Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62306 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aris Purnomo
"Tesis ini membahas upaya yang dilakukan Komisi Yudisial dalam penguatan peran pengawasan hakim melalui masyarakat sipil (civil society). Jaringan kerja (jejaring) Komisi Yudisial merupakan kekuatan Komisi Yudisial untuk memperkuat peran pengawasan hakim sekaligus modal sosial dalam implementasi berbagai kebijakan dan program/ kegiatan. Kelemahan dan kendala yang dihadapi Komisi Yudisial diantisipasi dengan melakukan kerjasama dengan jejaring untuk memperkuat posisi dan peran dalam pengawasan hakim.

This thesis describes the efforts of the Judicial Commission in through civil society. Networks is the strength of the Judicial Commission Judicial to strengthen the supervisory role of judges as well as social capital in the implementation of various policies and programs / activities. Weaknesses and constraints faced by the Judicial Commission is anticipated to conduct cooperation with the network to strengthen the position and role in the supervision of judges."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28002
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Zalfa Salsabila
"Fenomena reformasi birokrasi di Indonesia terus digencar demi menciptakan kondisi yang adil. Namun faktanya, kehadiran fenomena tersebut juga diiringi dengan kehadiran perilaku KKN yang mengakibatkan banyak ditemui permasalahan dalam manajemen ASN yang jauh dari kata adil. Kebijakan sistem merit menjadi salah satu upaya dalam menangani permasalahan dalam manajemen ASN. Melalui UU ASN, dibentuklah KASN yang bertugas sebagai penjaga kebijakan sistem merit di Indonesia. Dalam proses penjagaan kebijakan sistem merit, KASN menilai sejauh mana agenda reformasi telah dilaksanakan mengingat kasus korupsi masih ada di berbagai tingkatan pemerintah. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses kelembagaan yang memengaruhi eksistensi kelembagaan KASN atas penerapan kebijakan sistem merit dengan menggunakan konsep institution yang dikemukakan oleh Scott (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode wawancara mendalam sebagai sumber data primer dan studi kepustakaan sebagai sumber data sekunder. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk kelembagaan KASN dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan konsep institution yang dikemukakan oleh Scott (2008). Selain itu, keberhasilan dari penerapan kebijakan sistem merit atas keberadaan KASN membuahkan hasil seperti salah satunya terdapatnya penambahan jumlah instansi pemerintah dalam menerapkan kebijakan sistem merit bertambah setiap tahun yang disertai dengan tumbuhnya keadilan bagi individu ASN. Meskipun demikian, masih ditemukan hambatan yang terjadi dalam proses pencapaian kebijakan sistem merit, baik secara internal KASN maupun eksternal kelembagaan KASN.

The phenomenon of bureaucratic reform in Indonesia continues to be intensified to create fair conditions. But in fact, the presence of this phenomenon is also accompanied by the presence of KKN behavior which results in many problems encountered in ASN management that are far from fair. The merit system policy is one of the efforts in dealing with problems in ASN management. Through the ASN Law, a KASN was formed that served as the guardian of the merit system policy in Indonesia. In the process of maintaining the merit system policy, KASN assesses the extent to which the reform agenda has been implemented considering that corruption cases still exist at various levels of government. This study aims to analyze the institutional process that influences the existence of the KASN institution in the application of the merit system policy using the institution concept proposed by Scott (2008). This study uses a post-positivist approach with in-depth interviews as the primary data source and a literature study as a secondary data source. The findings of this study indicate that the elements forming the KASN institution in carrying out their duties are by the institution concept proposed by Scott (2008). In addition, the success of the implementation of the merit system policy on the existence of KASN has produced results such as the achievement of the number of government agencies in implementing the merit system policy, which is increasing every year accompanied by the growth of justice for individual ASN. Nevertheless, there are still obstacles that occur in the process of achieving the merit system policy, both internally KASN and externally KASN institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ikhsan Azhar
