Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56483 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Loebis, A.B. (Ali Basja)
Jakarta: [Publisher not identified], [1974]
346.016 LOE u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hazairin
Jakarta: Tintamas Indonesia, 1986
346.016 HAZ t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agustamar
"ABSTRAK
Perkawinan adalah merupakan asal usul dari suatu keluarga,
karena dari perkawinan itulah kehidupan terbentuk dan
selanjutnya tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu perkawinan
harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Adapun perkawinan itu pada hakekatnya adalah merupakan
suatu kenyataan dari pada kenyataan-kenyataan pengaturan bagi
fithrah yang terdapat pada umat manusia, sebagaimana fithrah
itupun terdapat pula pada mahluk lain selain manusia.
Untuk membedakan fithrah yang sama-sama dimiliki oleh
manusia dan mahluk lain itu diciptakanlah aturan-aturan oleh
manusia yang sesuai dengan pandangan hidup masyarakat hukum
adat dimana mereka tinggal.
Setelah kedatangan agama-agama besar seperti agama Hindu,
agama Islam dan agama Nasrani ke Indonesia, maka pengaruh
dari ketiga agama ini tampak pada isi dan perkembangan suatu
peraturan hukum terutama pada hukum perkawinan dan hukum
kekeluargaan.
Bagi masyarakat Minangkabau yang terkenal kuat dengan
adatnya, pengaruh ajaran Islam jelas tampak pada hukum perkawinan,
hukum kekeluargaan dan hukum waris.
Dalam. hukum perkawinan, maka untuk sahnya suatu perkawinan
diperlukan 2 · (dua) cara yaitu menurut agama Islam dan menurut hukum adat.
Menurut hukum Islam ialah adanya calon pengantin, wali,
rnahar, saksi, dan Ijab dan qabul. Sedangkan menurut hukum
adat ialah seremoninya, misalnya pinang meminang, malam ta.inai,
hari pernikahan, menjemput: marapulai dan manjalang.
Karena untuk sahnya suatu perkawinan adalah berdasarkan
agama Islam, maka penerapan U .u. No. 1/1974 tidaklah menjadi
masalah, sebab undang-undang ini telah mengakui eksistensi hlkum
Islam di bidang perkawinan, 'talak, rujuk terutama pasal 2
ayat (1) dan pasal 2 ayat (2) U.U. No. 1/1974.
Pengaruh hukum Islam dalam perkawinan juga tampak dalam
sistem perkawinannya- yang · tadinya · adalah' .Semendo
tandang telah berubah menjadi Semendo Menentap.
Dalam sistem kekeluargaan dimana tadinya peranan marnak
sangat menentukan dalarn kehidupan. keluarga sekarang sudah berkurang
dan digantikan oleh ayah. Begitu juga dalam pemilikan
harta benda dan kewarisan telah terjadi pula suatu perubahan.
Harta pencaharian yang.tadinya masih menyatu dengan harta
pusaka dengan meninggalnya seseorang pencaharian itu akan di
warisi oleh kemenakannya.
Setelah terjadi pemisahan·antara harta p1:1saka dan harta
"pencaharia-n akibat· beralihnya-p-erana-n seorang laki-laki pada anak-anak dan isteri karena perkembangan zaman dan pengaruh
ajaran Islam, maka harta pusaka diwarisi oleh kemenakan se ...
dang harta pencaharian diwarisi ·oleh anak-anak sesuai hukum
Faraid."

"
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, A. B.
Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultan, 1979
346.016 LUB p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Aryadi
"Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, lazimnya perjanjian perkawinan mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya ambiguitas mengenai suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya. Penelitian ini mengkaji mengenai hal apa yang dapat atau tidak dapat dibuat dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, di sini digunakan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu penelitian deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian perkawinan dan juga mengenai isi yang dapat dibuat di dalamnya menurut ketentuan perundang-undangan yang ada.

