Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadil Oenzil
Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 1995
614.1 FAD i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Indrawagita
"Skripsi ini membahas hubungan status gizi, aktivitas fisik dan asupan gizi dengan kebugaran yang diukur melalui daya tahan kardiorespiratori dengan tes bangku 3 menit YMCA.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasi dengan desain studi cross-sectional dan dilakukan pada 83 orang mahasiswi Program Studi Gizi FKMUI pada tahun 2009 berusia 17-19 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan norma tes kebugaran 86.7 persen mahasiswi tergolong tidak bugar sedangkan berdasarkan nilai median denyut nadi setelah tes 54.7 persen tergolong tidak bugar. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan kebugaran pada penelitian ini adalah status gizi menurut IMT dan persen lemak tubuh.
Penulis menyarankan agar IMT dan persen lemak tubuh dijaga pada tingkat normal dengan mengatur konsumsi karbohidrat, protein dan lemak serta mengikuti kegiatan olah raga dan seni tari pada Unit Kegiatam Mahasiswa (UKM) untuk meningkatkan aktivitas fisik.

The focus of this study is the physical fitness of female students of Nutritional Sciences FPHUI 2009. The purpose of this study is to understand the relations between nutritional status, physical activity and nutrient intakes to physical fitness measured by cardiorespiratory endurance using YMCA 3-minute step test method.
This study is an observational study, using cross-sectional design. The data were collected from 83 female students at Nutritional Study Program FPHUI aged 17-19.
The result shows that based on the test norms, 86.7 percent of the respondents belong to the unfit group while based on the median score there are 54.7 percent. BMI and percent body fat (nutritional status) are significantly related to the physical fitness.
The author suggests that the female students should control the BMI and percent body fat on the normal level by reducing carbohydrate, protein and fat intakes. Joining sport or dancing communities to increase the physical activity level is recommended as well.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Arifin Tanaya
"Pada dekade belakangan ini populasi lanjut usia meningkat di negara-negara sedang berkembang, yang awalnya hanya terjadi di negara maju. Demikian halnya di Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut disertai dengan peningkatan prevalensi status gizi lebih, yang kemungkinan disebabkan oleh rendahnya aktivitas fisik. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Studi Evaluasi Program Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas DKI Jakarta tahun 1997, yang merupakan kerja sama Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktifitas fisik dengan status gizi lebih pada lanjut usia di Jakarta Barat. Penelitian menggunakan Rancangan Potong Lintang (cross sectional) dengan pengambilan sampel secara kluster berdasarkan PPS (probability proportional to size). Sampel adalah lanjut usia yang berumur 55 tahun atau lebih sebanyak 120 orang. Faktor dependen yang dipilih adalah status gizi lebih, sedangkan faktor independen adalah aktivitas fisik. Untuk melihat pengaruh faktor konfonding, maka diuji faktor-faktor umur, jenis kelamin, status kawin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status kesehatan, tingkat ekonomi, konsumsi energi dan kebiasaan merokok terhadap kemaknaan variabel tersebut. Data dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat, serta diuji korelasi antar variabel dengan uji Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi status gizi lebih lanjut usia adalah sebesar 44.2%. Prevalensi lanjut- usia dengan aktivitas fisik tingkat ringan sebesar 51.7%, sisanya dengan aktivitas fisik tingkat berat. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi lebih. Setelah dilakukan pemisahan aktivitas fisik menjadi aktivitas kerja, aktivitas olahraga dan aktivitas waktu luang, ternyata terdapat hubungan antara aktivitas waktu luang dengan status gizi (Indek Masa Tubuh) yang dikontrol faktor wanita, faktor umur 55-59 tahun, faktor pendidikan SMU keatas serta faktor lanjut usia yang mempunyai 3 atau lebih keluhan sakit, menunjukkan hubungan yang bermakna. Kemudian model regresi linier dengan cara dilakukan analisis regresi liner serta dilakukan uji koefisien korelasi parsial yang akan mengetahui faktor yang lebih kuat hubungannya, hasil menunjukkan hanya faktor wanita yang berperan dalam model tersebut. Sebagai saran bagi perencana program pembinaan peningkatan kesehatan lanjut usia adalah: Pola aktivitas pada waktu luang perlu dilakukan perubahan intensitasnya terutama bagi lanjut usia wanita.

