Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nilasari
"ABSTRAK
Patient safety suatu keadaan dimana keselamatan pasien terjamin waktu menjalani pelayanan di rumah sakit. Tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran pengaruh pelatihan patient safety terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat klinik pada penerapan patient safety. Metodologi menggunakan pre experiment one group pretest?posttest design. Sampel 41 perawat.
Hasil penelitian menggambarkan peningkatan bermakna sesudah pelatihan adalah pengetahuan, pengidentifikasian pasien, komunikasi saat operan, pemberian obat secara benar penandaan sisi tubuh yang benar, pencegahan salah kateter/salah slang, pencegahan risiko pasien jatuh, kebersihan tangan (p=0,000), tidak ada peningkatan bermakna adalah pengendalian cairan infus (p=0.137), penggunaan alat injeksi sekali pakai(p=0,257). Rekomendasi perlu penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan metodologi penelitian lebih kuat, yang bertujuan untuk menggali lebih dalam penerapan patient safety guna meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

ABSTRACT
Patient safety is a condition when a patient is assured of safety when he was undergoing treatment in hospital. The purpose of this research was to describe the influence of patient safety training to the improvenet of knowledge and skills of clinical nurses on patient safety implementation. Methodology used in this research was qualitative approach, and using pre-experimental and one group pretest- post group design with 41 clinical nurses as the sample.
The results showed that there was a significant improvement after the nurses got the training which are: knowledge, patient identification, communication at shift change, the correct drug administration, marking the correct side of the body, prevention of catheter assembly, preventing the risk of patient falls, and hand hygiene (p=0,000), while there was no significant improvement in the control of intravenous fluids (p=0,137) and disposable syringe (p=0,257). It is suggested that there is an advance research using stronger methodologies that aim to dig deeper into the implementation of patient safety in order to improve the quality of hospital services.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28471
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linarsih
"ABSTRAK
Pendidikan kesehatan ibu dan anak lebih banyak dilaksanakan melalui konsultasi perorangan atau perkasus pada waktu ibu datang memeriksakan kehamilannya, bayi atau balitanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelas ibu hamil terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu hamil mengenai kesehatan ibu dan anak. Desain penelitian menggunakan rancangan quasi experiment dimana seluruh populasi dijadikan sampel berjumlah 42 ibu hamil. Uji hipotesis menggunakan paired sample t-test. Hasil menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan, keterampilan sebelum dan sesudah pelatihan serta keterampilan sesudah dan satu bulan sesudah pelatihan kelas ibu hamil, dengan demikian perlu dikembangkan program kelas ibu hamil sebagai salah satu upaya untuk menekan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.

ABSTRACT
Maternal and child health education more consultation is carried out through individual or per case at the time the mother came to check her pregnancy, babies or toddler. This study aims to determine the effect of pregnant women class to increase their knowledge and skills of pregnant women on maternal and child health. The study design is quasi experiment using a design where the entire population sampled, amounting to 42 pregnant women. Hypothesis testing using a paired sample t-test. The results showed there were significant differencesbetween the knowledge, skills before and after training skills and one month after the training pregnant women class, as such programs should be developed pregnant women class as part of efforts to reduce morbidity and mortality in mothers and babies."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budiman
"Latar belakang: Pengembangan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas masih belum rutin dilakukan, sehingga umumnya belum mampu melakukan tatalaksana awal pada bayi bermasalah.
Tujuan: Mengetahui pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya, serta mengetahui profil SNAPPE II neonatal yang dirujuk dari Puskesmas tersebut.
Metode: Metode yang digunakan adalah mixed method yaitu penelitian kuantitatif desain kuasi-eksperimental (pretest-posttest) yang menilai pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, serta SNAPPE II neonatal yang dirujuk sebelum dan sesudah intervensi, disertai pendalaman kualitatif melalui wawancara sistem kesehatan meso dan makro, serta focus group discussion sistem kesehatan mikro.