Marriage is born from an agreement to be bound in a sacred agreement between a prospective husband and wife that occurs between a man and a woman and will lead to an inner and outer bond, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Between husband and wife has a legal relationship that occurs, not only regulates the rights and obligations of husband and wife, but also regulates the legal relationship between parents and children, grants, inheritance, divorce and also  marriage agreements governing property in marriage. Marriage agreements are a form of deviation from applicable legislation and are generally intended to regulate the rights of husband and wife as well as regarding the property of husband and wife, both the assets brought before marriage and the assets acquired during marriage, the marriage agreement usually regulates the separation of assets , becomes a question when there is an ambiguity regarding a provision regarding the distribution of assets in it. This study examines what can or cannot be made in making marriage agreements. The author uses a normative juridical research method. In relation to normative juridical research, here used a research typology based on its nature, namely descriptive research, this study aims to obtain secondary data using qualitative analysis. The results of the study are expected to be able to increase understanding of the elements contained in the marriage agreement and also about the content that can be made in it according to the existing statutory provisions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intasari
"Untuk melakukan perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan ditentukan batas umur untuk kawin bagi seseorang, yaitu 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Dengan demikian perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang berlangsung antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya belum melalui batas minimal usia kawin yang telah ditentukan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Perkawinan di bawah umur disebabkan oleh faktor lingkungan, psikologi, ekonomi serta kepercayaan dan adat istiadat. Faktor lain yang menyebabkan timbulnya perkawinan di bawah umur adalah kurang telitinya aparat yang berwenang dalam melihat umur sesorang dengan akan melangsungkan perkawinan sehingga dikhawatirkan akan terjadi penyelundupan umur. Dalam hal pasangan calon pengantin belum mencapai usia 21 tahun maka mereka memerlukan izin dari kedua orang tua mereka/wali namun apabila izin tersebut tidak terpenuhi maka dapat diajukan permohonan izin kawin ke pengadilan. Demikian pula halnya apabila pihak pria belum mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita belum mencapai 16 tahun maka perkawinan tidak dapat di ijinkan (Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974) kecuali adanya suatu alasan-alasan tertentu yang mendesak agar perkawinan segera dilaksanakan, maka kedua orang tua/wali dapat mengajukan permohonan Dispensasi Usia Kawin kepengadilan untuk untuk mengajukan permohonan Dispensasi Usia Kawin harus welewati suatu prosedur tertentu dan memenuhi persyaratan yang telah di tetapkan. Apabila pengadilan memberikan Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin dengan alasan-alasan yang dapat di terima. Bagi pasangan yang menikah di bawah umur dengan adanya Izin Kawin maupun Dispensasi Usia Kawin tentunya akan timbul akibat hukum serta hambatan-hambatan yang harus dihadapi. Untuk mencegah perkawinan di bawah umur disarankan agar aparat yang berwenang lebih meningkatkan penelitian dalam hal pemberian Izin Kawin dan Dispensasi Usia Kawin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ida Harnani
"Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai hubungan erat antar perkawinan dengan agama hal ini disebabkan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga unsur rohani memegang peranan penting. Dalmn perkawinan akan timbul hak dan kewajiban baik suami maupun isteri, diantaranya harus bertanggung-jawab terhadap harta benda. Harta kekayaan dalam Suatu perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan rumah tangga yang bahagia. Apabila harta kekayaan tersebut baik yang diperoleh selama perkawinan ataupun sebelum perkawinan tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri khususnya harta benda maka dibuatlah perjanjian Perkawinan. Seringkali pihak ketiga tidak menyadari adanya percampuran harta, dalam pembuatan perjanjian perkawinan juga harus memperhatikan mengenai kecakapan dalam membuatnya yakni pertama akta perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga dalam rangka perjanjian pemberian jaminan kredit perbankan, kedua mengenai syarat-syarat yang dipakai untuk membuat akta perjanjian perkawinan supaya bisa nengikat pahak ketiga, ketiga
batas usia yang dipakai oleh notaries untuk dianggap cakap membuat akta perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif,tipe penelitian eksplanatoris, data yang digunakan data sekunder, diadakan wawancara dengan notaris di Tangerang, metode analistisnya yaitu metode kualitatif. Perjanjian perkawinan mempunyai bentuk dan isi sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lain yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian perkawinan mempunyai syarat pendaftaran yang didaftarkan pada kantor pencatat perkawinan pada saat dilangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan dapat berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga memiliki hubungan hukum dengan kedua belah pihak yang membuatnya. Batas usia seseorang untuk dapat membuat perjanjian perkawinan adalah 21 tahun atau belum 21 tahun tapi sudah menikah. Pihak ketiga adalah bank maka apabila melakukan pengikatan maka hendaknya memeriksanya terlebih dahulu akta perkawinan dari kedua belah pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirbito Prastyono
