Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109428 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggraini
"Ada yang `tidak biasa' terjadi pada pemerintahan Sudan di bawah Umar al-Basir yang Islamis. Persepsi pemerintahan militer di bawah al-Basir dengan kelompok sipil yang diwakili NIF memiliki kesamaan, yaitu bagaimana menegakkan pemerintahan yang sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang di anut bangsa Sudan yang mayoritas berpenduduk muslim. Dengan kata lain, Pemerintah memahami kecenderungan masyarakat dan menyalurkan aspirasi politikmereka yang mayoritas memilih Islam sebagai landasan bernegara. Ada hubungan yang saling menguntungkan antara sipil dan militer. Sipil membutuhkan militer untuk mewujudkan ide-ide perjuangannya, dan militer membutuhkan dukungan massa sipil untuk melegitimasi kekuasaan..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S13154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Supriyo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sutanto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Chandra
"Peranan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) Cina dalam sistem sosial-politik di RRC merupakan suatu gambaran mengenai hubungan sipil-militer di negara tersebut. Sebagai alat Partai (Partai Komunis Cina), TPR bukan hanya berfungsi sebagai kekuatan militer semata-mata, mereka juga senantiasa dilibatkan untuk membantu Partai dalam menerapkan berbagai kebijaksanaannya pada rakyat, misalnya menjadi alat mobilisasi politik, motivator pembangunan sosial-ekonomi di dalam masyarakat, dll. Oleh karena itu, TPR senantiasa dianggap sebagai tentara profesional-revolusioner, dalam arti bahwa TPR merupakan tentara-tentara profesional yang setia kepada tujuan revolusioner. Sejalan dengan program profesionalisasi militer yang dikembangkan sejak awal pemerintahan RRC, terjadi perdebatan di kalangan pimpinan RRC mengenai sejauh mana TPR harus tetap terlibat dalam tugas-tugas nonmiliter. Hal itu telah dikaitkan dengan keseimbangan merah dan ahli dalam konteks politik Cina. Demikianlah, berbagai keterlibatan dan intervensi TPR dalam politik RRC telah mewarnai hubungan sipil-militer di negara tersebut antara tahun 1949-1969."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S12819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S5891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Isdiman Saleh
"ABSTRAK
Aljazair adalah salah satu negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara yang memiliki sejarah panjang dominasi militer dalam politik dan pemerintahan. Dominasi militer dalam pemerintahan yang telah berlangsung sejak lama tersebut sebenarnya telah diupayakan untuk dikurangi, namun baru mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Presiden Abdelaziz Bouteflika periode ketiga dengan kebijakan reformasi dan demokrasi di pemerintahan Aljazair. Hanya saja, dibalik upaya tersebut, dominasi militer dalam politik Aljazair masih ada dengan peran aktif Dinas Intelijen Militer atau DRS Department Du Renseigment et De La Securite dalam menentukan arah kebijakan politik sekalipun secara konstitusional partisipasi militer dalam politik dilarang. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sipil-militer di Aljazair pada tahun 2009-2014 mengingat revolusi Arab Spring berlangsung pada periode ini. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitiatif dengan pendekatan studi pustaka. Metode tersebut dilaksanakan dengan melakukan telaah literatur, dokumen dan teori yang berkaitan dengan hubungan sipil-militer di Aljazair pada periode tersebut. Adapun yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah hubungan sipil-militer di Aljazair yang mengarah kepada kontrol sipil secara penuh dengan pengurangan peran militer dalam politik dan penyerahan tanggungjawab penuh pertahanan negara terhadap militer. Peran Dinas Intelijen Militer juga perlahan mulai dikurangi semenjak tragedi ladang gas Amenas pada tahun 2013. Meskipun demikian, militer Aljazair masih digunakan oleh pemerintahan Presiden Abdelaziz Bouteflika sebagai alat kekuasaan.

ABSTRACT
Algeria is one among Middle East and North Africa states that has long history of military domination on its political and governmental affairs. There are a number of effort to reduce military domination on Algeria rsquo s political and governmental affairs that had been occurred since a long time ago, though it has just reached its peak during President Abdelaziz Bouteflika rsquo s third period with the policy of reformation and democratisation on governmental fields. Nevertheless, the domination of military in the Algerian political affairs are still remains with the active role of Military Intelligence Service or DRS Department Du Renseigment et De La Securite especially on state rsquo s policy direction making process though the military role in politics is prohibited constitutionally. Thus, the purpose of this research are intended to understand the civil military relations in Algeria during President Bouteflika rsquo s third periode from 2009 2014 because The Arab Spring Revolution occurred at that period. Method that used on this research is qualitative research with literature study approach. This research are conducted by reviewing and studying some literatures, documents, and theories related to civil military relations in Algeria at that period. According to this research, it may concluded that civil military relations in Algeria during President Bouteflika rsquo s third period are directing towards lsquo full civilian rsquo control with reducing military role in politics and handing over the security and defense affairs to the military. The role of the Military Intelligence Service DRS are reduced slowly after The Amenas Hostage Crisis in 2013. Despite of these situations, the military are still used by President Abdelaziz Bouteflika rsquo s administration as the tool to securing its power."
