Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70872 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Nahri Mansyur
"
ABSTRAK
Pada masa Perang Dunia I (1914-1918) dan pasca Perang Dunia I, Jepang mengalami masa booming perekonomian yang tinggl. Memasuki dekade 1920--an, perekonomian Jepang mulai memasuki fase yang sulit, karena sepanjang dekade 1920-an terdapat banyak krisis perekonomian yang melanda negara tersebut, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Memasuki dekade 1930-an, krisis yang terjadi di Jepang mencapai puncaknya ketika dunia dilanda depresi. Untuk melepaskan diri dari pengaruh buruk yang ditimbulkan depresi tersebut, pemerintah Jepang menerapkan serangkaian kebijakan perekonomian yang memfasilitasi dunia usaha dalam negerinya. Hal ini dapat dikatakain unik, karena ditengah depresi yang melanda, Jepang justeru semakin meningkatkan kegiatan perekonomiannya. Kebijakan-kebijakan perekonomian yang diterapkan Jepang ini mulai menampakkan hasilnya pada tahun 1933-1934 dan tahun-tahun setelahnya, dimana Jepang merupakan negara yang paling cepat bangkit dari pengaruh buruk depresi dunia, bahkan jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa lainnya. Bagaimanapun juga, dapat dikatakan bahwa keberhasilan Jepang dalam merekonstruksi perelconomiannya yang 'hancur' akibat depresi diakibatkan peranan pemerintah Jepang yang mempunyai andil yang sangat besar.
"
1998
S13761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyung
"Dalam persepsi pemerintah kolonial, haji merupakan bahaya terselubung yang harus diawasi, terlebih jika di_kaitkan dengan posisi strategis di belakang mereka, serta timbulnya pemberontakan yang diilhaminya. karenanya seluruh kebijakan pemerintah kolonial tentang masalah ini, ialah bagaimana mengawasi jika tidak ingin dikatakan meredam aktifitas mereka. Ada pun komponen yang dikuasai pemerintah kolonial, antara lain penggunaan kapal haji, pembukaan konsulat jenderal haji, juga ujian-ujian yang harus diluluskan jika ingin menunaikan ibadah haji. Dalam masa depresi ekonomi 1930, pengawasan-pengawasan tidak hanya bertendensi politik, namun juga ekonomis. Dengan banyaknya orang menunaikan ibadah haji ini, berarti juga berbarengan dengan keluaranya devisa negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
s13108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Jenal Abidin
"Skripsi yang berlandaskan kajian sosial-ekonomi ini, mencoba melihat gejolak ekonomi di Hindia Belanda yang terkena dampak dari krisis dunia tahun 1930, yang dikenal dengan nama Malaise. Lebih jauh lagi skripsi ini, akan melihat sampai seberapa jauh aktivitas masyarakat Hindia Belanda dalam menanggapi terjadinya depresi ini, dan bagaimana pula sikap dari pemerintah Hindia Belanda dalam menanggulangi terjadinya krisis ini.
Terjadinya krisis dunia tahun 1929, yang berlang_sung cukup lama tersebut, secara praktis melumpuhkan sendi-sendi perekonomian Hindia Belanda. Walaupun sebenar_nya krisis ini dilatar belakangi oleh anjloknya bursa saham di Amerika, tetapi imbasnya justru lebih menimpa pada negara-negara pengahasil bahan mentah. Hindia Belan_da, yang hampir seluruh devisa negara didapat dari ekspor bahan mentah, mengalami nasib yang sangat tragis. Dan hal ini berpengaruh besar pada situasi dan kondisi masyarakat_nya. Muncul kekacauan ekonomi dalam masyarakat yang diaki-batkan oleh pengangguran, pemotongan upah, dan semakin rendahnya harga produk--produk pertanian. Pada saat seperti itulah masyarakat dipaksa untuk bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang sangat sulit.
Sistim ekonomi modern/Barat yang bertopang pada sistim ekonomi uang, sangat menyulitkan posisi masyarakat Hindia Blelanda. Pola-pola yang diterapkan dalam sistim ini sangat sulit untuk diintegrasikan dengan sistim ekonomi pribumi, dan mencapai puncak kesukarannya pada terjadinya malaise ini.
Ada satu hal yang menarik, bahwa dengan terjadinya krisis ini, masyarakat mencoba kembali sistim ekonomi tradisional dalam usahanya untuk mencoba bertahan. Sistim barter pun mulai menjadi model kegiatan ekonomi. Tetapi walau bagaimana sistim ekonomi uang yang diterapkan Peme_rintah secara ketat, (dalam pembayaran pajak, bunga hutang, dll) menyebabkan masyarakat mencoba bentuk lain dari usaha yang mereka jalani selama ini.