Relationship between Physical Activity and Elderly Nutritional Status under Community Health Center Management in West Jakarta in 1997During the last decade, population of the elderly in developing countries including Indonesia has increased due to the improvement of social welfare. Many cases indicated that most elderly people were in malnourished condition that caused the overweight or even obesity. Some studies reported that the elderly people were also lack of physical activities.
This research is aimed to identify the relationship between the physical activities and the overweight status of the elderly in west Jakarta. The research used the secondary data from the Evaluation Studies on the Elderly Health Program in the Public Health Center in Jakarta during 1997. The studies were carried out by Public Health Faculty The University of Indonesia as a joint worked with Jakarta Health Office. The secondary data were taken by cluster sampling through PPS (Probability Proportional to Size) includingmen and women of the age 55 or above. The sample size was 120 persons. The dependent factor was over weight status, and the independent factor was the physical activity. The confounding factors were considered include sex, age group, marital status, education level, health condition, and energy consumption. Data were analyzed using univariate and bivariate correlation test (spearman test). The results showed that the proportion of elderly with overweight was 44.2 % and with the physical activity was 51.7 %.
The result of bivariate analysis showed that there was no meaningful correlation between physical activity and overweight status. After categorizing the physical activity became to work activity, sport activity and leisure time activity it was shown that there was the meaningful correlation between the leisure time activity and the nutritional status (body mass index) after controlling with age of 55-59, high school education and over and the elderly with 3 and over illness complaints. Further more, the multiple liuier regression analysis that in stages made the model also it used the partial correlation coefficients test to the strength correlation. The result showed that only women factor was activity. Suggestions for action on planning the program of elderly health improvement are activity leisure time pattern need for the improvement the intensity of the women elderly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sunardi
"Studi kasus serial ini bertujuan untuk menganalisis tatalaksana nutrisi yang adekuat pada pasien diabetes melitus (DM) dalam mencegah, memperlambat dan memperbaiki komplikasi kronis dengan memberikan tatalaksana nutrisi sesuai kondisi klinis, laboratoris dan status gizi pasien. Hiperglikemia kronis terkait dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan gagal organ, khususnya mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Tatalaksana kadar gula darah yang baik dapat menurunkan risiko, menunda onset, dan menurunkan tingkat keparahan dari komplikasi kronis. Komplikasi kronis dari DM terbagi dalam dua kategori, yaitu komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Ke-empat kasus yang dipaparkan merupakan pasien DM berusia 37-64 tahun yang menderita DM dengan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Pemberian kalori pada pasien-pasien kasus serial ini dihitung dengan menggunakan rumus Harris Benedict. Protein diberikan sesuai ada tidaknya nefropati dan tingkat nefropati. Pemberian lemak 25% dari total kalori dengan komposisi sekitar SAFA 7%, PUFA 8% dan MUFA 10%. Kombinasi tatalaksana nutrisi sesuai kebutuhan bersamaan dengan pemberian insulin atau obat antidiabetes mampu mengontrol kadar gula darah mendekati normal. Pemberian protein sesuai dengan kemampuan fungsi ginjal mampu mengontrol kadar ureum dan kreatinin dengan status gizi pasien tetap terjaga.
Kesimpulannya : Penatalaksanaan nutrisi pada pasien DM harus bersifat individual, untuk mempertahankan status kesehatan dan memperlambat, bahkan menghindari timbulnya komplikasi DM. Tatalaksana nutrisi harus di-evaluasi secara berkala sesuai dengan kondisi klinis pasien.

