Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15052 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Florentinus Gregorius Winarno
Bogor: M-BRIO press, 2002
641.302 WIN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Octavita Dwi Yuliani
"Studi ini berangkat dari minimnya hasil proses sosialisasi yang menggunakan pendekatan komunikasi yang bersifat transaksional dalam mengubah perilaku sasaran. Dengan tujuan mengetahui pemaknaan Ibu sebagai peserta sosialisasi pencegahan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, serta faktor yang pembentuk makna tersebut, penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikasi sebagai proses produksi dan pertukaran makna, dilakukan.
Penelitian ini menelusuri penerimaan pesan dengan teori Audience Reception, menurut Stuart Hall dan teori perkembangan kognitif sosial menurut Vygotsky. Oleh karena penerima pesan adalah pengguna sebagai konsumen pangan, faktor yang memengaruhi perilaku konsumen dapat membentuk kondisi penerimaan pesan.
Berdasarkan kompleksnya pemaknaan pesan, melalui studi fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, didapatkan 3 posisi penerimaan pesan : Dominant-hegemoni, Negotiable, dan Opposition. Sedangkan faktor yang diduga membentuk penerimaan pesan dengan pada unit analisis, adalah faktor budaya dan sosial.

This study departs from the lack of results of the socialization process that uses transactional approach in changing the target behavior. In order to determine how mother to interpret message of misuse hazardous substances in food as a socialization participant, as well as the factors that shape the meaning, this study used a different approach, namely communication as a process of production and exchange of meaning.
The research used the Audience Reception Theory developed by Stuart Hall, supported by other theory from Vygotsky called, Social Development Theory through interaction and discussion with the social group. Therefore, the message recipient is the user, the factors that influence consumer behavior can create conditions receiving messages.
Based on the complexity of the meaning of the message , through a phenomenological study with data collection through interviews , obtained 3 position receiving messages: Dominant - hegemony, Negotiable, and the Opposition . While the factors that allegedly form the receipt of the message by the unit of analysis, is the cultural and social factors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Permatasari
"ABSTRAK
Makanan terfortifikasi yang merupakan salah satu pendekatan berdasar makanan dapat dijadikan salah satu intervenesi untuk mengurangi angka kejadian pendek sedang pada anak dibawah lima tahun. Pada studi ini, level fortifikasi dihitung berdasarkan kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dan pengoptimalan makanan pendamping yang dikembangkan berdasarkan pendekatan linear programming. Studi ini dibagi menjadi tiga fase; 1) pengembangan rekomendasi makanan pendamping menggunakan perangkat lunak OPTIFOOD , 2) pengembangan biskuit terfortifikasi, dan 3) uji penerimaan biskuit dengan desain tiga lengan silang acak. Lima puluh satu anak ikut serta pada uji penerimaan. Tepung jagung, tepung kacang kedelai, dan bubuk daun kelor digunakan sebagai bahan baku utama biskuit. Sembilan zat gizi ditambahkan sebagai fortifikan yang ditambahkan pada high nutrient dense fortified biscuit (zatbesi, seng, kalsium, B1, B3,B6 asam folat, B12, dan vitamin A) dan delapan zat gizi (kecuali vitamin A) ditambahkan pada standard nutrient dense fortified biscuit. Anak-anak dapat mengonsumsi 80%, 75%, dan 70% biskuit tidak terfortifikasi, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit. Kebanyak pengasuh menyukai aroma dan warna dari biskuit tetapi kurang menyukai teksturnya (dengan nilai uji pengindaraan berurutan 2.08 dan 2.20). tidak ada perbedaan yang nyata pada ketiga jenis biskuit tersebut.

