Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1082 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Isa Sulaiman
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
959.8 Sul a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
911 Ace
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mastuti
"Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia, terutama dalam dua tahun terakhir. Keberadaan GAM dengan kekuatan yang seperti sekarang tentu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kemunculan dan periode awal gerakannya, karena pada waktu itulah pondasinya dibangun. Oleh sebab itu, masalah GAM tidak akan dapat ditangani dengan baik tanpa menelaah periode awalnya. Dengan mengkaji periode tersebut, diharapkan dapat diketahui sebab-sebab kelahirannya, ideologi, taktik dan strategi, para pendukung, tujuan, dan tahapan aksi yang akan mereka lakukan.
Permasalahan-permasalahan yang ada akan coba ditelaah dengan menggunakan teori etnisitas dari David Brown, teori collective action dari Charles Tilly, dan konsep perang gerilya dari Nasution. Dalam eksplanasi ditekankan bahwa baik struktur maupun aktor memiliki peran yang sama pentingnya dalam melahirkan peristiwa.Tulisan yang tergolong dalam sejarah sosial politik ini pada prinsipnya ingin menjawab dua permasalahan utama, yaitu: bagaimana bentuk pemberontakan GAM dan mengapa GAM dapat bertahan lama.
Dari hasil penelitan yang dilakukan, diperoleh jawaban bahwa GAM merupakan gerakan separatis yang causal factor dari kelahirannya adalah karena bangkitnya nasionalisme etnis Aceh sebagai ekses dari kebijakan pemerintah pusat yang sangat sentralistis. Adapun penyebab GAM dapat bertahan sampai sekarang adalah karena akar-akar ideologisnya telah tertanama baik seiring keberhasilan penanaman kesadaran pada periode pertama dan juga karena adanya perubahan kebijakan pemerintah pusat dalam menangani gerakan-gerakan daerah. Ketidakjelasan sikap dan langkah dari pemerintah telah membingungkan aparat yang bekerja di lapangan. Mereka serba takut dalam melakukan tindakan yang membawa dampak fatal terhadap kondisi keamanan secara menyeluruh.
Kekecewaan yang berkembang luas dalam diri masyarakat Aceh terhadap perlakuan pusat telah menyebabkan munculnya tindakan-tindakan perlawanan, yang kemudian dengan cantik dimanfaatkan oleh GAM untuk mengekspoiltir dukungan massa. Di sini terjadi keseiringan gerak tentara GAM dengan gerakan perlawanan rakyat yang sesungguhnya gerakan perlawanan itu tidak bersifat separatis seperti GAM. Meskipun ada pengentalan perlawanan namun GAM tidak akan sampai menggulirkan sebuah revolusi, sebab koalisi yang terbangun tidak cukup kuat untuk melakukannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T4272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Neta S.
Jakarta: Grasindo, 2001
959.85 NET s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Toro Wiyarto
"1. Tugas Akhir ini berisi tentang rancangan untuk merubah mindset narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka terhadap NKRI (Negera Kesatuan Republik Indonesia).
2. Latar Belakang Masalah
Dengan dijadikannya Aceh sebagai Daerah Operasi Militer yang kesekian kalinya Serta di bentuknya Kodam sendiri, dan diadilinya para GPK separatis ini, Serta perlakuan terhadap para terpidana Ex GAM ini secara adil dan manusiawi, diharapkan keamanan dan ketentraman di wilayah Nagro Aceh Darussalam menjadi membaik, dan Narapidana Ex. Gerakan Merdeka mengerti akan kesalahannya, serta tidak bergabung lagi dengan GAM setelah selesai menjalani masa pidana.
3. Belum adanya pola pernbinaan khusus terhadap narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka, mereka masih disamakan dengan pola pembinaan narapidana pada umumnya.
4. Maksud Penulisan Tugas Akhir adalah ; berusaha mencari jalan atau untuk merubah mindset bagi para narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka.
5. Tujuan Penulisan Tugas Akhir ini adalah ; diharapkan menghasilkan bentuk dan teknik serta metode pembinaan yang mendasari pola pembinaan narapidana Ex. Gerakan Aceh Merdeka.