Hasil: Penelitian dilakukan di 12 puskesmas wilayah Tangerang, dengan subjek 36 petugas kesehatan, dan wawancara mendalam kepada 17 sistem kesehatan meso dan makro. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengalami peningkatan bermakna sebelum dan sesudah pelatihan (p<0,001 dan p=0,002), namun nilai rerata stabilisasi dibawah batas lulus. Dalam pemantauan selama 3 bulan pasca pelatihan, retensi keterampilan penanganan kegawatan neonatal cukup baik dan didapatkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah intervensi (p<0,001). Pada VTP terdapat perbedaan bermakna dengan penurunan di bulan kedua (90,4 dan meningkat kembali di bulan ketiga (93.5sedangkan nilai rerata pemberian CPAP dan stabilisasi selalu dibawah batas lulus. Nilai SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit menunjukkan perbaikan prognosis yang bermakna secara statistik (p=0,013). Analisis kualitatif menemukan 3 akar masalah utama yaitu keterbatasan sumber daya manusia, kualifikasi SDM yang belum mengikuti pelatihan maupun resertifikasi, dan monitoring evaluasi berkelanjutan, dengan 3 alternatif solusi berupa pelatihan dan update klinis berbasis teknologi (daring), pendampingan Dokter Spesialis Anak (Konsultan Neonatologi), serta supervisi Dinas terkait bekerjasama dengan organisasi profesi.
Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) intervensi. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan antara lain jumlah SDM, kualifikasi SDM dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Terdapat peningkatan profil SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit oleh Puskesmas yang dilatih sesudah intervensi dibandingkan sebelumnya

Background: The development of knowledge and skills of health workers at public health centers is not yet routinely carried out, so generally they are not able to carry out initial management of neonatal emergencies.
Objective: To determine the knowledge and skills of health workers at Tangerang district public health centers regarding neonatal resuscitation, stabilization and transportation, to analyze the influencing factors, and to determine the profile of SNAPPE II neonates referred from the public health centers.
Methods: A mixed method, quantitative research with a quasi-experimental design (pretest-posttest) that assesses the knowledge and skills of health workers, SNAPPE II for referred neonates before and after intervention, accompanied by qualitative deepening through interviews of meso and macro health systems, and focus group discussion on micro health systems.
Result: The study was conducted in 12 public health centers in Tangerang area, with 36 health workers as subjects, and in-depth interviews with 17 meso and macro health systems. Knowledge and skills of health workers experienced a significant increase before and after training (p<0.001 and p=0.002), but the mean value of stabilization was below the pass threshold. In monitoring for 3 months after training, the retention of neonatal emergency handling skills was quite good and there were significant differences before and after intervention (p<0.001). In VTP there is a significant difference with a decrease in the second month (90.4 ± 9.0) and increase again in the third month (93.5 ± 7.8), while the mean value of CPAP and stabilization is always below the pass limit. The SNAPPE II value for neonatal admissions to hospital showed a statistically significant improvement in prognosis (p=0.013). Qualitative analysis found 3 main root problems, namely limited human resources, qualifications of human resources who have not attended training or recertification, and continuous evaluation monitoring, with 3 alternative solutions in the form of training and technology-based clinical updates (online), assistance of Pediatricians (Neonatology Consultants), and the supervision of related agencies in collaboration with professional organizations.
Conclusion: There were significant differences in the knowledge and skills of health workers at the Tangerang district public health centers regarding resuscitation, stabilization, and neonatal transportation before (pretest) and after (posttest) intervention. There are three main factors that affect the knowledge and skills of health workers, including the number of human resources, qualifications of human resources and continuous monitoring and evaluation. There is an increase in the SNAPPE II profile among neonates referred to hospital by public health centers trained after intervention compared to before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Budiman
"Latar belakang: Pengembangan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas masih belum rutin dilakukan, sehingga umumnya belum mampu melakukan tatalaksana awal pada bayi bermasalah.
Tujuan: Mengetahui pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhinya, serta mengetahui profil SNAPPE II neonatal yang dirujuk dari Puskesmas tersebut.
Metode: Metode yang digunakan adalah mixed method yaitu penelitian kuantitatif desain kuasi-eksperimental (pretest-posttest) yang menilai pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan, serta SNAPPE II neonatal yang dirujuk sebelum dan sesudah intervensi, disertai pendalaman kualitatif melalui wawancara sistem kesehatan meso dan makro, serta focus group discussion sistem kesehatan mikro.
