Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jitet Koestana
Jakarta: Gramedia, 2005
892.7 Jit k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jitet Koestana
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2010
892.7 JIT k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Watt, William Montgomery
London: George Allen and Unwin, 1953
297.4 WAT f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`aini Ahmad
"Tulisan ini membahas " PENDIDIKAN AKHLAQ MENURUT ALGHAZALI." Ia mengatakan Akhlaq adalah suatu kemantapan jiwa yang menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah tanpa hams direnungkan dan disengaja. Jika kemantapan jiwa itu menghasilkan amal-amal yang baik dan terpuji menurut akal syari'ah, maka ini disebut akhlaq yang baik. Sebaliknya jika amal-amal tercela yang muncul dalam keadaan kemantapan itu, maka itu dikatakan akhlaq yang buruk.
Orang yang berakhlaq mulia adalah orang yang sanggup mengatasi tiga kekuatan yang ada dalam jiwanya yaitu 1) kekuatan rasional; 2) gahdabiyah dan 3) seksual, Ketika kekuatan-keuatan ini benar-benar telah dikendalikan dengan cara yang diinginkan, dan kekuatan gahdabiyah Berta nafsu dapat ditundukan oleh kekuatan rasional (yang dibimbing wahyu) maka keadilan akan menjelma.
Sumber pemikiran al-Ghazali didasarkan kepada al-Qur'an dan al-Hadist, sama seperti para pemikir-lain layaknya. Ia juga dipengaruhi pemikiran filosofis al-Farabi, Ibn Sina terutama yang berkenaan dengan manusia. Selain itu juga dipengaruhi oleh pemikiran Socrates, Plato, Aristoteles, terutama mengenai pandangannya mengenai "keutamaan" (ummahat al fadha). Pandangan al-Ghaza1i yang berasal dari filosof lain adalah Logika dan Etika
A1-Ghazali telah berhasil mengalihkan Umat Islam, terutama Dunia Sunni kepada pentingnya logika. Para pengikutnya menganggap bahwa mempelajari logika sebagai fardhu kifayah (kewajiban bersifat kolektij). Usaha al-Ghazali merupakan titik balik sikap umat Islam kepada logika Aristoteles. Sebelumnya pars Ahli Fiqih menganggap logika sebagai barang hina dan haram. Logika bagi al-Ghazali sebagai prasyarat yang harus dimiliki bagi setiap ilmuan dalam bidang apa saja, tetapi logika tidak bisa menjangkau persoalan metafisika, yaitu dalam hal yang berkaitan dengan masalah ketuhannan dan 'aqidah. Disinilah letak perbedaan antara al-Gha7h'li dengan para filosof Islam lainnya seperti al-Farabi dan Ibn Sind dimana mereka percaya secara mutlak akan kebenaran logika. Bagi al-Ghazali sekalipun logika akal lebih tinggi dalam pencapaian kesimpulan dan paling sah dari persepsi inderawi, tetapi pada saat yang sama merupakan tingkatan yang paling rendah dari penyingkapan (kasyj) kesufian.
Konsep manusia menurut al-Ghazali tidak berbeda dengan konsep ajaran Islam, karena ia mendasarkan pemikirannya kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Menurutnya manusia tersusun dari unsur jasmani dan rohani yang berfungsi sebagai abdi dan khalifah Allah di muka burni. Hakikat manusia adalah jiwanya. Jiwalah yang membedakan manusia dengan makhluk-rnakhluk Allah lainnya. Ia membagi fungsi jiwa dalam 3 bagian, yaitu 1) jiwa tumbuh-tumbuhan, 2) hewan, dan 3) manusia. Akhlaq dan sifat manusia tergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Penekanan unsur jiwa tidaklah berarti is mengabaikan unsur jasmani, kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik.
Tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesempurnaan yang mungkin diperoleh dan dirindukan oleh setiap manusia. Tujuan hidup muslim tersebut yaitu mencapai kebahagiaan akhirat. Ada empat keutamaan yang berkaitan dengan upaya mencapai tujuan hidup:1) Keutamaan-keutamaan jiwa, 2) keutamaan--keutamaan badan, 3) keutamaan-keutamaan luar, dan 4) keutamaan-keutamaan taujiq. Usaha mewujudkan keutamaan-keutamaan yang lain adalah untuk mencapai keutamaan jiwa, sehingga manusia melalui jiwanya mencapai tujuan hidupnya. Etikal akhlaq menurut al-Ghazali adalah jalan menuju akhirat. Etika al Ghazali mengajarkan bahwa manusia mempunyai tujuan yang agung, yaitu kebahagiaan di akhirat, kerena itu etika nya disebut etika mistik yang bercorak teleologis.