2017
T49102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bima Aksara, 1985
306.2 HUB
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fina Apriani
"Di bawah kendali militer, Sudan terus mengalami ekstensi masa transisi. Masa transisi yang semula diagendakan akan berakhir dalam dua tahun kini telah memasuki tahun kelima tanpa arah yang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk membahas penyebab ekstensi masa transisi Sudan pascakudeta Bashir dengan mengkaji setiap tindakan, strategi, kebijakan, dan keputusan penguasa militer Sudan selama masa transisi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini dihimpun menggunakan teknik studi pustaka dari sumber data sekunder berupa buku, artikel jurnal, laporan, artikel berita, dan internet. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstensi masa transisi Sudan disebabkan oleh tiga peran elite yang rangkap oleh pemerintahan militer, yaitu elite politik, elite ekonomi, dan elite militer. Kombinasi ketiganya memungkinkan militer untuk mengatur seluruh skenario kebijakan pemerintah sekaligus memegang kendali penuh atas seluruh hierarki masyarakat Sudan. Kasus Sudan menunjukkan bahwa kekuasaan politik, ekonomi, dan militer yang dikuasai secara simultan oleh satu instansi tanpa kontrol instansi lain berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang berdampak pada ketidakstabilan politik negara.
Under military control, Sudan continues to experience an extended transition period. The transition period that was originally scheduled for two years, now entered its fifth year. This research aims to discuss the causes of Sudan's transitional period extension after Bashir's coup by examining every action, strategy, policy, and decision of Sudan's military rulers during the transition period. The research method used is a qualitative method with a descriptive analysis approach. The data used in this study were collected using literature study techniques from secondary data sources in the form of books, journal articles, reports, news articles, and the internet. This paper shows that the extension of Sudan's transitional period is caused by three elite roles of the military government, including political, military, and economic elites. The combination of the three allows the military to organize the entire scenario of government policy while holding full control over the entire hierarchy of Sudanese society. The case of Sudan shows that political, economic, and military power controlled simultaneously by one institution without the control of other institutions has the potential to cause conflicts of interest that have an impact on the political instability of the country."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuddy Crisnandi
"Dwifungsi ABRI yang ditenggarai sebagai faktor penyebab intervensi militer kedalam urusan non-militer, dirasakan telah menjurus pada keadaan yang mengkhawatirkan perkembangan demokrasi di era Orde Baru (1966-1998). Sikap sinis masyarakat dan kritik-kritik terhadap peran militer yang melampaui porsi fungsinya, seakan tidak membuat militer bergeming hingga penghujung era kekuasaan Presiden Soeharto. Turunnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, mendorong keberanian masyarakat untuk mendesakan keinginan mengembalikan militer sebagai kekuatan pertahanan belaka. Masyarakat menuntut militer untuk menghentikan seluruh kegiatan diluar tugas-tugas kemiliteran. Urusan sosial politik diharuskan tidak lagi menjadi wewenang militer. Militer diminta tidak mengambil porsi jabatan birokrasi sipil. Militer juga dituntut membenahi diri lebih professional. Berbagai tuntutan ditujukan kepada militer untuk segera menghapuskan doktrin Dwifungsinya.