Hasil: Penelitian dilakukan di 12 puskesmas wilayah Tangerang, dengan subjek 36 petugas kesehatan, dan wawancara mendalam kepada 17 sistem kesehatan meso dan makro. Pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan mengalami peningkatan bermakna sebelum dan sesudah pelatihan (p<0,001 dan p=0,002), namun nilai rerata stabilisasi dibawah batas lulus. Dalam pemantauan selama 3 bulan pasca pelatihan, retensi keterampilan penanganan kegawatan neonatal cukup baik dan didapatkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah intervensi (p<0,001). Pada VTP terdapat perbedaan bermakna dengan penurunan di bulan kedua (90,4 ± 9,0) dan meningkat kembali di bulan ketiga (93.5 ± 7,8), sedangkan nilai rerata pemberian CPAP dan stabilisasi selalu dibawah batas lulus. Nilai SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit menunjukkan perbaikan prognosis yang bermakna secara statistik (p=0,013). Analisis kualitatif menemukan 3 akar masalah utama yaitu keterbatasan sumber daya manusia, kualifikasi SDM yang belum mengikuti pelatihan maupun resertifikasi, dan monitoring evaluasi berkelanjutan, dengan 3 alternatif solusi berupa pelatihan dan update klinis berbasis teknologi (daring), pendampingan Dokter Spesialis Anak (Konsultan Neonatologi), serta supervisi Dinas terkait bekerjasama dengan organisasi profesi.
Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan di Puskesmas wilayah Tangerang mengenai resusitasi, stabilisasi, dan transportasi neonatal sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) intervensi. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan antara lain jumlah SDM, kualifikasi SDM dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Terdapat peningkatan profil SNAPPE II pada neonatal yang dirujuk ke rumah sakit oleh Puskesmas yang dilatih sesudah intervensi dibandingkan sebelumnya.

Background: The development of knowledge and skills of health workers at public health centers is not yet routinely carried out, so generally they are not able to carry out initial management of neonatal emergencies.
Objective: To determine the knowledge and skills of health workers at Tangerang district public health centers regarding neonatal resuscitation, stabilization and transportation, to analyze the influencing factors, and to determine the profile of SNAPPE II neonates referred from the public health centers.
Methods: A mixed method, quantitative research with a quasi-experimental design (pretest-posttest) that assesses the knowledge and skills of health workers, SNAPPE II for referred neonates before and after intervention, accompanied by qualitative deepening through interviews of meso and macro health systems, and focus group discussion on micro health systems.
Result: The study was conducted in 12 public health centers in Tangerang area, with 36 health workers as subjects, and in-depth interviews with 17 meso and macro health systems. Knowledge and skills of health workers experienced a significant increase before and after training (p<0.001 and p=0.002), but the mean value of stabilization was below the pass threshold. In monitoring for 3 months after training, the retention of neonatal emergency handling skills was quite good and there were significant differences before and after intervention (p<0.001). In VTP there is a significant difference with a decrease in the second month (90.4 ± 9.0) and increase again in the third month (93.5 ± 7.8), while the mean value of CPAP and stabilization is always below the pass limit. The SNAPPE II value for neonatal admissions to hospital showed a statistically significant improvement in prognosis (p=0.013). Qualitative analysis found 3 main root problems, namely limited human resources, qualifications of human resources who have not attended training or recertification, and continuous evaluation monitoring, with 3 alternative solutions in the form of training and technology-based clinical updates (online), assistance of Pediatricians (Neonatology Consultants), and the supervision of related agencies in collaboration with professional organizations.
Conclusion: There were significant differences in the knowledge and skills of health workers at the Tangerang district public health centers regarding resuscitation, stabilization, and neonatal transportation before (pretest) and after (posttest) intervention. There are three main factors that affect the knowledge and skills of health workers, including the number of human resources, qualifications of human resources and continuous monitoring and evaluation. There is an increase in the SNAPPE II profile among neonates referred to hospital by public health centers trained after intervention compared to before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Samuel
"
ABSTRAK
Peran apoteker di dalam CPOB sangat penting terkait dengan mutu obat sehingga perlu bagi seorang mahasiswa apoteker untuk mendapatkan pengalaman kerja sebelum nantinya akan mengerjakan tanggung jawabnya di dunia farmasi, salah satunya dengan mengikuti Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Melalui PKPA ini, mahasiswa profesi apoteker diharapkan dapat melihat keadaan nyata di industri farmasi serta menerapkan ilmu-ilmu teori yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam laporan ini, calon apoteker akan menjelaskan hasil praktek kerja yang telah dijalan selama dua bulan. Selama PKPA, calon apoteker mengikuti initial training dan ditempatkan di departemen Quality Assurance. Calon apoteker membuat protokol dan laporan validasi proses, validasi pembersihan, dan studi waktu tunggu bersih serta mengerjakan pembuatan analisis worst case untuk validasi pembersihan.
