Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardede, Rebecca Dewi Suryani
"Masa Pemerintahan Sindok-Airlangga meninggalkan banyak prasasti sima. Pembahasan mengenai isi prasasti-prasasti tersebut belum pernah difokuskan pada data ukuran tanah. Penelitian terhadap data ukuran tanah sima akan memperjelas status sima, sebagai sarana biaya suatu usaha dharmma, guna menambah data studi tentang tata hidup masyarakat Jawa kuna abad 10-11 Mesehi. Dari 40 prasasti Sindok - Airlangga. yang sudah diklasifiikasikan, tercatat 17 buah yang mengandung data ukuran tanah. Dengan tambahan data sumber lain, di bentuk pengelompokan dan perbandingan ukuran setiap satuan. Sebagai sarana biaya, pengukuran tanah dititik beratkan pada kapasitas hasilnya, yang satuannya disebut lamwit, tampah, blah, suku dan tapak. Beberapa prasasti tinu1ad memakai satuan junq. Tanah yang bukan atau belum menjadi sawah diukur dengan satuan dpa, atau dengan menyebutkan nama-nama daerah batas, keliling menurut arah mata angin. Satuan lirih dan ma hanya disebut dalam sebuah prasasti tinulad; sedangkan elu dan ca, diduga kesalahan transkripsi.Analisis data ukuran tanah menghasilkan pengelompokan sima sesuai dengan kepentingannya sebagai sarana biaya..."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S11891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tinia Budiati
"Alasan pemilihan masalah ini karena belum banyak tulisan yang membahas tentang penanggalan pada masa Jawa kuna, khususnya penanggalan pada prasasti Jawa kuna. Melalui 37 prasasti dari masa Sindok sampai dengan Airlangga, berusaha mengetahui unsur-unsur penanggalan yang pernah ada pada masa Jawa kura, serta penggunaannya pada masa itu. Prasasti sebagai data arkeologi memiliki. tiga dimensi arkeologi, yaitu dimensi formal, temporal, dan spatial. Penulisan ini bertumpu sepenuhnya aspek temporal, karena Penelitian ini mengkhususkan pada masalah mengenai penang_galan yang terdapat pada prasasti, Dalam penelitian ini di_gunakan metode pengumpulan data melalui data-data kepusta_kaan, setelah data itu terkumpul kemudian dilakukan pengo_lahan data untuk memperoleh penjelasan data. unsur penanggalan yang dikeral pada masa Jawa kuna terdiri dari 15 unsur, yaitu tahun, bulan, paksa, tithi, wara..."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S12073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
"Penelitian ini adalah merupakan usaha untuk mengungkapkan peninggalan sejarah kuno sekitar kurun waktu abad 11 Masehi, yaitu secara khusus adalah masa pemerintahan raja Airlangga. Raja Airlangga merapakan seorang tokoh yang patut dikaji, karena selain kabijakan yang didalankan semasa pemerintahannya sehingga mengangkataya menjadi salah satu raja besar di sapanjang perjalanan sejarah kuno Indonesia, ia diperkirakan mempunyai jaringan politik, ekonomi dan agama dengan raja-raja di daratan Asia Tenggara. Bahkan ide pembaharuannya diperkirakan merupakan .pengaruh dari keterkaitannya dengan jaringan tersebut, demikian juga kebijakan pamerintahan yang dilakukan banyak diikuti oleh raja-raja,dikawasan Asia Tenggara itu.
Penelitian terhadap suatu masa yang telah lampau dimungkinkan dengan meneliti kembali data tertulis yang dihasilkan pada masa tarsebat di samping tinggalan materi yang masih ada hingga sekarang. Jelaslah prasasti menjadi tulang punggung data yang akan diolah di samping karya sastra pada masanya. Sebelum data tersebut, diinterpretasi dan diintegrasikan dengan data yang lain, prasasti-prasasti itu haruslah dianalisis tealebih dahulu sehingga layak dianggap sebagai data.
Analisis yang dilakukan adalah kritik yaitu kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern berkenaan dengan otentisitas sumber dan kritik intern berkenaan dengan kredibilitas sumber. Kritik intern berkenaan dengan deskripsi, transliterasi dan terjemahan.
penelitian awal ini adalah mengkaji 4 buah prasasti yang diterbitkan oleh raja Airlangga, ke empatnya dibaca ulang dialih aksarakan dan diterjemahkan. Hasil dari kritik intern yang dilakukan, selain memperbaiki pembacaan oleh peneliti sebelumnya juga dijumpainya beberapa hal baru yang memerlukan penelitian lanjutan yaitu munculnya kebiasaan menjabarkan berbagai tindak pidana dan perdata dalam masyarakat, kemudian munculnya hak-hak istimewa raja dan keluarganya serta membengkaknya jumlah abdi dalam raja.
