ideologi kapitalisme macam apa yang ada dalam dua harian surat kabar ?Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha" ? Dua, bagaimana pola pembingkaian teks media massa berpengaruh proses legitimasi dan delegitimasi ? Bagaimana teks tersebut dapat dipahami secara lebih menyeluruh ? Tiga, mengapa ideologi represif dalam komunikasi krisis macam itu yang akhirnya banyak mempengaruhi proses legitimasi dan delegitimasi dalam seluruh proses kognisi social masyarakat Indonesia ?
Penelitian yang berupaya membongkar keterkaitan ideologi, media massa dan politik militerisme di Indonesia termasuk dalam kategori perspektif ekonomi politik kritis. Oleh sebab itu, penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis. Sementara itu, varian perspektif sosial politik media yang digunakan adalah perspektif instrumentalisme. Perspektif ini memberikan penekanan pada determinisme ekonomi, di mana segala sesuatu pada akhirnya akan dikaitkan secara langsung dengan kekuatan-kekuatan ekonomi. Perspektif ini melihat media sebagai instrumen dari kelas yang mendominasi.
Penelitian teks media yang dilakukan lebih diletakkan dalam kesadaran bahwa teks atau wacana dalam media massa mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa pada manusia. Dengan demikian, penelitian juga meletakkan seluruh proses analisis dalam kerangka pemikiran analisis wacana kritis. Pada tataran makro, penelitian melihat struktur sosiokultural Indonesia pada era tahun 1960-an. Pada tataran mesa, analisis lebih melihat struktur dan industri pers Indonesia waktu itu. Sementara pada tataran mikro, analisis dilakukan dengan melakukan analisa framing model Robert Entman.
Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu.
Pada tataran makro, penelitian ini menemukan bahwa situasi sosialekonomi dan politik global dan Indonesia mempengaruhi keberadaan dua harian tersebut. Setidaknya, pers berbasis militer ini membawa kepentingan Angkatan Bersenjata, terutama Angkatan Darat dalam melakukan perubahan mendasar, melegitimasikan kepentingan kapitalisme birokratik dengan simbolisasi "amanat penderitaan rakyat" dan mendelegitimasikan idea - kepentingan pemikiran sosialistik-komunis, diktatorial-populistik Soekamo dan praktek politik borjuistik tradisional.
Pada tataran meso, penelitian ini mengidentifikasi bahwa industri para militer diadakan dan dibentuk untuk melakukan wacana tandingan terhadap media berbasis komunis dan Orde Lama. Segala bentuk massifikasi dan pengontrotan media massa dilakukan oleh faksi militer demi tujuan ekonomi-politik militer waktu itu. Ada proses politik dagang sapi yang dilakukan oleh militer. Angkatan Bersenjata memetik keuntungan opini publik dari media massa tersebut tapi di lain pihak media massa diberi kesempatan hidup sejauh relevan dan berkepentingan sama dengan faksi militer.
Pada tataran mikro, terlihat bahwa teks memberikan pembingkaian penuh pada proses mendelegitimasikan sekaligus meminggirkan PKI/Soekarno, melegitimasikan Angkatan Darat sebagai pelaku perubahan social yang konstruktif, pemulihan ekonomi menuju sistern kapitalistik, baik secara global maupun nasional.
Temuan lain yang menonjol dan layak diperhatikan adalah bahwa pola pembingkaian dalam serial editorial dan beberapa teks utama yang ada dalam Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata memakai pola alterasi-konflik-negasi- dan legitimasi. Strategi pembingkaian kedua harian militer rupanya mengarahkan opini publik dalam tiga ragam strategi, yaitu strategi opini, strategi kontroversi dan strategi moral.
Pada tingkatan akademik, penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi krisis terutama ketika kepentingan ideologi masuk menjadi penentu signifikan maka pers atau media massa bisa menjadi alat efektif penyebaran dan hegemonisasi ideologis. lni berarti media massa merupakan garda paling depan alat ideologi negara atau alat represif ideologi. Padahal di sisi lain, media massa diharapkan menjadi alat kritik dan pengawasan sosial masyarakat terhadap Negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>