Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100203 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Majelis Taklim is a social institution and non-formal education and also a container in coaching women. In it lasted activities to increase the piety of pilgrims, religious knowledge, inculcate noble character and skills other fields. As container non-formal education, the board has considered taklim role, function and great potential in improving human resources, especially women. Assembly activities not only merely taklim provide religious knowledge, but although not optimally, majelis taklim already started to touch the empowerment of women in other fields such as social and economic."
EDJPPAK
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Huriani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran nilai-nilai agama yang membentuk pemahaman, penghayatan, dan pengalaman perempuan tentang seksualitas. Ide-ide religius yang membentuk persepsi individual itu kemudian digali sebagai pengalaman perempuan yang bersinggungan dengan realitas dirinya, suaminya, norma sosialnya, dan religiusitasnya.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berperspektif perempuan, dengan menggali pengalaman enam subjek penelitian. Data yang ditemukan dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan konsep Islam tentang seksualitas, perkawinan, kesetaraan jender, dan kecenderungan budaya patriarkal, serta konsep Foucault tentang hubungan kekuasaan dengan seksualitas.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pandangan tentang seksualitas sulit diungkapkan. Perempuan menempatkan dirinya sebagai pihak yang harus menerima segala keinginan laki-laki karena memandang bahwa perintah agama mengharuskan istri untuk mematuhi suami. Ketakutan akan ketidakpatuhan terhadap ajaran agama dan dosa menyebabkan perempuan merasa berkewajiban untuk tidak menolak segala keinginan suami. Dorongan seksual, meskipun diakui sebagai hal yang manusiawi dan berhak dimiliki oleh setiap orang, pada kenyataannya sulit diperoleh perempuan karena tabu untuk dibicarakan dan perempuan tidak layak memperlihatkan keinginan itu.
Temuan itu bukan hal yang mengejutkan karena masih dominannya budaya patriarkal dalam jalur transmisi agama. Hal itu menarik untuk didekonstruksi dengan perspektif yang sensitif jender sehingga melahirkan penafsiran agama yang lebih adil jender."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninip Hanifah Kadir
"Penafsiran tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam masih menjadi wacana yang sering diperdebatkan karena termasuk wilayah khilafiyah dan ijtihadiyah. Penafsiran yang ada masih memperlihatkan bias gender. Pemahaman penafsiran ini berpengaruh pada etika sosial di kalangan umat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya sehingga berdampak pada peran dan kedudukan perempuan, Agar penafsiran tentang kepemimpinan tidak bias gender, perlu diadakan pemberdayaan perempuan melalui para mubaligah. Merekalah penyampai ajaran-ajaran Islam kepada umatnya. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian tentang mubaligah untuk mengetahui pemahaman mereka tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, kemudian dianalisis dengan perspektif gender untuk memperlihatkan pemahaman mubaligah tentang relasi perempuan dan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman mubaligah tentang kepemimpinan perempuan bervariasi karena latar belakang pendidikan agama yang berbeda. Hanya sebagian menyetujui kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan dalam negara (sebagai presiden). Namun seluruhnya menyetujui kepemimpinan perempuan dalam masyarakat pada tatanan yang lebih rendah (bukan sebagai presiden). Mereka yang mengikuti feminisme modern mengakui kesetaraan gender, sedangkan yang dipengaruhi mufasir tradisional tidak mengakuinya.

The interpretation of women's leadership in Islam often becomes a debate. It is regarded as a polemic and an exercise of judgment on the basis of the Qur'an and the sunnah. Today's interpretation tends to be gender biased. The understanding of the interpretation influences social ethics, especially for Moslems, and generally for the whole society. It gives an impact on the role and status of women. To decrease the gender bias, women empowerment via mubaligahs (women preachers) is badly needed. It is due to the fact that mubaligahs are persons in charge of transferring Islam teaching to their followers. Consequently, we need a research about the mubaligahs. The research was conducted by using qualitative approach with women's perspective. The data were collected with in-depth interview. Gender-based analysis was used to probe mubaligah's understanding into the relation of women and men. The result reveals that the understanding of mubaligahs is varied because their religious educational background is different. Only some of them acknowledged and the other disagreed with the women's leadership in the family as well as in the society (as president). On the contrary, all of them legitimized with the women's leadership in the society on the lower level (not as president). Some of them approved gender equality (following the concept of modern-Islamic feminism), and the other disapproved (being influenced by the traditional-Islamic interpreter)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatelia Nivianti
"Skripsi ini menganalisis upaya yang dilakukan Tutty Alawiyah untuk memajukan kondisi majelis taklim yang ada di Indonesia. Keterbelakangan kondisi perempuan di Indonesia, khususnya etnis Betawi merupakan suatu kondisi yang sudah menjadi suatu hal yang wajar. Berbeda halnya dengan kehidupan Tutty Alawiyah, seorang perempuan Betawi yang sangat kuat dengan pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dilakukan dengan heuristik, kritik, dan interpretasi terhadap koran sejaman, tulisan dari pelaku sejarah dan arsip Pemerintah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan fakta bahwa tekat dan juga sifat kepemimpinan yang dimiliki Tutty Alawiyah menghantarkannya menjadi seorang pendakwah yang kemudian melahirkan BKMT atau Badan Kontak Majelis Taklim. BKMT merupakan suatu wadah pengorganisasian yang dibentuk untuk meningkatkan daya dakwah para muballigh serta para anggota dalam majelis-majelis taklim yang terhimpun menjadi BKMT tersebut. Pengorganisasian dakwah tersebut, diharapkan dapat mengembangkan pemikiran kaum ibu dan meningkatkan pengetahuan yang diperoleh melalui majelis takllim tersebut.