Jelaslah hal tersebut pasti mempunyai kaitan dengan kaadaan politik, sosial dan ekonomi. Selain itu juga telah ditetapkan pembabakan terhadap masa pemrintahan Airlangga sesuai dengan data prasastinya (20 buah) yaitu masa awal pemerintahan yang diisi dengan peperangan untuk menegakkan hegemoninya, masa keemasan dan masa akhir yaitu saat-saat pembagian kerajaannya untuk menghindari perang saudara.
Keempat prasasti -yang dianalisis memunculkan 4 tema yang menarik. Prasasti Pucangan berbahasa Sanskerta adalah prasasti yang memuat tema legitimasi bagi kedudukan Airlangga sebagai raja, sedangkan prasasti Pucangan berbahasa Jawa kuno yang diterbitkan beberapa tahun kemudian, sarat dengan penjelasan kehidupan keagamaan Airlangga selama di pengasingan. Prasasti-Baru menggambarkan kedekatan raja dengan rakyatnya dan bersama dengan prasasti-prasasti lain yang bertema sama yaitu pemberian hadiah status-.sima merupakan tema sosial. Prasasti dengan tema sosial memperlihatkan bahwa Airlangga menjadi raja karena dukungan sepenuhnya dari_rakyatnya. Sedangkan tema ekonomi, dijumpai dalam isi prasasti Kamalagyan, yaitu perbaikan'bendungan untuk kelancaran pekerjaan pertanian dan perdagangan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alexander Arifa
"Pada isi prasasti sima dari masa Jawa Kuna terdapat sapatha atau baris kutukan, yakni sebuah wacana yang berisikan seruan sumpah kepada dewa-dewa atau roh-roh agar memberikan perlindungan terhadap tanah sima yang ditetapkan oleh raja, beserta mantra kutukan bagi orang-orang yang berniat jahat terhadap tanah tersebut. Penelitian ini meneliti mengenai beberapa hewan yang disebutkan dalam sapatha prasasti sima sebagai ancaman bagi siapa yang melanggar, khususnya pada prasasti-prasasti sima yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno pada awal abad X Masehi. Penyebutan hewan dalam sapatha merupakan fenomena yang tidak biasa, jarang ditemui, namun ada di beberapa prasasti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ragam hewan yang disebutkan dalam bagian sapatha prasasti sima awal abad X Masehi, mengetahui alasan dipilihnya hewan-hewan tersebut, dan mengetahui kemungkinan adanya keterkaitan antara kuasa raja dengan penghukuman melalui fauna dalam sapatha prasasti sima. Metode yang digunakan dalam penelitian: tahap pengumpulan data yang merupakan tahap pengumpulan semua sumber data yang dibutuhkan, tahap pemrosesan data yang merupakan tahap pemrosesan dan penganalisisan semua data, dan tahap interpretasi data yang merupakan tahap pengaitan semua data yang sudah diproses dengan konsep pengetahuan yang diusulkan, yakni teori kekuasaan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hewan dalam sapatha merupakan hewan buas serta dianggap suci. Tujuannya sebagai pemberat bahwa sapatha adalah alat kontrol sosial beserta cerminan kuasa raja yang dilakukan raja dengan menggunakan pendekatan ketakutan berbasiskan pengendalian pikiran atas lingkungan sekitar ditambah dengan pengetahuan beberapa binatang yang telah dikenal dalam konsep religi Hinduisme serta kebudayaan lokal yang dipakai agar tidak ada pihak yang berbuat diluar perintah raja.

