Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Laura Astrid H.
"Dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah melalui PP No. 12 tahun 1999 diharapkan netralitas politik birokrasi akan dapat terjamin tidak hanya dengan cara melepaskan keanggotaan PNS dalam Parpol, namun yang lebih penting adalah menegakkan sikap dan perilaku PNS agar benar-benar berorientasi kepada kepentingan publik dan profesional serta bersikap imparsial terhadap parpol. Penulisan tesis yang berjudul ?Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pilkada? ini menggunakan metode penelitian hukum normatif maupun metode penelitian empiris, dengan titik berat pada penelitian normatif. Maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui secara yuridis netralitas pegawai negeri sipil dalam Pilkada dan mengetahui keberpihakan Pegawai Negeri Sipil dalam Pilkada Malang, Gowa dan Kutai Kertanegara.Secara yuridis netralitas Pegawai Negeri Sipil telah diatur dalam suatu Undang-Undang Nomor Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1999 secara tegas menetapkan bahwa seorang pegawai negeri yang akfif dalam partai politik harus melepaskan statusnya sebagai pegawai negeri, namun yang sering terjadi, bahwa di Indonesia jabatan menteri misalnya, jabatan menteri bukan jabatan pegawai negeri, tetapi jabatan politik. Seringkali seorang menteri (yang berasal dari pegawai negeri) sulit memisahkan jabatan dirinya sebagai pejabat pemerintah yang juga sebagai fungsionaris partai. Yang menjadi permasalahannya adalah mengapa netralitas PNS dalam Pemilihan Kepala Daerah sangat diperlukan dan bagaimana mengupayakan netralitas PNS dalam Pemilihan Kepala Daerah? ada sejumlah larangan yang perlu diperhatikan sehubungan dengan penegakan netralitas birokrasi dan PNS, yakni:pertama,dalam kampanye dilarang melibatkan hakim pada semua peradilan, pejabat BUMN/BUMD pejabat struktural, pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta Kepala Daerah, kecuali apabila pejabat tersebut menjadi calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah. kedua,Pejabat negara yang menjadi calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam melaksanakan kampanye tidak menggunakan fasilitas yang terkait dalam jabatannya, menjalani cuti di luar tanggungan negara dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintah daerah. Ketiga, PNS, anggota TNI/POLRI dilarang dilibatkan sebagai peserta kampanye atau juru kampanye pilkada. Keempat, Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan Kepala Daerah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Pada akhirnya diharapkan pemilu mendatang merupakan tonggak bagi redefinisi peran birokrat/ PNS sebagai public servan, tentunya berlaku juga pada pilkada langsung.

With the issuance of government policy through the PP No. 12 Tahun 1999 expected the political neutrality of the bureaucracy will be guaranteed not only by civil servants to release membership in political parties, but more important is to uphold the attitude and behavior of civil servants in order to really oriented to the public interest and professional and impartial attitude towards political parties. The writing methods of this thesis entitled "Neutrality of Civil Servants in the elections" is a normative legal research methods and empirical research methods, with emphasis on normative research. The purpose and objective of this thesis is to obtain judicial neutrality of civil servants in the election and find out partisanship in the election of Civil Servants in Malang, Gowa and Kutai Kertanegara. Judicially, neutrality of Civil Servants has been regulated in PP No. 12 Tahun 1999 provides that a civil servant who is active in a political party should let go of his status as civil servants, but that often happens, that in the Indonesia office of the minister for instance, the post office of civil servants rather than ministers, but political office. Often a minister (which comes from civil servants) is difficult to positions itself as a government official who is also a party functionary. The problem is why the neutrality of civil servants in the Regional Head Election is needed and how to seek the neutrality of civil servants in local elections? There are some restrictions that need to be considered in connection with the enforcement of the neutrality of the bureaucracy and civil servants, namely: first, the campaigns are prohibited