AI-Ghazali menekankan pokok-pokok keutamaan akhlaqnya kepada ` pertengahan. Pengertian ` pertengahanljalan tengah"tersebut antara lain dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlaq secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrem kekurangan masing-masing jiwa manusia. Penekannan itu lebih bersifat individu.
Konsep Pendidikan Akhlaq al-Ghazal" berhubungan dengan konsepnya tentang manusia. Bagaimana konsepnya tentang manusia begitulah konsep pendidikan yang diinginkannya.. Maka pendidikan akhlak adalah mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia, agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam hubungan guru dan murid al-Ghazali" memberikan perhatian yang penuh terhadap murid mengasihi dan menyangi murid-murid. Guru harus menjadi tauladan yang baik dan meniru sifat nabi, sederhana dalam bertindak, tidak memungut uang dari murid. Murid harus patuh kepada guru dan meminta petuah/nasehat guru.
Demikian juga orang tua jangan sampai memberikan fasilitas yang berlebihan kepada anak sehingga anak terbiasa dengari bermewah-mewah dan tanpa peduli dengan kehidupan lingkungannya. Anak-anak dari kecil ditanamkan keimanan (pendidikan agama), bergaul dengan orang yang baik-baik, sehingga sifat-sifat balk itu dapat ditiru oleh anak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Trias Yuliarto
"Al-Ghazali merupakan seorang filsuf Islam yang tidak hanya menggunakan satu jalan dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Ia tidak hanya berpatokan kepada apa yang nyata dalam manusia untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan di dunia, seperti hannya dengan kemampuan panca indera manusia dalam memperoleh kebenaran pengetahuan melalui metode inderawi. Di sini terlihat bukti bahwa panca indera manusia dalam hal ini adaiah mata dapat menjelaskan kebenaran yang dilihatnya secara riil namun Al-Ghazali melihatnya hanya sebatas pada tahap-_tahap tertentu secara proposional, karena pada panca indera manusia tersebut memiliki keterbatasan, yang mana tidak semua kebenaran dapat dibuktikan. Demikian pula dengan metode akal, di mana dengan akal manusia, manusia dapat menciptakan sesuatu apa pun yang tidak mungkin menjadi mungkin. Tapi pada tahap tertentu pada akal pun mempunyai keterbatasan yang tidak dapat dibuktikan dengan akal, sehingga Al-Ghazali beralih kepada pemikiran yang dipakai oleh kaum sufi, yaitu metode intuisi, di mana A1-Ghazali melihat bahwa metode ini tidak terbantahkan kebenarannya karena bersumber pada kitab suci."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S16022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobri Washil
"Untuk mempelajari Filsafat perlu dilakukan langkah-langkah melalui jalur; pertama, sejarah atau langkah diagroni. Kedua, jalur sistimatika atau jalur pemetaan dengan langkah sinkroni. Ketiga, jalur tematis, dan keempat melalui jalur system-sistem filsafat atau gagasan. Jalur pertama atau jalur sejarah dapat dilakukan dengan pembahasan mengenai filsafat Yunani dan abad pertengahan, filsafat modern dan filsafat kontemporer. Di mana sebenarnya pembagian-pembagian ini didasarkan kepada fokus pertanyaan-pertanyaannya, yang dari waktu ke waktu mengalami pergeseran-pergeseran. Namun demikian, pergeseran-pergeseran tersebut senantiasa tetap berada di dalam kajian filsafat yang meliputi ontologi, epistemologi dan aksiologi. Kalau filsafat Yunani dan abad pertengahan berkisar pada pertanyaan-pertanyaan kosmologis dan teologis dengan titik tekan pada bidang ontologi atau aksiologi, maka filsafat modern dan kontemporer berkisar kepada pertanyaan-pertanyaan antropologis dan penekanan di bidang epistemologi.