Usaha ini mencapai titik terang tatkala, Pemerintah mendukung (walaupun untuk maksud yang lain) pemanfaatan lahan-lahan yang kosong (akibat pengurangan produksi Perusahaan-perusahaan besar), pengaturan kebijakan regulasi agar produksi bisa berjalan tanpa terlalu terpengaruh kondisi pasar dunia, dan kebangkitan kembali industri_industri kecil masyarakat, yang kesemuanya dapat menjadi buffer (penyeimbang) dari krisis yang sedang berjalan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uji Agung Santosa
"Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan pembangunan infrastruktur. Sebab untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan atau aktivitas perekonomian diperlukan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Namun sampai saat ini pembangunan infrastruktur belum seperti yang diharapkan baik dalam skala nasional maupun di Provinsi Jawa Barat. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 2008-2009 memperparah penyediaan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur yang terhambat ini menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 sampai 2009 terus menurun. Oleh karena itu, menjadi hal yang sangat penting mengetahui jenis infrastruktur mana saja yang berdampak optimal terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat, termasuk berapa besar kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur agar dapat signifikan berpengaruh terhadap perekonomian Jawa Barat. Dengan menggunakan metode non-survay RAS, dilakukan updating tabel input-output (I-O) tahun 2003 ke tahun 2009. Dari updating itu diketahui bahwa Sektor Bangunan menjadi sektor yang paling dominan menyokong pertumbuhan ekonomi tahun 2009. Sektor Bangunan memiliki nilai pengganda output paling besar dibanding Sektor Komunikasi, Sektor Pengangkutan, dan Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih. Sehingga anggaran pembangunan infrastruktur akan menghasilkan nilai pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika dialokasikan untuk Sektor Bangunan.

Economic development is closely related to infrastructure development. To create and enhance economic activities required adequate infrastructure facilities. But until now the development of infrastructure has not been as expected, both nationally or in West Java Province. Economic crisis that hit Indonesia in 2008-2009 exacerbated the provision of infrastructure. Impeded the provision of infrastructure has become one of the causes of economic growth in the province of West Java from 2007 to 2009 continued to decline. Therefore, it becomes a very important thing to know any kind of infrastructure that have an impact on the economy optimally on West Java Province, including how large the budget needs of infrastructure development in order to significantly affect the economy of West Java. By using a non-survay RAS metod to updating input- output table (10) 2003 to 2009. We known that the building sector is the most dominant sector sustain economic growth in 2009. The building sector has a multiplier output value greater than most of Communication Sector, Transport Sector, and Electricity, Gas, and Water Supply Sector. So that infrastructure development budget will produce a high value economic growth if it is allocated to the Building Sector."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T43907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Lasny Rohaya Natalina
"Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis struktur sektor industri Manufaktur dalam perekonomian Indonesia; 2) mengidentifikasi sektor kunci pada sector industri Manufaktur; 3) menganalisis dampak investasi pada sektor industri Manufaktur terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan rumah tangga, dan penyerapan tenaga kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah Input Output yang dimuktahirkan dengan teknik RAS Tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perubahan efisiensi dimana tahun 2012 cenderung lebih inefisien dibandingkan tahun 2010. Sub sektor industri Makanan, Minuman, dan Tembakau merupakan sektor unggulan karena memiliki nilai yang paling besar dalam tiga kelompok angka pengganda, yaitu angka pengganda output, nilai tambah, dan penciptaan tenaga kerja, sedangkan angka pengganda pendapatan rumah tangga yang tertinggi berada pada industri Produk Semen dan Penggalian Bukan Logam. Berdasarkan analisis sektor kunci, industri Makanan, Minuman, dan Tembakau; industri Produk Pupuk, Kimia, dan Karet; dan industri Peralatan, Mesin, dan Perlengkapan Transportasi merupakan sektor kunci pada industri Manufaktur. Simulasi dampak investasi sektor industri Manufaktur secara total berdampak positif pada perekonomian Indonesia dengan indikator berupa pembentukan pertumbuhan output sebesar 1,78 persen, nilai tambah sebesar 1,61 persen, pendapatan rumah tangga sebesar 1,35 persen, dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,06 persen.

