Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170529 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitri Erlinawati
"
ABSTRAK
Sejak jaman dahulu Cirebon telah menjadi salah satu kota pelabuhan di pesisir utara pulau Jawa. Perdagangan yang ramai antara kerajaan-kerajaan Nusantara dengan berbagai negara di dunia menyebabkan banyak kapal asing yang singgah di Cirebon dan banyak bangsa asing yang kemudian tinggal menetap di kota tersebut, termasuk bangsa Cina.
Bangsa asing yang tinggal menetap tesebut kemudian berbaur dan melakukan kegiatan sebagaimana masyarakat Cirebon lainnya, yang antara lain berkecimpung dalam pembatikan. Batik, sebagai salah satu seni budaya khas Cirebon lambat laun mendapat pengaruh budaya Cina, terutama pada motifnya. Banyak lambang-lambang yang digunakan dalam kebudayaan Cina yang dipakai sebagai motif kain batik Cirebon, terutama flora dan fauna.
Berbagai kemungkinan yang menyebabkan lambang-lambang kebudayaan Cina terdapat pada kain batik Cirebon diteliti, termasuk peran Puteri Ong Tien sebagai seorang isteri penguasa Cirebon. Kabut, yang merupakan salah satu lambang yang digunakan dalam kebudayaan Cina dan dikenal sebagai motif khas batik Cirebon, memperkuat adanya pengaruh budaya Cina pada motif batik Cirebon.
"
1997
S12941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Pudjiastuti
"ABSTRAK
Dalam usaha untuk mengetahui keberadaan, jumlah, dan keadaan naskah-naskah di Cirebon yang sebenarnya, penelitian ini diadakan Hal ini karena naskah-naskah Cirebon tidak hanya terdapat di perpustakaan Keraton (ada empat keraton di Cirebon, yaitu: Kasepuhan, Kanoman, Kacirebonan dan Keprabonan) tetapi juga banyak tersebar di masyarakat yang disimpan sebagai benda keramat yang merupakan warisan leluhurnya Sampai sejauh ini para pakar sastra dan budaya, khususnya yang bergelut dalam bidang filologi dan ilmu pernaskahan belum banyak yang mengetahui hal ini.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melakukan pencatatan, penginventarisasian, dan pendokumentasian naskah-naskah Cirebon, balk yang tersimpan di keraton maupun yang tersebar di masyarakat. Selain itu, juga berupaya memberikan saran kepada para pemilik naskah di masyarakat agar menyimpan dan meravat naskah mereka dengan sebaik-baiknya, supaya naskah-naskah tersebut tidak rusak karena ketidakmengertian mereka.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu: penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan berupa pengumpulan bahan-bahan referensi, khususnya rnengenai hal yang berkaitan dengan masalah 'kecirebonan' untuk dipakai sebagai bahan acuan dan contoh dalam penyusunan laporan. Adapun penelitian lapangan adalah penelitian dengan melakukan survey lapangan untuk memperoleh data dan mencatat berbagai hal, seperti alat, lokasi penyimpanan, dan keadaan naskahnya. Dalam penelitian lapangan tersebut perpustakaan-perpustakaan keempat keraton dan para pemilik naskah di masyarakat dikunjungi. Semua data yang diperoleh kemudian akan dianalisis secara sederhana.
Hasil dari penelitian ini membuktikan bahva naskah-naskah di Cirebon bukan saja banyak jumlahnya tetapi isinya juga terdiri dari berbagai macam. Dari 30% naskah yang berhasil di data, kami mencatat beberapa hal, yaitu: anak koleksi (keraton atau masyarakat), nomor kode (bila ada), judul, jenis, bahasa, bentuk, aksara, bahan, ukuran halaman, ukuran teks, jumlah halaman yang ditulis, jumlah baris per halaman, jarak antar baris, wrana tinta, rubrikasi, ilustrasi (gambar), penanggalan, dan keterangan lain yang terdapat pada naskahnya.
Kedua ratus naskah yang telah didata tersebut kemudian diklasifikasikan secara sederhana dalam beberapa kategori, yakni: sejarah (bated), silsilah, pelajaran again; dongeng/legenda/mitologi, doa-doa, wayang, sastra wayang, sastra, cerita Islam, primbon, hukum, adat istiadat, dan lain lain.