On sima inscriptions from Ancient Javanese era, there is sapatha or cursing passage which is a small paragraph that consists of oaths to gods and deities to protect the land of sima that had been established by the king, along with spells or curse that was addressed to wrongdoers. This research discusses about some animals that were mentioned in sapatha of the sima inscriptions, especially incriptions that dated from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD. This was quite rare and uncommon phenomenon but were available in some inscriptions. Aims of this research are to identify the variety of animals that is mentioned on Sapatha of Sima Inscriptions from Ancient Mataram Kingdom on early 10th Century AD, to discover the reasons behind the chosen animals, and to know the possibility if there was a connection between the power of king and the chosen animals. Research method that is used: first, data-gathering step which collects all the data needed, data-processing step which analyzes all data that has been collected, data-interpreting step which all the data that has been analyzed be interpreted under the power-relation concept. The result of this research shows that animals are categorized as wild and sacred animals. The aim mentioning these animals is to emphasize that sapatha is a tool for controlling society and showing king’s power by using fear-based on mind-control over the environment approach added with the knowledge of the animals on Hinduisme and local belief concept so that no one will disobey the king"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Nurhidayati
"ABSTRAK
Tanah sima adalah tanah yang tidak dapat diganggu gugat karena status keistimewaan dan kesakralannya. Kesakralan dari tanah sima didukung oleh adanya aturan berupa sanksi serta kutukan yang tertulis di dalam prasasti sima. Namun, pada kenyatannya masih terdapat beberapa perilaku atau tindakan yang bertentangan dari apa yang sudah diatur dalam prasasti sima dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi pada isi dan ketetapan tanah sima masa Jawa Kuno. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari penyimpangan, faktor yang melatarbelakangi dan pelaku yang melakukan penyimpangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa pada masa Jawa Kuno diindikasikan terjadi empat penyimpangan yang kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor politik dan ekonomi. Penyimpangan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, mulai dari raja hingga orang biasa. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa tingkat status sosial seseorang dapat mempengaruhi besar kecilnya bentuk penyimpangan yang dilakukan.

ABSTRACT
Sima is a particular part of an area that cannot be disturbed because of its status as a sima land. The sacred of a sima land is shown in s ma rsquo's inscriptions that narrate the sanctions and curses for those who defy it. However, some sanctions doesn rsquo t follow the rule that has been written in the inscriptions. These actions is considered a deviation towards the regulation of sima in Ancient Java. This research discuss about form of deviations, its causabilities, and prepetators. Result of the study showed indications that in the times of Ancient Java occurred four deviations from the rule. These deviation caused by political and economic factors, prepetators origin varies from many social group, including the court and commoners. This study also showed that social status of a person also affecting the scale of the deviation."
2016
S66677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Wibisono
"Prasasti merupakan salah satu peninggalan tertulis dari masa lampau. Sebagai sebuah dokumen tertulis, prasasti menyimpan berbagai macam informasi yang sedikit banyak dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kehidupan manusia pada masa prasasti itu dibuat. Sebuah prasasti biasanya diterbitkan atas perintah seorang raja atau pejabat istana mengenai keputusan mereka mengenai suatu perkara. Oleh karena sifatnya yang resmi, yaitu sebagai dokumen yang diberikan oleh istana, prasasti memiliki format tertentu yang lazim dijumpai, seperti memiliki seruan pembukaan, mencantumkan unsur penanggalan, mencantumkan nama raja atau pejabat yang menerbitkan prasasti itu, mencantumkan nama-nama pejabat yag menerima perintah, dan seterusnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Fitriati
"Penelitian mengenai pasak-pasak (persembahan yang biasanya diberikan pada waktu upacara penetapan sima) telah dilakukan terutama berdasarkan data prasasti dari masa pemerintahan raja Balitung dan Sindok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui unsur pasak-pasak apa raja yang terdapat pada prasasti dari masa Balitung dan Sindok, untuk kemudian melihat hubungan antara pasak-pasak tersebut dengan si penerima maupun dengan tanah sima yang bersangkutan. Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan Balitung dan Sindok dikeluarkan pasak-pasak yang berbeda-beda baik dalam jenis maupun jumlahnya hampir dalam setiap prasasti. Faktor-faktor yang Menyebabkan terjadinya perubahan itu kemudian dapat diketahui berdasarkan: 1. jumlah orang yang menerima 2. jenis jabatan yang menerima. tetapi kemudian ternyata suatu jenis jabatan yang sama dapat menerima pasak-pasak. dengan jenis atau jumlah yang berbeda pula, oleh karena itu masih diperlukan faktor-faktor penyebah lainnya, yang kemungkinan antara lain adalah luas dari suatu sima atau tingkat dari kemakmuran suatu desa. Terlepas dari masalah perbedaan dari Pasak-pasak itu sendiri, yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa pemberian pasak-pasak merupakan suatu ketentuan dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuno."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Fitrah Hanif
"Terdapat banyak informasi mengenai kehidupan masyarakat Jawa Kuno, khususnya masa Mataram Kuno di bawah kepemerintahan raja Balitung (820 Ś- 832 Ś). Hal ini dibuktikan dengan keberadaan kurang lebih 45 buah prasasti, selama ±12 tahun masa pemerintahannya. Salah satu informasi yang dapat diperoleh di dalam prasasti masa Balitung adalah mengenai alat-alat logam yang biasanya tercantum pada bagian pasĕk-pasĕk, serta bagian sesajian yang dipersembahkan pada saat upacara penetapan sīma. Alat-alat yang terbuat dari logam tersebut biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari ataupun untuk keperluan sakral.