This study was aimed to:1) analyze the structure of the manufacturing sector;2) identify the key sectors of the manufacturing sector; 3) analyze the impact of the investment on manufacturing sector in terms of output, value added, household income and labor force. The analysis on this research was based on Input Output Table 2010 which had been updated to Input Output Table 2012 by RAS technique. The result of research showed that there was a change in efficiency where 2012 is tend to be more inefficient compared to 2010. The Food, Beverage and Tobacco industry is a dominant industry in manufacturing sector for it has the three biggest multiplier of output, value added, and labor force while The Cement Product and Non Metallic Quarrying industry has the highest value on household multiplier. The key sectors of manufacturing industry are Food, Beverage, and Tobaco industry and Fertilizer, Chemical, and Rubber Product industry as well as Transportation Machinery and Tool industry. The simulation of the impact of investment in the manufacturing sector showed that investment on manufacturing sector had totally pushed Indonesian economy to grow up, indicated by the increasing of output (1,78 percent), the increasing of value added (1,61 percent), the increasing of household income (1,35 percent), and the increasing of labor absorption (0,06 percent)."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusbiyantoro
"Pariwisata mempunyai peran sangat panting dalam berbagai aspek strategis pernbangunan ekonomi nasional maupun daerah. Diantaranya sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, penghasil devisa, penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan serta memeratakan pendapatan masyarakat.
DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis di Indonesia cukup banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Devisa mengalir dari wisatawan mancanegara yang masuk melalui bandara Soekamo-Hatta maupun Tanjung Priok terus meningkat tiap tahunnya. Perolehan devisa DKI Jakarta pada tahun 1997 mencapai US$ 3.023 juta. Seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis keamanan perolehan devisa terns menurun menjadi USS 2.438 juta tahun 1998 dan hanya mencapai USS 760 juta pada tahun 2001.
Sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB DKI Jakarta menduduki urutan kedua setelah sektor industri di luar sektor keuangan, persewaan dan jasa. Dibandingkan sektor lainnya peranan sektor ini mampu diandalkan apabila kondisi dan citra Jakarta dapat dipulihkan. Kontribusi sektor pariwisata pada PDRB DKI Jakarta mencapai 14,39 persen pada tahun 1997, namun memasuki tahun 1998 kontribusinya mengalami sedikit penurunan menjadi 14,08 persen. Bahkan dari tahun 1999 kontribusinya terus menurun hingga hanya 3,50 persen pada tahun 2001.
Penurunan pengeluaran wisatawan mancanegara menyebabkan penurunan permintaan terhadap komoditi domestik, dan berpengaruh negatif terhadap sektor produksi, pada akhimya akan menyebabkan penurunan tingkat penghasilan masyarakat DKI Jakarta. Tingkat penghasilan yang menurun menyebabkan merosotnya daya beli masyarakat dan merosotnya jumlah konsumsi masyarakat. Selanjutnya berakibat melemahnya kegiatan sektor produksi dan menurunnya konsumsi masyarakat menyebabkan menurunnya Produk Domestik Regional Bruto DKI Jakarta.
Turunnya PDRB mencerminkan menurunnya tingkat pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini akan menjawab dua pertanyaan: a) seberapa besar pengaruh pengeluaran wisatawan mancanegara terhadap distribusi pendapatan masyarakat di DKI Jakarta, b) seberapa besar dampak penurunan pengeluaran wisatawan mancanegara yang terjadi akibat krisis ekonomi dan konflik sosial politik berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat di DKI Jakarta.
Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penulisan ini adalah, pertama pengeluaran wisatawan mancanegara berpengaruh positif terhadap pendapatan dan berpengaruh positif balk langsung maupun tak langsung terhadap perekonomian DKI Jakarta. Kedua, penurunan pengeluaran wisatawan mancanegara berpengaruh negatif terhadap distribusi pendapatan masyarakat di DKI Jakarta.
Metode yang digunakan adalah Sosial Accounting Matrix (SAM) atau sering disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Penggunaan SNSE dimaksudkan agar sektor-sektor ekonomi dapat sebanyak mungkin dimasukkan dalam penelitian ini, baik berupa kegiatan produksi, faktor produksi maupun institusi atau rumah tangga.
Dalam melihat dampak pengeluaran wisatawan mancanegara dari SNSE DKI Jakarta 2000 ukuran 103 x 103 dikembangkan lagi menjadi 129 x 129. Pemecahan dilakukan terhadap sektor-sektor dalam blok kegiatan produksi. Hal ini dimaksudkan agar sektor yang terkait dengan pariwisata dapat dilihat secara lebih rinci, sehingga studi dampak pariwisata terhadap perekonomian DKI Jakarta memungkinkan untuk diketahui.
Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran wisatawan mancanegara terhadap pendapatan masyarakat digunakan pendekatan pengganda neraca, Acccunting Multiplier (Ma). Sedangkan untuk mengetahui lebih lanjut aliran pengaruh tersebut digunakan pendekatan Structural Path Analysis (SPA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang ditimbulkan oleh pengeluaran wisatawan mancanegara terdistribusi diantara blok Faktor Produksi, blok Institusi dan blok Kegiatan Produksi. Distribusi pendapatan faktorial menujukkan bahwa secara umum dalam perekonomian DKI Jakarta bersifat intensif modal, ditandai dengan besarnya dominasi pendapatan yang diterima oleh faktor produksi kapital yaitu sebesar Rp. 3.643,71 milyar yang berarti 54 persen dari total pendapatan yang diterima pleb faktor produksi.
Pendapatan faktor produksi tenaga kerja di bidang Tata Usaha, Penjualan, Jasa¬jasa Penerima Upah dan Gaji jauh lebih besar dibandingkan dengan bidang lain, yaitu menyerap 50,9 persen dari total pendapatan yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja. Tenaga Kerja Pertanian Penerima Upah dan Gaji merupakan bidang yang paling sedikit penyerapannya yaitu sebesar Rp. 3,66 milyar, yang berarti 0,1 persen dari total pendapatan yang diserap faktor produksi tenaga kerja.
Di dalam Institusi Rumah Tangga terjadi ketimpangan pendapatan yang cukup besar antara Rumah Tangga Golongan X dengan Rumah Tangga Golongan I sampai IX. Rumah Tangga Golongan X memperoleh pendapatan terbesar yaitu Rp. 1.787,87 milyar, merupakan 47,3 persen dari total pendapatan yang diterima Institusi Rumah Tangga. Sedangkan 52,3 persennya terdistribusi diantara Rumah Tangga Golongan I hingga IX. Porsi terbesar diterima oleh Rumah Tangga Golongan IX, sebesar Rp. 492,95 milyar merupakan 13,68 persen dari total pendapatan yang diterima Institusi rumah tangga sebesar Rp. 3.602,56 milyar. Bahkan Rumah Tangga Golongan 1 hanya menyerap Rp.56,51milyar, yang berarti 1,57 persen dali total pendapatan. Institusi rurnah tangga.
Pendapatan yang diterima sektor Produksi sebesar Rp. 13.417,53 milyar terdistribusi ke dalam 48 sektor. Tiga sektor berpendapatan terbesar yaitu sektor Hotel sebesar Rp. 1.872,38 milyar, merupakan 13,95 persen. Terbesar kedua, sektor Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank sebesar Rp. 1.190,46 milyar, merupakan 8,87 persen Ketiga, sektor Restoran sebesar Rp. 1.137,46 milyar, merupakan 8,48 persen.
Implikasi kebijakan yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan peran sektor pariwisata beserta pemerataan pendapatan bagi masyarakat dan perekonomian DKI Jakarta adalah: meningkatkan investasi pemerintah di sektor pariwisata., perbaikan sarana dan prasarana yang mendukung sektor pariwisata,.mendorong tumbuhnya investasi swasta, baik dalam negeri maupun asing melalui promosi-promosi investasi., menjaga dan memelihara citra Jakarta sebagai Kota Wisata. Dalam kaitannya dengan penciptaan pemerataan perlu dilakukan kebijakan berupa: meningkatkan pendapatan rumah tangga golongan bawah, melalui program-program pemberdayaan masyarakat seperti pinjaman modal usaha, program pendampingan untuk pembinaan serta pemilihan usaha produktif., mendorong berkembangnya sektor jasa perorangan dan rumah tangg: yang menunjang sektor pariwisata (seperti kerajinan tangan, cindera mata) melalui pembinaan-pembinaan, pembentukan kelompok-kelompok usaha."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Negara
"Hancurnya berbagai sektor ekonomi dunia pasca Perang Dunia ke-2 mengakibatkan hancurya perekonomian di berbagai negara-negara dunia. Di asia, Jepang merupakan Negara yang mampu bangkit dengan cepat dari keterpurukan ekonomi Pasca PD II. Salah satu faktor yang membuat Jepang cepat bangkit dari Keterpurukan ekonomi Asia adalah peranan keiretsu dalam perusahaan-perusahaannya. Meskipun keberadaanya dipadang sebagai hambatan terbesar bagi pihak asing dalam memasuki perindustrian Jepang, tetapi keiretsu melalui kekuatan jaringan dan pembagian kerja serta difersifikasi produk yang dilakukanya telah berhasil memenuhi kebutuhan domestik Jepang, bahkan secara aktif dan agresif membawa Jepang ke dalam perdagangan internasional melalui penetrasi produk dan investasi ke negara-negara lain. Dalam penelitian ini saya akan membahas mengenai peranan keiretsu dan dampaknya terhadap pertumbuhan perekonomian Jepang dari tahun 1951-1973.