ABSTRACT
Fortified food as one of food based approach can be used as intervention to reduce prevalence of moderate stunting. In this study, fortificant level was calculated based on the gap between requirement nutrient intakes (RNI) and optimized complementary feeding developed using linear programming approach. This study was divided into three phases; 1) developing optimized complementary feeding recommendation using OPTIFOOD software, 2) developing the fortified biscuits, 3) biscuit acceptability trial with three arms randomized cross over design. Fifty one children participated in acceptability trial. Corn flour, soy flour, moringa leaves powder were used as the main ingredients of biscuits. Nine nutrients (iron, zinc, calcium, B1, B3,B6, folate, B12, Vit A) were added as fortificants in high nutrient dense fortified biscuit and eight nutrients (except Vit A) were added in standard nutrient dense fortified biscuit. The children could consume 80%, 75% and 70% of unfortified, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit respectively. The majority of caregiver liked the aroma and color of biscuits but less of texture for standard and high nutrient dense fortified biscuit (with organoleptic score 2.08 and 2.20, respectively). There was no significant difference among the three types of biscuits."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen H. Liwijaya-Kuntaraf
Bandung: Indonesia Publishing House, 1995
641.302 KAT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Klara Yuliarti
"ABSTRAK
Latar belakang.Masa pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI), yaitu usia 6 sampai 24 bulan, merupakan salah satu periode kritis untuk mencegah malnutrisi. Growth faltering banyak terjadi pada fase ini, disebabkan kandungan nutrisi MPASI yang tidak lengkap dan tidak seimbang serta tingginya angka infeksi.Prevalensi defisiensi seng pada usia 6-24 bulan tinggi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Mayoritas MPASI pertama yang diberikan di Indonesia berupa produk nabati, yaitu beras, beras merah, kacang-kacangan, buah, dan sayur yang memiliki kandungan seng yang rendah dan fitat yang tinggi sehingga merupakan faktor risiko defisiensi seng. Hati ayam merupakan sumber seng, protein, dan zat besi yang baik. Perlu dilakukan evaluasi pemberian hati ayam sebagai MPASI pertamadalam hal akseptabilitas, toleransi, serta efektivitas terhadap status seng.
Tujuan. Mengevaluasi MPASI buatan rumah berbahan dasar hati ayam dalam hal akseptabilitas, toleransi, dan efektivitas terhadap status seng.
Metode. Uji klinis acak dengan pembanding MPASI tepung beras fortifikasi dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Koja, dan Kramat selama Februari sampai Juni 2014. Terdapat tiga kelompok intervensi, yaitu kelompok MPASI hati ayam, MPASI bubur susu (tepung beras fortifikasi, mengandung susu), dan MPASI single grain (tepung beras fortifikasi tanpa susu). Intervensi dilakukan selama 30 hari. Sebelum dan sesudah intervensi dilakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan seng plasma. Setiap hari dilakukan pencatatan volume MPASI yang dihabiskan dan efek samping. Analisis Anova dan Bonferroni dilakukan untuk menilai perbedaan antar kelompok. Korelasi Pearson dan regresi linear digunakan untuk menilai faktor-faktor yang memengaruhi status seng plasma.
Hasil. Sebanyak 90 bayi diikutsertakan dalam penelitian, namun terdapat 7 subjek drop-out dan 17 sampel darah lisis sehingga data yang dapat dianalisis adalah 66 bayi. Akseptabilitas ketiga jenis MPASI setara. Tidak didapatkan efek simpang pada semua kelompok. Ketiga jenis MPASI dapat memenuhi kebutuhan harian seng sebesar 3 mg/hari. Efektivitas terhadap status seng ditunjukkan dari selisih seng plasma pra-intervensi dan pasca-intervensi. Perbedaan selisih sengplasma (μg/dL) hati ayam dan bubur susu adalah 12,0 (IK 95% 0,6;23,4), hati ayam dan single grain adalah 12,0 (-23,4;-0,6), serta bubur susu dan single grain 8,5 (-2,3;19,3). Pertambahan berat badan dan panjang badan berbeda bermakna antara ketiga kelompok.
Simpulan. Akseptabilitas MPASI hati ayam setara dengan tepung beras fortifikasi. Tidak didapatkan efek samping selama pemberian MPASI hati ayam dan tepung beras fortifikasi. Efektivitas MPASI hati ayam terhadap status seng plasma lebih baik dibandingkan tepung beras fortifikasi. Faktor yang memengaruhi efektivitas MPASI terhadap status seng plasma adalah jenis MPASI, yang mungkin berkaitan dengan rasio molar fitat/seng, dan asupan kalsium.

ABSTRACT
Background.High prevalence of zinc deficiency and growth faltering were observed during the complementary feeding perioddue to low quality complementary food and high prevalence of infection. Most of first complementary food given to Indonesian infants were plants sources which contain low zinc and high phytate, thus put Indonesian babies into high risk of zinc deficiency. Chicken liver is a good source of zinc, protein, and iron, making it a good option for complementary food.
Objective. To evaluate chicken liver based complementary food in terms of acceptability and effectivity on zinc status.