Di dalam tulisan ini juga dilakukan studi lewat kegiatan etno arkeologi. Studi tersebut dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kegiatan pertukangan logam di masa lampau yang diindikasikan lewat kemiripan- kemiripan budaya yang ada pada masyarakat masa kini dengan budaya masyarakat Jawa Kuno yang menjadi data dalam penelitian ini, juga lewat kemiripan penggunaan alat yang masih dipergunakan di masa kini.
Selain alat-alat logam, informasi mengenai masyarakat pembuatnya juga tercakup dalam prasasti- prasasti masa Balitung. Hal itu diindikasikan dengan adanya pengaturan mengenai profesi yang dikenakan dan dibebaskan dari pajak didalam prasati sima. Pada masa Jawa Kuno khusunya pada masa pemerintahan raja Balitung, masyarakat pembuat dan pengolah logam (pandai logam) memegang peranan penting. Tidak hanya sebagai profesi yang menjual barang dagangannya, namun juga sebagai abdi dalem raja.

Currently, there are a lot of information available about Ancient Javanese people, especially about Ancient Mataram under the governance of King Balitung (820 Ś- 832 Ś). This is proven by the existence of 45 piece of inscription in the span time of 12 years of his reign. Not only information about daily lives of the society during Balitung’s era inscription, also politics, economy, law and about religion. One of the information that could be obtained in Balitung’s inscription is about metal tools which usually enlisted in pasĕk-pasĕk section, and also sacrifices which presented during sima ceremony. Sometimes things made from metal will also being used for daily procedures or even for religious conducts.
There is also study about etno archeology in this writing. This is done to gain insights about ancient metallurgy practice, seen by similarities between existing culture with Ancient Javanese culture currently exists as the source of this thesis, and also by similarities on tools used today.
Besides metal tools, information about the society is also included in Balitung’s era inscription. This is indicated by legislation about profession which in sima inscription. In Ancient Javanese particularly on Balitung’s reign, metal maker society holds a very important role. Not only as a seller which has the ability to sold his product, but also a king’s inside follower.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S43971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idwan Dwinanto
"Sistem kerajaan pada masyarakat Jawa masa Hindu-Buddha, terutama masa Majapahit menunjukkan adanya golongan-golongan. Raja yang tentunya berada di golongan yang tertinggi mempunyai hak-hak istimewa yang tidak dipunyai oleh golongan-golongan lain yang berada di bawahnya. Hak-hak istimewa itu bisa berupa memakan makanan yang istimewa, mengenakan pakaian dan perhisan tertentu, melakukan perbuatan tertentu di depan umum dan memiliki rumah dengan ciri-ciri tertentu. Dalam rangka meningkatkan loyalitas para pemimpin di tingkat desa kepada pemerintah pusat maka raja membagikan hak-hak istimewa tersebut. Pada dasarnya hak_hak istimewa itu merupakan simbol status bagi yang mendapatkannya. Seseorang atau sekelompok orang harus terlebih dahulu berjasa atau telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat sehingga raja memberikan anugerahnya, atau dengan kata lain untuk boleh memakan, memakai atau melakukan hal-hal istimewa itu tidak cukup hanya karena mampu atau kaya, melainkan harus terlebih dahulu mendapatkan ijin dari raja. Semula simbol-simbol status itu hanya diberikan kepada bangsawan rendah, yang masih tergolong satu wangsa dengan raja. Lalu diperluas ke luar lingkungan keluarga raja yang masih dekat dengan kepentingan batiniah raja. Data-data dari masa Kadiri dan Singhasari menyebutkan kalau simbol-simbol status itu telah dibagikan kepada kalangan pemerintahan desa (dalem thani). Berdasarkan data-data tersebut, maka timbul