Selain itu, juga diketahui bahwa bahan dan tulisan pada naskah juga ada beberapa macam. Bahan naskah umpamanya, ada yang berupa kertas daur ulang, kertas Eropa, kertas bergaris, dan juga kertas polos. Adapun tulisannya, selain tulisan Jawa. juga ada tulisan pagan dan Arab.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahva naskah-naskah Cirebon bukan saja banyak jumlahnya tetapi juga menarik untuk dikaji lebih jauh. Bila dibaca lebih teliti, kebanyakan naskah Cirebon isinya menyuarakan nafas-nafas Islami, hal ini menunjukkan bahwa Cirebon memang patut disebut sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa Barat yang kuat dan besar pada masanya.
Meskipun hasil penelitian ini belum cukup memadai tetapi diharapkan para peneliti berikut dapat memanfaatkan hasilnya dan dapat mengembangkannya untuk langkah-langkah selanjutnya.

ABSTRACT
In the effort to know the real existence, total and condition of the manuscripts, this research is held. This is caused as teh Cirebon manuscripts are not only found in the library of keraton (Kasepuhan, Kanoman, Keprabonan and Kacirebonan) but there are also many which are widespread in the community, kept as holy objects which constitute an inheritance of their ancestors. Until so far, the experts in literature and culture, particularly those who are deeply involved in philology and the science of manuscripts have not known much yet about this matter.
The aim in this research is to conduct notations, to take inventory and the documentation of Cirebon manuscripts, both which are kept in the keraton and those which are videspeard in the community.
Apart from that, due to their ignorance, efforts are made to give recommendations / suggestions to the collectors in the community in order to keep and to take care of their manuscripts as good as possible, so that those manuscripts become unimpaired.
This research consists of two phases, namely the research on libraries and field research. The research on libraries consititute the collection of reference materials particularly concerning matters which are lingked with the matter of
kecirebonan" to be used as reference material and samples in the composition of reports. Whereas the field research shall be the research by conducting a field survey to obtain data and to record various matters as the total, location of storage and the libraries of the four keratons and the owners of manuscripts in the community are visited. All data obtained afterwards will be analyzed in a simple manner.
The result of this research proves that the manuscripts in Cirebon are not only large in number but their content also consists of various kinds. From 188 manuscripts which succeed to be taken their data, we record several matters, namely the collection of origin, code, title, type, language, form, letter, material, size of page, measurment of text, total written pages, number of lines per page, inter line distance, colour of ink, rubrication, illustration, drawing up of a calender and other informations which are found in their manuscripts.
That manuscripts which have been dated, shall be classified through a simple procedure in several categories namely chronicle, genealogy, teaching on religion, tales/legends/mitology, prayers, wayang, literature of wayang, Islamic stories, primbon, law, custom of and traditions and others.
Beside that, it is known that the material and ritings in manuscripts also consists of various kinds. The manuscripts materials for instance, there are some which uses deluvang paper, European paper, papaer in lines, also plain paper. Whereas its writings beside Javanese writings, some are in pegon, Arabic, and Java letter.
From the results of this research it may be concluded that Cirebon manuscript are not only large in number but also attractive to be researched furthermore. If they are read more throughly, most of the contents of the Cirebon manuscripts pronounce Islamic teachings, this shoes that Cirebon indeed should be mentioned as the center of the spreading of Islam in West Java which vas strong and large in its period.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus David
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk dan gaya bangunan pada masa kolonial Belanda pada awal abad 20. Obyek penelitian ini adalah Bangunan Balaikota yang berada di Jalan Silingwangi no 84 Cirebon yang dibangun pada tahun 1927..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11545
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hermawan
"Gapura Bersayap Pada Kompleks Kepurbakalaan Islam di Cirebon: Kajian Bentuk Sayap, Guna, dan Penempatannya Pada Kompleks Keraton, Makam, Mesjid, dan Taman. (Di bawah bimbingan Isman Pratama Nasution M. Si.). Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005. Penelitian terhadap gapura bersayap pada kompleks kepurbakalaan Islam di Cirebon dilakukan antara tahun 2002 hingga tahun 2005. Tujuannya adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk sayap pada gapura bersayap, penempatan, dan kegunaannya pada kompleks bangunan. Gapura bersayap merupakan gapura yang muncul dan berkembang pada masa Islam. Gapura bersayap yang paling populer adalah Gapura Bersayap Sendang Duwur. Namun, gapura bersayap juga ditemukan pada peninggalan Kesultanan Cirebon. Bentuk sayap pada gapura-gapura bersayap di Cirebon leblh sederhana jika dibandingkan dengan bentuk sayap Gapura Sendang Duwur.