"Tugas-tugas Komisi Yudisial dari penjabaran wewenangnya yang diatur pada Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 selama ini dianggap sempit atau kecil. Dikatakan demikian karena penjabaran dari wewenang lain tersebut hanya terdiri atas tiga tugas yang diatur di dalam UU Nomor 18/2011. Seyogyanya apabila memperhatikan sejarah berdirinya, Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006, dan praktik di negara-negara lain, seharusnya tidak dimaknai seperti demikian. Hal ini dikarenakan ketiga aspek tersebut mengarah pada perluasan peran KY. Permasalahan-permasalahan tersebut akan dijawab dengan menggunakan metode penelitian normatif, tipologi preskriptif-analitis, dan hasil penelitian yang disusun secara deskriptif analitis. Dengan metode penelitian seperti itu, telah diketahui penguatan KY melalui redesain tugas-tugas wewenang lain yang diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, ditinjau dari aspek sejarah, Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006, UU Nomor 18/2011, dan praktik di negara-negara lain, yakni a) bentuk lembaga yang mandiri, b) menghormati independensi kekuasaan kehakiman di dalam melaksanakan tugas pengawasan eksternal, c) menjalin hubungan kemitraan yang baik dengan MA, karena kedudukannya adalah state auxiliary organs, d) tugasnya tidak hanya pengawasan, melainkan juga tugas pembinaan etika profesional hakim. Jadi fokus pada pembentukan integritas dan profesional hakim, khususnya pada hakim agung, e) untuk menjaga hubungan kemitraan dengan MA, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan etika profesional hakim berjalan dengan optimal, maka sebaiknya salah satu unsur dari keanggotaan KY adalah hakim aktif, bukan mantan hakim, f) bentuk keluaran dari hasil pengawasan eksternalnya adalah rekomendasi mengikat. Hal ini pun sebaiknya dilakukan jika MA dan KY telah melakukan hubungan kemitraan yang baik, terutama dalam hal menyelesaikan perbedaan tafsir teknis yudisial dan teknis pelaksanaan pemeriksaan bersama, g) Rumusan tugas-tugas baru dari penjabaran wewenang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim adalah menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, seleksi hakim, promosi dan mutasi hakim, pelatihan hakim, pengupayaan peningkatan kesejahteraan hakim, perlindungan atau advokasi hakim, sementara tugas dari rumusan Menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim adalah menyusun kode etik hakim dan pengawasan perilaku hakim, sudah termasuk penjatuhan sanksi etik.

The tasks of the Judicial Commission from the elaboration of its powers as regulated in Article 24B paragraph (1) of the 1945 Constitution have so far been considered narrow or small. It is said so because the elaboration of the other powers only consists of three tasks regulated in Law No. 18/2011. It should be noted that when considering the history of its establishment, the Constitutional Court's Decision Number 005/PUU-IV/2006, and practices in other countries, should not be interpreted as such. This is because these three aspects lead to the expansion of the role of KY. These problems will be answered using normative research methods, prescriptive-analytical typology, and research results compiled in analytical descriptive manner. With this research method, it is known that the KY has been strengthened through the redesign of the duties of other authorities as regulated in Article 24B paragraph (1) of the 1945 Constitution, in terms of historical aspects, Constitutional Court Decision Number 005/PUU-IV/2006, Law Number 18/2011 , and practices in other countries, namely a) form an independent institution, b) respect the independence of the judiciary in carrying out external oversight duties, c) establish a good partnership relationship with the Supreme Court, because its position is state auxiliary organs, d) its duties not only supervision, but also the task of fostering the professional ethics of judges. So focus on establishing the integrity and professionalism of judges, especially Supreme Court judges, e) to maintain a partnership relationship with the Supreme Court, so that the implementation of the task of fostering professional ethics for judges runs optimally, so it is better if one of