Setelah mengikuti PKPA, calon apoteker mengetahui peranan, tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan mutu, dan penanggung jawab pemastian mutu dengan pemahaman akan CPOB yang menjadi kebutuhan dasar seorang apoteker. Selain itu, calon apoteker telah melihat penerapan langsung pada proses produksi sesuai dengan kedua belas aspek yang ada pada CPOB dan menyadari pentingnya peran apoteker di dalam industri farmasi untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu sesuai tujuan penggunaann

ABSTRAK
harmacist role in application of GMP is very important related to the quality of the drug, therefore a pharmacist student needs to have working experience. Internship is one of many ways to get that experience. Through internship, pharmacist students are expected to see the real condition in pharmaceutical industry and apply theories that had been learned before. In this report, pharmacist student will explain the result of the internship that had been done for 2 months. During the internship, pharmacist student had initial training and is plotted in Quality Assurance department. Pharmacist student made process validation, cleaning validation, and clean holding time protocol and report, also did the worst case analysis for cleaning validation.
As the result of the internship, pharmacist student understood the role, job and responsibility of pharmacist in pharmaceutical industry such as PIC of production, PIC of Quality Assurance, and PIC of Quality Control with GMP as a basic knowledge. Then, pharmacist student also had seen the production process according to the twelve aspect o"
2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Ayu Fajarningrum
"
ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi di Apotek Kimia Farma Cibubur Periode Bulan April Tahun 2016 bertujuan untuk memiliki wawasan, pengetahuan, dan pengalaman praktis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek, memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma Cibubur, memiliki gambaran secara nyata mengenai peran, fungsi, dan tanggung jawab sebagai apoteker dalam bekerja di apotek, dan mengetahui permasalahan yang dapat terjadi dalam melakukan pekerjaan di apotek dan memahami strategi penyelesaiannya. Selama melakukan praktek kerja, mahasiswa melakukan berbagai kegiatan yang termasuk dalam standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta melakukan pelayanan farmasi klinik kepada pasien. Praktek kerja profesi dilakukan selama empat minggu dengan tugas khusus yaitu Profil Peresepan di Apotek Kimia Farma Cibubur pada Bulan Maret 2016.

ABSTRAK
Profession internship at Kimia Farma Cibubur Pharmacy on April 2016 was intended to have insight, knowledge, and practical experience in doing pharmaceutical practice in pharmacy, have knowledge and understanding about standard of pharmaceutical service performed in Kimia Farma Cibubur Pharmacy, have description about roles, functions, and responsibilities as clinical apothecary in pharmacy, and understand to solve problems happened during working in pharmacy. During practice, student was performed several activity related to pharmaceutical services are management of pharmaceutical dosage, medical devices, medical disposable material, and doing pharmaceutical service to patients. Practice was performed for four weeks with the specific assignment is Profile Prescribing in Kimia Farma Cibubur in March 2016."
2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Dystra Maharani
"
ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Lenteng Agung bertujuan agar calon apoteker mampu memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku, memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di apotek dan memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul poster dan edukasi mengenai aturan minum obat yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, sebagai bagian dari pelayanan informasi obat (PIO) dan meningkatkan pelayanan farmasi klinik di apotek.
ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Lenteng Agung bertujuan agar calon apoteker mampu memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan etika yang berlaku, memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di apotek dan memiliki gambaran nyata tentang permasalahan praktek kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan berjudul poster dan edukasi mengenai aturan minum obat yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, sebagai bagian dari pelayanan informasi obat (PIO) dan meningkatkan pelayanan farmasi klinik di apotek.

ABSTRAK
Profession Internship at Apotek Kimia Farma Lenteng Agung aimed next generation pharmacists are able to understand the duties and responsibilities of phamacists in pharmacy management, as well as to do pharmaceutical practices in accordance with statuory provisions and ethics, have insight, knowledge, skills and practical experience to carry out pharmaceutical practice in pharmacy and have real visions about issues in pharmaceutical practice and learn the strategies that can be done for development of pharmaceutical practice. Spesific assignment entitled poster dan educational brochure about management drug intake that aimed to educate society as part of drug information services and improve clinical pharmacy services at pharmacy."