Method. Randomized clinical trial comparing three groups of complementary food:chicken liver, fortified rice cereal containing milk, and fortified rice cereal without milk given to predominantly breastfed infant aged around 6 month old. This study took place in primary health care of Jatinegara, Koja, and Kramat District during February to June 2014. Intervention was given for 30 days. Anthropometric measurement and plasma zinc investigation were performed before and after intervention. Amount of consumed complementary food was recorded daily. Anova and Bonferroni test were used to evaluate difference between groups. Factors influencing plasma zinc status were evaluated with Pearson correlation and linear regression.
Results. Ninety babies were enrolled, 7 subjects refused to continue study and 17 blood samples were hemolyzed thus only 66 subjects were analyzed. The three groups shown similar acceptability and were able to met daily requirement of zinc of 3 mg/day. No adverse effect was observed during study period. The increment of pra-intervention and pasca-intervention plasma zinc was used as an indicator of effectivity on zinc status. Mean difference of zinc increment (μg/dL) between two groups were 12,0 (95% CI 0,6;23,4) for chicken liver and rice cereal containing milk, 12,0 (-23,4;-0,6) for chicken liver and rice cereal without milk, and 8,5 (-2,3;19,3) for rice cereal containing milk and without milk. Weight and length increment showed significant difference between three groups.
Conclusions. The three groups showed no difference in acceptability and were able to met daily requirement of zinc of 3 mg/day. Chicken liver group demonstrated better effectivity on zinc status compared to fortified rice cereal groups. Dietary factors influencing plasma zinc status were type of complementary food, which probably correlated with molar ratio of phytate/zinc, and calcium intake."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amrulloh
"Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis penerapan sistem keamanan pangan dengan pendekatan prinsip HACCP pada 3 katering masing-masing dengan tipe A1, A2, dan A3 di Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan desain penelitian deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan metode observasi dan wawancara dengan mengacu kepada daftar tilik. Alat bantu penelitian berupa kamera yang berfungsi untuk menggambarkan kondisi lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa katering A1 dan A2 belum menerapkan 7 prinsip HACCP pada seluruh tahapan penyelenggaraan makanan mulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengemasan/penyajian makanan, hingga distribusi makanan. Pada katering A3, hanya tahap penyajian makanan yang telah sesuai dengan prinsip HACCP ideal. Saran dari peneliti, diharapkan ketiga katering terpilih sesegera mungkin menerapkan prinsip HACCP pada seluruh tahapan penyelenggaraan makanan.

The purpose of this study was to analyze the food safety implementation with HACCP principles in each of the three catering type A1, A2, and A3 in Depok, West Java. This study used qualitative method with descriptive analytic design. Data collection techniques used observation and interviews methods with reference to the checklist. This study was helped by camera which is used to describe the condition of the sites.
The results showed that the catering A1 and A2 have not applied 7 principles of HACCP in all phases of food management, among foodstuffs selection, foodstuffs storage, foodstuffs preparation and processing, food storage, food packaging and presentation, and food distribution. At the catering A3, there's only food presentation that has been suitable to the HACCP principles. The author suggests the three catering should apply HACCP principles for all the phase of food management soon.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ginanjar Wibowo
"[Dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) periode
tahun 2000 dan 2007, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari
program subsidi beras untuk orang miskin (Raskin) terhadap kesehatan anak
Indonesia. Indikator kesehatan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
tinggi dan berat badan anak yang telah dinormalisasi dengan umur masing-masing
anak, atau dikenal dengan istilah height-for-age dan weight-for-age. Sebagai
kontrol variable, penelitian ini juga menggunakan karakteristik anak, orang tua dan
rumah tangga. Hasil dari penelitian ini adalah program Raskin berpengaruh positif
terhadap tinggi badan anak yang berasal dari keluarga penerima Raskin. Akan
tetapi, penelitian ini tidak menemukan cukup bukti tentang manfaat program Raskin
terhadap berat badan anak. Hasil penting lainnya dari penelitian ini adalah, dalam
jangka panjang, status gizi anak yang berasal dari keluarga penerima Raskin tidak
berbeda dengan mereka yang tidak menerima Raskin. Penelitian ini menemukan
bahwa manfaat dari program Raskin yang diberikan di masa lampau, tidak lagi