This case serial study is aim to know the effect of adequate nutrition therapy on diabetic mellitus patient in preventing, slowing and overcome chronic complication. Nutrition therapy was according to their clinical condition, laboratory and nutrition status. Chronic hyperglycemia is related to long term organ damage, organ dis-function and failure. This is especially affect the eye, kidney, nerve, heart and vascular. Glucose control near to normal range will be able to decrease the risk, onset and morbidity of chronic complication. Diabetic chronic complication is divided into two categories, macrovascular and micro-vascular.
The four diabetic mellitus patients in this case series were 37 to 64 years old with macro-vascular and micro-vascular complication. Calories for these patients were calculated using Harris Benedict equation. Protein was given according to kidney function and if there is nephropathy, then protein was given according to the level of nephropathy. Lipid were provided 25% from total calories, with a composition around 7% of SAFA, 8% PUFA and 10% MUFA. A combination of nutrition therapy and insulin or oral anti-diabetic drugs is able to maintain glucose control near to normal range. Protein provision according to kidney function was able to control urea and creatinine level along with maintaining nutrition status.
Conclusion : Nutrition therapy in diabetic patient must be prescribe individually, according to anamnesis, physical examination, laboratory finding and other supporting examination. Nutrition therapy is targeted to maintain health status, to slowdown, and hopefully to prevent diabetic complication. Nutrition therapy must be evaluated periodically according to patient clinical status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca
"Asupan energi dan komposisi makronutrien pada usia remaja mempengaruhi kesehatan pada usia dewasa. Remaja yang mengalami obesitas berisiko tinggi mengalami penyakit serius di usia dewasa seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Lingkar pinggang digunakan dalam penelitian ini sebagai parameter status gizi remaja khususnya untuk menggambarkan obesitas sentral. Penelitian cross sectional ini dirancang untuk mengetahui hubungan asupan energi dan komposisi makronutrien dengan lingkar pinggang remaja usia 15 18 tahun di Jakarta. Data diambil dari 75 orang remaja yang berkuliah di salah satu Fakultas Kedokteran di Jakarta pada periode Maret 2012 Mei 2012. Data diambil secara total sampling dan diperoleh dari wawancara dengan menggunakan instrumen FFQ Food Frequency Questionnaire serta pengukuran lingkar pinggang. Sebanyak 20 dari total subjek mengalami obesitas sentral. Subjek rata rata mengonsumsi energi berlebih dengan nilai tengah sebesar 2443 761 5109 kkal dengan rerata persentase komposisi makronutrien sebagai berikut 53 97 9 31 karbohidrat 13 67 2 65 protein dan 31 41 8 12 lemak. Hubungan antara asupan energi dengan lingkar pinggang remaja menghasilkan nilai p 0 908. Sedangkan hubungan komposisi karbohidrat protein dan lemak dengan lingkar pinggang remaja masing masing menghasilkan nilai p 0 118 p 0 200 p 0 540. Dengan demikian tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan komposisi makronutrien dengan lingkar pinggang pada remaja usia 15 18 tahun di Jakarta.

