Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jimmy Barichaldi
"
ABSTRAK
Letak geografis kawasan Asia Tenggara yang sangat strategis baik secara geogrfis, strategi militer maupun potensi ekonominya, telah menjadikan kawasan ini sebagai kawasan sengketa dari kepentingan kepentingan global negara-negara besar selam Perang Dingin. Sebagai akibatnya, stabilitas keamanan di kawasan ini sering goncang bahkan dapat membahayakan perdamaian dunia. Konflik intern suatu bangsa atau negara dalam mencari identitasnya sebagai bangsa dan negara yang merdeka, sering dimanfaatkan oleh negara-negara adikuasa sebagai kesempatan untuk menenamkan pengaruhnya. Itulah sebabnya, persaingan adikuasa di Asia Tenggara yang sering diiringi dengan konflik senjata itu, telah mempengaruhi arah perkembangan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini.
Perkembangan keadaan di Asia Tenggara dimana persaingan antara negara adikuasa semakin meningkat di era 1970-an, telah menyebabkan negara-negara ASEAN menambahkan politik sebagai bidang kerja sama disamping bidang ekonomi, sosial dan budaya. Melalui deklarasi Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN), ASEAN juga memperjuangkan untuk mewujudkan Asia Tenggara sebagai wilayah damai, bebas dan netral.
"
1997
S12478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A.B. Susanto
"Paul D. Wolfowitz's career path often collides with Indonesia's interest. Intensive interaction has tightened cultural relationship between Wolfowiiz and Indonesia The existing relation becomes a promising one for a better diplomatic relationship between Indonesia and America This hope is expressed in the statements. of Indonesia's officials; in the mass media."
2005
JSAM-X-2-JulDes2005-70
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Setiawan
"
ABSTRAK
Munculnya Amerika Serikat sebagai salah satu kekuatan adidaya dunia, disamping Uni Soviet, setelah usai Perang Dunia II melahirkan kepentingan-kepentingan politik, ekonomi dan militer secara regional bagi negara tersebut. Amerika Serikat terus mengikuti perkembangan perluasan paham komunis oleh Uni Soviet dan Cina yang memanfaatkan konflik-konflik kawasan, terutama di Asia dan Afrika. Hal ini dimaksudkan disamping untuk menjaga hubungan dengan sekutu-sekutunya, baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet secara ekonomi dapat menarik keuntungan dari perlombaan senjata negara-negara yang tengah bersengketa. Kedua negara tersebut merupakan produsen senjata dan peralatan perang terbesar hingga akhir dekade 1980-an.
Berbeda dengan kawasan lain, kawasan Timur Tengah yang kaya akan sumber daya alam minyak bumi, merupakan salah satu prioritas Amerika Serikat dalam kepenlingan politik luar negerinya. Dalam menengahi konflik Arab - Israel, Amerika Serikat berupaya menjaga keseimbangan politik dan militer antara Israel dan negara_negara Arab sekaligus menarik keuntungan ekonomi yakni kemudahan akses memperoleh minyak dan penjualan senjata ke wilayah tersebut.
Perjanjian Camp David merupakan salah satu keberhasilan diplomat-diplomat Amerika Serikat, termasuk Presiden Jimmy Carter dalam menempatkan posisi Amerika Serikat sebagai mediator Perjanjian Perdamaian Camp. David. Disamping berhasil mengikat Mesir yang merupakan negara terkuat Arab secara militer, Amerika Serikat juga berhasil melepaskan pengaruh Uni Soviet terhadap Mesir dan memecah kekuatan Arab yang berdainpak makin menguatnya posisi Israel. Di mata dunia internasional sendiri citra Amerika Serikat yang sempat merosot akibat keterlibatannya dalam Perang Vietnam kembali membaik karena Amerika Serikat dianggap berhasil meredakan konflik di kawasan tersebut, khususnya konflik Arab - Israel yang telah berlangsung setengah abad yakni sejak pendirian Negara Israel pada tahun 1948.
"
1997
S12097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"In November 2008, the Regional Economic Studies Programme of the Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) and the Singapore office of the International Development Research Centre (IDRC) of Canada organised a forum on Regional Economic Integration ASEAN and Canadian Perspectives."