Menurut Susanne Langer dalam Philosophy in A New Key, sejarah Filsafat dibagi atas enam tahapan, dua di antaranya 1) dikenal dengan tahap kebangkitan Filsafat, dimulai oleh tokoh-tokoh seperti Thales, Anaximandros, Heraklitos, Phytagoras, Parminedes dan Demokritos. Pada tahap ini Para filsuf alam mencoba memahami kosmos dengan penalaran-penalaran. Pemahaman tentang alam bergeser dari pemahaman mitologis kepada pemahaman filosofis. Dan tahapan berikutnya 2) dikenal dengan filsafat manusia dengan tokohnya seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Pada tahap ini kesadaran dan pemahaman filsafat mengalami pergeseran yang relatif lebih radikal, di mana pemahaman terhadap alam bergeser kepada kehidupan sosial masyarakat yang cenderung antropometrik. Yang perlu dicatat pada tahap ini adalah adanya perbedaan tajam dan mendasar antara Plato dan Aristoteles, karena paham kedua tokoh tersebut selanjutnya menjadi world-view yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan filsafat berikutnya, terbukti dengan lahirnya Platonisme atau Neoplatonisme di satu sisi, dan Aristotelisme atau Peripatetikisme di sisi lain.
Untuk dua nama isme yang disebutkan pertama, Platonisme dan Aristotelisme, keduanya cenderung lebih original dan konsisten di dalam berpegang kepada masing-masing soko-gurunya. Platonisme berpaham terhadap dunia idea sebagai realitas yang mutlak, tidak berubah-ubah, dan dunia jasmani hanyalah cermin darinya. Sedangkan Aristotelisme berpendapat bahwa realitas sebenarnya adalah bersatunya bentuk dan materi. Realitas (dunia fisik) ada secara aktual bila materi dan bentuk hadir secara bersama dalam satu wujud. Alibi salah satunya menjadikan bentuk atau materi hanya dalam potensial semata.
Sedangkan Neoplatonisme dan Peripatetik (Islam) tidak lagi berada sepenuhnya di dalam konsistensi masing-masing. Salah satu bias terhadap yang lain. Memang para filsuf Peripatetik (Islam) ketika "berkutat" dengan filsafat Alam, cenderung konsisten sebagai ciri Aristotelian, namun setelah memasuki wilayah kajian metafisika dan teologi, unsur Aristotelisme, Platonisme, dan ortodoksi berbaur menjadi poin-poin kesimpulan filsafat, sebagai ciri Neoplatonis.
Jadi pada kondisi demikian, maka Peripatetikisme bias dengan Neoplatonisme, dan al-Ghazali hadir dengan kritiknya berusaha menjelaskan tahafut al Falasifah (inkonsistensi para Filsuf). Namun harus digarisbawahi, bahwa kritiknya bukan untuk bangunan filsafat secara keseluruhan, tapi hanya ditujukan terhadap para filsufnya, dan itupun terbatas pada poin-poin kesimpulan filsafat yang mengandung kadar inkonsistensi yang tinggi, baik bias dari piranti berpikir Aristoteles, maupun bias dari ajaran batang tubuh ortodoksi (Islam).
Secara tegas tulisan ini akan berpijak pada analisa sejarah, dimulai dari tahap SPA, pasca-Aristoteles sampai abad pertengahan di dunia Islam, untuk dapat menemukan gambaran tentang latarbelakang dan world view yang mempengaruhi beberapa pandangan filsafat. Analisa Sejarah seperti yang diuraikan di awal abstrak ini, dimungkinkan akan mampu memposisikan masing-masing "polemik" secara wajar dan semestinya, tanpa terjebak kepada permasalahan pro dan kontra, seperti yang biasa dilakukan di dalam menyikapi antara pandangan filsafat Peripatetik (Islam) di satu sisi, dan kritik al-Ghazali pada sisi lain. Padahal masing-masing adalah absah secara (hukum) ilmu dan filsafat."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Imelda
"Skripsi ini mencoba menjelaskan tentang keutamaan al-'ilmu khususnya bagi para Sufi dalam menjalankan tasawuf, agar dapat memperoleh hasil yang benar, yaitu mencapai tingkat makrifat.Pengertian aI-'ilmu memiliki makna khusus yaitu ilmu mengenai Allah, zat, dan af'al-Nya. Al'Ilmu ini disebut pules limo jalan ke akhirat, karena dengan al-'ilmu manusia beramal, dengan amal seorang hamba dapat mendekatkan diri kepada Allah, dan sampainya seorang hamba kepada Allah atau disebut makrifat adalah suatu kebahagiaan abadi yang merupakan akhir Bari suatu perjalanan. Menuntut al-'ilmu adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. Al-'Ilmu dapat menaikkan derajat dan menambah kemuliaan seseorang di dunia terlebih di akhirat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Muhammad Yasir
Jakarta RajaGrafindo Perkasa 1999,
297.218 Nas m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Al-Ghazali, Muhammad
Bandung: Pustaka Hidayah, 2001
297.61 MUH tt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta, 1965
I 899.232 I 391 m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>