the elements of the KY membership is an active judge, not a former judge. f) the form of output from the results of external supervision is a binding recommendation. This should also be done if the Supreme Court and KY have established a good partnership relationship, especially in terms of resolving differences in the technical interpretation of the judicial and technical interpretations of the joint examination, g) The formulation of new tasks from the elaboration of the authority to maintain and uphold honor, dignity, and behavior Judges are to maintain the honor, dignity and behavior of judges, selection of judges, promotion and transfer of judges, training of judges, efforts to improve the welfare of judges, protection or advocacy of judges, while the task of the formulation of upholding honor, dignity, and behavior of judges is to develop a code of ethics. judges and supervision of judges' behavior, including the imposition of ethical sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdi Rahmat
"LSM selama rezim Orde Baru diakui berperan penting dalam proses kebangkitan masyarakat di Indonesia. Kebangkitan dalam pengertian naiknya posisi tawar masyarakat di hadapan negara, khususnya pemerintah. Begitu pula halnya dengan WALHI, sebagai LSM yang bergerak di isu lingkungan, dan menempatkan isu lingkungan tersebut dalam konteks demokratisasi. Di paruh akhir rezim Orde Baru, kaiangan LSM, termasuk di dalamnya WALHI, umumnya memainkan peran pengimbangan terhadap negara dengan cara konfliktual dan frontal. Hal ini karena memang rezim Orde Baru yang dihadapi ketika itu berwatak otoriter dan represif.
Namun, perkembangan yang terjadi pasca refomasi menunjukkan fenomena mulai terbentuk dan berjalannya institusi-institusi demokrasi. Kekuasaan tidak lagi terpusat di pemerintah pusat, tapi sudah tersebar ke lembaga-lembaga negara lainnya, dan juga ke daerah. Sementara di tingkat masyarakat, terjadi pula perubahan-perubahan yang cenderung menjauh dari nilai-nilai civil society. Fenomena ini tentu saja harus diantisipasi secara tepat oleh WALHI, agar WALHI tetap mendapatkan relevansi perannya dalam proses perubahan kemasyarakatan, dan terutama dalam penguatan civil society.
Studi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriptif analisis tentang peran yang dimainkan WALHI pasca reformasi dalam penguatan civil society di Indonesia. Untuk mendapatkan gambaran tersebut, studi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam, analisis terhadap dokumen-dokumen tertulis, serta diperkaya dengan perspektif dan analisis teoritik dari bahan-bahan pustaka.
Analisis terhadap peran WALHI tersebut didekati dengan kerangka paradigma LSM yaitu paradigma konformisme, reformasi, dan transformasi, serta kerangka peran LSM yaitu peran pengimbangan (countervailling power), peran pemberdayaan masyarakat (people empowerment), dan peran perantaraan (intermediary institution). Selanjutnya, analisis peran tersebut dikaitkan dengan dampak perannya terhadap penguatan civil society yang dilihat dari perspektif civil society sebagai organisasi masyarakat yang bergerak di wilayah kultural (CSO 1) dan yang bergerak di wilayah politik atau secara vertikal (CSO It), serta civil society dalam perspektif sebagai nilai-nilai yang kultural (CSV II) dan nilai-niiai yang politis (CSV I!).
Dalam menghadapi perkembangan pasca reformasi, sebenarnya tidak terlalu banyak perubahan peran yang dilakukan oleh WALHI dibandingkan dengan masa-masa akhir rezim Orde Baru. Di era pasca reformasi, WALHI lebih melakukan penegasan dan penguatan visi dan paradigmanya, serta penataan internal kelembagaan sebagai antisipasi terhadap perkembangan yang terjadi. Di dataran visi, WALHI menguatkan tujuannya untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dalam pengelotaan SDA secara adil dan berkelanjutan. Kemudian, menegaskan pandangannya dalam penolakan terhadap kapitalisme global dan neo-liberalisme yang dianggap paling mempunyai andil terhadap kerusakan lingkungan dan penutupan akses rakyat terhadap sumber daya alam. Di tingkat aksi, WALHI melakukan advokasi dan kontrol terhadap kebijakan negara dan implementasinya, dan advokasi untuk penegakan hukum lingkungan. Program aksi berikutnya adalah penguatan organisasi rakyat yang ditujukan untuk penguatan basis avokasi dan basis gerakan WALHI menjadi gerakan rakyat. Di samping itu, WALHI membangun jejaring kerja di antara kekuatan-kekuatan civil society.