Singapore: Institute of South East Asia Studies, 2010
e20447741
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Pangestu Rini
"Skripsi ini membahas tentang kebijakan politik luar negeri Malaysia dalam usaha menerapkan konsep netralitas. Pada tahun 1968-1971 merupakan periode dimana Malaysia mendayausahakan konsep netralitas ini dapat diterima sebagai kebijakan politik luar negeri. Sebelumnya, Malaysia merupakan negara yang menganut konsep pro-Barat dan anti-komunis dalam kebijakan politik luar negerinya. Namun karena situasi dan kondisi dari dalam dan luarnegeri mengalami perubahan, Malaysia berharap konsep netralitas ini dapat dijadikan dasar pelaksanaan hubungan antarnegara di kawasan Asia Tenggara. Pada akhirnya, konsep netralitas ini menghasilkan sebuah deklarasi bersama ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality).

This thesis discusses about Malaysia's foreign policy in an attempt to appley the concept of neutrality. In the year 1968-1971 was a period that concept of neutrality can be accepted as foreign policy in Malaysia. Earlier, Malaysia was a country that includes the concept of pro-Western and anti-communist in its foreign policy. But because of changes in domistic and international situations, Malaysia was hoping the concept of neutrality can be used as a basic program relationship between the countries in Southeast Asia. In the end, from concept to produce a declaration of neutrality named ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality)"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S12211
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Fachry Permana
"Regionalisme merupakan konsep yang berevolusi seiring dengan perkembangan studi dan dinamika Hubungan Internasional. Regionalisme acapkali diasosiasikan dengan integrasi dan kerja sama regional sehingga dalam perkembangannya, muncul istilah “konektivitas” sebagai turunan dari regionalisme. Melihat perkembangan ini, ASEAN memutuskan untuk mengadopsi konektivitas sebagai kerangka integrasi dan kerja sama regional. Uniknya, Konektivitas ASEAN didasari oleh mekanisme kerja sama sukarela yang difasilitasi oleh prinsip “ASEAN Way” dengan menghindari keterikatan politik yang kuat. Tulisan ini kemudian merupakan sebuah tinjauan pustaka yang memiliki tujuan untuk mengeksplorasi pembahasan Rancangan Konektivitas ASEAN sebagai instrumen integrasi dan kerja sama regional Asia Tenggara. Dengan menelaah 30 literatur akademik melalui metode taksonomi, penulis kemudian mengklasifikasikan literatur-literatur terpilih ke dalam dua tema utama, antara lain: (1) Konseptualisasi Konektivitas ASEAN; dan (2) Perkembangan Rancangan dan Implementasi Konektivitas ASEAN. Alhasil, tulisan ini menemukan bahwa Konektivitas ASEAN merupakan upaya kolektif yang perlu dijalankan melalui koordinasi tiga arah antara badan regional ASEAN, negara-negara anggota ASEAN, dan pihak eksternal yang terlibat. Upaya perwujudan Rancangan Konektivitas ASEAN pun dijumpai berbagai hambatan, yaitu keterbatasan kapasitas finansial dan teknologi, kesenjangan pembangunan antara negara-negara ASEAN, komitmen politik yang rendah, perbedaan persepsi dan potensi persaingan antarnegara, dan inefisiensi koordinasi badan regional pemantau Konektivitas ASEAN.