2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmah
"Kemampuan kader dalam menilai status gizi lansia berdasarkan tinggi badan prediksi dan melakukan upaya promosi gizi dirasakan masih kurang. Oleh karena itu, telah dikembangkan alat IMT Meter untuk memprediksi status gizi lansia. Interpretasi hasil pengukuran berupa status gizi baik gizi kurang, normal, gizi lebih, maupun obesitas perlu ditindaklanjuti dengan upaya preventif bagi lansia. Salah satu masalah gizi yang banyak ditemukan pada lansia adalah obesitas dan hipertensi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan penyuluhan obesitas dan hipertensi bagi kader posbindu dan petugas puskesmas.
Tujuan studi adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader posbindu dalam melakukan penyuluhan obesitas dan hipertensi lansia terkait hasil PSG lansia dengan alat IMT Meter. Kegiatan dilanjutkan dengan distribusi materi penyuluhan pada 21 posbindu dan dimonitor selama 2 bulan agar terpantau dengan baik. Desain quasi experimental digunakan dalam studi pada 59 kader posbindu dari 21 posbindu yang tersebar di Kota Depok.
Hasil studi menunjukan bahwa hampir seluruh responden tahu fungsi alat IMT Meter untuk mengukur prediksi tinggi badan lansia dengan keterbatasan fisik. Mayoritas responden berusia antara 40-49 tahun (42,2%), tamat SMA/SMK (46,7%) dengan lama kerja atara 1-5 tahun (40%). Hampir seluruhnya berprofesi sebagai ibu rumah tangga (71,1). Terjadi peningkatan pengetahuan hampir mencapai 15 poin dengan nilai rerata awal 64 dan rerata akhir 79. Skor sebelum pelatihan berbeda secara signifikan dengan skor pasca pelatihan (p=0,000). Pelatihan gizi dan kesehatan yang diikuti sebelumnya oleh responden mempengaruhi selisih skor akhir (p=0,002). Naiknya tingkat pengetahuan ini didukung pula oleh peningkatan kemampuan responden dalam melakukan teknik penyuluhan obesitas dan hipertensi lansia sebesar 90% selama dua kali pengamatan lapangan pasca pelatihan. Hampir seluruh kader telah mampu menyuluh dengan baik dalam penyampaian isi sesuai media secara sistematis dan menarik.
Disimpulkan bahwa pengetahuan dan keterampilan kader posbindu dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang dilanjutkan dengan monitoring lapangan observasi keterampilan kader.

Training Effect on Improving Cadres? Knowledge and Skills of Obesity and Hypertension in Older People. Poor skill of cadres on nutritional status assessment in older people with disability should be increased. BMI (body mass index) Meter tool has been developed to predict the nutritional status of the elderly. Interpretation of the measurement results in the form of nutritional status i.e. underweight, normal, overweight, and obesity need to be followed up with preventive efforts. Most nutritional problems which faced by elderly are obesity and hypertension. Therefore, obesity and hypertension counseling training for cadres posbindu and community health center staff was needed.
The aim of this study is to assess the training effect on knowledge and skills in counseling obese and hypertension of elderly related to results of nutritional status asseesment of elderly using BMI Meter. Quasi-experimental design used in the study towards 38 cadres from 21 posbindus and 7 community health centers? staffs in Depok City.
The study results showed that most respondents knew the function of BMI Meter was to measure the predicted height of elderly with physical limitations at post-test (90%). Majority respondents aged between 40-49 years (42.2%) graduated from high school/vocational school (46.7%). At post-training, knowledge score increased almost 15 points and knowledge score at pre-training had significant difference with post-training (p = 0.000). Respondents whose previous nutrition and health training had significant difference with knowledge (p = 0.002). It also supported by increase their ability to conduct obesity and hypertension campaigns for elderly during twice observation field visit. Almost all respondents were able to counsel well in the delivery of media content sistematically and in interesting way.
It was concluded that knowledge and skills can be improved through training and post training retention.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nengah Kusumawati
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pengetahuan perawat tentang perawatan metode kanguru. Metode penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah perawat yang berjumlah 55 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling yaitu melibatkan seluruh populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 14 (25,5%) orang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang perawatan metode kanguru dan 41 (74,5%) orang memiliki pengetahuan yang cukup tentang perawatan metode kanguru. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat dapat lebih meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan metode kanguru dan rumah sakit setempat hendaknya meningkatkan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan perawatan metode kanguru.