Dari visi dan aksi WALHI, hasil analisis menunjukkan bahwa WALHI lebih cenderung berparadigma transformatif, meskipun perspektif reformatif digunakan juga oleh WALHI terutama di tingkat aksi. Dominannya paradigma transformatif ini berpengaruh terhadap strategi dan program WALHI yang memilih menjadi organisasi advokasi. Pilihan strategi dan program ini menunjukkan bahwa WALHI lebih menekankan peran sebagai kekuatan pengimbang. Di samping itu, WALHI tetap melakukan peran pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan organisasi rakyat, serta pecan perantaraan dengan membangun jejaring kerja untuk menggalang kekuatan-kekuatan civil society. Meskipun peran pemberdayaan dan peran perantaraan ini sebenarnya juga diorientasikan untuk memperkuat peran pengimbangan WALHI terhadap negara dan kalangan industri.
Dari peran yang telah dilakukan WALHI, penguatan civil society dapat dilihat pada meningkatnya keterlibatan kalangan civil society dalam perumusan kebijakan-kebijakan negara, terjalinnya jejaring kerja di antara kelompok-kelompok civil society. Di samping itu, munculnya kesadaran kritis, kemandirian, keswadayaan, solidaritas, dan kepatuhan pada norma dan proses hukum, pada organisasi-organisasi rakyat dampingan WALHI. Meskipun, di sana-sini terdapat anomali, seperti masih berkembangnya anarkisme di tingkat masyarakat dalam konflik-konflik pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Dengan demikian, WALHI dapat dikategorikan sebagai organisasi civil society kategori kedua (CSO II) yang bermain di wilayah politik dan kebijakan. Sebagai CSO II, WALHI memperjuangkan nilai-nilai civil society yang politis (CSV 11). Meskipun demikian, WALHI tetap memperdulikan aktualisasi nilai-nilai civil society yang kultural (CSV II). Sehingga, secara teoritik, ada persinggungan antara CSV I dan CSV II sebagai nilai-nilai civil society yang diperjuangkan oleh CSO.
Aktualisasi paradigma dan peran WALHI di era pasca refonnasi dipengaruhi juga oleh faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan WALHI. Kekuatan WALHI adalah jaringannya yang menasional, struktur dan mekanisme kelembagaan yang partisipatif dan demokratis, dan pengalaman serta kompetensi WALHI dalam membangun jejaring kerja (networking), baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Sedangkan kelemahan WALHI terletak pada: ketergantungan pada donor asing, keterbatasan kuantitas dan kualitas SDM, serta anggota (LSM) yang besar dan heterogen dalam hal visi, misi, bahkan ideologinya.
Faktor eksternal yang mempengaruhi, ada yang menjadi peluang bagi WALHI yaitu: situasi politik nasional yang telah terbuka, peluang otonomi daerah, dan kecenderungan menguatnya gerakan civil society secara global. Sementara yang menjadi ancaman adalah: situasi politik transisional yang membuat kehidupan politik menjadi tidak menentu, rezim yang berkuasa yang cenderung menjadi represif, kecenderungan munculnya oportunisme ekonomi politik pada penyelenggera negara, dan menguatnya hegemoni kapitalisme global dan neo-liberalisme.