The focus of this study is analyzes the efforts made Tutty Alawiyah to advance the condition of majelis taklim in Indonesia. Backwardness of the condition of women in Indonesia, especially ethnic Betawi is a condition that has become a natural thing. Unlike the life of Tutty Alawiyah, a very strong Betawi woman with Islamic education. This research was conducted with heuristic, criticism, and interpretation of the contemporary newspaper, writing from the perpetrators of history and government archives.
Based on the research done, the fact that the tack and also the nature of leadership owned Tutty Alawiyah deliver him become a preacher who later gave birth BKMT or Agency Contact Assembly Taklim. BKMT is an organizing forum established to enhance the preaching of the muballighs and members of the assemblies taklim gathered into the BKMT. Organizing the da 39 wah, is expected to develop the thinking of mothers and increase the knowledge gained through majelis taklim it.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian permasalahan dan pemberdayaan perempuan yang dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat bertujuan untuk mengetahui permasalahan perempuan dan kebijakan pemberdayaan yang ada di wilayah ini. Sumber data sebanyak 10 orang , pengumpulan data dilakukan dengan cara telaah dokumen dan FGD...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nawal
jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000
892.73 Naw p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmita Budiartiningsih
"Transmigrasi merupakan salah satu program pemerintah yang dimaksudkan untuk menciptakan keseimbangan penduduk sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yaitu berupa sebidang tanah pertanian yang diharapkan dapat mereka garap dan olah. Di daerah transmigrasi UPT II Sungai Pagar, misalnya, telah disediakan lahan pertanian untuk digarap dan diharapkan mereka bisa memperoleh pendapatan dan hasil lahan tersebut.
Pada awalnya para transmigran masih mempunyai harapan atas hasil yang mereka terima dari ladang yang mereka usahakan meskipun hasil itu haru dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu kebutuhan akan makan.an. Namun, setelah lebih kurang empat tahun di lokasi, pendapatan rumah tangga dari hasil pertanian tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan yang paling mendasar tersebut. Hal ini disebabkan adanya gangguan alam, seperti berkurangnya kesuburan tanah akibat kekeringan yang berkepanjangan dan gangguan hama seperti babi hutan bahkan sampai perusakan tanaman oleh sekawanan gajah.
Dalam keadaan serba tidak pasti. tersebut, apa peranan kaum perempuan dalam mempertahankan kelangsungan hidup rumah tangganya ditinjau dan kedudukannya sebagai istri dan ibu bagi keluarga transmigan? Dalam menghadapi gangguaan alam yang berakibat pada segala aspek kehidupan transinigran para transmigran khususnya perempuan harus bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi terlebih dahulu pada lingkungannya. Adaptasi ini diperlukan agar kehidupan rumah tangga tetap tenang sehingga tercipta suasana kerasan bagi anggota rumah tangga yang pada akhirnya juga akan berguna untuk mengurangi rasa penyesalan karena harus meninggalkan daerah asalnya.
Untuk tetap bertahan di daerah yang baru, kaum perempuan melakukan berbagai pekerjaan baik pekerjaan yang bernilai ekonomis maupun nonekonomis. Pekerjaan ekonomis mereka lakukan agar dapat membantu ekonomi keluarga yang jika diharapkan kepada pendapatan suami saja dirasakan tidak mencukupi, serentara pekerjaan yang tidak bernilai ekonomis dilakukan agar kehidupan rumah tangga tetap berlangsung. Kaum perempuan tidak lagi hanya mengerjakan pekerjaan domestik tetapi juga sudah masuk ke dalam pekerjaan yang produktif sementara kaum pria tetap bertahan dalam lingkungan publiknya.
