Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Guritno
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998
306.095 98 SRI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Guritno
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998/1999
338.642 598 2 SRI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Taryati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998/1999
338.642 5 TAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Mulyadi
"Perubahan lingkungan yang sangat pesat, akan mempengaruhi industri kecil sehingga industri kecil dituntut untuk terus berkembang dalam menghadapi perubahan tersebut. Kondisi ini memberikan konsekuensi adanya tuntutan industri kecil terhadap pelayanan sehingga industri kecil membutuhkan pelayanan tidak hanya terbatas pada layanan teknis tetapi juga menuntut layanan lainnya yang bersifat non teknis. Kebutuhan pembinaan dan atau pelayanan industri kecil untuk setiap sentra tidak semuanya sama, dan untuk setiap strata pada setiap sentra juga kebutuhan pelayanan dapat tidak sama. Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji karakteristik melalui teori organisasi didukung oleh analisa Klaster dan Diskriminan. Untuk dapat melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap industri kecil, Unit Pelayanan Teknis (UPT) perlu melakukan berbagai perubahan yang disesualkan dengan kebutuhan bagi industri kecil, sehingga mempelajari karakteristik sentra dan kebutuhan pelayanan bagi industri kecil sangat diperlukan untuk pembinaan industri kecil termasuk melalui UPT.
Hasil penelitian terhadap 5 (lima) sentra industi kecil temuan sebagai berikut :
1. Industri kecil di suatu sentra/lingkungan dapat dikelompokan ke dalam 3 (tiga) kelompok yang terbentuk yaitu, Industri Kecil Survival, Industri Kecil Stabil dan Industri Kecil Maju. Dari masing-rnasing kelompok yang terbentuk untuk setiap sentra menjadi obyek penelitian memiliki karakteristik yang berbeda ditinjau dari komponen konsumen, produk, tenaga kerja dan modal.
2. Dengan mernperhatikan hasil analisa diskriminan bahwa setiap sentra industri kecil memiliki variabel yang signifikan sebagai pembeda antar ketiga kelompok yang terbentuk dan variabelnya berbeda untuk setiap sentra industri kecil. Variabel pembeda tersebut dapat dijadikan indikator dalam meningkatkan strata industri kecil pada tingkat yang lebih maju dan juga dapat dijadikan sebagai kebutuhan bagi strata survival dan stabil untuk lebih maju.
3. Berdasarkan kesesuaian antara karakteristik sentra industri kecil dengan kondisi UPT pada sentra bersangkutan, maka dapat disimpulkan bahwa:
- Pelayanan Unit Pelayanan. Teknis (UPT) dapat digunakan secara efektif oleh industri kecil yang mesin dan peralatannya memerlukan investasi yang mahal seperti pada Industri Kecil Logam, Rotan dan Kulit.
- Pemanfaatan Unit Pelayanan Teknis (UPT) hingga bagi perusahaan Industri Kecil yang baru tumbuh, dan perusahaan yang belum memiliki mesin dan peralatan sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T4365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997
307.74 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Arimbi Saraswati
"Tujuan dari pembentukan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (KIBL) adalah untuk memperbaiki kinerja ekonomi bagi industri-industri didalamnya dengan cara meminimalkan dampak lingkungan. Pola pendekatan yang digunakan meliputi desain infrastruktur kawasan dan industri berwawasan lingkungan, produksi bersih, efisiensi energi dan kemitraan antar perusahaan. Kawasan industri di Indonesia pada umumnya berupa kumpulan industri yang belum memiliki hubungan satu dengan yang lain. Konsep Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan sangat penting untuk diterapkan mengingat daya dukung alam semakin menurun dibandingkan pertumbuhan industri yang begitu cepat. Dengan memasukkan pertimbangan aspek lingkungan pada tahap perencanaan, akan dapat dihasilkan suatu kegiatan industri yang tidak hanya lebih ekonomis tetapi juga berwawasan lingkungan. Kegiatan industri dewasa ini tidak dapat lagi berjalan apa adanya, yaitu dengan kebiasaan mengeluarkan limbah yang merusak lingkungan. Perusahaan KI yang berperan sebagai pengelola KI mempunyai tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan dari efek kegiatan industri yang ada didalamnya, upaya tersebut diharapkan mampu mengurangi risiko bagi lingkungan dan masyarakat Dengan demikian salah satu kunci keberhasilan KIBL adalah adanya pengelolaan kawasan yang mampu mengintegrasikan antara lingkungan kawasan, komunitas industri dalam kawasan dan interaksi dengan masyarakat sekitar.