Energy intake and macronutrients composition in adolescents could affect the health when they become an adult. The obese adolescent have high risk to have serious disease when they become adult such as cardiovascular disease and diabetes mellitus. Waist circumference was used in this study for represent adolescents rsquo nutrition status in particular to describe central obesity. This cross sectional study was design to know the relationship between energy intake and macronutrients composition in adolescents aged 15 18 years in Jakarta. Data were taken from 75 adolescents who study in one of Medical Faculty in Jakarta during March 2012 May 2012. Data were taken by total sampling and obtained from interview by using FFQ Food Frequency Questionnaire and waist circumference measurement 20 of subjects had central obesity. Subjects on average consume excess energy with a median of 2443 761 5109 kkal with a mean percentage of macronutrients composition as follows 53 97 9 31 of carbohydrate 13 67 2 65 of protein and 31 41 8 12 of fat. Relationship between energy intake and waist circumference in adolescents had the p value 0 908. While relationship between carbohydrate protein and fat composition with waist circumference in adolescents had each p value as follows p 0 118 p 0 200 p 0 540. Thus there was no relationship between energy intake and macronutrients composition with waist circumference in adolescents aged 15 18 years in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Studi kasus serial ini bertujuan untuk memberikan tatalaksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher yang menjalani terapi kemoradiasi. Status nutrisi seorang pasien kanker merupakan salah satu prediktor dalam menentukan QOL dan survival, tetapi status nutrisi pada kasus serial ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain metabolisme sel kanker, perubahan metabolisme dalam tubuh, efek samping radiasi, efek samping kemoterapi, serta faktor-faktor lain seperti psikis dan ekonomi. Serial kasus ini merupakan empat pasien kanker kepala dan leher berusia 30-57 tahun yang sedang menjalani kemoradioterapi dan telah mengalami penurunan berat badan bahkan sebelum dilakukan kemoradioterapi. Dalam perjalanan penyakitnya pasien mengalami efek samping terapi yang mempengaruhi status nutrisi pasien. Kebutuhan nutrisi pasien pada kasus serial ini dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dengan faktor stres 1,5 dan diberikan protein sebanyak 1,5-2,0 g/kgBB/hari serta lemak 25-30%. Pemberian mikronutrien disesuaikan dengan RDA. Hasil dari kasus serial ini menunjukkan bahwa pasien yang status nutrisinya dapat dipertahankan menghasilkan outcome yang lebih baik daripada pasien yang status nutrisinya menurun. Untuk itu pada kasus keganasan kepala dan leher yang menjalani kemoradiasi sebaiknya diberikan konseling dan terapi nutrisi sejak awal sebelum timbul efek samping kemoradioterapi.

This case studies aims to provide nutritional management of head and neck cancer patients undergoing chemoradiation therapy. Nutritional status of a patient's cancer is one of the predictors in determining QOL and survival. Nnutritional status is influenced by many factors, such as cancer cell metabolism, metabolic changes, the side effects of radiation and chemotherapy, as well as other factors such as psychological and economic. This is a case series of four head and neck cancer patients aged 30-57 years who were undergoing chemoradiotherapy and has lost weight even before chemoradiotherapy. In the course of illness of patients experience side effects of therapy affects the nutritional status of patients. Nutritional needs of patients in the case series were calculated using the Harris Benedict formula and stress factor 1.5. Protein was given 1.5 to 2.0 g protein/kgBW/day and 25-30% of fat. Micronutrient was provide as RDA. Results of this case series suggests that the nutritional status of patients who can be maintained produced better outcomes than patients whose nutritional status declined. For it is in the case of head and neck malignancies who underwent chemoradiation should be given counseling and nutrition therapy early before any side effects of chemoradiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Ratnasari