Objek penelitian ini meliputi seluruh gapura bersayap yang terdapat pada kompleks keraton, kompleks maknm, kompleks mesjid, dan kompleks taman pada kompleks kepurbakalaan Islam di Cirebon. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan melihat objek secara langsung di lapaugan. Berdasarkan hasil deskripsi awal, ditemukan 20 buah gapura bersayap dari 41 buah gapura yang ditemukan pada kompleks kepurtrakalaan Islam di Cirebon.
Analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi, yaitu dengan cars membandingkan dan melihat adanya persamaan serta perbedaaan antara gapura yang satu dengan gapura yang lainnya. Selain itu juga dilakukan pemetaan untuk melihat ada tidaknya pola penempatan gapura bersayap.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka didapat beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Bentuk sayap pads gapura-gapura bersayap di Cirebon dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe. (2) Penempatan gapura bersayap pada kompleks bangunan tidak mempunyai pola tertentu dan umumnya ditempatkan menyebar. Masing-masing tipe sayap pads gapura ditempatkan menyebar pada kompleks bangunan tidak hanya terbatas pada satu kompleks saja. (3) Kegunaan gapura bersayap umumnya hanya sebagai pembatas antara halaman yang satu dengan halaman yang lainnya. Berdasarkan basil penelitian yang terbatas ini dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai makna sayap pada gapura, dan mengenai kemunculan gapura bersayap pada jenis candi bentar maupun paduraksa yang kemungkinan dipengaruhi oleh fungsi gapura atau bangunan (ruang) yang ada pada kompleks tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
"Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman adalah benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib dan merupakan benda-benda yang pada umumnya selalu dikenakan oleh raja untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya. Regalia Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman ini terdapat pada bangunan Museum benda_benda Pusaka yang berada pada masing-masing keraton tersebut. Penelitian sebelum ini hanya membahas mengenai fisik bangunan keraton dan beberapa pusaka tertentu dan kedua keraton tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman dari segi jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan wrna, dan penggunaan motif hias. Dan jika terdapat persamaan dan atau pun perbedaan, maka hal tersebut merupakan kesimpulan dari penelitian ini. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, dilakukan langkah kerja yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap selanjutnya adalah pengolahan data (pembahasan) yang dilakukan dengan jalan melakukan tabulasi dan perbandingan terhadap jenis, jumlah, penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias pada regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Langkah terakhir adalah menafsirkan hasil pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah penelitian dilakukan, maka dapat diketahui bahwa regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan mempunyai jenis dan jumlah yang lebih banyak. Begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, regalia yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan menggunakan bahan, warna, dan motif bias yang lebih bervariasi dibandingkan regalia yang dimiliki oleh Keraton Kanoman. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebuah pusat pemerintahan yang lebih tua (besar) dalarn hal ini Keraton Kasepuhan memiliki jenis dan jumlah regalia yang lebih banyak, begitu pula pada penggunaan bahan, pemilihan warna, dan penggunaan motif hias, dibandingkan regalia yang dimiliki oleh sebuah pusat pemerintahan yang lebih muda (kecil), dalam hal ini Keraton Kanoman. Dan hal ini secara implisit menunjukkan bahwa Keraton Kasepuhan mempunyai tingkat kekuasaan yang lebih tinggi dari Keraton Kanoman."
2000
S12020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Safira
"ABSTRAK
Indonesia memiliki sentra batik yang tersebar di berbagai wilayah, salah satunya adalah Kabupaten Cirebon. Kawasan Batik Trusmi di Kabupaten Cirebon dikenal sebagai salah satu sentra batik dan tujuan wisata belanja di Provinsi Jawa Barat. Di kawasan ini terdapat banyak toko yang menjual produk batik dan memberikan pilihan bagi wisatawan belanja yang berkunjung ke kawasan ini. Penelitian ini menganalisis pola keruangan dari wisatawan belanja dengan beberapa variabel seperti daerah asal dan jumlah wisatawan belanja, jarak terhadap gerbang masuk, kelas jalan, luas bangunan, lahan parkir, variasi produk, dan daerah asal produk, serta mengetahui faktor-faktor yang berkorelasi dengan wisatawan belanja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola keruangan dari wisatawan belanja di Kawasan Batik Trusmi tidak selalu mengunjugi toko batik yang berjarak dekat dengan gerbang masuk Kawasan Batik Trusmi. Wisatawan belanja cenderung mengunjungi toko batik yang memiliki jarak berdekatan dengan toko batik lainnya dan didominasi oleh wisatawan belanja yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, khususnya Kota Bandung. Faktor yang berkorelasi dengan wisatawan belanja adalah luas bangunan variasi produk, dimana toko dengan luas bangunan sedang hingga besar dan variasi produk sedang hingga banyak cenderung memiliki jumlah wisatawan belanja yang tinggi.