6. Konsepsi Sistem Pemasyarakatan adalah suatu sistem pembinaan, suatu methodologi dibidang "Treatment of Offénders?. Sistern Pemasyarakatan bersifat multilateral oriented dengan pendekatan yang berpusat kepada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan. konsekuensi adanya pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan.
7. Pola pikir / mindset adalah bukan sekedar percikan pemikiran, perasaan, atau keyakinan tetapi desain muatan tertentu yang kita pilih menurut selera, lalu kita jadikan paradigma hidup.
8. Teori Belajar adalah Suatu teori yang mempelajari Perubahan dan kemampuan untuk berubah yang terkandung dalam belajar.
9. Teori Belajar Contiguous Conditioning (Pembiasan Asosiasi Dekat) sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dan respon yang relevan. Contiguous conditioning sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena didalamnya hanya terdapat satu prinsip yailu kontinguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respon.
10. Teori belajar sosial adalah Memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atomatis atas stimulus (S_R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budayanya.
11.Teori Kontrol Tentang Perilaku adalah ; usaha yang terbaik dari kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dan dengan melakukan itu bisa mendapatkan kontrol yang efektif atas hidup kita yang berasal dari dalam diri kita dan bukan dari kekuatan luar.
12 Basis Terapi realitas Menurut Glasser (1965) adalah membantu para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup kebutuhan untuk mencintai, dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita beruna baik bagi diri kita sendiri rnaupun bagi orang Iain.
13. Analisa masalah ; narapidana Ex.Gerakan Aceh Merdeka merasa bahwa dirinya bukanlah WNI dan mereka merasa dlrinya sedang di tawan oleh Pemerintah RI, sehingga mereka tidak mengakui bahwa dirinya bersalah, sedangkan dasar untuk pembinaan berjalan sesuai dengan Sistem Pemasyarakatan adalah bahwa narapidana mengerti dan menyadari mengapa dirinya dipidana.
14. Usulan Pemecahan Masalah yaitu menggunakan Terapi Realitas yaitu suatu bentuk modifikasi tingkah Iaku, terutama dalam penerapan-penerapan institusionalnya, yang pada dasarnya merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat.
15. Alasan memilih Terapi Realitas karena terapi realitas menekankan aspek- aspek kesadaran, kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagairnana tingkah Iaku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkarmya, dan bagaimana dia bisa terlibat dalam suam rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang dilandaskan tingkah laku yang bertanggungjawab dan realistis. Terapi realitas juga tidak melihat pemahaman sebagai suatu yang esensial untuk menghasilkan perubahan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmad Fadli Zain
"Skripsi ini menjelaskan mengenai proses tranformasi politik Gerakan Aceh Merdeka menjadi Partai Aceh dari pasca perundingan Helsinki hingga Pemilu Legislatif 2009 Kemarin. Setelah perjanjian damai Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka di tanda-tangani diHelsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005. Aceh memasuki sejarah politik baru perjanjian ini relatif berhasil karena kesepakatan ?win-win solution?. GAM berhenti mengangkat senjata dan berjuang lewat jalur politik demokratis sementara Pemerintah Indonesia mendapat jaminan gagasan memisahkan diri tak lagi muncul dari provinsi paling barat indonesia itu. Peralihan GAM dari gerakan gerilya bersenjata ke dunia politik elektoral telah dipenuhi pihak GAM dengan membentuk partai politik Lokal di Aceh yang di beri nama Partai Aceh.