Menjawab desakan kuat masyarakat yang tidak menghendaki militer berperan dalam urusan sosial-politik, militer mencanangkan apa yang disebutnya Reformasi Internal ABRI. Militer juga berargumentasi bahwa ide reformasi internalnya, sudah dipersiapkan dan selaras dengan harapan masyarakat. Militer mengaku tidak merasa bahwa desakan masyarakat sebagai penyebab langkah-langkah reformasi internal ABRI. Namun, kenyataannya konsep reformasi internal ABRI pada tahap awal, tidak seperti apa yang dituntut oleh masyarakat. ABRI lebih mengedepankan pendekatan implementasi bertahap sementara masyarakat menginginkan berlangsung sesegera mungkin. Bahkan ABRI masih memandang perlu konsep Dwifungsi yang di luruskan pelaksanaannya, sementara masyarakat menghendaki dihapuskannya. Pergulatan dinamika wacana panjang tentang reformasi internal ABRI, pada akhirnya tunduk pada kehendak masyarakat. Namun, militer masih juga mengatakan bahwa reformasi internal ABRI sudah direncanakan sejak awal dan berangkat dari kesadaran internal militer untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Reformasi internal ABRI, tampaknya secara nyata tidak akan terwujud bila tidak pernah terjadi peristiwa reformasi nasional. Peristiwa-peristiwa politik menjelang reformasi, desakan masyarakat, dan peran militer menyikapi dinamika politik yang berlangsung saat itu, turut menentukan perkembangan politik selanjutnya yang menyentuh militer dengan reformasi intemalnya. Implementasi reformasi internal militer berdampak luas terhadap reposisi peran militer dalam kehidupan nasional. Dikembalikannya fungsi militer sebagai alat pertahanan negara belaka, menandai berakhirnya era Dwifungsi ABRI.
Reformasi internal ABRI telah membawa militer mereposisi diri dalam berhubungan dengan lingkungan eksternalnya. Hubungan sipil-militer yang berlangsung di era kekekuasaan Orde Lama (1952-1966) dan Orde Baru (1966-1998), jauh berbeda dengan di era reformasi. Begitupun hubungan sipil-militer di era reformasi pimpinan Presiden Habibie (1998-1999) berbeda dengan era kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid (1999-2001) maupun Presiden Megawati Soekarno Putri (2001-2004). Memperhatikan hubungan sipil-militer yang berlangsung di era reformasi, tampak jelas belum ada pola hubungan yang stabil. Karenanya, prospek hubungan sipil-militer kedepan menjadi kajian yang sangat menarik untuk mencermati peran militer dalam perkembangan demokrasi.
Hasil penelitian yang didasarkan atas pengamatan dan wawancara mendalam dengan duapuluh enam perwira tinggi militer diantaranya Jenderal Purn. Wiranto dan Jenderal Purn. Susilo Bambang Yudhoyono, serta mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid, mencoba memaparkan masalah-masalah yang terkait dengan reformasi internal ABRI, pandangan mereka, serta berbagai hal yang melatarbelakanginya. Hasil penelitian ini memberikan jawaban atas permasalahan penelitian yang bertujuan mengetahui penyebab utama yang mendorong militer melakukan reformasi internalnya. Begitupun dengan hubungan sipil-militer yang berlangsung sesudahnya, adalah bagian yang dikemukakan disini.
Disertasi yang menyajikan hasil penelitian ini disusun dalam 6 bab. Selain mengetengahkan berbagai pendekatan teori tentang keterlibatan militer dalam politik dan hubungan sipil-militer, sejarah politik militer Indonesia yang melatarbelakangi keterlibatannya dalam urusan sosial politik turut diulas. Begitupun para teoritikus militer seperti Samuel P. Huntington, Amos Perlmutter, Erick Nordlinger Carl Von Clausewitz, Morris Janowitz, Gavin Kennedy, Claude E Welch, Harry Holbert Turney, Guilermo 0'Donnel, Larry Diamond, Elliot A. Cohen, karya pemikirannya dijadikan landasan teori untuk memahami fenomena penelitian yang dilakukan. Beberapa contoh keterlibatan militer dalam politik di berbagai kawasan, disajikan untuk melengkapi pemahaman disertasi ini.
Kendatipun, era reformasi telah menempatkan militer pada posisinya yang dijauhkan dari politik, tidak menjamin kalangan militer benar-benar lepas dari ketertarikannya pada masalah politik. Fenomena proses pemilihan Presiden langsung yang pertama di Indonesia (Mei-Oktober 2004), membenarkan kekhawatiran masyarakat akan kembalinya militer berpolitik cukup beralasan. Akhirnya penelitian ini menyimpulkan bahwa reformasi internal ABRI tidak berdiri sendiri. Hubungan sipil-militer di era reformasi belum mencerminkan hubungan sipil-militer yang menunjukan bahwa militer berada dibawah kendali otoritas sipil sepenuhnya. Istilah hubungan-hubungan yang seimbang (Equal Relations), hubungan yang setara dan terkendali (Equal & Controllable) dalam konteks hubungan sipil-militer, adalah hal baru yang ditemukan pada hasil penelitian ini. Hubungan sipil-militer seperti itu, tampaknya cocok diterapkan pada masa transisi yang sedang berlangsung di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
D594
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuddy Crisnandi
"Internal reform of Tentara Nasional Indonesia, the Indonesian Armed Forces, to disengage itself from political activities post the Soeharto government; study"
Jakarta: LP3ES, 2005
355.033 5 YUD r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>