from involving judges in all courts, enterprises structural officers, functional officers in the country as well as regional head office, unless the officer is a candidate for the Head Regional / Deputy Regional Head. Second, the state officials who become candidates for Regional Head / Deputy Head of the Region in implementing the campaign does not use the associated facilities in the office, taking temporary leave without pay. Third, civil servants, members of the TNI/Police involved as participants are prohibited from campaign or election campaigners. Fourth, state officials, officials of the structural and functional in the country and regional heads of office are prohibited from making decisions and/ or actions that benefit or harm one of the candidates during the campaign. In the end, it expects the upcoming election is a major milestone for the redefinition of the role of bureaucrats / civil servants as a public servant, of course, applies also to direct election."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27910
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Masdiana
"ABSTRAK
Penelitian ini meneliti bagaimana urgensi netralitas PNS dalam pilkada untuk
mewujudkan AUPB, dan melihat bagaimana permasalahan penerapan netralitas
PNS dalam beberapa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwasanya Pilkada di berbagai daerah di
Indonesia beberapa waktu kebelakang masih diwarnai dengan beberapa
permasalahan dan sengketa pasca pilkada dilaksanakan, hal tersebut
dilatarbelakangi berbagai hal dan yang spesifik berkaitan dengan penelitian ini
adalah pelanggaran terhadap netralitas PNS dalam pelaksanaan Pilkada. Pada
hasil penelitian, terlihat dengan jelas bahwa netralitas PNS dalam pelaksanaan
Pilkada merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini termaktub dengan jelas
dalam berbagai aturan yang mengatur secara rinci tentang PNS, antara lain dalam
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dimana PNS harus bebas dari pengaruh
golongan maupun parpol, dan netralitas merupakan amanat yang ada didalam
Asas Manajemen ASN. Selanjutnya Netralitas PNS sangat erat kaitannya dalam
mewujudkan AUPB, dimana didalam UU ASN telah disebutkan bahwa PNS
harus netral, dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui
AUPB, diatur bahwa PNS harus netral dan tidak boleh berpihak sehingga dengan
pelaksanaan netralitas PNS dapat mewujudkan pelaksanaan AUPB. Selanjutnya
mengenai pelanggaran netralitas PNS diatur sanksi hukuman sedang dan berat
sebagaimana diatur dalam Disiplin PNS PP No. 53 Tahun 2010, dimana ancaman
terberat PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat atas pelanggaran yang
telah dilakukan. Pelanggaran netralitas PNS di daerah marak diwarnai modus,
antara lain Mobilisasi PNS, Mutasi PNS, Penyalahgunaan Anggaran, serta
intimidasi PNS. Pada akhirnya pasca dikeluarkannya UU ASN pengawasan
netralitas ASN menjadi tugas Komisi Aparatur SIpil Negara (KASN), dengan
tugas yang demikian besar, KASN masih memiliki keterbatasan dibidang
kewenangan, SDM dan anggaran. Sehingga kedepannya untuk meningkatkan
pengawasan netralitas PNS diperlukan penguatan KASN dari berbagai aspek
tersebut, kemudian perlu diadakannya sosialiasi secara komprehensif kepada PNS
di seluruh daerah untuk melakukan prevensi terhadap berbagai pelanggaran
netralitas PNS, dan terakhir perlu kiranya memanfaatkan teknologi informasi
untuk membuka pengawasan masyarakat terhadap PNS melalui pengaduan
langsung dengan sistem informasi, sehingga dapat mewujudkan pengawasan
netralitas PNS secara efektif.

ABSTRACT
This research examines how urgency of civil servant neutrality in elections to
realize AUPB, and to see how the problem of civil servant neutrality
implementation in some implementation of Election of Regional Head (Pilkada).
Based on the results of the research, it appears that elections in various regions in
Indonesia some time back are still colored by several problems and post election
disputes implemented, it is motivated by various things and specific related to this
research is a violation of the neutrality of civil servants in the implementation of
elections. In the research results, it is clear that the neutrality of civil servants in
the implementation of Pilkada is a very important thing, it is clearly stated in the
various rules that regulate in detail about civil servants, among others, in Law no.
