Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Center for Economic and Social Studies, 2001
380.1 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Huala, Adolf
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
332.6 HUA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Ananta Setyawan
"Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antar negara dan semakin intesifnya transaksi antar negara, maka transaski perdagangan dan arus investasi dari satu negara ke negara lain juga semakin banyak, di sisi lain masing-masing negara mempunyai yuridiksi perpajakan yang berbeda sehingga mengakibatkan terhambatnya interaksi antar negara tersebut yang berarti menghambat penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi investor asing. Setiap negara mempunyai undang-undang pajak yang berbeda dalam hal menentukan hak pemajakan internasionalnya, baik yang menyangkut obyek maupun subyek pajak. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengenaan pajak berganda apabila dua yuridiksi pajak tersebut berinteraksi sebagai akibat dari terjadinya economical cross boorder transaction. Oleh karena itu suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (tax treaty) antara dua negara sangat penting untuk memecahkan permasalahan tersebut. Melihat kenyataan tersebut, diperlukan suatu proses kompromi untuk membagi hak pemajakan antar dua negara tersebut terhadap economical cross boorder transaction yang dalam bentuk perjanjian dimana pada hakikatnya merupakan distributive rules. Perjanjian perpajakan yang semula bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda pada akhirnya justru dimanfaatkan oleh wajib pajak, khususnya perusahaan multinasional untuk memaksimalkan laba karena berpotensi dilakukannya praktik penghindaran pajak internasional (internasional tax avoidance) yang disebabkan oleh perbedaan isi dari setiap perjanjian antara treaty partner yang dikenal sebagai treaty shopping atau treaty abuse. Dalam hubungan inilah muncul istilah: tax avoidance, treaty shopping, dan beneficial owner, dimana tax avoidance merupakan tindakan menghindari pajak dengan cara yang tidak sesuai dengan original spirit perumus kebijakan pajak, akan tetapi karena ketentuan pajaknya belum diatur dengan jelas, maka terhadap praktik penghindaran pajak tersebut, pihak otoritas pajak tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali diatur mengenai anti avoidance rule. Fakta di lapangan tentang praktik treaty shopping yang sempat menjadi isu publik dan dimuat di media massa, antara lain dilakukan oleh PT Indofood Sukses Makmur melalui pembentukan Special Purpose Vehicle (SPV) bernama Indofood International Finance, Ltd. di Mauritius sebagai sebuah negara berpredikat Tax Heaven Country (THC). Selain itu terdapat juga beberapa perusahaan yang mempraktikkan treaty shopping, yaitu: PT Indosat, PT Excelcomindo Pratama, Paiton Energy, ArindoGlobal, PT Indocement Tunggal Prakarsa, anak perusahaan HeidelbergCement AG. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah kajian Anti Treaty Shopping Rule didalam tax treaty Indonesia dengan tax haven country, dengan menjelaskan definisi Beneficial owner didalam setiap treaty. Dampak dari tidak adanya Anti Treaty Shopping Rule tersebut terhadap tax avoidance melalui rekayasa transaksi bisnis dari dan ke luar negeri, dengan menutupi informasi tentang identitas sebenarnya dari pelaku utama yang sebetulnya mempunyai hak yaitu Beneficial Owner. Hal ini yang menyebabkan suburnya SPV-SPV yang bermunculan yang tidak sesuai dengan spirit pembuat kebijakan perpajakan tetapi hanya untuk menghindari pajak. Dalam rangka menganalisis pokok masalah tersebut, Penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : (i) Bagaimana teknik-teknik treaty abuse dilakukan sehubungan dengan pembentukan Special Purpose Vehicle di Tax Haven Country? (ii) Apakah konsep Limitation On Benefits dalam OECD, United Nation dan USA Model untuk menentukan beneficial owner bisa diterapkan didalam pembuatan tax treaty antara Indonesia dengan Tax Haven Country sehingga mempunyai peranan dalam mencegah treaty abuse? Untuk menjawab rumusan pertanyaan di atas.
