Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulvey, Laura
Haundmills: Basingstoke Hampshire Macmillan , 1989
791.430 909 MUL v
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan Yandy
"ABSTRAK
Makalah ini membahas bagaimana film tahun 1978, I Spit On Your Grave merepresentasikan pembalikan peran. Dewasa ini, visibilitas wanita sebagai peran utama telah meningkat secara signigikan. Narasi mengenai pemberdayaan wanita terus diproduksi sebagai reaksi dari masyarakat berbudaya patriarki.Film I Spit On Your Grave mengilustrasikan isu kekuasaan wanita melalui narasi rape revenge-nya. Namun, makalah ini lebih berfokus terhadap dinamika dari pembalikan peran dari para karakter. Ada dua poin utama yang dibahas di makalah ini. Pertama, mengenai bagaimana para lelaki menggunakan rdquo; rape rdquo; sebagai alat untuk menunjukkan kekuasaan. Kedua, menganalisis bagaimana karakter Jennifer menggunakan ldquo;revenge rdquo; untuk membalikan peran dari seorang korban ke seorang penguasa. Akhirnya, makalah ini menyimpulkan bahwa rdquo;rape rdquo; dan ldquo;revenge rdquo; yang dilakukan oleh geng laki-laki dan Jennifer mempunyai tujuan yang serupa, untuk mendominasi ldquo;gender rdquo; yang berlawanan.

ABSTRACT
This paper examines how 1978 movie, I Spit On Your Grave represents gender role reversal. Recently, women visibility as a main character has increased significantly. Stories of women empowerment continue being made as a reaction to the current patriarchal society. The film I Spit On Your Grave illustrate the issue of female power through its rape revenge narrative. However, this paper focuses more on the role reversal dynamics of the character. There are two major points that this paper covers. First, it discusses how the men use rape as a tool to show dominance. Second, it analyzes how the character Jennifer uses revenge to reverse her role from victim to dominator. Finally, the paper concludes that both rape and revenge that done by the gang and Jennifer have similar purpose, which is to dominate opposite gender."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Neve, Brian
London: Routledge, 1992
302.234 3 NEV f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Livina Veneralda
"Meskipun sudah lebih banyak cerita dalam film Hollywood yang berpusat pada para karakter perempuan, representasi perempuan dalam perfilman Hollywood masih problematis, mengingat para karakter ini menginternalisasi gagasan perempuan sebagai sang Liyan. Berdasarkan pendapat Beauvoir 2010 , karena perempuan dipojokkan sebagai sang Liyan, mereka menjadi bagian yang tidak penting dalam masyarakat. Dalam film Blue Jasmine 2013 , Jasmine tidak memiliki kekuasaan untuk merancang dan memimpin masa depannya karena ia menyerahkan dirinya kepada laki-laki. Kemudian, ketika ia berusaha untuk membebaskan dirinya dari situasi tersebut, ia mengalami tekanan yang datang dari atasannya, seorang laki-laki. Menerapkan konsep imanen dan transenden milik Beauvoir untuk menjelaskan perjalanan Jasmine, pada akhirnya ia terjebak dalam imanensi ketika ia membiarkan laki-laki memiliki kekuasaan atas dirinya. Meskipun demikian, ketika Jasmine ingin mengambil alih kekuasaan atas dirinya lewat pendidikan, ia telah bertujuan untuk mendapatkan transendensi. Terlepas dari usahanya untuk mendapatkan transendensi tersebut, Jasmine kembali jatuh pada imanensi. Menggunakan analisis tekstual, karya ilmiah ini menemukan bahwa film ini menciptakan lingkungan yang tidak memungkinkan bagi perempuan untuk mendapat transendensi. Selain itu, kegagalan tersebut berujung pada akhir yang tragis, dan mengandung pesan bahwa perempuan terikat pada imanensi.