"Undang-Undang Perkawinan menetapkan bahwa suatu perkawinan harus dicatatkan di lembaga pencatatan perkawinan. Menurut undang-undang ada dua lembaga pencatatan perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama bagi para pemeluk agama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi mereka yang tidak beragama Islam. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan sangat penting, dan berguna untuk mendapatkan bukti otentik yang dapat menjelaskan tentang perkawinan tersebut Serta bukti pengakuan dleh Negara. Jika suatu perkawinan tidak dicatatkan maka akan menimbulkan masalah terhadap status perkawinan, status anak yang dilahirkan dan status harta bersama.Dalam Kenyataannya para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dengan mudah mencatatkan perkawinannya pada Kantor Catatan sipil. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat mengenai penafsiran ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kegercayaannya itu. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agamanya dan kepercayaannya adalah kepercayaan terhadap agamanya tapi ada yang berpendapat bahwa kata agama dan kepercayaannya merupakan dua kata yang terpisah.Untuk mencari pemecahan masalah ini upaya hukum yang dapat dilakukan hingga saat ini dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh Penetapan/Persetujuan/Dispensasi. Sedangkan bagi mereka yang telah terlanjur menikah tapi permohonan pencatatan perkawinannya ditolak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazla
"The children whom born outside of marriage can become trustworthiness of his/her mother's husband onlv if it has his consent and be noticed at mortal agreement. It has abided by one of contract on Islamic law principles that's recognized as voluntary. In the marital agreement might to be acquiesced that the children whom born outside of marriage will receive funds for his/her education and living costs. But in that agreement does not mention the name of the children to be clearer to who will get the funds giving for. More over the agreement does not say regarding else gifts to be father's responsibility. To anticipate under Islamic law principles which said that the children have no patrimony portions then can be created escrow gramt by last will or gift method's from his/her father."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
HUPE-37-1-(Jan-Mar)2007-119
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Glorius Anggundoro
"Manusia diberikan karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat melanjutkan keturunan yaitu melalui perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal pasangan suami isteri harus saling cinta mencintai, kasih mengasihi dan setia. Namun tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan bahagia dan kekal. Jika pasangan suami isteri dalam kehidupan perkawinannya sering terjadi pertengkaran dan tidak saling kasih mengasihi, maka pemutusan perkawinan dengan perceraian biasanya diambil sebagai jalan keluar untuk dapat mengakhiri perkawinan mereka. Perceraian diatur dalam KUH Perdata dan UU No. 1 tahun 1974. Tetapi bagaimana dengan pasangan suami isteri yang di larang untuk melakukan perceraian menurut hukum agamanya seperti contohnya dalam agama Katholik yang melarang perceraian secara mutlak dan dalam agama Kristen Protestan yang melarang perceraian kecuali berdasarkan alasan perzinahan, apakah ada alternatif lain untuk menggantikan perceraian tanpa harus melanggar hukum agamanya Metodelogi penelitian yang dipakai adalah metode studi dokumen dan wawancara. Alternatif itu ada, yaitu dengan lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti yang diatur dalam KUH Perdata karena lembaga ini mempunyai akibat yang hampir sama dengan suatu perceraian, tetapi tanpa memutuskan hubungan pasangan suami isteri tersebut. Lembaga perpisahan meja dan ranjang yang tidak diatur lagi dalam UU No. 1 tahun 1974 apakah masih dapat digunakan oleh pasangan suami dilarang bercerai menurut hukum agamanya saat ini sehingga dapat mencegah/menunda terjadinya perceraian Jika masih apakah berpengaruh terhadap gugatan perceraian Jika tidak apakah ada kemungkinan diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974 Lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti dalam KUHPerdata tidak dapat dituntut lagi di pengadilan negeri karena tidak diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tetapi perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan masih dapat dilakukan, dan bahkan perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan dipergunakan oleh hakim dalam pertimbangannya untuk memperkuat gugatan perceraian (Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 315/Pdt.G/1999 tentang perceraian Raden Haryadi dengan Nyonya Endang Larasati), sehingga perlu diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>