Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Isnaputri Iskandar
"ABSTRAK
Dalam melaksanakan tugas akhir atau skripsi bagi setiap mahasiswa jurusan Asia Timur Seksi Cina, penulis memusatkan perhatian pada bidang sejarah Cina. Untuk maksud tersebut, penulis memilih salah satu peristiwa atau kejadian yang mewarnai sejarah kaum Komunis yaitu Long March. Peristiwa Long March ini merupakan salah satu episode dari perang saudara yang pecah antara kaum Komunis dengan kaum Nasionalis. Perang saudara ini berlangsung selama sepuluh tahun, dimulai dari tahun 1927 sampai tahun. 1937.Di dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penulis berusaha semaksimal mungkin dan melalui bimbingan dari dosen Seksi Cina atau Sinologi, agar supaya tulisan ini dapat mencapai sasaran_nya.Alasan penulis untuk memilih judul skripsi tersebut diatas adalah karena Long March ini merupakan suatu gambaran tentang ketabahan dan ketahanan mental serta spiritual se-kelompok manusia yang berjalan kaki dari suatu daerah di Cina Selatan ke daerah lainnya di Cina Utara sepanjang 12.

"
1995
S13027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Astrianti
"ABSTRAK
Lisa Astrianti (0790060175). Suku Bangsa Minoritas Gaoshan Di Taiwan(di bawah bimbingan Christine Tala Bachrun M.A. dan Anita L. Amran S.S.y, Depok, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1996. Taiwan atau dikenal juga dengan Formosa, memiliki suku bangsa minoritas Gaoshan yang merupakan salah satu dari 55 suku bangsa minoritas di Cina. Suku bangsa minoritas Gaoshan ini, berdasarkan bukti-bukti arkeologis diperkirakan datang ke Taiwan kira-kira 2000 tahun yang lalu. Mereka berasal dari Semenanjung Melayu dan Pasifik Selatan. Sebenarnya suku bangsa minoritas Gaoshan ini terdiri dari 19 kelompok, namun yang masih mempertahankan kebudayaan tradisionalnya di tengah-tengah suku bangsa miyoritas Han dan pengaruh yang ditimbulkan dari bangsa-bangsa asing yaitu Belanda, Spanyol, Inggris, Perancis, dan Jepang, hanyalah tinggal 9 kelompok yaitu Atayal, Saisiat, Bunun, Ami, Tsou, Rukai, Puyuma, Paiwan, dan Yami. Menurut penelitian kepustakaan, pada saat ini kesembilan kelompok ini masih dapat mempertahankan kebudayaannya yaitu tempat tinggal, pernikahan, pakaian, perhiasan, makanan, dan ciri khas masing-masing kelompok. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menggambarkan kehidupan suku bangsa minoritas Gaoshan ini dilihat dari aspek budayanya.

"
1996
S13008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Boedjang
"Menurut dongeng pahlawan2 Biak jaitu fokok dan pasrefi dan menurut keterangan2 dari Tidore, orang Biak kehilangan kemerdekaan mereka kira2 pada achir abad ke 15. Kedua pahlawan itu berasal dari daerah Hollandia dan terkenal dengan perdjalanan2 membadjak mereka ke Halmahera. Disini mereka mengenal besi dan membawanja pulang ke Hollandia. Ketika mereka ditaklukkan oleh Sawai Halmahera, kira2 pada waktu itu djuga seorang pahlawan Biak jang lain bernama Gurabesi, berangkat ke Tidore. Kemudian ia kawin dengan anak Sultan Tidore dan mendjadi taklukan keradjaan itu. Mungkin karena pengaruhnja banjak orang Biak diangkat sebagai orang perantara antara Tidore dan beberapa keompok pedalaman..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1960
S10819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
729.240 IND k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Handini
"As an ethnic group that lives in the interior part of the Jambi Province, Suku Anak Dalam is inseparable with tropical rainforest. The rainforest is their most essential environment. Therefore, changes in the rainforest have a significant impact on the people's lifestyle Among the lifestyles that represents their dependence to nature is their pattern of subsistence, which is foraging, a combination of hunting and gathering activities that they do in nomadic fashion tracking the food sources provided by nature. That is the reason that the Suku Anak Dalam is also known as foragers, meaning people who roams in search of food.
The topic of this thesis is the foraging lifestyle, which has become very difficult to maintain due to environmental changes. The quantity and quality of the rainforest are declining as the result of the opening of plantations, transmigration areas, illegal logging, road construction, etc. The impact is immediately felt: the food sources of the Suku Anak Dalam are drastically decreasing.