ABSTRACT
Indonesia has some batik center spread in various areas, one of them is in Cirebon Regency. Trusmi Batik Area in Cirebon Regency is known as one of batik centers and shopping destination in West Java Province. In this area there are many shops that sell batik products and provide options for shopping tourists who visit this area. This study analyzes the spatial pattern of shopping tourist with several variables such as the origin and numbers of shopping tourist, distance to the entrance gate, road class, building size, parking lot, variety of product, and the origin of product. The results showed that the spatial pattern of shopping tourists in Batik Trusmi Area does not always visit batik shop which is located close to the entrance gate of Batik Trusmi area. Shopping tourists tend to visit batik shops that have a distance close to other batik shops and dominated by shopping tourists who come from West Java Province, especially the city of Bandung. Factors that correlate with shopping travelers are the area of product variation building, where stores with medium to large building areas and moderate to large product variations tend to have high number of shopping tourists"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
W. Anwar Falah
"Bangunan purbakala Sunyaragi merupakan salah satu tinggalan purbakala yang terdapat di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Bangunan tersebut pada mulanya merupakan milik Keraton Kasepuhan, salah satu kesultanan di Cirebon, namun sudah diambil alih oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan den Kebudayaan Propinsi Jawa Barat untuk dilestarikan.Menurut keterangan, bangunan tersebut berasal dari awal abad ke-18 M, serta dibangun sebagai sarana istirahat dan menyepi bagi keluarga Sultan Kasepuhan oleh Pangeran Aria Cirebon. Nama Sunyaragi merupakan nama yang secara tradisional diberikan kepada bangunan tersebut, baik oleh pihak Kasepuhan, kerabat Kesultanan Cirebon, maupun oleh masyarakat Cirebon umumnya. Sumber-sumber tertulis sejak pertengahen abad ke-19 M juga menggunakan name itu. Masyarekat Cirebon umumnye menambahkan kata qua di depan nama Sunyaragi, menjadi Gua Sunyaragi, sedangken Dinas Pariwisata Kotamadya Cirebon memakai namaTaman Guha Sunyaragi. Nama Sunyaragi itu sangat mungkin diberikan_"
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S12066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindia Chaerosti
"Keberadaan keraton dalam suatu kerajaan memegang peranan penting, karena keraton selain sebagai tempat tinggal raja beserta keluarganya merupakan pula suatu bangunan inti yang berfungsi sebagai pusat kerajaan sekaligus sebagai pusat kota. Keraton sebagai hasil karya arsitektur masa lampau merupakan obyek yang menarik untuk diteliti. Dibaliknya tersembunyi simbol yang mengisyaratkan kekuasaan dan kesucian seorang raja. Mengingat bangunan keraton atau istana merupakan tempat raja bersemayam, maka tentunya dalam pembuatan keraton disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai seorang raja.
Dalam tesisnya yang meneliti Keraton Kasunanan Surakarta, Behrend melihat adanya bentuk yang hampir sama (mirip) dalam tata keraton, antara keraton tersebut dengan Keraton Kasultanan Yogyakarta. Terlihat dari pola pembagian wilayahnya, pola pembagian halamannya dan juga dari bangunan-bangunan yang ada di dalam keraton. Keadaan tersebut menjadi suatu model penelitian dan dasar pemikiran untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang keraton, khususnya pada Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan yang terdapat di Cirebon. Penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi ini pada dasarnya ingin melihat kemungkinan adanya suatu pole tertentu dalam bentuk tata ruang dan tata bangunan keraton, khususnya terhadap keraton-keraton yang ada di Cirebon.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada prinsipnya kita melihat adanya suatu pola yang sama pada tata ruang dan tata bangunan keraton-keraton di Cirebon, walaupun tidak sama persis dengan keadaan (tata keraton) yang terlihat pada Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Hal itu didasari oleh adanya suatu pemikiran atau konsep mengenai mikrokosmos-makrokosmos dalam masyarakat, serta dipengaruhi oleh tradisi lainnya yang telah berkembang pada masa pra-Islam. Perbedaan dalam tata keraton, antara keraton-keraton di Cirebon yang merupakan peninggalan Kasultanan Cirebon, dengan Keraton Surakarta dan Yogyakarta sebagai peninggalan dinasti Mataram Islam, kemungkinan menunjukkan suatu perbedaan bentuk antara keraton-keraton dari kerajaan pesisir dan pedalaman.