This minor thesis explore the political transformation of The Aceh Freedom Movement Process into the Aceh Party from Helsinki Agreement until Legislative Election 2009. After the peace agreement between the Republic of Indonesia and The Aceh Freedom Movement signed in Helsinki, Finland at 15th August 2005. Aceh enter the new historical politics because this agreement relatively successful because of win-win solution. GAM stopped the weapons and fight for their aims through democratic political gain while the Indonesian government got guarantee that separatist ideas is no longer come from the mostwestern province in Indonesia. The transition of GAM from armed geurrilla movement into electoral politic has been fullfil with the established local political in Aceh namely The Aceh Party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S6360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Wijaya, 1944-
Jakarta: Balai Pustaka, 1994
808.83 PUT m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Septiana
"Konflik berkepanjangan yang berlangsung selama 29 tahun di Aceh dapat diakhiri dengan menghasilkan Nota Kesepahaman Damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka pada 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia. Redistribusi tanah kepada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka sebagai salah satu resolusi konflik tertuang dalam Memorandum of Understanding pada poin 3.2.5 yaitu tentang Pemerintah akan mengalokasikan tanah pertanian kepada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka. Kemudian diperkuat dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengamanatkan pembentukan Badan Reintegrasi Aceh untuk mempercepat proses reintegrasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kepastian dan kekuatan hukum atas sertipikat tanah serta akibat hukum atas jual beli sertipikat yang diperoleh oleh mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka. Penelitian ini bersifat eksplanatoris dengan bentuk preskriptif dan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder serta data primer dan sekunder dengan melakukan wawancara mendalam dengan Pejabat Badan Reintegrasi Aceh, Pejabat Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Bupati Aceh Timur, Bupati Aceh Utara, Bupati Pidie Jaya, mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka penerima sertipikat dan notaris. Redistribusi tanah untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka yang bersumber dari kawasan hutan belum bisa di proses karena belum ada pelepasan status kawasan hutan belum dilepaskan statusnya, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sejak tahun 2019 sampai 2021 total redistribusi tanah untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka yang bersertipikat hak milik personal dan komunal sebanyak 448 orang dengan total lahan seluas 894,62 hektar yang tersebar di Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara dan Pidie Jaya. Program redistribusi tanah pertanian untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka terkendala oleh status tanah masih dalam kawasan hutan serta akan diterbitkan sertipikat hak milik yang bersifat komunal untuk mencegah transaksi jual beli. Kepastian hukum atas sertipikat yang diperoleh adalah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu perlunya Peraturan Presiden untuk mempercepat redistribusi tanah untuk realisasi reintegrasi di Aceh.

The conflict that lasted for 29 years in Aceh could be ended by producing a Memorandum of Understanding for Peace between the Government of Indonesia with Free Aceh Movement on August 15, 2005 in Helsinki Finland. Land redistribution to former Free Aceh Movement combatants as one of the conflict resolutions is contained in the Memorandum of Understanding at point 3.2.5, which is about the Government will allocate agricultural land to former Free Aceh Movement combatants. Then it was strengthened in Law Number 11 of 2006 concerning the Government of Aceh which mandated the establishment of the Aceh Reintegration Agency to accelerate the reintegration process. The purpose of this study is to analyze the legal certainty and strength of land certificates and the legal consequences of buying and selling certificates obtained by former Free Aceh Movement combatants. This research is explanatory in a prescriptive form and uses primary and secondary legal materials as well as primary and secondary data by conducting in-depth interviews with Aceh Reintegration Agency officials, Officials of National Land Agency in Aceh, regents of Aceh Timur, Aceh Utara, Pidie Jaya, former Aceh Free Movement combatants who received certificates, and notary public. The redistribution of land for former Aceh Free Movement combatants originating from forest areas can’t be processed because there has been no release of the status of the forest area and its status hasn’t been released, in accordance with the applicable laws and regulations. During 2019 to 2021 the total land redistribution for former Aceh Free Movement combatants with personal and communal ownership certificates are 448 peoples with a total land area of 894.62 hectares spread across the districts of Aceh Timur, Aceh Utara and Pidie Jaya. The agricultural land redistribution program for former Free Aceh Movement combatants is constrained by the status of land still in forest areas and a communal certificate of ownership will be issued to prevent buying and selling transactions. Legal certainty for the certificate obtained is in accordance with the applicable legislation. Therefore, need for Presidential Regulation to accelerate land redistribution for the realization of reintegration in Aceh."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>