Penelitian ini mengidentifikasi seberapa jauh upaya yang dilakukan oleh Pengelola Kawasan Industri sehingga dapat memenuhi kaidah-kaidah KIBL dan dapat terus menjadi acuan bagi kawasan industri lain. Penelitian ini bertujuan untuk memberi masukan bagi konsep pengelolaan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan dengan memperhatikan hambatan-hambatan yang dihadapi pengelola.

The purpose of the establishment of Eco Industrial Park is to improve the economic performance of Industries in it by way of minimizing environmental impact. Patterns used approach involves the area of infrastructure design and environmental friendly Industries, cleaner production, energy efficiency and partnership between companies. Industrial estates in Indonesia are generally a collection of industry that does not have relationships with each other. KIBL very important concept to be applied given the natural carrying capacity compared to declining growth in the indusfry so guickly. By induding the consideration of environmental aspects at the design stage, will be produced by an industry that is not only more economical but also environmental friendly. Industrial activity today can no longer walk as it is, is business as usual 'with the habit out environmentally damaging waste. KI Company that acts as the manager of KI has a responsibility to make the management of the effects of industrial activities is therein; these efforts are expected to reduce the risk to the environment and society. Thus one key to success is the management KIBL able to integrate the area between the environmental area, communities and Industries in the region of interacbon with the surrounding community.
This study identifies how far the efforts made by the Industrial Management in order to meet the rules and KIBL can continue to be a reference for other industrial areas. This study aims to provide input for the concept of management of Eco Industrial Park by considering the constraints faced by managers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26840
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Koesrijanti
"Dokumen Agenda 21 Indonesia menyajikan informasi yang komprehensif di setiap bidang yang berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan mulai dari permasalahan yang ada sampai dengan tugas dan fungsi para pengelola lingkungan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kerjasama dan koordinasi yang terus menerus dari masing-masing pihak akan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan akan tanggung jawab masing-masing peran dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan Iingkungan di Indonesia.
Konsep ini dikembangkan seiring dengan perkembangan industri sebagai salah satu strategi pembangunan yang membawa dampak tersendiri terhadap masyarakat, baik secara sosial ekonomis, maupun secara fisik seperti kondisi lingkungan hidup berubah, terutama terhadap masyarakat sekitar di mana industri tersebut berada, yaitu masyarakat desa Cintamulya, Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.
Industrialisasi sebagai salah satu strategi dalam pembangunan, dilihat pada tatanan makro telah memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi sosial. Sehingga sektor industri saat ini dipercaya sebagai sektor andalan motor pertumbuhan yang menjadi orientasi pembangunan saat ini. Dipilihnya sektor industri sebagai motor pembangunan, secara otomatis melahirkan banyak kebijakan yang Iahir dengan tujuan untuk mendorong dan menciptakan iklim bagi semakin berkembangnya sektor ini.
Ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dan peningkatan daya saing nasional guna menghadapi era globalisasi ekonomi telah mencuatkan konsep kemitraan antara usaha besar dan usaha kecil, Diharapkan kemitraan usaha dapat mengurangi berbagai inefisiensi yang terjadi akibat kesenjangan skala usaha besar-kecil. Kemitraan sendiri secara sederhana dapat digambarkan semacam persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerja sama, demi kepentingan keduanya atas prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan tercipta karena pihak satu memerlukan sumber-sumber yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak kedua untuk memajukan usahanya dan sebaliknya. Sumber-sumber tersebut antara lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan, dan outlet untuk pemasaran hasil produksi.
Jadi, tujuan penyusunan Agenda 21 Indonesia digunakan sebagai salah satu referensi di dalam perencaanan pembangunan dan dengan pola kemitraan ini, makin jelas saja bahwa posisi Agenda 21 Indonesia amat penting di dalam upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Kalima
"Rattan is a spiny climbing palm that grows into the canopy of the tropical rain forest using a climbing whip in the form of cirrus or flagella. The natural distribution of rattan is from Africa, India, Sri Lanka, China, Malay Peninsula, Indonesian Archipelago, Papua New Guinea until Australia and Fiji. There are 9 genera and about 300 species of rattans in the Indonesian Archipelago.