Di dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, kaum perempuan pada umumnya bekerja sendiri, terlebih-lebih pada awal penempatan mereka karena sewaktu berangkat ke daerah transmigrasi sebahagian besar transmigran hanya membawa istri dan anak-anak atau balita. Salah satu alasan mereka berbuat seperti itu adalah karena anak-anak sedang dalam niasa sekolah sehingga dirasakan tidak mungkin untuk dipindahkan serta masih adanya perasaan ragu apakah di daerah yang baru nantinya mereka dapat membiayai kebutuhan keluarga jika mempunyai tanggungan yang lebih besar. Pekerjaan rumah tangga yang mereka lakukan adalah antara lain, mengasuh anak, memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengambil air dan mencari kayu bakar.
Di samping mengerjakan pekerjaan tumah tangga, perempuan juga membantu pekerjaan suami di ladang. Sebagai daerah baru tenaga perempuan sangat dihutuhkan untuk membantu pekerjaan di ladang,. Perempuan merupakan tenaga inti selain tenaga suami. Mereka melakukan pekerjaan hampir sama dengan yang dilakukan oleh suami, yaitu ikut membakar pohon yang sudah anti, mencangkul ladang, menanam, menyiang hingga memanen hasil. Pekerjaan di ladang ini dilakukan oleh perempuan setelah mereka menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Bahkan tidak jarang mereka melakukan lebih dari satu pekerjaan sekaligus seperti mengasuh anak sambil bertanam. Keadaan tersebut menunjukan bahwa di daerah transmigrasi perempuan berperan ganda.
Keadaan seperti ini terus berlanjut hingga sekarang. Pada saat penghasilan dari lahan pertanian sudah semakin sedikit maka perempuan mulai mencari strategi lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya misalnya .dengan berjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari, membuat kue dan membuat kerupuk. Peranan kaum perempuan dalam perekonomian rumah. tangga terbukti relatif besar. Meskipun dalam rumah tangga perempuan juga menyumbangkan penghasilan mereka tetap dianggap hanya membantu suami dalam mencari nafkah. Demikian pula halnya dengan pengambilan keputusan dalam rumah tangga masih didominasi oleh suami. Dominasi suami atas pengeluaran rumah tangga diperlihatkan dari kaum perempuan yang menyatakan bahwa mereka harus meminta izin terlebih dahulu jika akan mengeluarkan uang dalam jumlah relatif besar. Keadaan ini semakin dikuatkan dengan adanya anggapan bahwa keikutsertaan perempuan atau istri dalam bekerj hanyalah disebabkan oleh situasi pada saat itu yang memungkinkan perempuan untuk bekerja.
Pada saat ini perempuan banyak yang bekerja sebagai buruh di perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bernaung di bawah perusahaan PT Tasma Puja. Perempuan masuk dalam pekerjaan ini karena semakin menyempitnya peluang bagi mereka untuk dapat membantu ekonomi rumah tangganya. Sebagai buruh mereka di upah dengan sistem upah harian sebesar Rp 3.500 per hari Pembayaran upah dilalukan dua sebulan, pekerjaan rutin yang dilakukan oleh perempuan adalah sebagai berikut: mereka biasanya meninggalkan rumah pada pukul enam pagi setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan kembali ke rumah pada pukul empat sore. Setelah pulang ke rumah mereka juga harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mengajar anak. Pendapatan yang relatif tetap dari pekerjaan ini menjadikan perempuan bertahan dengan kondisi yang demikian itu.Bekerja sebagai buruh dapat dilakuukan oleh perempuan sendiri maupun bersama-sama dengan, namun pekerjaan rumah tangga tetap dikerjakan oleh istri.
Melihat kondisi di atas, ternyata peranan perempuan dalam rumah tangga dan dalam membantu suami mencukupi kebutuhan hidup keluarga relatif besar. Begitu pula curahan waktu kerja mereka relatif lebih besar dibandingkan dengan suami mereka. Bahkan, lebih dari itu. kaum perempuan juga harus memainkan peranan yang berhubungan dengan kegiatan social dilingkungan masyarakatnya. Mereka mengikuti kegiatan arisan, pengajian, PKK, posyandu dan kelompok tani serta kesenian.