"Kanker kepala dan leher KKL merupakan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi Massa tumor perubahan metabolik dan efek samping terapi dapat menyebabkan berkurangnya asupan sehingga pasien jatuh pada kondisi malnutrisi Efek samping radiasi dapat berupa mual muntah mukositis xerostomia dan disfagia Tatalaksana nutrisi pada pasien KKL yang menjalani radioterapi bertujuan untuk meningkatkan mempertahankan status gizi mencegah terputusnya terapi meningkatkan kualitas hidup pasien dan meningkatkan angka harapan hidup Tatalaksana nutrisi meliputi pemenuhan kebutuhan makronutrien mikronutrien nutrien spesifik disertai konseling dan edukasi Serial kasus ini membahas tatalaksana nutrisi pada empat kasus KKL stadium IV yang menjalani radioterapi Keempat pasien menjalani skrining metoda malnutrition screening tool MST dengan nilai ge 2 kemudian mendapatkan tatalaksana nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien Kebutuhan basal masing masing pasien dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dan kebutuhan total dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan basal dengan faktor stres yang sesuai dengan kondisi klinik pasien Kebutuhan protein 1 5 2 5 g kgBB hari dan lemak sebesar 25 30 kebutuhan total sesuai kondisi pasien Pemantauan yang dilakukan mencakup keluhan subjektif klinis dan tanda vital gejala efek samping antropometri dan kapasitas fungsional Berdasarkan hasil pemantauan pada keempat pasien tatalaksana nutrisi yang diberikan dapat meningkatkan jumlah asupan dan meningkatkan berat badan pada pasien 1 2 dan 3 sedangkan pada pasien 4 dapat meminimalkan penurunan berat badan Tatalaksana nutrisi pada keempat pasien juga dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan menunjang kelangsungan terapi Sebagai kesimplan tatalaksana nutrisi pada pasien KKL stadium IV yang menjalani radioterapi bersifat individual disesuaikan dengan kondisi metabolik dan efek samping terapi disertai dengan konseling dan edukasi untuk pasien dan keluarga Tatalaksana nutrisi yang baik dapat menunjang kelangsungan terapi pasien sehingga membantu memperpanjang angka harapan hidup pasien

Head and neck cancer HNC is a malnutrition related disease Tumor mass metabolic alterations and radiation side effects like nausea vomiting mucositis xerostomia and dysphagia can decrease nutrition intake and leads to malnutrition The aim of nutritional management on HNC patients undergoing radiotherapy is to improve and maintain nutritional status prevent therapy interruption improve and increase patient's quality of life and life expectancy The nutritional management contains of macronutrient micronutrient and nutrition specific along with counceling and education This case series discusses the nutritional management in four cases of stage IV HNC undergoing radiotherapy The patients were screened by malnutrition screening tool MST with score ge 2 then given the provision nutritional management Patients'needs were calculated using the Harris Benedict formula by multiplying basal energy requirement with stress factor according to the patient's condition Protein need were 1 5 2 5 g kgBW and fat 25 30 of total energy requirement matched with metabolic conditions Monitoring includes subjective complaints clinical and vital signs symptoms of treatment's side effects antropometry and functional capacity Based on the monitoring results nutritional management of these four patients could increase dietary intake promote weight loss in patients 1 2 and 3 and minimize weight loss in patient 4 The treatment also could improve the patients'functional capacity and support continuation of radiotherapy Nutritional management of stage IV HNC patients undergoing radiotherapy is individualized tailored to the metabolic conditions and treatment's side effects along with counseling and education to patients and families With an adequate nutritional management it can support the continuity of therapy thus improving the patients'life expectancy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pneumonina pada balita merupakan masalah kesehatan di Indonesia, hal ini terkait dengan tingginya morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia. Salah satu upaya pengendalian adalah mengetahui menekan faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita, sehingga penanggulangan dan pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan tepat. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan beberapa faktor determinan terjadinya pneumonia pada balita di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi status imunisasi, status gizi dan rumah sehat. Metode: Data yang digunakan adalah data sekunder Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2012 meliputi data jumlah kasus, status gizi, status imunisasi, ASI Ekslusif dan rumah sehat kemudian dianalisis. Hasil: Menunjukkan cakupan penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita pada tahun 2012 sebesar 19,2%, faktor determinasi yang berkaitan dengan kejadian pneumonia adalah status imunisasi lengkap 59%, status gizi kurang sebesar 12,6%, gizi buruk 1,4%, cakupan pemberian ASI eksklusif 49,7%, dan cakupan rumah sehat 61,1%. Kesimpulan: Penemuan dan penanganan kasus pneumonia pada balita di Provinsi NTT mengalami peningkatan pada tahun 2012. kondisi faktor status imunisasi, cakupan ASI Ekslusif, status gizi balita menjadi faktor pendukung terjadinya pneumonia pada balita. Saran: Peningkatan penyuluhan tentang penyakit pneumonia, ASI eksklusif, gizi balita dan pentingnya imunisasi serta menggerakkan masyarakat dalam kegiatan posyandu dengan cara peningkatan partisipasi kader posyandu sehingga dapat sehingga dapat meningkatkan status imunisasi dan perbaikan status gizi pada balita."