Penulis melakukan penelitian dengan pendekatan analisis data kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif (descriptive research) dimana penulis menguraikan data yang berupa informasi dan teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, kemudian melakukan analisis data tersebut untuk memecahkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan sehingga dapat ditarik kesimpulan memberikan saran dan pemahaman atas konsep Anti Treaty Shopping dalam upaya pencegahan treaty abuse dalam perpajakan internasional. Dengan demikian penelitian ini tidak menguji sebuah teori atau mencari korelasi dari dua atau lebih variabel, tetapi mendeskripsikan suatu permasalahan yang diangkat dari suatu masalah pokok.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari literatur, buku, dokumen, dan jurnal penelitian yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini. Untuk mencapai tingkat obyektifitas yang optimal, wawancara dilakukan terhadap narasumber sebagai berikut: Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak di Indonesia, praktisi perpajakan internasional serta masyarakat pembayar pajak (dalam hal ini pendapatnya diwakili oleh konsultan pajak).
Dalam penelitian ini Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyebab utama terjadinya praktik treaty shopping adalah karena di dalam tax treaty Indonesia dengan THC tidak didefinisikan dengan jelas pengertian mengenai Beneficial Owner serta tidak terdapat definisi dan syarat sebagai pengujian untuk menentukan siapa yang berhak menikmati treaty benefit tersebut. Oleh karena itu Penulis menyarankan bahwa sudah saatnya Direktorat Jenderal Pajak, memperjuangkan Anti Treaty Shopping Rule dengan memasukkan konsep Limitation on Benefit ayat-ayat dalam pasal 4 tentang pengertian ?Residence? sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari setiap tax treaty Indonesia dengan tax haven country.

In line with the development of inter-state trade and more intensive of inter-state transaction, then trade transaction and investment flow from one state to other one also increase, on the other hand each country also has different jurisdiction of taxation so that causing impediment of inter-state interaction which means to cause trouble for the creation of conducive investment climate for foreign investor. Each country has different law of taxation in the case of determining its right of international taxation both relating to object and subject of tax. This case causes the occurrence of imposition of double taxation in the event that those two tax jurisdictions carry out interaction caused by the occurrence of economical cross border transaction. Therefore, an agreement for prevention of double taxes (tax treaty) between two states is very important in order to solve such problem. Based on such condition, compromise process is needed in order to divide taxation right between such two countries against economical cross border transaction in the form of agreement that in principle constitutes distributive rules. Taxation agreement that originally has purpose to prevent imposition of double taxation, but further is even utilized by tax payer, especially by multinational company in order to optimize profit because it has potency for conducting practice of international tax avoidance caused by the different of content of each agreement between treaty partner known as treaty shopping or treaty abuse. In this context, then the terms appear like: tax avoidance, treaty shopping, and beneficial owner, where tax avoidance constitutes action to avoid tax by method that is not pursuant to the original spirit of formulator of tax policy, but due to its tax provision has not been adjusted clearly, then against such practice of tax avoidance, tax authority can do nothing, except if it is adjusted concerning anti avoidance rule. The fact in field concerning the practice of treaty shopping that once became public issue and published in mass media, was conducted among others by PT Indofood Sukses Makmur through the establishment of Special Purpose Vehicle (SPV) called Indofood International Finance, Ltd., in Mauritius as a country well known with its designation as Tax Heaven Country (THC). Besides, also there are some companies practicing treaty shopping i.e.: PT. Indosat, PT. Excelcomindo Pratama, Paiton E nergy, Arindo Global, PT. Indocement Tunggal Perkasa, subsidiary of Heidelberg Cement AG. The main issue in this thesis is the study concerning Anti Treaty Shopping Rule in tax treaty of Indonesia with tax heaven country, by explaining definition concerning Beneficial owner in each treaty. The impact of absence of Anti Treaty Shopping Rule against tax avoidance through business transaction engineering from and to abroad, by hiding information concerning actual identity of the main player that actually has right i.e., Beneficial Owner. It is this case that has caused fertility for the appearance of many SPVs the growth of which is not pursuant to the spirit of tax policy maker but it is only a tax avoidance. In the framework to analyze such main issue, the writer formulates it in the form of questions as follows: (1) How about the technique of treaty abuse is conducted relating to the establishment of Special Purpose Vehicle in Tax Heaven Country? (ii) What is the concept of Limitation On Benefits in OECD, United Nations and USA Model in order to determine that beneficial owner can be applied in the establishment of tax treaty between Indonesia and Tax Heaven Country so that having role in the prevention of treaty abuse?