Studi ini tidak mengembangkan parameter untuk menganalisis hasil kerja kalangan LSM dalam penguatan civil society di Indonesia. Karena itu, dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menilai efektifitas hasil kerja kalangan LSM, sebagai komponen penting civil society, dalam penguatan civil society. Sehingga, nantinya akan diketahui sejauh mana kondisi civil society di Indonesia, dan sejauhmana pula civil society bisa menjadi fondasi yang kuat bagi terbangunnya tatanan kehidupan yang demokratis dan berkeadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12490
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elza Faiz
"Komisi Yudisial lahir sebagai kehendak politik yang dituangkan melalui perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diorientasikan untuk membangun sistem checks and balances dalam sistem kekuasaan kehakiman. Pembentukan Komisi Yudisial oleh UUD 1945 dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa kekuasan kehakiman yang merdeka tidak bisa dibiarkan tanpa kontrol/pengawasan. Sebagai salahsatu lembaga negara yang lahir melalui amandemen UUD 1945, Komisi Yudisial diharapkan menjadi pengawas eksternal untuk menjaga dan menegakkan keluhuran martabat serta perilaku hakim. Kehadiran Komisi Yudisial karenanya diharapkan dapat menjadi agent of change dalam proses reformasi peradilan. Terkait dengan hal tersebut, tesis ini membahas mengenai efektifitas peran Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim mulai dari periode 2005-April 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan dan wewenang pengawasan Komisi Yudisial serta efektifitas pelaksanaannya. Termasuk mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kinerja pengawasan komisi Yudisial.

Judicial Commission was born from a political will that poured through the changes amendments of the Republic of Indonesia Constitution Year of 1945, which purpose is to build a checks and balances system in the judiciary power. Establishment of the Judicial Commission by Constitution of 1945 is motivated by the thought that the independent judiciary power can’t be left without control / supervision. As one of the state agency that was born through the 1945 amendment, the Judicial Commission is expected to become an external supervisor to maintain and uphold the dignity and behavior of judges. Hence the presence of the Judicial Commission is expected to become agents of change in the judicial reform process. Related to those regard, this thesis discusses concerning the effectivity role of Judicial Commission in overseeing judges starts from the period 2005-April 2013. This research aims to determine how the standing and authority of the Judicial Commission oversight as well as the effectiveness of its implementation. Including the factors that influence the effectiveness of monitoring the performance of the Judicial Commission."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2103
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satiti Shakuntala
"Ketika orang biasa menjadi wartawan, inilah era "Jurnalisme Warga" (Citizen Journalism). Era dimana setiap warga dapat berperan aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisa, dan diseminasi berita dan informasi. Shayne Bowman dan Chris Willis dalam laporannya dalam We Media mengatakan, partisipasi warga dalam menulis dan menyiarkan informasi independen, akurat, tersebar luas, dan relevan adalah syarat-syarat bagi demokrasi. Citizen journalism adalah media untuk memberdayakan kelompok kecil warga yang terpinggirkan dari kelompok masyarakat lainnya. Warga yang sekaligus reporter, misalnya, akan efektif menyiarkan berita yang tidak tergarap media massa konvensional, seperti radio/televisi lokal, tentang isu yang "tidak seksi", seperti rendahnya pendapatan wanita pekerja, kelompok minoritas, bahkan kelompok anak muda. Karena tidak memiliki akses terhadap media inilah, warga lebih bersandar pada informasi yang diperlukan kelompoknya. Ketika teknologi komunikasi yang semakin berkembang memberikan ruang bagi warga untuk terlibat dalam pemberitaan ketika itu pula warga menjadi individu yang terlibat aktif dalam penyampaian informasi. Citizen journalism menurut mantan jurnalis Dan Gillmor adalah pemberdayaan warga untuk terlibat aktif dalam media. Gillmor menyatakan bahwa citizen journalism lahir dari ranah media yang berbasis internet. Lewat internet, warga atau masyarakat bebas berekspresi menyampaikan informasi yang mereka miliki. Ciri khas citizen journalism muncul lewat spontanitas warga ketika memiliki informasi yang mereka rasa penting bagi orang banyak. Aktivitas cilizen journalism mengandung nilai dan prinsip demokrasi terkait dengan pemenuhan hak-hak warga negara (citizen), khususnya dalam hak untuk menyampaikan pendapat. Metodologi penelitian kualitatif yang berparadigma kritis (metode analisis wacana) digunakan dalam penelitian ini untuk melihat bagaimana peran cilizen journalism melalui situs Politikana.com sebagai salah satu elemen civil society dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Terhadap hal tersebut, menarik untuk dikaji bagaimana teks yang diproduksi dan dikonsumsi oleh para citizen journalism sehingga memiliki arti dalam proses demokrasi; bagaimana hubungan-hubungan kekuasaan (konteks) yang melahirkan teks tersebut.