berpengaruh pada kesehatan anak setelah tujuh tahun kemudian;Using two waves of Indonesian Family Life Survey (IFLS) collected in 2000
and 2007, this paper examines the impact of the Indonesian food subsidies (Raskin)
program in improving child health. In this paper, the health status of children is
indicated by standardized height (height-for-age) and weight (weight-for-age)
anthropometric measures (called as Z-score). As control variables, this study also
uses children, parents and households characteristics. The finding of this study is
that the Raskin program positively affects height of children living in eligible
households. On the other hand, there is not enough econometric evidence about the
impact of the Raskin program on child weight. Another important evidence found
by this study is that the nutritional status of children with and without the Raskin
program is not different in the long term. It has been found that the Raskin program
in the past has no impact on child health seven years later.;Using two waves of Indonesian Family Life Survey (IFLS) collected in 2000
and 2007, this paper examines the impact of the Indonesian food subsidies (Raskin)
program in improving child health. In this paper, the health status of children is
indicated by standardized height (height-for-age) and weight (weight-for-age)
anthropometric measures (called as Z-score). As control variables, this study also
uses children, parents and households characteristics. The finding of this study is
that the Raskin program positively affects height of children living in eligible
households. On the other hand, there is not enough econometric evidence about the
impact of the Raskin program on child weight. Another important evidence found
by this study is that the nutritional status of children with and without the Raskin
program is not different in the long term. It has been found that the Raskin program
in the past has no impact on child health seven years later., Using two waves of Indonesian Family Life Survey (IFLS) collected in 2000
and 2007, this paper examines the impact of the Indonesian food subsidies (Raskin)
program in improving child health. In this paper, the health status of children is
indicated by standardized height (height-for-age) and weight (weight-for-age)
anthropometric measures (called as Z-score). As control variables, this study also
uses children, parents and households characteristics. The finding of this study is
that the Raskin program positively affects height of children living in eligible
households. On the other hand, there is not enough econometric evidence about the
impact of the Raskin program on child weight. Another important evidence found
by this study is that the nutritional status of children with and without the Raskin
program is not different in the long term. It has been found that the Raskin program
in the past has no impact on child health seven years later.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwiyanto Hariyadi
Bogor: Sotheast asian food science & technology (SEAFAST) Center, 2007
R 612 .3 UPA
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"Politik pangan Indonesia tertuang dalam UU No.7 tahun 1996 tentang pangan. Pencapaian politik pangan diukur lewat konsep ketahanan pangan. Konsep ini diadopsi ternyata tidak mampu mengatasi masalah kelaparan. Konsep ketahanan pangan yang tidak mempersoalkan siapa yang memproduksi, dari mana produksi pangan, dan bagaimana pangan diproduksi kemudian jadi "kuda troya" kapitalisasi sisitem pembangunan pangan dunia yang didesain oleh negara-negara utara.Hasilnya, sistem pertanian negara-negara selatan hancur.
Kondisi ini melahirkan konsep tandingan: kedaulatan pangan. Berbeda dengan ketahanan pangan yang teknis, kedaulatan pangan adalah konsep politik. Ada perbedaan mendasar antara ketahanan pangan dengan kedaulatan pangan: model produksi pertanian industri VS agroekologis dan multikultur; pasar bebas VS proteksionis dan lokal; memakai instrumen WTO vs International Planning committee for food sovereignty; memuja paten vs anti paten dan komunal; dan wacana economic rationalism vs green rationalism. Jadi, diverfikasi pangan hanya bagian kecil untuk menggapai kedaulatan pangan.
Diversifikasi pangan dirintis sejak 1960-an, tetapi hasilnya belum memuaskan. Hal pola konsumsi dan produksi/ketersediaan pangan tidak seimbang, inefisiensi sisitem distribusi dan liberalisasi pasar pangan. Dibandingkan negara-negara Asia, Indonesia memiliki daya dukung lahan cukup baik. Untuk memperkuat diversifikasi pangan harus dipastikan SD ada di bawah kontrol petani/komunitas untuk memproduksi aneka pangan sesuai kondisi lokal, mendahulukan pangan yang bisa diproduksi sendiri daripada impor, mengolah pangan lokal menjadi tepung, mengubah kebijakan diversifikasi pangan yang tidak konsisten, merancang ulang pasar pangan, dan menjaga konsisitensi kebijakan."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Perindustrian RI, 2007
R 641.3 Him
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>