In order to answer the formulation of the above questions, the writer has carried out research by the approach of qualitative data analysis with the type of descriptive research where the writer describes data in the form of information and theory obtained from study of literature, then conducting analysis against such data in order to solve the main issue that has been formulated so that conclusion can be made for the purpose to provide suggestion and understanding concerning the concept of Anti Treaty Shopping in the effort to prevent treaty abuse in international taxation. Thereby, this research does not evaluate theory or look for correlation from two or more variables but describing a problem obtained from main issue.
The source of data in this research is that primary data obtained from the result of interview and secondary data obtained from literature, books, documents and research journal having relevancy with the theme of this research. In order to reach the level of optimum objectivity, interview was conducted against resource persons as follows: Directorate General of Tax as Tax Authority in Indonesia, practitioner of international taxation and community of tax payers (in this case their opinion is represented by tax consultant).
In this research, the writer can make conclusion that the main reason for the occurrence of practice of treaty shopping because in tax treaty of Indonesia with THC there is no clear definition concerning the understanding of Beneficial Owner and the absence of definition and requirement for the purpose of evaluation in order to determine who has right to enjoy such treaty benefit. Therefore, the writer suggests that currently it is time for Directorate General of Tax to take action to establish Anti Treaty Shopping Rule by insertion of concept of Limitation on Benefit of paragraphs contained in Article 4 concerning the understanding of ?Residence? as the integral part from each tax treaty of Indonesia with tax heaven country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sinaga, Rina
"Waralaba merupakan salah satu bentuk distribusi yang memiliki peran penting
dalam perluasan pasar, termasuk perluasan pasar ke luar negeri. Waralaba menjadi
salah satu subsektor yang termasuk dalam sektor distribusi yang diatur dalam
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yaitu dalam General Agreement of Trade
in Services (GATS). Masing-masing negara memiliki hak untuk membentuk
regulasi domestik terkait dengan perdagangan jasa untuk diterapkan di negaranya
masing-masing. Namun, setiap negara anggota WTO memiliki kewajiban untuk
menyesuaikan aturan-aturan terkait perdagangan jasa sesuai dengan komitmenya
dalam prinsip-prinsip perdagangan jasa yang telah disepakati dalam GATS.
Sehingga, sebagai salah satu negara anggota WTO, Indonesia juga diwajibkan
untuk menyesuaikan aturan domestiknya agar sesuai atau tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip perdagangan jasa yang diatur dalam GATS. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki aturan khusus mengenai waralaba
dalam bentuk peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun
2007 tentang Waralaba dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Waralaba. Perlu diperhatikan bahwa untuk menentukan apakah suatu negara telah
menerapkan prinsip-prinsip perdagangan jasa, harus pula mengacu pada
komitmen spesifik masing-masing negara anggota. Sehingga, untuk menilai
bagaimana pengaturan penyelenggaraan waralaba di Indonesia dikaitkan dengan
prinsip-prinsip yang diatur dalam GATS, harus tetap mengacu pada komitmen
spesifik Indonesia dalam sektor-sektor perdagangan jasa.

A franchise is one of the distributions methods that have an important role in
expanding markets, including expanding markets overseas. A franchise is one of
the subsectors that is classified in the distribution sector stipulated in the World
Trade Organizations (WTO), namely in General Agreement of Trade in Services
(GATS). Each country has the right to form domestic regulations related to trade
in services to be implemented in their respective countries. However, each WTO
member country has an obligation to adjust any domestic regulations relating to
trade in services with the principles of trade in services agreed in the GATS.