Dari penelitian ini kita juga mendapatkan gambaran tentang bangunan-bangunan yang menjadi bangunan inti sebagai suatu prasyarat sebuah keraton. Fungsi bangunan dan tingkat kepentingannya sangatlah menentukan lokasi atau daerah penempatannya dalam ruang (halaman) keraton.
Bertolak dari hasil penelitian ini, diharapkan akan dilakukan suatu penelitian lebih lanjut terhadap keraton, khususnya pads keraton-keraton yang berada di pesisir dan pedalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iroh Siti Zahroh
"Di Asia Tenggara sejak masa pra-Islam telah dikenal kepercayaan mengenai kesejajaran makrokosmos dengan mikrokos_mos, antara jagat raya dengan dunia manusia (Geldern 1972:1). Akibat kepercayaan itu, masyarakat selalu menjaga keselarasan makrokosmos dengan makrokosmos, antara jagat raya dengan dunia manusia. Penjagaan ini disebabkan oleh keinginan manusia supaya keadaan dunia selalu tenteram.
Pada masa pra-Islam satu pusat kota, keraton, dan raja dianggap sebagai salah satu hubungan dari kesejajaran makrokosmos dengan mikrokosmos. Masyarakatnya rnenganggap bahwa pusat kota, keraton, dan raja selain dianggap sebagai pusat politik, sosial, ekonomi, keagamaan dan budaya juga dianggap sebagai pusat magis. Hal seperti ini pada masa Islam masuk dan berkembang, di Jawa pemikiran seperti ini masih ada walau pun samar-samar (Tjandrasasmita 1981/1982:236).
Salah satu bentuk nyata dari pemikiran ini yaitu pusat kota, keraton, Sering di kelilingi termbok, parit , atau kedua_rya. Fungsi pertama tembok dan parit tersebut untuk menjaga segala serangan dari luar. Fungsi kedua yaitu sebagai tanda batas antara daerah sakral dan profan."
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S11772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai usaha perbatikan di Desa Trusmi-Cirebon yang masih tergolong industri rumahan, namun dapat berkembang dengan baik dan dapat membantu perekonomian masyarakat di Desa Trusmi-Cirebon, serta melestarikan seni batik cirebon. Metode dan sumber yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode sejarah, yaitu: melalui tahap heuristik, kritik sumber sehingga didapatkan fakta sejarah yang mendekati kenyataan peristiwa yang ditulis. Selanjutnya dilaku kan tahap interpretasi data, dan tahap terakhir adalah historiografi.
Hasil temuan ini menunjukan bahwa pada tahun 1950-1987 adanya dinamika industri batik di Desa Trusmi-Cirebon karena perubahan dalam memproduksi dan mendistribusikan industri batik tersebut. Eksistensi industri batik di Trusmi perlahan meningkat setelah mengalami perubahan proses (teknik) pembuatan batik dan upaya dari pemerintah untuk mengembangkan industri tekstil memberikan dampak yang baik untuk Trusmi. Kesuksesan industri batik trusmi ini mampu membantu kehidupan sosial ekonomi masyarakat TrusmiCirebon.

This undergraduate thesis discusses the business of batik in Trusmi-Cirebon Village, which is still classified as home industry, but can grow well and can help the social economy in Trusmi-Cirebon Village, and preserve the art of batik cirebon. The methods and sources used in the research are historical methods, namely: through the heuristic stages, source criticism so as to get historical facts close to the reality of the events written. Next is the data interpretation stage, and the last stage is historiography.
These findings show that in 1950-1987 the dynamics of batik industry in Trusmi-Cirebon Village due to changes in producing and distributing the batik industry. The existence of the batik industry in Trusmi is slowly increasing after experiencing changes in the process (technique) of batik making and the efforts of the government to develop the textile industry gives a good impact to Trusmi. The success of trusmi batik industry is able to help the socio-economic life of Trusmi-Cirebon community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>