Although there have been more Hollywood movies having their stories centered on female characters, their representation in Hollywood cinema is still problematic as most of these female characters often internalize the notion of women as the Other. According to Beauvoir 2010 , since women are deemed to be the Other, they become inessential part of the society. In the movie Blue Jasmine 2013 , Jasmine has no power to design and lead her future as she subjugates herself to men. Then when she tries to free herself from this situation, she experiences oppression that comes from a male higher-up. Applying Beauvoir rsquo;s concept of immanence and transcendence to explain her journey, Jasmine initially is stuck in immanence when she lets men have power over her. However, when she wants to take control over her own life through education, she aims at achieving transcendence. Albeit her attempt to reach her transcendence, in the end, Jasmine falls back into immanence. Using textual analysis, this paper found that the movie creates an environment that makes it impossible for a woman to transcend. Moreover, this failure leads to her tragic ending, and it conveys a message that women are bound to immanence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bloomington: Indiana University Press, 1990
791.43 ISS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Husna Lisvia
"Imaji dari perempuan metropolis adalah perempuan dengan karakteristik yang kuat, mandiri, dan percaya diri. Hal ini disebabkan oleh kehidupan metropolis yang bercirikan money economy sehingga berdampak pada karakteristik orang-orang yang tinggal di kota metropolitan dan menghasilkan salah satu stereotip terhadap perempuan urban, yaitu Gamma Woman. Wacana tersebut dapat dilihat dari sebuah film bernama Berlin, Berlin: Lolle on the Run. Sebagai perempuan metropolis, karakter utama bernama Lolle ini direpresentasikan sebagai perempuan yang mandiri, berprinsip kuat, dan kooperatif. Namun, karakteristik tersebut sebenarnya hanya upaya Lolle untuk mengikuti stereotip Gamma Woman yang dikonstruksi oleh masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini akan membahas terkait bagaimana Lolle mencoba untuk menempatkan dirinya terhadap stereotip tersebut yang dianalisis oleh teori "The Metropolis and Mental Life" dari Georg Simmel dan teori "Representation: Cultural Representation and Signifying Practices" oleh Stuart Hall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi stereotip Gamma Woman terwakili oleh tokoh utama, namun tidak sepenuhnya sesuai dengan imaji masyarakat.

Image of metropolis women is having a personality that is tough, independent, and confident which caused of the money economy in metropolis life. Therefore, money economy influences personality of the metropolis people itself. That kind of personality is called as Gamma Woman. A term of Gamma Woman itself is a result of the stereotype that is made by the society towards women. This discourse can be seen in a film called Berlin, Berlin: Lolle on the Run. As a metropolis woman, Lolle is being represented as an independent, strong principles, and cooperative woman that led her to be a Gamma Woman. However, Lolle is actually just trying to befit herself into the Gamma Woman's stereotype that is constructed by society. With that being said, this study will discuss how Lolle tries to follow the stereotype by being a Gamma Woman which is analysed with "The Metropolis and Mental Life" theory by Georg Simmel and "Representation: Cultural Representation and Signifying Practices" theory by Stuart Hall. The result of this study shows that the construction of Gamma Woman's stereotype is being represented by the main character. However, Lolle doesn't fully live up to the society's stereotype."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sujatrini
"Skripsi ini mengungkapkan permasalahan tentang pemikiran_pemikiran dasar feminisme di tahun 70-an, serta dampaknya dalam sinema di Perancis di masa itu. Analisis dibuat berdasarkan teori Dominique Noguez, yang diilhami oleh pemikiran Karl Marx mengenai materialism dialektik. Setiap kelompok masyarakat mempunyai ideologi yang dihayati secara tak sadar oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Ideologi tersebut terungkap dalam karya-karya seni yang dihasilkan oleh para seniman. Teori Noguez menyebutkan bahwa ideologi dan sinema tidak dapat dipisahkan. Film merupakan ungkapan ideologi dari sutradara yang membuatnya dan merupakan media yang efektif untuk menanamkan ideologi tertentu kepada penontonnya.