Kesemuanya ini dilakukan untuk menciptakan rasa kerasan berada di daerah baru karena secara psikologis mereka telah terlepas dan ikatan-ikatan tradisional yang biasanya mengikat mereka, yaitu jauh dari keluarga dan jauh dari sanak famili. Keberhasilan mereka di daerah transmigasi sangat ditentukan dari kesiapan mereka dalam menghadapi kehidupan di daerah baru tersebut. Namun, secara teknis sering kali dalam keberangkatan ke daerah yang baru perempuan belum dipersiapkan secara baik sebagaimana hal itu dilakukan terhadap laki-laki.
Ketidaksiapan perempuan menghadapi situasi dan kondisi di daerah yang baru sering kali menjadi pemicu para transmigran itu untuk kembali ke daerah asalnya setelah mencoba untuk tetap bertahan selama beberapa waktu. Perempuan yang tidak siap akan merasa kecewa dan terasing, sehingga tidak mempunyai harapan untuk dapat terus bertahan. Peluang lain tidak dapat mereka temukan sementara pendapatan keluarga yang diupayakan oleh suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Namun, keadaan sebaliknya terjadi pada mereka yang dapat menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya akan tetap bertahan. Salah satu pendorong bagi transmigran untuk tetap bertahan adalah karena di daerah yang baru mereka mempunyai tanah sementara di daerah asal hal itu sudah tidak memungkinkan lagi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini menggambarkan tentang peran ganda perempuan dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan sosial keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang peran ganda perempuan, khususnya pelaksanaan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga, istri pendamping suami, pendidik ' pengatur rumah tangga dan sebagai pencari nafkah...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marny P. Nanjan
"Data statistik menginformasikan bahwa pedagang di Kota Madya Salatiga didominasi oleh kaum perempuan, juga kegiatan dagang beras. Hal tersebut didukung,oleh nilai-nilai sosial budaya Jawa seperti dikatakan oleh Susanto dan Geerts bahwa dialog tawar-menawar berkenaan dengan sejumlah uang dengan menggunakan budi bahasa yang lugas tanpa memperhitungkan hormat, malu dan rasa sungkan yang bagi laki-laki ,dianggap bertentangan dengan tatakrama Jawa. Keadaan ini memberi peluang bagi perempuan berkiprah di sektor publik. Perempuan yang menjadi informan ada yang termasuk kategori berhasil, menuju berhasil dan belum berhasil.
Sehubungan dengan itu permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini meliputi: kiat yang dilakukan oleh perempuan pedagang beras yang dikategorikan berhasil (1). menuju berhasil (2) dan belum berhasil (3) dalam usaha dagangnya dan dalam memainkan perannya di dalam rumah tangga; berperan ganda dalam keberhasilan usaha para perempuan penjual beras dan kiat-kiat yang dipilih untuk mengatasi hambatan tersebut, dan kemungkinan adanya pengaruh peran istri sebagai penghasil pendapatan terhadap status sosial perempuan penjual beras yang menjadi informan di dalam rumah tangga. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survey dan wawancara mendalam.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pedagang kategori 1 memanfaatkan tenaga kerja dari dalam dan dari luar, disiplin dan diberi insentif. Pedagang kategori 2 hanya memanfaatkan tenaga kerja dari dalam, disiplin tidak ketat tetapi diberi insentif. Pedagang kategori 3 melakukan hal yang sama dan tidak diberi insentif. Ketiga kategori di atas sama-sama memanfaatkan modal dari dalam dan dari luar. Namun pedagang kategori 1 dan 2 secara perlahan-lahan menghentikan sistem ngalap nyaur dengan meminjam dana dari pihak bank. Di pihak lain pedagang kategori belum berhasil tetap menerapkan tradisi lama karena posisi mereka lemah, terkecuali seorang informan. Pedagang kategori 1, 2 dan 3 membentuk modal dengan cara menabung di bank (terkecuali 2 orang informan kategori 3), arisan, membeli tanah dan emas. Membeli perhiasan emas sudah lazim dilakukan oleh para informan. Hal tersebut tampaknya tidak jauh dengan sifat-sifat perempuan yang tidak dapat melepaskan diri dari kebutuhan berhias khususnya pada saat hajatan, maupun sebagai lambang status.
Pedagang kategori 1 ditopang oleh alat angkut (truk) sedangkan kategori 2 dan 3 tidak memiliki sarana perdagangan yang lengkap. Di samping itu mereka juga menerapkan siasat pemasaran yang terpadu (produk, harga, saluran distribusi dan promosi) agar pelanggan setia. Perempuan yang menjadi informan menunjukkan pula keuletan dalam berdagang di mana alokasi waktu mereka dalam menjalankan kegiatan dagang mencapai 8-10 jam, sedangkan alokasi waktu untuk kegiatan rumah tangga sekitar 3-4 jam. Walaupun mereka menggunakan strategi dalam usaha dagangnya, tidak lepas dari kendala seperti tunggakan kredit, gangguan kesehatan, pendidikan dan ketrampilan rendah dan lemahnya sistem informasi managemen sehingga, menyulitkan perolehan dana dari pihak bank dan tidak ada pemisahan harta pribadi dan kegiatan dagang.