In the forest of Indonesia, rattan grows from the lowland until the mountain area, that is from 0 to 2,900 meters about sea level (m asl). Its habitat is mostly on most area with annual rainfall above 2,000 to 4,000 mm per year.
Almost all part of rattan canes are used by people surrounding forest area for many of their everyday life. For Indonesia, rattan is a non timber forest product that gives the greatest income to the economy of the country. The country supplies 90 % of the world demands on rattan cane as the raw material for furniture.
For a management of a forest, it is believed that much basic knowledge about the nature of the forest is needed. One of them is to develop the forest as a resource of cane industry in a sustainable way. For this purpose the composition, distribution and density of rattan species in Gunung Halimun National Park (TNGH) were studied as a model. To facilitate a familiarity to the identity of rattan in TNGH, a study on the rattan flora of Java have been conducted. Hence the purpose of the study is to provide a manuscript of a field guide book of the rattan flora of Java and a study of the species composition, density and distribution of rattan in TNGH.
Data were collected from December 1994 until May 1995. For the rattan Flora of Java, all specimens herbarium at Herbarium Bogoriense and Forest Research and Development Center and Nature Conservation were observed. Quantitative characters were noted and measured to create the identification key and description of the species. For species composition on rattan in TNGH, three areas were observed namely in Gunung (G.) Kencana, G. Pameungpeuk, and G. Pangkulahan using a continues square transect method, from elevation 800 - 1,400 m asl.
The result of the study shows that, there are five genera consisting of 24 species of rattan in Java: Korthalsia (two species), Ceratolobus (two species), Plectocomia (two species), Calamus (14 species) and Daemonorops (four species). It is found that, Ceratolobus glaucescens, C. pseudoconcolor and Plectocomia longistigma are not included in the previous study done by Backer and Bakhuizen van den Brink, Jr.(1968), however this study supports their opinion that Calamus spectabilis and Daemonorops palembanicus are not found in Java.
From three areas in TNGH, it was found that there are 13 species of rattans in the region. In terms of species richness and densities, G. Pameungpeuk comes first, follows by G. Pangkulahan and G. Kencana. Calamus heteroideus, C. javensis, Daemonorops melanochaetes, and Plectocomia elongata are dominant both in seedling and nature forms. The rattans are relatively abundant in the areas less than 1000 m asl. and decrease in number of species as well as the minimal population in the higher altitude. Calanms ornatus occures in 800 - 1,400 m asl., Daemonorops ruber in 800 - 1,500 m asl., D. oblongus in 800 - 1,400 m asl . According to previous studies by DransfieId (1974) and Mahyar (1983), they were found only from 0 - 800 m asl."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
T3700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Sunyoto
"Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dengan perdarahan antepartum di RSU dilakukan penelitian dengan rancangan case-control yang menggunakan data rekam medis di RSU se wilayah III Cirebon tahun 1992-1996 yang dipergunakan format MCM sebagai alat pengumpul data. Populasi adalah ibu hamil yang datang ke RSU dengan komplikasi perdarahan antepartum, diambil seluruh kasus kematian ibu PAP sebagai sampel yaitu 53 ibu PAP dan 263 ibu PAP yang tidak meninggal dan terpilih sebagai control. Digunakan analisa univariat, bivariat dan regresi logistik untuk memperkirakan OR dan 95% confidence interval serta interaksi digunakan untuk memerikasa efek modifikasi. Temyata yang berpotensi sebagai konfonding adalah persalinan dan kesiapan darah, umur kehamilan dan kegawatan serta frekuensi hamil dan kegawatan adalah persalinan dan kesiapan darah, umur kehamilan dan kegawatan serta frekuensi hamil dan kegawatan. Melalui penelitian ini didapat faktor penentu terhadap kematian ibu PAP adalah tindakan pengakhiran persalinan, pendidikan ibu, kondisi kegawatan saat tiba di RSU, status rujukan, umur kehamilan, frekuensi kehamilan dan kesiapan darah. Ternyata variabel persalinan menjadi faktor penentu utama terhadap kematian ibu dengan perdarahan antepartum di rumah sakit Umum, tepatnya ibu PAP yang datang ke RSU tidak diakhiri persalinan rnempunyai risiko kematian lebih besar dari pada yang diakhiri persalinan di RSU.
Maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah kematian ibu PAP di RSU antara lain setiap ada kasus PAP diatas 35 minggu baru dapat di pulangkan setelah tindakan pengakhiran kehamilan; dan sarana tenaga, material khususnya untuk pembedahan dan pembiayaan serta prosedur tetap di RSU senantiasa menjadi perhatian pimpinan RSU dan Pemerintah Daerah untuk pemenuhannya. Untuk pelayanan kesehatan ekstemal RSU diharuskan segera merujuk ibu PAP tanpa melakukan manipulasi apapun serta memberikan pertolongan pertama untuk perdarahannya baik infus maupun transfusi. Selain itu agar senantiasa diupayakan pembatasan kehamilan yang dapat mempengaruhi kematian ibu khususnya ibu dengan PAP.
Karena pendidikan ibu mempengaruhi kematian Ibu PAP maka pemberdayaan wanita menjadi panting agar wanita dapat mengambil keputusan sendiri, dapat mempersiapkan kelahiran dengan baik sehingga 2 keterlambatan dapat dihindari; dengan melibatkan keluarga masyarakat dan aparat.

It is found out through the research that the decisive factor responsible for the death of pregnant women with antepartum hemorrhage are the effort of breaking up the pregnancy with child birth, the educational back ground of the women, the condition of criticalness when they enter the hospital, the status of reference, the age of pregnancy, the frequent of pregnancy, and the readiness of blood. It is found out too that the child birth variable is the main decisive factor on the death of pregnant women with antepartum hemorrhage; the death risk is higher on the pregnant women with antepartum hemorrhage without child birth efforts in comparison to the others with child birth efforts.
It can be concluded that, to prevent the pregnant women with antepartum hemorrhage from death, there should be the effort of breaking u[ the pregnancy with child birth, the availability dualified human resources and equipments for surgical operation, financing, and the regular procedure applied at the hospitals should always be paid attention by the head of the hospitals and the local goverment. For the external health service, the hospitals should immediately refer to the pregnant women with antepartum hemorrhage without making any manipulation and give them the first aid for their bleeding. In addition, there should be efforts to restrict pregnancies which may cause death to the pregnant women with antepartum hemorrhage.
Since the educational back ground influences the death of the pregnant women with antepartum hemorrhage, the women's education should be increased in order that they can make their own decisions in the anticipation of their child birth involving the families, sorroundings, and goverment agencies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Sagitarina
"Peraturan perundang-undangan yang dilahirkan oleh pemerintah sepatutnya perlu dilihat mengenai efektifitas keberlakuannya di masyarakat. Sistem perlindungan hak desain industri di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Pada dasarnya terdapat beberapa indikator yang dapat menentukan apakan suatu peraturan perundang-undangan efektif atau tidak berlaku di masyarakat. Keberlakuan hukum secara yuridis, sosiologis dan filosofis menjadi indikator yang cukup penting untuk mempertimbangkan apakah suatu ketentuan hukum berlaku secara efektif di masyarakat. Penelitian ini mencoba melihat dan memperoleh jawaban mengenai bagaimana efektifitas sistem perlindungan desain industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dengan melaksanakan titik penelitian pada industri-industri kecil yang tersebar pada wilayah industri pembuatan sepatu di Desa Sukarata, Cibaduyut, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, sistem perlindungan desain industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain industri belum berlaku efektif secara menyeluruh. Beberapa faktor yang menentukan tidak efektifnya suatu peraturan perundangan-udnangan berlaku di masyarakat antara lain kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap perlindungan desain industri, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melindungi desain industri, desain sepatu diperoleh dengan meniru sepatu merek terkenal, tidak adanya tindakan hukum terhadap peniruan desain sepatu, desain sepatu cepat berganti (tidak sebanding dengan jangka waktu hak desain industri yang cukup panjang), spesifikasi desain sepatu yang tidak jelas, kebudayaan masyarakat yang komunal dan kekeluargaan, prosedur pendaftaran hak desain yang berbelit-belit, biaya pendaftaran hak desain industri yang cukup mahal, dan belum adanya pengusaha industri kecil yang mendaftarkan hak desain industrinya."
2007
T 18391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>