Therefore, as a member of the WTO, Indonesia is also required to adjust any
domestic regulation relating to trade in services with the principles of trade in
services set out in the GATS. Indonesia is one of the countries that have specific
regulation regarding franchising in the form of government regulations, namely
Government Regulation No. 42 of 2007 concerning Franchising and regulated
further in the Minister of Trade Regulation (Permendag) No. 71 of 2019
concerning the Implementation of Franchising. It should be noted that to
determine whether a country has applied the principles of trade in services, it
must also refer to the specific commitments of each member country. Therefore, in
order to assess the regulation of the implementation of franchising in Indonesia
related to the principles set out in the GATS, it must still refer to Indonesia's
specific commitments in the service trade sectors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Studi ini berusaha menerangkan bagaimana Indonesia dapat memposisikan dan menempatkan dirinya pada kemungkinan pembentukan kawasan ekonomi Asia Timur...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
380.159 8 TRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Koetin, E.A. (Erwin Alfred)
Jakarta: Badan Pengawas Pasar Modal, 1994
332.6 KOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Damayanti
"Investasi reksa dana memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat investor. Bepepam sendiri sangat mendukung reksa dana karena memberi kesempatan berinvestasi bagi investor kecil dan lokal serta menambah likuiditas pasar modal. Peluang usaha ini dimanfaatkan oleh perusahaan manajer investasi untuk menjadi pengelola reksa dana.
Namun, investasi reksa dana tergantung pada trend ekonomi makro. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak Juli 1997, membuat industri reksa dana terpuruk karena turunnya likuiditas pasar modal serta tingginya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia sebagai akibat kebijakan uang ketat yang dilakukan pemerintah Indonesia. Pengelola reksa dana dihadapkan pada gelombang redemption dari para promotor maupun investor.
Dalam karya akhir ini dipelajari strategi usaha yang dilakukan oleh PT. Bahana TCW investment Management sebagai perusahaan manajer investasi reksa dana dalam mengantisipasi krisis ekonomi agar dapat melalui krisis dengan selamat.
PT. Bahana TCW investment Management (PT. BTIM) adalah pengelola reksa dana yang menduduki urutan kelima dalam kriteria dana kelolaan atan sekitar 5,84% dari total dana kelola. PT BTIM ini mengelola 4 jenis reksa dana, yang merupakan reksa dana yang menginvestasikan dananya pada obligasi, saham, instrumen pasar uang atau campuran.
Dalam strategi ìnvestasinya, PT BTIM melakukan 2 pendekatan sudut pandang, yaitu pendekatan bottom-up dan top-down. Pendekatan top-down adalah melakukan analisa ekonomi global dan dornestik untuk mengarahkan pandangan ke sektor-sektor industri serta pilihan kelas aset. Analisa sektor industri mengarahkan pandangan ke bobot preferensi untuk suatu sektor usaha. Pendekatan bottom-up adalah seleksi sekuritas dengan melakukan riset secara langsung dan mengamati perkembangan sebagian saham yang tercatat di bursa. Dalain kondisi krisis ekonorni sekarang ini, PT BTIM mencoba bertahan dengan melakukan analisa secara efektif pada pendekatan bottom-up, karena pendekatan top-down dianggap tidak efektif lagi.
Dalam hal pemasaran, PT BTIM mempunyai dua macam target pemasaran, yaitu retail (individu) dan institusi (seperti asuransi, yayasan dana pensiun). Untuk mendekati target individu, team pemasaran adalah orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dalam melakukan approach. Sedangkan untuk mendekati target institusi, team pemasaran adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai industri reksa dana dan pasar modal secara umum. PT BTIM telah membuka cabang di daerah Kelapa Gading untuk mendekati target pemasaran. Juga, PT BTIM membuka call service center yang berfungsi sebagai Customer service yang bertugas untuk inenjawab pertanyaan apa saja mengenai reksa dana. DaLam hal promosj, PT BTLM biasa melakukan promosi reksa dana melalui hal-hal yang berkaitan dengan pasar modal dan reksa dana, misalnya pada halaman buku yang membahas mengenai reksa dana. Dalam krisis ekonomi ini, PT BTIM meaghentikan segala bentuk Promosìnya.
PT BTIM mempunyai struktur organisasi perusahaan yang cukup ramping saat ini. Walaupun demikian, sesuai dengan business plannya, PT BTIM telah merancang perubahan dalam struktur organisasinya secara bertahap. Dalam pengembangan sumber daya manusia, PT BTIM selalu memberikan pelatihan kepada para pegawai baru maupun pegawai lama yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. SedangJcan promosi dilakukan berjenjang. Direksi dan manajer investasi harus memiliki ijin dari Bapepam.