When the ordinary people become journalist, it is an era of ‘Citizen Journalism’. It is the era when “citizens play an active role in the process of collecting, reporting, analyzing, and disseminating news and ini`orn1ation” (Bowman and Willis, 2005, p4)_ In this context, Citizen journalism plays a significant role as a medium to empower the minority. Now, profesional journalist cannot claim themshelves as the only one who has the authority to make news. In this era of information, the power of knowledge and informations is no longer lay-down only on newsroom or editors of mass media. Anybody can just easily make a news based on the daily realities and upload it into internet. Actually, the idea that average citizens can engage in the act of journalism has a long history in the United States. The modem citizen journalist movement emerged after joumalists themselves began to question the predictability of their coverage oi' such events as the 1983 U.S_ |@g1.;I_g3_tgt]__el;cQ@. Those joumalists became part of the public, or civic, journalism movement, a countemteasure against the eroding trust in the news media and widespread public disillusionment with politics and civic affairs. From the above, therefore, we can say that the democratic form of society is to have more news and information. In democratic country, citizen has to be well-informed, Since the professional journalism is believed has failed to cover the democratization oi' political system and citizen_ The citizen joumalism which values genuine democratization shape in human being history, has touch the grass root community that have no access to articulate their voice (voiceless). By using Critical Discourse Analysis methode, I conduct the case study of Politikana.com. This paper will try to find how citizen journalism can strengthen the civil society on the process of democracy in Indonesia. "
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33849
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Otho H. Hadi
"ABSTRAK
Berkembangnya masyarakat sipil di Indonesia memunculkan persoalan penting untuk dijawab sekaligus juga menjadi alasan mendasar bagi dilakukannya studi ini, yaitu persoalan menyangkut kontribusi peran masyarakat sipil terhadap proses demokratisasi yang bergulir. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil dalam mengimplementasikan perannya terkait dengan aspek enabling environment
(faktor eksternal) dan kapasitas organisasi serta pengembangan karakter (faktor internal), memperoleh gambaran
mengenai profil perkembangan masyarakat sipil dalam ko
nteks kontribusi peran sebagai aktor penting pemajuan
demokrasi, dan menyusun rekomendasi kebijakan terkait de
ngan kontribusi dan peningkatan peran masyarakat sipil
dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Stud
i ini merupakan kajian kualitatif. Metode penelitian yang
digunakan adalah wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, konsultasi publik melalui seminar, dan studi
kepustakaan untuk menidentifikasi organisasi masyarakat sipil yang menjadi obyek penelitian. Dari hasil studi ini
diperoleh kesimpulan bahwa: (1) hubungan negara?masyarakat
sipil di Indonesia sangat dipengaruhi oleh konteks lokal
(budaya masyarakat dan budaya politik), karakter organisasi
masyarakat sipil (SDM dan manajemen, finansial, model
gerakan, jaringan), dan dinamika ekonomi politik lokal dan nasional; (2) organisasi masyarakat sipil memiliki potensi
penting bagi proses konsolidasi demokrasi di Indonesia; (3) peran masyarakat dalam mendorong perkembangan
LSM/organisasi masyarakat sipil di Indonesia cukup signifikan.