Regionalism is a concept that has evolved along with the development of the study and dynamics of International Relations. Regionalism is commonly associated with regional integration and cooperation. Therefore, the term “connectivity” appears as a derivative of regionalism. Against this background, ASEAN has adopted connectivity as a framework for regional integration and cooperation. Uniquely, the ASEAN Connectivity has implemented a voluntary cooperation mechanism facilitated by the “ASEAN Way” principle to avoid strong political ties among the institution. Accordingly, this paper constitutes a literature review which aims to explore the discussion of the Master Plan on ASEAN Connectivity as the instrument of Southeast Asia regional integration and cooperation. By examining 30 pieces of academic literature through the taxonomic method, the selected writings will be classified into two main themes: (1) The Conceptualization of the ASEAN Connectivity; and (2) The Development of the Master Plan of ASEAN Connectivity and its Implementation. As a result, this paper finds that ASEAN Connectivity is a collective effort that needs to be carried out through the three-way coordination between the ASEAN regional bodies, the ASEAN Member States, and external parties involved. However, the efforts to realize the Master Plan of ASEAN Connectivity have encountered various obstacles, specifically limited financial and technological capacity, development gaps between ASEAN Member States, low political commitment, differences in perceptions and the potential of competition between member states, and inefficiency in regional bodies monitoring the ASEAN Connectivity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Mohamad Reza Tri Satriakhan
"Pasca Perang Dingin, Tiongkok muncul sebagai ancaman baru bagi hegemoni AS, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer. Persaingan AS-Tiongkok di Asia Pasifik menimbulkan gejolak pada stabilitas global. Intensitas Aliansi Quad (AS, Australia, Jepang, India) dalam melakukan ekspedisi militer gabungan di Samudera Hindia dan agresivitas Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan yang bersengketa dengan 5 negara (Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina, Taiwan) mengancam keamanan ASEAN yang berada pada konvergensi persaingan tersebut. Rivalitas AS-Tiongkok semakin intens sejak Presiden Donald Trump mengemukakan gagasan Free and Open Indo-Pacific (FOIP) ketika kunjungan pertamanya sebagai Presiden AS ke Asia pada 10 November 2017. Hal ini kemudian direspon oleh Pemerintah Tiongkok dengan meningkatkan anggaran militernya sebesar USD 22,09 miliar di tahun 2018 dari yang biasanya hanya sekitar USD 2-12 miliar. Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN dengan letak geografis yang strategis di antara 2 benua (Asia, Australia) dan 2 samudera (Hindia, Pasifik) mendorong ASEAN agar merumuskan konsepsi Indo-Pasifik yang berorientasi pada prinsip sentralitasnya. Atas inisiatif Indonesia, akhirnya ASEAN membentuk ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) pada KTT ASEAN ke-34 di Bangkok tanggal 22 Juni 2019. Pada kajian lainnya belum ada yang secara spesifik menjelaskan tujuan strategis Indonesia mendorong ASEAN untuk membentuk AOIP dalam merespon geopolitik AS-Tiongkok. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan Role Theory dari K. J. Holsti (1970). Berdasarkan hasil riset, peran Indonesia dalam pembentukan AOIP meliputi regional protector, regional-subsystem collaborator, dan mediator-integrator. Peran tersebut didorong oleh prinsip “Bebas Aktif” dan program “Poros Maritim Dunia” oleh Presiden Jokowi dalam rangka memperkuat potensi middle power Indonesia, meningkatkan peran ASEAN, dan menghadirkan kerja sama Indo-Pasifik.

After the Cold War, China emerged as a new threat to US hegemony, especially in the political, economic, and military fields. The US-China rivalry in the Asia Pacific region disrupts global stability. The intensity of the Quad Alliance (US, Australia, Japan, India) in conducting joint military expeditions in the Indian Ocean and China's aggressiveness in the South China Sea in a dispute with 5 countries (Vietnam, Malaysia, Brunei, Philippines, Taiwan) threaten the security of ASEAN, which is at the convergence of the competition. The US-China rivalry has intensified since President Donald Trump put forward the idea of a ​​Free and Open Indo-Pacific (FOIP) during his first visit to Asia as US President on November 10, 2017. Then the Chinese government responded by increasing its military budget by USD 22,09 billion in 2018, up from the usual range of USD 2-12 billion. Indonesia, as one of the founders of ASEAN with a strategic geographical location between 2 continents (Asia, Australia) and 2 oceans (Indian, Pacific), encourages ASEAN to formulate an Indo-Pacific concept that is oriented to the principle of centrality. Because of Indonesia's initiative, ASEAN finally established the ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) at the 34th ASEAN Summit in Bangkok on June 22, 2019. In other studies, no one has specifically explained Indonesia's strategic objectives to encourage ASEAN to form an AOIP in response to US-China geopolitics. Thus, this study aims to analyze this phenomenon using qualitative methods and the Role Theory approach of K. J. Holsti (1970). Based on the research results, Indonesia's roles in the formation of the AOIP are regional protector, regional-subsystem collaborator, and mediator-integrator. These roles are motivated by the "Free Active” principle and President Jokowi’s "Global Maritime Fulcrum" program in order to strengthen Indonesia's middle power potential, enhance ASEAN's role, and present Indo-Pacific cooperation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>