Hasil analisa Iingkungan perusahaan yang dilakukan menunjukkan posisi yang kurang menguntungkan bagi perusahaan. Kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan ditambah krisis politik, membuat Indonesia menjadi negara country risk bagi negara lain dalam melakukan usaha di Indonesia. Jatuhnya dunia usaha di Indonesia mengakibatkan banyaknya pengangguran dan turunnya daya beli masyarakat. Disamping itu, jatuhnya harga-harga saham di bursa menyebabkan turunnya likuiditas reksa dana. Kebijakan suku bunga SBI yang tinggi membuat produk substitusi berupa deposito bank menjadi jauh Iebih menarik bagi investor. Kondisi ini membuat perusahaan manajer investasi pengelola reksa dana berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Analisa SWOT (Strength, Weakness. Opportunity. Threat) untuk PT BTIM memberikan pilihan hasil ST, yaitu dengan kekuatannya (strength), PT BTIM dapat mengatasi ancaman (threat). Kekuatan yang menonjol adalah commitment yang kuat pada visi dan misinya, yaitu menjadi perusabaan manajer investasi terkemuka dan terpercaya di Indonesia dengan cara meningkatkan sumber daya manusia dan kinerja perusahaan. Sedangkan ancaman yang terbesar adalah produk substitusi yang lebih menarik.
Alternatif strategi yang dipilih pada tingkat korporasi untuk jangka pendek adalah tetap bertahan selarna krisis ekonomi. Sedangkan untuk jangka panjangnya adalah menjalankan business plan yang sudah direncanakan untuk mengantisipasi peluang lonjakan investor. Untuk business level strategy, alternatif jatuh pada focus low-cost. Pada awalnya, produk reksa dana ditujukan untuk investor kecil dan lokal. Pada kenyataannya, untuk target retail, hanya masyarakat yang memiliki uang berlebih yang dapat melakukan investasi di reksa dana. Apalagi pada masa krisis ekonomi, dimana dunia usaha hampir terhenti dan daya bell masyarakat semakin menurun. Jadi diharapkan, target retail reksa dana dipersempit. Strategi low-cost disini lebih ditekankan pada efisiensi pada cost sehingga masih dapat rnenghasilkan produk yang reliable. Pada prinsipnya, perusahaan dituntut untuk mengefisiensikan sumber daya yang ada untuk dapat bertahan dimasa krisis ini. Hal ini dapat dicapai jika PT BTIM selalu memegang commitment yang kuat pada visi dan misinya.
Strategi bertahan dan focus low-cost memberikan 2 manfaat bagi perusahaan. Yang pertama adalah untuk tetap selamat dalam kondisi krisis ini. Disamping itu, dengan learning curve yang dimiliki dalam melakukan efisiensi sumber daya yang ada, menjadi modal yang kuat jika tiba saatnya krisis ekonomi Indonesia telab berlalu, sehingga akan mampu berkompetisi secam domestik maupun global."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Meyer Agnes Monang
"Sejak tahun 1991 perkembangan pasar modal Indonesia terasa sangat pesat, bahkan pada tahun 1996 Bursa Efek Jakarta merupakan salah satu bursa terbaik di Asia Tenggara. Prospek pertumbuhan pasar modal di Indonesia yang demikian pesat ini temyata didorong oleh minat para investor asing yang masuk ke dalam pasar modal Indonesia. Tingkat penyertaan investor intemasional di pasar modal Indonesia sangat tinggi hila dibandingkan dengan pasar modal negara lain. Sebaliknya kurang dari 0,22% penduduk Indonesia yang turut serta menjadi investor di pasar modal. Investor-investor asing umumnya hanya tertarik pada saham-saham yang blue chip dan sebagai akibatnya dalam batas tertentu pasar modal Indonesia akan mudah terkena goncangan seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1998 di mana para investor asing banyak yang melepas sahamnya di Bursa Efek akarta.