pertanyaan apakah pada masa selanjutnya yaitu masa Majapahit, seseorang atau sekelompok orang dari kalangan rakyat biasa bisa mendapatkan hak-hak istimewa mengingat penyebaran hak-hak istimewa makin lama makin menyebar ke golongan bawah. Dan tujuh prasasti Majapahit yang menyebutkan tentang pemberian hak istimewa, yaitu prasasti Adan-adan (1301 M), Tuhanaru (1323 M), Palungan (1330 M), Cangu (1358 M), Waringin Pitu (1447 M), Pamintihan (1473 M) dan Jiyu III (1486 M). Tidak ada yang menyebutkan mengenai pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang atau sekelompok orang yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Pada prasasti Adan Adan, Paduka Rajarsi yang mendapatkan hak istimewa, ia adalah seorang pendeta. Pada prasasti Tuhanaru, yang mendapatkan hak istimewa adalah Dyah Makaradhawaja, kata Dyah dalam nama Makaradhwaja menunjukkan seseorang yang lahir dan keluarga bangsawan, jadi Makaradhawaja masih merupakan keturunan bangsawan. Pada prasasti Palungan, Sang Rajamantri yang mendapatkan hak istimewa ia merupakan pejabat tinggi di kerajaan. Prasasti Cangu menyebutkan bahwa Panji Marggabhaya yang bernama Ajaran Rata dan Panji Anraksaji yang bernama Ajaran Ragi mendapatkan hak istimewa karena berjasa dalam menyeberangkan orang di seluruh perairan mandala Jawa, dengan gelar Panji tentu mereka merupakan pejabat dalam keraton. Prasasti Wringin Pitu menyebutkan pemberian hak istimewa untuk Rajasakusumapura yang merupakan bangunan suci peninggalan dari Sri Paduka Parameswara, ayahanda dari Rajasaduhiteswari. Pada prasasti Pamintihan, Aryya Surung yang mendapatkan hak istimewa, kata aryya menunjukkan orang yang terhormat yang masih keturunan bangsawan, jadi aryya surung bukanlah sekedar rakyat biasa. Prasasti Jiyu III menyebutkan pemberian hak istimewa untuk Brahmaraja Ganggadhara karena berhasil melaksanakan upacara sraddha. Bila melihat gelarnya yaitu Brahmaraja, Ganggadhara merupakan pejabat keagamaan yang penting dalam kerajaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Casparis, J.G. (Johannes Gijsbertus) de
""V i n d p 1 a a t s. In 1898 werd op verzoek van de Directie van het Bataviaasch Genootschap een onderzoek ingesteld naar een steen met in_scriptie, die zich zou bevinden in de desa Plumpunan bij Salatiga r). Bij onderzoek bleek, dat er inderdaad ongeveer 3 km ten noord-oosten van Salatiga een desa van die naam voorkwam, waar zich een steenklomp beyond, _op welks grootste nog staande gebleven gedeelte, ongeveer 1% m hovel) den grond uitstekende, eene inscriptie voorkomt_ 2). Van deze in_scriptie werd een afprent gemaakt (thans O.D. Inv. No. 473). Van deze inscriptie bestaat een aftekening van Van der Vlis in de Universiteitsbibliotheek te Leiden uit 1842, die door Brandes ten onrechte werd gehouden voor een aftekening van een steen uit het district Peka_longan, waarvan door Raffles een facsimile was gepubliceerd a). Een ver_ge'ijking tussen dit facsimile en de afprent O. D. 473 toont aan, dat het bier twee verschi"" %tide oorkonden betreft. I)e afprent stemt echter geheel ovcreeri met de beschrijving van de aftekening van Van der Vlis '). zodat de vind_plaats Plwnpuiran van de bier te bespreken oorkonde niet twijfelachtig is. De steen wordt ook in de Inventaris vermeld, waarbij echter ten onrechte naar Raffles en Crawfurd verwezen wordt 5). desarTaam Plumpuiran komt voor op detailblad XXVIII C van de tcpografische kaarten en behoort tot de Onderneming Getas, distr. en reg. Salatiga ""). B e s c h r ij v i n g. De inscriptie is door dubbele streperi in drie delen verdeeld, die alle een rechthoekige vorm hebben. De afmetingen daarvan bedragen voor het bovenste (in het vervolg als A aan te duiden) gedeelte : -i cm lang en 10 ern breed, voor het nriddelste (B) : 70 bij_""
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1950
D1837
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>