The research method used in this thesis is participant observation, which is implemented in the field by conducting a descriptive technique with the inductive type of reasoning. The optimal foraging analysis by Winterhalder (1981) and Schoener (1971), which emphasizes on four aspects that should go in concert to acquire optimal results, were applied directly to the foraging of the Suku Anak Dalam. The four aspects are the food extent, foraging space foraging period, and group size.
The application of optimal foraging analysis among the Anak Dalam foragers reveals that wild boar and deer are their favorite menu because those kinds of animals are easy to find, have plenty of meat, and delicious. On the other hand, a tuber plant called bazaar (Diascrorea sp.) is also a favorite. Analysis shows that foraging lifestyle mainly depends not on animal hunting but on plant gathering activities. Protein is the supplement of carbohydrate, and the food sources can be found around the habitation camps. The foraging space is in proportion with the condition of the surrounding rainforest: the more infertile/barren a foraging area, the scarcer the food sources; as a consequence, the wider is the roaming area and the higher is the foraging intensity. In the case of the Anak Dalam foragers, the foraging space covers 2 - 6 hour walk or within a radius of 2 - 29 km from their habitation camp.
The Suku Anak Dalam people generally practice foraging for 20 - 30 hours per week, or + 6 hours per day. During the foraging period, 30 % are allocated for hunting and 70 % are for gathering activities. The ideal size for a group of foragers is 20 - 25 people, which includes at least 3 - 4 adult males as hunters. Gathering activities, on the other hand, can be done by any number of people, be it an individual, a small group, or a large group. If a foraging group becomes too large, some of its members will leave the group and form a new group.
Environmental changes have made each Anak Dalam foraging group to employ its own adaptation strategy. As a result, based on their subsistence, there are three types of Anak Dalam groups: foragers, semi-foragers, and crop growing groups. Aside from environmental changes, there are also internal and external factors that changed the lifestyle of the Anak Dalam people. Among the internal factors is their desire to move into what they thought to be a better lifestyle, while one of the external factors is government policy. This thesis will focus on the- causal relationship between environmental changes and foraging activities among the people of Suku Anak Dalam. Various aspects of their daily life will also be described in this thesis, which will include their nomadic tradition, social organization, life cycles, genealogical system, religion system, political and governmental system, and technological system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schadee, MC
Jakarta : Yayasan Idayu , 1979
572.792 1 SCH kt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Pulau Lombok salah satu pulau dihuni oleh berbagai etnik seperti Sasak, Bali, Madura, Samawa, Mbojo, dan Sunda. Sebelum masuknya pengaruh-pengaruh agama ke Pulau Lombok, bahwa suku asli Lombok sudah memiliki suatu keyakinan seperti melakukan persembahan pada roh atau jiwa dan benda-benda yang dianggap keramat yang tetap menyatu pada tradisi leluhumya yang disebut kepercayaan Wetu Telu. Adanya transformasi pemahaman terhadap Wetu Telu disebabkan adanya perbedaan kajian serta pandangan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam keyakinan penganut Wetu Telu Suku Sasak terhadap budaya Iain dalam suatu ajaran sehingga memunculkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan (das sein) dalam mempertahankan kearifan lokal budaya Suku Sasak. Kesenjangan tersebut menimbulkan resistensi Wetu Telu Suku Sasak yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengkaji hubungan yang terjadi pada masyarakat Suku Sasak di Lombok Nusa Tenggra Barat. Dengan demikian peneliti tenarik mengangkat permasalahan ”Bagaimana resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara”. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah, sedangkan kegunaan secara teoretis menambah khasanah keilmuan dan secara praktis memberikan kontribusi pembuatan kebijakan yang berdasarkan nilai-nilai budaya Iokal. Kajian pustaka yang digunakan adalah ”melacak akar sejarah Waktu Telu oleh Zaelani, Islam Sasak oleh Budiwanti, Suku terasing di Bayan oleh Adonis, dan Kajian Waktu Telu Suku Sasak oleh Rasti. Metode Penelitian dalam pengambilan data menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumemasi sedangkan teknik analisa data bersifat deskriftif interpretatif. Dari hasil penelitian tentang resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap hegemoni pemerintah meliputi : Pertama, resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap wacana politik pemerintah tentang wacana pemerintah bahwa setiap umat beragama agar tetap menerapkan ajaran sesuai petunjuk kitab suci Al-quran dan Hadist; Kedua, resistensi Welu Telu Suku Sasak terhadap kekuasaan pemerintah dalam hegemoni lahan yaitu banyaknya masyarakatl yang tinggal di Desa Senaru Kabupaten Lombok sehingga menimbulkan kecemburuan pada masyrakat setempat. Keliga, resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap eksploitasi budaya dalam ajang pariwisata terjadi penolakan oleh Tokoh Adat Wetu Telu Suku Sasak resistensi Wetu Telu Suku Sasak terhadap peserta diklat penyuluh agama dan belajardi Pondok Pa yaitu belum sepenuhnya masyarakat Wetu Telu Suku Sasak berkenan anak-anaknya sekolah mau belajar di Pondok Pesantren karena dikhawatirkan dapat merubah bahkan melunturkan tradisi 3 mengakar dari ajaran Ieluhurnya."