Peranan domestik seolah-olah dilemahkan oleh peran kewiraswastaan. Namun ketika kedua peran itu sama-sama membutuhkan perhatian timbul konflik. Untuk mengatasi konflik agar kegiatan kewiraswastaan tetap jalan mereka mempunyai persepsi tugas-tugas domestik harus didahulukan. Para informan mengaku walaupun mereka telah menjalankan banyak peran, tidak berarti suami dilecehkan. Di samping itu bagi yang mampu mereka mencari tenaga pengganti guna menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, sedangkan. bagi yang tidak mampu pekerjaan rumah tangga dibantu oleh suami, anak-anak dan anggota kerabat yang lain. Andaikata suami lebih banyak berperan dalam rumah tangga, lebih mudah bagi para perempuan yang menjadi informan mengembangkan usahanya.
Bagi informan peran ganda ini merupakan jembatan untuk memperoleh otonomi dan kemandirian mereka sebagai pribadi. Meskipun mereka memiliki aktivitas sebagai pedagang beras penuh waktu, tuntutan budaya Jawa tentang perempuan sebagai istri dan ibu dalam kegiatan rumahtangga tetap mereka usahakan untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armawati Arbi
"Studi analisis isi majalah wanita Femina melihat kecenderungan isi artikelnya dalam jangka waktu 20 tahun time series tahun 197511976-an dan tahun 199511996-an berfokus pada stereotip tentang wanita dengan variabel sifat, peran dan hubungan komunikasi pria dan wanita. Ideologi patriarki menyebarkan nilai sexis Sistem nilai ini mempengaruhi sifat berdasarkan jenis kelamin yang kaku, yaitu feminin untuk wanita dan maskulin untuk pria. Peran berdasarkan jenis kelamin dan pembagian kerja yang sexis pula menyebabkan hubungan komunikasi pria dan wanita tidak simetris sehingga peran wanita dan kerjanya tidak dihargai karena sebagian menganggap sesuatu yang nature bukan nurture. Masyarakat telah berubah dan wanita telah banyak bergerak di sektor publik sehingga mereka menggugat hak istimewa pria yang mengurangi hak wanita. Masa akan datang nilai sexis yang kaku akan memudar seining kemajuan zaman, maka kemitrasejajaran pria dan wanita tebih mudah tercipta.
Metode penelitian yang digunakan untuk melihat perhitungan perbedaan penampilan stereotip pada tahun 1970-an dan 1990-an secara univariat ( frekuensi ), secara bivariat (means) dengan perhitungan uji t - tes. Secara multivariat menggunakan persen stereotip negatif dan positif saja dan pengolahan data dengan analisis korespodensi teknik doubling.
Secara multivariat tampak jelas perubahan ke arah mana berkembangnya stereotip tersebut apakah tetap negatif, tetap positif, dari negatif ke positif, atau sebaliknya.
Diperoleh temuan bahwa Femina tahun 1975/1976-an dan 1995/1996-an telah mengurangi menampilkan sifat feminin dan sifat maskulin yang seksis secara kaku. Sifat tersebut sebaiknya dimiliki insan pria dan wanita. Namun, masih ada beberapa kategori pemisahan sifat berdasarkan jenis kelamin secara kaku.Sebaliknya ada beberapa kategori perubahan dari stereotip positif pada tahun 197511976-an justru berkembang menjadi negatif pada Femina tahun 199511996-an. Hal ini tergambar dari hasii perubahan peran pria dan wanita dan kecenderungan menampilkan hubungan komunikasi yang simetris dan juga tidak simetris.
Pergeseran peran pria dan wanita pada tahun 1970-an adalah menampilkan lebih dominan peran tradisi, transisi dan peran ganda. Sedangkan Femina tahun 1990-an lebih dominan menampilkan peran kontemporer, ganda pria dan wanita dan multi peran pria dan wanita. Variabel hubungan komunikasi pria dan wanita ada yang ke arah negatif dan positif seimbang. Jadi berdasarkan basil penelitian, kecenderungan media adalah melihat situasi dan kondisi masyarakat. Di satu sisi media menjaga keseimbangan antara melakukan perubahan dan sisi lain menjaga kestabilitasan.( Denis, 1989 )"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>