The research objective was to obtain nurses? knowledge about kangaroo method care. This research method used descriptive design with total sampling technique that is involving the entire population. The respondents were 55 nurses.The results showed that 14 (25,5%) respondents had high level of knowledge about the kangaroo method care and 41(74,5%) respondents had moderate knowledge about it. This study recommends that nurses can further improve their knowledge about kangaroo method care, and local hospitals should improve the facilities that required for implementation of kangaroo method care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
S44114
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indriani Irsan
"Di dalam banyak penelitian, kreasi pengetahuan hanya berbicara mengenai bagaimana mengontrol pengetahuan tetapi tidak mampu mendukung pengetahuan yang ada sehingga seringkali kegiatan-kegiatan perusahaan tidak membuat kreasi pengetahuan timbul. Kreasi pengetahuan yang produktif dan berkelanjutan membutuhkan lebih banyak usaha/aktivitas yang dijalankan oleh individu-individu di dalam organisasi sehingga memampukan pencapaian hal tersebut. Enabler pengetahuan mencakup aktivitas-aktivitas organisasi yang dihubungkan dengan kreasi pengetahuan terdiri dari lima enabler yaitu: 1. visi bersama, 2. pengelolaan percakapan, 3. mobilisasi penggerak pengetahuan, 4. penyediaan lingkungan yang kondusif, 5. penyebaran pengetahuan internal.
Dalam disertasi ini dibahas mengenai pengaruh yang signifikan antara komponen enabler pengetahuan dengan kreasi pengetahuan terhadap pengetahuan perusahan di kelompok Kalbe dan perbedaan yang signifikan antara komponen enabler pengetahuan dengan kreasi pengetahuan terhadap pengetahuan perusahaan dilihat dari sudut pandang kelompok manajer dan kelompok karyawan di kelompok Kalbe. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan kelompok Kalbe yang berjumlah 9300 orang (300 manajer dan 9000 karyawan) dengan sampel penelitian berjumlah 200 responden (40 manajer dan 160 karyawan) ditentukan dengan cara stratified purposive random sampling.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan LISREL (Linear Structural Relationship) dan Metode Persamaan Struktural (Structural Equation Model) diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Visi bersama selalu disosialisasikan baik pada pertemuan-pertemuan formal dan infomal serta pada billboard setiap lantai gedung sehingga karyawan mengetahui apa yang menjadi visi bersama perusahaan. Visi bersama sebagai enabler pertama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyediaan lingkungan yang kondusif dan mobilisasi penggerak pengetahuan (hal 173);
2. Partisipasi karyawan yang aktif berbicara dalam setiap pertemuan CFI? (cross functional team) yang diadakan memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui apakah ide/konsep yang telah dibuat CFC (cross functional comittee) dapat dijalankan atau tidak. Pengelolaan percakapan tidak Iepas dari peran direksi/manajer,
3. Mobilisasi pengggerak pengetahuan dipengaruhi signifikan oleh visi bersama dan pengelolaan percakapan. Peran penggerak pengetahuan di kelompok usaha Kalbe dipegang oleh direksi/manajer yang secara sporadis mengusahakan agar setiap pertemuan terjadi sharing dan saling benchmark di antara perusahaan yang rutin diadakan,
4. Penyediaan lingkungan yang kondusif dipengaruhi secara signifikan oleh visi bersama, dalam arti bahwa dengan mengetahui visi bersama, maka setiap kegiatan yang dijalankan akan mendukung pencapaian visi bersama sehingga kebebasan menggunakan internet, teleconference adalah untuk kepentingan perusahaan dan membuat antar karyawan saling berinteraksi dengan cepat (hal 181).
5. Penyebaran pengetahuan internal tercermin melalui berita-berita yang dirangkum di dalam bulletin-board perusahaan,
6. Kreasi pengetahuan dipengaruhi secara signifikan oleh visi bersama, pengelolaan percakapan, mobilisasi penggerak pengetahuan dan penyebaran pengetahuan internal (hal 187-188),
7. Adapun program untuk meningkatkan sumberdaya yang dilakukan adalah mengadakan seminar-seminar dengan memanggil para pakar yang anti di bidangnya, pelatihan in -house training dan external training. Pengetahuan perusahaan di kelompok kalbe bukan hanya jarang dimiliki tetapi juga sulit ditiru (hal 191-192).