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
D. Prawiradiharni
"Buku ini terdiri atas 7 bab, yaitu: 1. Uraian mengenai bangsa-bangsa dan bahasanya; 2. Uraian mengenai hidup bermasyarakat; 3. Uraian mengenai kepercayaan bangsa-bangsa. Sebelum adanya agama Hindu, Kristen dan Islam; 4. Uraian mengenai berbagai bangsa di Hindia Timur (Tengger, Bali, flores, Makasara, Batak dan sebagainya); 5. Uraian mengenai agama Hindu; 6. Uraian mengenai agama Islam; 7. Uraian mengenai pranata mangsa."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
BKL.0489-LL 48
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wahyu Sudarmadji
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Agustin
"Minoritas Druze Lebanon telah menempati Pegunungan Lebanon sejak abad 11 M. Meskipun dari segi jumlah Druze merupakan minoritas, mereka mampu mempertahankan eksistensinya sejak kedatangannya hingga saat ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kondisi dan kebertahanan minoritas Druze Lebanon. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan data sekunder dari studi pustaka. Teori yang digunakan adalah teori kebertahanan dari Gunnestad (2006). Penelitian ini menemukan bahwa Druze datang ke Pegunungan Lebanon pada abad 11 M untuk melindungi diri dan kemudian membentuk komunitas di sana. Pada masa Ottoman, Druze memiliki kekuasaan sebagai emirat di Pegunungan Lebanon di bawah wali Ottoman. Pada masa Mandat Perancis, kedudukan Druze sebagai pemimpin berubah menjadi minoritas karena pembentukan Lebanon Raya. Pasca kemerdekaan, Druze hanya memiliki partisipasi terbatas dalam politik dan pemerintahan karena sistem konfesional Lebanon. Temuan selanjutnya, kebertahanan minoritas Druze Lebanon didukung oleh tiga faktor: internal, eksternal, dan eksistensial. Faktor internal dengan memilih tempat bermukim di wilayah pegunungan dan menyatukan komunitas mereka di bawah kepemimpinan zaim. Faktor eksternal yakni konstitusi Lebanon mengakui Druze sebagai salah satu agama resmi dan aliansi politik yang mereka bangun dengan komunitas lain. Faktor eksistensial adalah adanya konsep taqiyya, reinkarnasi, dan kepercayaan akan datangnya Mahdi yang terdapat dalam ajaran mereka.

Lebanese Druze minority has resided in Mount Lebanon since the 11th century. Besides being numerically a minority, they manage to preserve their existence from their first arrival until the present. This research aimed to describe the condition and resilience of the Lebanese Druze minority. By using a descriptive qualitative method, this research relied on secondary data acquired from library research and implemented the resilience theory approach by Gunnestad (2006). The research found that the Druzes came to Mount Lebanon in the 11th century to protect themselves and build a community in that area. During the Ottoman period, the Druze ruled as an emirate in Mount Lebanon under the Ottoman wali. During the France Mandate, the position of the Druze as a ruling class changed into a minority due to the establishment of Grand Lebanon. After Lebanon’s independence, the Druze had only limited political and governmental participation because of Lebanon’s confessional system. The next finding is that the resilience of the Lebanese Druze minority is supported by three factors: internal, external, and existential. First, the internal factor is their decision to reside in the mountainous area and organize their community under the leadership of zaim. Second, the external factor is besides Lebanon’s constitution recognizing Druze as one of the official religions, they establish political alliances with other communities. Third, the existential factor that supports the resilience of the Druzes is the principle of taqiyya (concealment), reincarnation, and belief in the arrival of a Savior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>