Dalam bab II diuraikan perkembangan konsep-konsep baru menyangkut kedudukan perempuan dalam masyarakat Perancis. Konsep-konsep yang kemudian disebut feminisme ini, pertama kali diutarakan oleh Poullain de la Barre pada abad XVII. Pada dasarnya, konsep-konsep terebut melihat bahwa kedudukan perempuan sebenarnya secara alamiah sama dengan pria, sehingga kaum perempuan berhak memperoleh pendidikan dan mendapat kedudukan yang sama dengan pria dalam masyarakat, dalam pekerjaan maupun perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
S14500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Laksana Fitrah
"Saat ini industri perfilman Indonesia masih fokus pada genre drama komedi, horor dan cinta. Setiap tahun film-film ini diproduksi lebih banyak daripada film-film Indonesia dengan genre lain. Di sisi lain, ada film-film Islami yang lebih memberikan keuntungan dan penjualan yang tinggi, bahkan memecahkan rekor box office film Indonesia seperti film Ayat-Ayat Cinta yang mencapai lebih dari 3 juta penonton. Apalagi film islami tidak hanya bertujuan untuk menghibur atau mendulang keuntungan, tetapi sebagai wadah dakwah kreatif yang tidak menggurui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi film Islami dalam industri perfilman Indonesia berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat untuk menonton film Islami. Faktor-faktor tersebut adalah People, Script, Price, Promotion, Distribution, Word of Mouth (WOM), Attendence, Religiosity, dan Purchase Intention. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada industri perfilman untuk memperluas diversifikasi genre film Indonesia khususnya film. Islam dan meningkatkan kualitas perfilman Indonesia

Currently the Indonesian film industry still focuses on the comedy, horror and love drama genres. Each year, more of these films are produced than Indonesian films of other genres. On the other hand, there are Islamic films that provide more profit and high sales, even breaking box office records for Indonesian films such as the film Ayat-Ayat Cinta which reached more than 3 million viewers. Moreover, Islamic films are not only intended to entertain or gain profit, but as a place for creative da'wah that is not patronizing. Therefore, this study aims to see the potential of Islamic films in the Indonesian film industry based on factors that can influence people to watch Islamic films. These factors are People, Script, Price, Promotion, Distribution, Word of Mouth (WOM), Attendence, Religiosity, and Purchase Intention. It is hoped that the results of this study can provide recommendations to the film industry to expand the diversification of Indonesian film genres, especially films. Islam and improve the quality of Indonesian cinema"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 2000
791.43 CIN (1);791.43 CIN (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Intan
"Tesis ini ingin menjawab permasalahan penelitian yaitu bagaimana representasi mitos femininitas di dalam film animasi Barbie (Barbie in the Nutcracker, Barbie as Rapunzel, dan Barbie of Swan Lake) dan bagaimana bentuk ideologi yang dihadirkan. Film-film ini menarik diteliti karena menggambarkan mitos feminitas yang dikonstruksi oleh Mattel. Film animasi yang teliti merupakan bentuk produk budaya mutakhir Mattel. Tesis ini dibuat untuk mengetahui cara bekerja ideologi dominan melalui mitos yang dikontruksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode semiotik Barthes dan metode visual Dyer. Sedangkan dari aspek komunikasi menggunakan model dari van Zoonen.
Hasil penelitian menunjukan Mattel memakai mitos femininitas nilai Victoria pada ketiga film animasi Barbie seperti domestik (merawat, mengerjakan pekerjaan rumah), taat beribadah dan perawan. Nilai Victoria lainnya bahwa perempuan bersifat pasif digantikan dengan mitos girl power. Mitos girl power merupakan mitos yang popular sejak tahun 1990-an, menggambarkan bahwa seorang anak perempuan yang pemberani, aktif dan dapat menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi mitos girl power yang diambil Mattel hanya pada permukaan. Perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan dan otoritas diri `dihadiahi' sosok pangeran. Pada akhirnya film ini tidak jauh berbeda dengan dongeng Cinderella dan Putri Salju. Secara tersirat Mattel menyatakan bahwa heteroseksual sebagai orientasi seks yang satu-satunya. Mattel tidak ingin konstruksi perempuan yang dihadirkan dalam film ini menjadi ancaman para pemeluk ideologi dominan (orang tua, guru, pemuka agama dan kaum pemodal) sebagai pangsa pasar terbesarnya. Sedangkan melalui metode visual dari Dyer memperlihatkan bahwa Barbie masih merepresentasikan citra cantik perempuan yang bertubuh tinggi, putih dan langsing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>