BULHSR 17:4 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Massachusetts: The United Nations University, 1980
613.282 NUT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Monique Carolina Widjaja
"Luka bakar berat berhubungan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Tatalaksana nutrisi pada luka bakar berat diutamakan pada pemberian nutrisi enteral dini (NED). Nutrisi enteral dini diberikan sedini mungkin setelah resusitasi tercapai, bermanfaat sebagai trophic feeding yang terbukti mencegah terjadinya atrofi vili-vili mukosa sebagai upaya mengatasi dampak hipoperfusi splangnikus. Pemberian nutrisi ditingkatkan bertahap sesuai asupan, toleransi, dan keadaan klinis pasien. Serial kasus ini terdiri dari tiga kasus dengan penyebab api dan satu yang disebabkan oleh listrik. Dua kasus dengan trauma inhalasi dan dua kasus dengan kegagalan ginjal akut (AKI). Dua kasus masuk pada hari pertama pasca trauma, dan dua kasus pada hari ke enam dan delapan pasca trauma. Keempat kasus masih dalam keadaan resusitasi cairan, sehingga pemberian nutrisi ditujukan untuk pemberian NED. Monitoring dilakukan pada klinis, asupan dan toleransi, dan laboratorium terutama darah perifer lengkap, elektrolit, analisis gas darah, laktat, albumin, dan fungsi ginjal.
Asupan keempat kasus tidak pernah mencapai total karena berulang kali dipuasakan untuk pembedahan. Aliran balik yang tinggi menunjukkan intoleransi saluran cerna sehingga perlu diberikan prokinetik. Pemberian antibiotik sebagai suatu kebutuhan mutlak perlu memperhatikan interaksinya dengan nutrien. Pemberian analgetika dan sedatif perlu memperhatikan interaksi dan efek terhadap kebutuhan nutrisi. Trombositopenia yang terjadi pada tiga kasus berhubungan dengan sepsis dan mortalitas. Koagulopati bersama dengan hipotermia dan asidosis menjadi komponen Triad of Death. Hiperlaktatemia harus dinilai bersamaan dengan parameter lain untuk menilai adanya hipoksia jaringan. Dua kasus berkomplikasi menjadi AKI, tatalaksana nutrisi memperhatikan terapi yang didapat pasien. Pemberian medikamentosa untuk perbaikan sirkulasi juga memperhatikan interaksi obat.

Severe burns associated with high morbidity and mortality. Nutritional management of severe burns priority on early enteral nutrition (EEN). Early enteral nutrition is given as early as possible after resuscitation achieved, useful as trophic feeding are proven to prevent the occurrence of mucosal villous atrophy as the effort to overcome the effects of splanchnic hypoperfusion. Providing appropriate nutrition intake gradually increased, due to tolerance, and clinical condition of patients. This case series consisted of three cases the cause of the fire and one caused by electricity. Two cases with inhalation injury and two cases with acute renal failure (ARF). Two cases admitted on the first day after trauma, and two cases in the sixth and eighth days after trauma. The four cases are still in a state of fluid resuscitation, thus giving nutrition aimed at giving EEN. Monitoring conducted in clinical condition, caloric intake and tolerance, and laboratories especially equipped peripheral blood, electrolytes, blood gases analysis, lactate, albumin, and kidney function.
Intake of four cases never reach the total due to repeated fasting for surgery. High-flow indicates that gastrointestinal intolerance should be given prokinetic agent. Giving antibiotics as an absolute necessity need to consider interactions with nutrients. Giving analgesics and sedatives need to consider interactions and effects on nutritional requirements. Thrombocytopenia occurred in three cases and mortality associated with sepsis. Coagulopathy with hypothermia and acidosis become components Triad of Death. Hyperlactatemia should be assessed in conjunction with other parameters to assess the presence of tissue hypoxia. Two cases complicated to AKI, nutritional management of patients gained attention therapy. Giving drug therapy for improved circulation also consider drug interactions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>