Abstract
The growth of civil society in Indonesia gives rise to some imperative issues to resolve. This is the indispensable ground why the study is carried out, i.e. the contribution of the role of civil society on
the process of democratization undergone todate. The objectives
of this study are among others to identify pr
oblems faced by civil society organisation in instigating its role with regard to the aspects of enabling environment (external) and capacity of organisation (internal) as well as the nature enhancement; to acquire profile of civil society augmentation in the context of its role
contribution as significant actor democracy advancemen
t, and to propose policy recommendation concerned with
contribution and enhancement of the role of civil society in
the process of consolidating democracy in Indonesia. This
study is a qualitative review. The methods used are among others depth interview, focused group discussion, public consultation through seminar, and literature study to identify CSOs that will be the target of this study. The study concludes that (1) state-civil society relationship is enormously influenced by local context (social and political culture),
nature of civil society organisation (human resources and management, financial sources, movement model,networking), and local and national political economy dynamic; (2) civil society organisation has an important potential on the process of consolidating democracy in Indonesia; (3) the role of society in generating the growth of civil society organisation has been somewhat noteworthy. "
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2010
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Melani Larasati
"BEM UI sebagai civil society dan elemen gerakan mahasiswa telah terlibat dalam proses pergerakan nasional, puncaknya pada saat era reformasi. Pasca reformasi kesempatan bagi BEM UI untuk turut melakukan penyikapan terhadap isu sosial politik baik di tingkat nasional maupun lokal semakin mudah dan terbuka luas seiring dengan Indonesia yang menuju negara demokratis. Otonomi daerah membuka peluang bagi BEM UI untuk turut melakukan penyikapan sosial dan politik dalam tingkat lokal. Contohnya adalah advokasi yang dilakukan BEM UI dalam mendorong akses pejalan kaki di Kota Depok pada tahun 2016. BEM UI melakukan advokasi, dikarenakan akses pejalan kaki yang masih terbatas di Kota Depok akibat tidak dicantumkannya pembangunan infrastruktur pejalan kaki dalam RPJMD Kota Depok tahun 2016-2021 dan belum proaktifnya LSM di Kota Depok dalam merespon persoalan ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian berupa studi kasus. Penelitian ini menemukan bahwa, BEM UI dapat dijustifikasi sebagai civil society sesuai dengan konsep Diamond, dimana BEM UI dalam konteks ini menjalankan perannya sebagai countervailing power yang disebutkan oleh Hikam. BEM UI dalam advokasi ini dikatakan sebagai countervailing power, karena BEM UI tidak menghubungkan antar kedua pihak dan gerakan yang dibentuk berupa advokasi bukan sebagai gerakan yang melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan dari advokasi, BEM UI menggunakan berbagai strategi advokasi yang dapat dikaitkan dengan strategi advokasi Sharma. Penelitian ini juga menemukan bahwa, BEM UI dalam menjalankan advokasi masih memiliki keterbatasan baik secara masa jabatan yang hanya satu tahun, pemahaman, masih memiliki beban akademis, kemandirian dan otonom.

BEM UI as a civil society and element of student movement has been involved  on the process of national, culmintang in reform era. After reformation, opportunity for BEM UI to take part in addressing social and political issues both at the national and local levels became easier and broader in line with democratization in Indonesia. Regional autonomy opens opportunities for BEM UI to participate in social and political attitudes at the local level.  As example is advocacy by BEM UI to encourage pedestrian access in Depok on 2016. BEM UI conducts an advocacy, because pedestrian access is still limited in Depok due to the absence of pedestrian infrastructure development in Depok RPJMD on 2016-2021 and NGOs in Depok lack proactive to respond this kind of problem. This study uses qualitative methods with case study as the type of research. This research found, BEM UI can justified as civil society compatible with Diamond concept, wheres BEM UI in this context carried out its role as countervailing power mentioned by Hikam. In this advocacy, BEM UI can be considered as countervailing power because, BEM UI doesn’t intermediates between two parties and the purpose of this movement not to empower the community. To achieve the objectives of advocacy, BEM UI uses various advocacy strategies that can be linked to Sharma's advocacy strategy. This research also found that, BEM UI still has limitation such as: in term of office only one year, comprehension the depth of issue, academic as a priority, independence, and outonomous.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad A.S. Hikam
Jakarta: LP3ES, 1999
321.8 MUH d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>