Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Jimmy N.
"Ternyata peninggalan megalitik yang ada di bukit Kasur berada pada bagian puncak bukit, yaitu sebuah bangunan berundak lima teras yang pada teras teratasnya terdapat peninggalan-peninggalan lainberupa batu datr yang oleh masyarakat setempat disebut batu kasur, kursi batu, susunan batu pondasi segi empat, batu bergores, batu segi enam, batu kodok dan batu-batu monolit besar. Peninggalan-peninggalan yang terpusat pada teras teratas bangunan berundak ini, memperlihatkan bahwa aktivitas ritus cendrung dilakukan pada tempat tertinggi. Pendapat ini didasarkan kepercayaan masyarakat pendukung tradisi megalitik yang beranggapan bahwa tempat tertinggi merupakan tempat yang paling suci, yaitu tempat bersemayam roh-roh nenek moyang..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryadita Utama
"Sebuah penelitian yang difokuskan untuk mengindenfikasi keperbakalaan Punden Rajarsi dan Curug Ciangsana sebagai bangunan peninggalan tradisi megalitik. Kepurbakalaan ini ada di Desa Sukaresmi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dimana pada kedua lokasi penelitian ditemukan sejumlah monumen batu yang berciri tradisi megalitik..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11411
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
"Watu Kandang adalah nama yang diberikan oleh masyarakat setempat untuk satu susunan batu berbentuk empat persegi panjang atau rectangular encloser of stones. Watu Kandang tersebut ditemukan secara berkelompok di beberapa lokasi atau situs yang tersebar di wilayah Kecamatan Tawangmangu dan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Oleh Soejono monumen tersebut diklasifikasikan dalam peninggalan dari tradisi megalitik, tetapi hingga saat ini secara tegas belum dapat dijelaskan apa fungsi Watu Kandang.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelian ini mencakup daerah yang lebih luas dari situs-situs Watu Kandang, selain data berupa beberapa situs Watu Kandang, akan ditemukan variabel lain seperti lingkungan dan artefak lainnya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa situs Watu Kandang adalah sebuah situs kubur, sedang pemukiman masyarakat yang mendirikannya terletak relatif tidak jauh dari situs Watu Kandang, yaitu ditandai dengan faktor-faktor lingkungan yang mendukungnya serta kepadatan temuan gerabah, dan punden. Salah satu keunikan dari Watu Kandang ini adalah arah hadap monumen tersebut yang tidak berkiblat pada puncak gunung, tetapi pada arah munculnya matahari. Lebih jauh dapat diketahui bahwa Watu Kandang tersebut dibangun pada satu musim tertentu. Selanjutnya Watu Kandang merupakan kubur primer atau sekunder perlu penelitian yang lebih mendalam.

Watu Kandang is addressed to rectangular encloser of stones which is given by the local people. They are found in clusters and the sites are spread out all over Tawang-mangu and Matesih district in the Karanganyar regency of central Java. R.P. Soejono said that these monuments are classified from the megalithic tradition but explanation about the function of Watu Kandang are as of yet exactly unknown.
The research by this writer ,in the Watu Kandang sites is different from any other research that has been done before. This research was conducted not only at the Watu Kandang location, but also in the surrounding area. The writer will include information on variables such as the environment and additional artifacts.
The research concluded that Watu Kandang is a tomb and a settlement is not too far from this burial site. This is indicated by environmental factors, potsherd density and punden (sacrificial place). The spatial orientation of Watu Kandang is of interest because it is not directed towards the top of the mountain (mount Lawu) but rather towards the place where the sun rises. The data gives information about when Watu Kandang was built. Finally research on whether Watu Kandang is a primary or secondary burial sites is very important and will be disscussed in further study."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Soebekti
"ABSTRAK
Dari hasil pengamatan terhadap orientasinya Sarkofagus dan Pandhusa mempunyai arah hadap ke Gunung Arqopuro (3088) yang merupakan bagian puncak dari komplek pegunungan Hyang. Hal ini merupakan ciri dari tradisi megalitik dimana arah suatu benda megalitik berkaitan erat dengan latar belakanng megalitik itu sendiri. Posissi benda megalitik biasanya diarahkan ke tempat-tempat yang dianggap suci oleh masyarakat megalitik. Tempat suci yang dianggap sebagai tepat bersemayam arwah nenek moyang antara lain di Gunung dan di Pulau Seberang. Disamping itu ada juga posisinya se arah dimana matahari terbitdan tenggelam. Dari hasi penggalai pandhusa ditemukan manik-manik dari kaca, pemukul kulit kayu dari batu, keramik dan alat dari perunggu maupun besi sehinggadiduga situs tersebut berasal dari masa prasejarah yaitu jaman besi.

"
1995
S11902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Herawati
"Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat ke arah yang lebih baik dan merata. Saat mi And merupakan
negara yang sedang melaksanakan pembangunan, salah satunya adalah
pembangunan sektor industri.
Pembangunan industri pada saat mi ditujukan pula untuk memperluas kesempatan
kerja bagipenduduk terutama bagi angkatan kerja yang jumlahnya pada setiap
tahun semakin meningkat (Sandy, 1985).
Luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.249 ha dengan jumlah penduduk 1.666.598
jiwa dan kepadatan penduduk 201 jiwa/ha (Statistik Kabupaten Cianjur, 1994).
Tujuan penulisan mi adalah untuk mengetahui penyebaran mdustri kecil pangan di
Kabupaten Cianjur.
Masalah yang dibahas dalam penelitian mi adalah "Bagaimana penyebaran mduslri
kecil pangan di Kabupaten Cianjur ?"