Dengan kenyataan seperti di atas. upaya meningkatkan peran investor lokal di pasar modal Indonesia sangatlah penting. Melalui pemberlakuan Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal, peq~erintah sesungguhnya telah menggalakkan kembali pengumpulan dana dan sekaligus meningkatkan peranan investor lokal dengan pembentukan lembaga investasi yang dikenal dengan reksa dana. Namun. karena reksa dana merupakan salah satu altematif investasi yang masih tergolong baru dan semakin banyak manajer investasi yang menawarkan produk-produk reksa dana dengan berbagai jenis dan komposisinya serta menjanjikan tingkat pengembalian yang sangat menarik, maka seringkali timbul persaingan di antara manajer investasi dalam menarik calon investor. Dan sebagai akibatnya manajer investasi berusaha untuk menghasilkan tingkat pengembalian (return) reksa dananya yang lebih tinggi dari manajer investasi lainnya.
Berangkat clan teori pasar yang efisien, John C Bogle seorang investor Amerika yang dikenal sebagai Bapak Reksa Dana Indeks dalam bukunya Bogle on Mutual Funds menyampaikan salah satu kiat untuk mendapatkan reksa dana saham dengan tingkat pengembalian yang lebih baik dari reksa dana saham lainnya, yaitu dengan strategi investasi yang pasif. Strategi mi diterapkan dengan membentuk reksa dana saham yang portofolionya meniru indeks pasar atau yang dikenal sebagai reksa dana indeks. Karena reksa dananya dibuat persis, maka kinerjanya sama dengan kinerja indeks pasar. Dan kenyataannya, indeks pasar berkinerja lebih baik dari sebagian besar reksa dana saham, sehingga reksa dana saham yang meniru indeks pasar mi juga berkinerja lebih baik dan sebagian besar reksa dana saham lainnya.
Penelitian mi bertujuan untuk meneliti apakah kiat investasi pada reksa dana saham di pasar modal Indonesia dengan cara meniru portofolio indeks seperti yang dilakukan oleh John C Bogle dapat membenikan tingkat pengembalian yang lebih baik bila dibandingkan dengan reksa dana saham lainnya yang dibentuk secara strategi aktif.
Analisis yang digunakan di dalam penelitian mi adalah analisis perbandingan kinerja dari lima reksa dana saham yang telah efektif sebelum Januani 1997 dengan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan ( [HSG) dan indeks LQ-45 yang diasumsikan sebagai reksa dana indeks. Adapun data untuk pengukuran kinerja reksa dana saham digunakan Nilai Aktiva Bersih per Unit Penyertaan (NAB/UP) harlan dan data indeks 1HSG dan LQ-45 harian untuk reksa dana indeks. Selanjutnya untuk perhitungan kinerja digunakan dua metode yaitu metode Tingkat Pengembalian dengan Memperhatikan Risiko (Return-Risk Adjusted Method) dan metode Holding Period Return (HPR) yang tidak memperhatikan faktor risiko.
Penelitian mi dibagi atas dua periode yaitu periode Januari sampai Juli 1997 dan periode Januari sampai Desember 1997. Hal mi dilakukan karena pada pertengaban tahun 1997 Indonesia mengalami suatu krisis ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi baik kinerja reksa dana yang diteliti maupun indeks.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa umumnya reksa dana saham yang diteliti memiliki kinerja di atas indeks atau pembandingnya, namun perbedaan return yang ada tidaklah signifikan. Dengan demikian data empiris tidak mendukung conventional wisdom yang menyatakan bahwa portofolio yang dikelola pakar investasi akan memberikan risk adjusted return yang secara signifikan lebih tinggi dari portofolio pasar. Selain itu belum berhasilnya kinerja reksa dana indeks yang dibentuk secara pasif untuk mengalahkan reksa dana saham yang dibentuk secara aktif seperti yang terjadi di negara-negara yang pasar modalnya telah maju dapat disebabkan kondisi pasar modal Indonesia yang belum terlalu lama dibandingkan pasar modal negara-negara lain yang Iebih dulu berkembang yang mengakibatkan harga sekuritas seringkali belum mencerminkan informasi yang sesungguhnya dan pengambilan keputusan investasi masih sering terpengaruh issue atau rumor yang beredar di samping informasi yang ada belum cukup transparan. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>