5 Year 2014 on ASN where civil servants should be free from the influence of
groups and political parties, and neutrality is a mandate that exists within the ASN
Management Principles. Furthermore, the neutrality of civil servants is closely
related to the realization of AUPB, where in the ASN Act has been mentioned that
the civil servants should be neutral, and to realize good governance through
AUPB, regulated that the civil servants should be neutral and should not take
sides so with the implementation of the neutrality of civil servants can realize the
implementation of AUPB . Furthermore, regarding the violation of the neutrality
of civil servants are sanctioned by medium and heavy punishment as stipulated in
the Civil Government Regulation PP. 53 of 2010, where the heaviest threat of
civil servants may be dismissed with disrespect for the offenses committed.
Violations of the neutrality of civil servants in rampant areas are colored by
modes, including Mobilization of Civil Servants, Mutation of Civil Servants,
Budget Abuse, and civil servants intimidation. In the end, after the issuance of
ASN Law, the control of ASN neutrality becomes the task of the State Apparatus
Force (KASN), with such a large task, KASN still has limited authority, human
resources and budget. So in the future to improve the supervision of the neutrality
of civil servants is needed strengthening KASN from various aspects, then need
comprehensive socialization to civil servants across the region to prevent the
prevention of various violations of the neutrality of civil servants, and lastly need
to use information technology to open the public surveillance of civil servants
through a complaint directly with the information system, so as to realize the
supervision of the neutrality of civil servants effectively."
2017
T49042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Bartas Kardawi
"Pelanggaran netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Pemilu tahun 2019 tercatat sebanyak 990 kasus dengan mayoritas kasus tidak memisahkan pribadi dan jabatan PNS. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelanggaran netralitas ASN berdasarkan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif dengan bahan kepustakaan berupa data sekunder dengan studi dokumen. Tipologi dari penelitian ini berdasarkan sifatnya adalah deskriptif analisis. Metode analisis terhadap data menggunakan metode analisis kualitatif. Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS mengatur netralitas lebih luas hingga tidak memisahkan pribadi dan jabatan PNS dibandingkan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Pengaturan tersebut dibuktikan dengan kasus PNS Kota Malang dan PNS Kabupaten Cianjur. Pengaturan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan penegakan oleh institusi terkait netralitas PNS terlihat mencampuradukkan pribadi PNS dengan jabatannya sebagai birokrat. Pengaturan netralitas terkait Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdapat pada Undang-Undang No. 5 Tahun 2014, Undang-Undang No. 30 Tahun 2014, dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017. Penerapan sanksi pelanggaran netralitas ASN diterapkan berdasarkan kasus PNS Kota Malang dan PNS Kabupaten Cianjur. Instansi penegak netralitas, seperti BKN, Bawaslu, dan KASN memiliki perannya masing-masing.

Violation of the neutrality of Civil Servants (PNS) in the 2019 Election was recorded as many as 990 cases with the majority of cases not separating the personal and civil servant positions. This study aims to describe and analyze violations of ASN neutrality based on statutory regulations. The research method used in this study is a normative legal research method with literature material in the form of secondary data with document studies. The typology of this research by its nature is descriptive analysis. The method of analysis of data uses qualitative analysis methods. Law No. 7 of 2017 concerning Elections and Government Regulation No. 53 of 2010 concerning the Discipline of Civil Servants regulates broader neutrality so that they do not separate civil servants and positions compared to Law No. 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus. This arrangement is proven by the case of Malang City Civil Servants and Cianjur Regency Civil Servants. Arrangements based on laws and regulations by institutions related to the neutrality of civil servants seem to confuse civil servants with their positions as bureaucrats. The neutrality arrangement related to Civil Servants (PNS) is contained in Law No. 5 of 2014, Law No. 30 of 2014, and Law No. 7 of 2017. The application of ASN neutrality violation sanctions is applied based on the case of Malang City Civil Servants and Cianjur Regency Civil Servants. The neutrality enforcement agencies, such as BKN, Bawaslu, and KASN have their respective roles."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tarmidja Kartawidjaya