Industri kecil pangan adalah semua usaha mengubah pangan jadi atau setengah jadi
dan atau dan pangan yang kurang mlamya menjadi pangan yang lebih tinggi
nilainya dan usaha mi l dapat dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga,
ataupun orang-orang lain sebagai pekerja dan memiliki jumlah tenaga kerja 1-19
orang.
Industri pangan dalam penelitian mi meliputi: industri kecil pangan manisan air
kelapa, tahu/tempe dan gula aren.
Bahan baku adalah bahan mentah yang digunakan dan tersedia (ditanain) di
wilayah industri kecil pangan tersebut berada.
Tenaga kerja
menghasilkan
maupun tidak.
adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun yang bekerja guna
barang/jasa untuk mendapatkan penghasilan, baik bekerja penuh
Analisa menggunakan korelasi peta antara bahan baku dan tenaga kerja dengan
mdustri kecil pangan.
1. Industri manisan air kelapa dan tahultempe di Kabuappaten Cianjur tidak
dipengaruhi oleh bahan baku, sedangkan industri gula aren dipengaruhi oleh
bahan baku.
2. Penyebaran industri kecil pangan manisan air kelapa dan gula aren tidak
dipengaruhi oleh tenaga kerja. Industri tahu/tempe sebagian besar dipengaruhi
oleh tenaga kerja. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Santoso
"Bangunan megalitik dibangun atas dasar kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan akan hal ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk megalitik. Pada beberapa punden berundak, kepercayaan ini dapat dibuktikan dengan adanya altar dengan orientasi ke tempat yang lebih tinggi atau penempatan menhir sebagai perwujudan roh nenek moyang. Keumuman yang ada di teras-teras punden berundak adalah ditemukannya menhir yang ditempatkan pada teras utama. Permasalahan penelitian dalam kaitannya dengan hal ini adalah batu lumpang di situs Pasir Lulumpang memiliki keunikan dengan ditempatkan pada teras teratas punden berundak. Tentunya dengan kondisi yang demikian, batu lumpang punden berundak situs Pasir Lulumpang memiliki kekhasan dalam hal organisasi ruang yang ada. Adanya upaya untuk mencari jawaban dengan analogi etnografi tentu saja menjadi alternatif bagi peneliti sebagai sumber interpretan yang juga menjadi bantuan analisis dengan permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas. Adanya penempatan batu lumpang di teras teratas setidaknya menunjukkan bahwa ada yang dibedakan dalam hal penempatannya jika dibandingkan dengan fenomena di punden berundak lainnya. Di sini demikian nyata adanya fenomena pertandaan. Dengan kenyataan tentang permasalahan penelitian di atas maka adanya batu lumpang di puncak punden berundak ini menimbulkan berbagai pertanyaan, yaitu:Komponen-komponen apa saja yang termasuk dalam fenomena pertandaan pada punden berundak?, Apakah yang menjadi ground dalam pertandaan? Termasuk qualisign, sinsign, atau legisign? Apakah yang termasuk dalam ikon, indeks, dan simbol dalam hubungan antara tanda dengan referent-nya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
AS Sumijati
Cibulan,1977
913.926 S 422
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwandi
"Situs Mejan Tinggi terletak di desa Talago Gunung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Situs Mejan Tinggi mempunyai keanehan jika dibandingkan dengan situs makam kuno Islam lainnya di Kabupaten Tanah Datar. Nisan-nisan di situs ini didirikan satu buah saja setiap kubur, berbeda dengan situs-situs lain di Kabupaten Tanah Datar yang mempunyai dua nisan dibagian kepala dan kaki pada setiap kubur.
Penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa nisan-nisan di situs Mejan Tinggi jauh Iebih sederhana dari nisan-nisan di situs-situs makam kuiro Islam lainnya di Kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini jnga mengungkapkan bahwa telah terjadinya proses kelanjutan budaya tradisi megalitik ke Islam yang ditandai dengan adanya kelanjutan fungsi dan bentuk-bentuk menhir ke nisan di situs-titus makam kuno Islam dan situs Mejan Tinggi di Kabupaten Tanah Datar. Selanjutnya penelitian ini juga mengiidentifikasi bahwa sesungguhnya telah terjadi proses a less extreme a culturation di Pedalaman Sumatera Barat ketika Islam memasuki daerah ini dengan damai.
Situs ini diperkirakan telah muncul pada kitaran masa kitaran akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pada masa-masa transisi, ketika budaya tradisi megalitik masih berpengaruh kuat di daerah setempat dan Islam telah memasyarakat di dalam kalangan pehduduk desa Talago Gunung."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Hedwig Dewi Susilowati
"Studi pola pemanfaatan lahan pertanian di kabupatan Cianjur bagian utara dilakukan dengan mengacu pendapat Von Thunen yang menyatakan bahwa pemanfaatan lahan yang paling intensif terdapat di sekitar tempat pemukiman atau kampung dan semakin jauh dari pemukiman intensitas pemanfaatan lahan secara bertahap berkurang. Pendapat Von Thunen dapat ditafsirkan berorientasi pada besar kecilnya nilai keuntungan yang akan diperoleh petani. Sehubungan dengan itu dalam penelitian ini dilakukan modifikasi dengan memasukkan unsur jalan sebagai fungsi jarak dan biaya transportasi.
Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan intensitas pemanfaatan lahan sawah, tegalan pada berbagai jarang dari pemukiman dan ketinggian. Dalam kaitannya dengan faktor ketinggian terdapat perbedaan dari segi jenis pemanfaatan lahan di sekitar pemukiman. Sedangkan dari segi jarak lokasi lahan pertanian, diperoleh gambaran bahwa semakin jauh jarang lokasi lahan pertanian yang kemudian membentuk titik lokasi jual beli antar petani dan pembeli nilai keuntungan petani semakin berkurang."
2000
JUGE-1-Des2000-34
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>