Adapun rekomendasi yang diusulkan dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu ditekankan kepada sluruh direksi/manajer bahwa peran penggerak pengetahuan rnerupakan tugas dan tanggungjawab mereka sehingga memberikan job description yang jelas dan diperhitungkan sebagai indikator penilaian kinerja jabatan,
2. Penyebaran pengetahuan internal tugas dari seluruh manajer yang ada dan didukung oleh seluruh karyawan,
3. Perlu forum bagi karyawan baik di kantor pusat maupun cabang untuk dapat mempresentasikan kreasi pengetahuan secara langsung ke manajer-manajer dan rekan kerja sebagai wadah untuk membangkitkan kreasi pengetahuan Ialu setelah itu dianalisis apakah kreasi pengetahuan tersebut bermanfaat atau tidak. Bagi karyawan Iebih baik mengikuti workshop/training (Iebih aktif) daripada mengikuti seminar-seminar yang sifatnya hanya mendengarkan saja (Iebih pasif),
4. Perlu forum bagi karyawan baik di kantor pusat maupun cabang untuk dapat mempresentasikan kreasi pengetahuan secara langsung ke manajer-manajer dan rekan kerja sebagai wadah untuk membangkitkan kreasi pengetahuan Ialu setelah itu dianalisis apakah kreasi pengetahuan tersebut bermanfaat atau tidak.

Most researches convey the knowledge creation is all about controlling knowledge rather than supporting it; which allows inability of knowledge creation in corporate activities. lt needs more works/activities on individual level within the organisation to enable the attainment of productive and sustainable knowledge creation. There are live enablers which are organisational activities related to knowledge creation: [1] Common goal, [2] Conversation management, [3] Knowledge-mover mobilisation, [4] The provision of supportive environment, [5] lntemal knowledge distribution.
This dissertation discusses the effect of enablers on knowledge creation and how significant it would affect Kalbe Group's corporate knowledge. Furthermore, we will also see the significant differences of that effect between managers and subordinates within the group. Research population is 9300-total Kalbe Group's employees (300 managers and 9000 subordinates); 200 (40 managers and 160 subordinates) of which are determined as respondent samples by stratified purposive random sampling method.
The data polling process - conducted in accordance with the Linear Structural Relationship (LISREL) method and the Structural Equation Model - resulting in the following conclusions:
[1] The common goal of the corporation has always been well-socialised to its employees, either in format or infonnal meetings. The usage of billboard presentation on every floor of the corporate building has also been a common way of presenting it common goal as the first enabler has significant effect on providing supportive environment and mobilising knowledge-mover (p 173).
[2] Subordinates' participation in form of active-conversing within cross functional team (CFT) meetings proved to be crucial in determining whether the concepts or ideas generated by the cross functional committee (CFC) are applicable. Thus, the conversation management is an executivelmanagerial responsibility.
[3] Knowledge-mover mobilisation is effected significantly by common goal and conversation management. This role of knowledge-mover in Kalbe Group is engaged by executive officers/managers who sporadically endeavour the presence of sharing and benchmarking in every routine corporate meeting.
[4] The provision of supportive environment is effected significantly by common goal, to the extent of by comprehensively realising the common goal; every activity conducted within the corporation is every effort to achieve if. Hence, the free usage of today's telecommunication technology (i.e. internet, teleconference, etc.) is for the corporate interest and helping faster interaction between employees (p 181).
[5] lnternal knowledge distribution is reflected by information attached on corporate bulletin board.
[6] Knowledge creation is effected signincantly by common goal, conversation management, knowledge-mover mobilisation and internal knowledge distribution (p 187-188).
[7] There are also programmes conducted to enhance the human resource, e.g. seminars involving relevant expertise, in-house training and external; which come to the image that Kalbe Group?s corporate knowledge, not only scarcely found in other corporations, it is also hardly to follow (p 191-192).
However, there are some recommendations generated from this research to be considered:
[1] the important role as knowledge-movers for all members of executive board and managers should be put into theirjob description, and also into the perspective of their performance evaluation indicator.
[2] Managers have the duty in distributing internal knowledge with the full support of their subordinates.
[3] For employee-enhancement programmes, interactive workshops/trainings are more endorsed to be participated than those of passive seminars.
[4] There is a necessity in providing a forum for subordinates in the headquarters as well as branches, to express their views and ideas in the manner of openness and straight-forwardness both to managers and colleagues alike that would generate knowledge creation; Those polled ideas can be analysed later on of its contribution to the enhancement of corporate knowledge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D799
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>