"ABSTRAK
Politik netralisasi yang diproklamasikan Presiden W. wilson pada 4 Agustus 1914 sebagai sikap Amerika Serikat dalam menghadapi pedang dunia I, adalah sangat tepat. Tidak hanya politik netralitas itu mempunyai kesesuaian dengan ajaran Monroe atau politik isolasionieme yang sudah hapir satu abad membudaya dalam kebijaksanaan politik Amerika Serikat dalam menghadapi Eropa sehingga sebahagian besar rakyat Amerika mendukungnya, melainkan juga dapat memelihara terus persatuan bangsa Amerika yang terdiri dari beraneka ragam bangsaitu, khususnya bangsa-bangsa beserta keturunannya yang berasal dari negara-negara Eropa yang pada waktu itu sedang terlibat perang dunia I. Persatuan bangsa sedemikian adalah mutlak perlu bagi Amerika Serikat yang sedang berkembang menjadi kekuatan politik baru dunia, juga keadaan dalam negeri yang aman dapat menopang bagi berhasilnya pelaksanaan program pembaharuan politik dan ekonomi Presiden W. Wilson yang tercakup dengan sebutan "New Freedom"."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Bina Aksara, 1987
350.6 DJO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Government officials in Indonesia are required to continuously improve their services quantitatively and qualitatively to increase the country competitiviness and public sector management quality
."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Alfan Yusuf Romadhon Pamungkas
"Kontroversi tindakan pemblokiran akses layanan over-the-top (OTT) Netflix oleh Grup Telkom membuat masyarakat berpikir kembali apakah pemblokiran tersebut menghambat kebebasan mereka dalam memilih dan mengakses konten atau aplikasi pilihan mereka yang sah. Terlebih fakta bahwa ketiadaan prinsip netralitas internet dalam kerangka hukum telekomunikasi Indonesia yang melarang tindakan pemblokiran tersebut. Fakta tersebut ditambah dengan kecenderungan arah kebijakan telekomunikasi dan sektor industri telekomunikasi yang tidak mendukung semangat netralitas internet, serta mengingat fakta bahwa pendekatan yang diambil Pemerintah Indonesia ketika mengawasi peredaran konten yang dinilai ‘berbahaya’ sering kali jauh dari prinsip netral. Penelitian skripsi ini menggunakan metode analisis kualitatif dengan menganalisis bagaimana kerangka hukum telekomunikasi dapat mengatasi kasus pemblokiran Netflix oleh Grup Telkom. Mengetahui bagaimana tidak efektifnya kerangka hukum telekomunikasi Indonesia saat ini dalam mengantisipasi kasus a quo, dapat disimpulkan bahwa, tindakan pemblokiran tersebut bukan merupakan pelanggaran hukum karena keputusan pemblokiran ini sebenarnya diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, sebaliknya, akan terlihat berbeda jika kasus a quo dianalisis dengan Open Internet Order 2015 sebagaimana diberlakukan oleh Federal Communications Commission Amerika Serikat. Demi mengantisipasi permasalahan terkait netralitas internet yang akan datang, beberapa rekomendasi hukum yang diberikan yakni dengan mengamandemen Undang-Undang Telekomunikasi dengan mengadaptasikan model pengklasifikasian common carrier dan information service, menambahkan ketentuan larangan pemblokiran, perlambatan akses, dan prioritisasi lalu lintas paket data tertentu berdasarkan kesepakatan harga, serta menambahkan kewajiban transparansi.

The controversy of Netflix blocking as an over-the-top (OTT) service by Telkom Group has made society think twice if such action degrades their freedom to choose and access the lawful content or application of their choice. Let alone the fact that there is a lack of net neutrality principle in Indonesian telecommunications regime which prohibits such action, coupling the latest development of the policy direction and telco industry side are not in favor of network neutrality spirit and given the fact that the approach that Indonesian Government takes when monitors ‘harmful’ content is far from neutral. This thesis research leverages the qualitative analysis method by analyzing how the telecommunications regime could cope with the case study of the Netflix blocking by Telkom Group. Knowing the fact that how ineffective the existing telecommunication regime is in anticipating a quo case, it can be concluded that, this said blocking activity does not fall into any form of infringement since the fact that this blocking decision is actually mandated by law, otherwise, it would be seen as different if this a quo case analyzed with the FCC’s 2015 Open Internet Order. To further anticipate this net neutrality issue, a string of recommendations offered are to amend Indonesian Telecommunications Law by incorporating common carrier and information service classification model, no-blocking, no-throttling, and no-paid prioritization rules, and also transparency rules."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>