The destruction of the various sectors of the world economy after World War 2 resulted collapse economy in various countries of the world. In Asia, Japan is a country that is able to rise quickly from the economic downturn post-World War 2. One of the factors that make Japan rapid rise of Asian economic downturn is the role of the keiretsu in its companies, event keiretsu seen as the biggest obstacle for foreign in industrial enter to Japan, but through the strength of the keiretsu network and division of labor and product has been successfully meet the needs of Japanese domestic, moreover its actively and aggressively bringing Japan into the international trade and investment through the penetration of the product in other countries. In this research, I will explain the role of keiretsu and its impact on Japanese economic growth from 1951-1973.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Batam merupakan salah satu tujuan investasi yang menarik di Indonesia karena letaknya yang strategis yaitu kedekatan Batam dengan Singapura yang menjadi simpul distribusi dunia menciptakan potensi bagi Batam untuk menjadi lokasi manufaktur berorientasi ekspor dan juga kedekatan Batam dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran paling ramai didunia, menciptakan potensi bagi Batam untuk menjadi pusat logistik dan pusat entrepot partikuler (ekspor dan impor) dengan pelabuhan alih kapalnya.
Karena posisi Batam menjadi salah satu potensi ekonomi nasional yang produktif, Batam mampu menghasilkan 13.08% ekspor non-migas nasional, juga menyumbang 9,22% surplus neraca perdagangan nasional (2002). Dengan potensi besar yang dimiliki sebagai kawasan strategis ditambah dengan status hukum yang diberikan selama maka peranan Batam semakin besar sebagai daerah perdagangan bebas. Status istemewa diberikan berupa pembebasan Bea Masuk (BM) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPnBM) dan cukai, termasuk juga barang konsumsi.
Dengan terbitnya PP No 63 Tabun 2004 Tentang Pemberlakuan PPN, PPnBM, dan BM beberapa pihak khawatir mengganggu kegiatan ekspor, impor dan di Kota Batam. Studi ini bertujuan untuk melihat dampak kebijakan pajak terhadap aktivitas ekspor dan impor serta perekonomian Kota Batam.
Studi ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan pajak di Kota Batam sejak 1 Januari 2004, walaupun terjadi penurunan nilai ekspor tapi bukanlah disebabkan oleh kebijakan penerapan pajak tersebut. Impor yang merupakan komponen langsung diterapkannya pajak terjadi kenaikan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh kebijakan penerapan pajak terhadap kegiatan ekspor dan impor di Kota Batam serta perekonomian Kota Batam umumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Wulandari
"Industri pengolahan kayu merupakan salah satu andalan di Propinsi Riau dimana mempunyai peranan dalam menggerakkan perekonomian wilayah. Industri pengolahan kayu dapat dijadikan salah satu sektor disamping sektor-sektor Iainnya dalam membuka kesempatan kerja dan mengurangi perbedaan pendapatan antar daerah karena disamping industri ini mempunyai aktivitas skala yang cukup besar, umumnya industri ini berada di wilayah pedesaan sehingga diharapkan hadirnya industri ini di pedesaan dapat menyerap angkatan kerja baik di wilayah pedesaan dimana industri itu berada maupun angkatan kerja pada wilayah yang lebih luas.
Industri pengolahan kayu Riau pada saat ini rata-rata hanya beroperasi 66,25% dari kapasitas yang diijinkan, Sampai dengan tahun 2002 Industri Pengolahan Kayu Aktif yang berada di Propinsi Riau berjumlah 393 unit (industri kayu lapis 13 unit, industri kertas 2 unit, industri chips 3 unit, industri gergajian 380 unit). Pada saat ini industri tersebut banyak kekurangan bahan baku. Walaupun kebutuhan akan bahan baku industri selain dipasok dari Propinsi Riau juga dari Iuar Propinsi namun kebutuhan akan bahan baku masih belum terpenuhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak industri pengolahan kayu terhadap perekonomian Riau dengan menggunakan pendekatan Input Output dan Model Miyazawa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak Industri pengolahan kayu terhadap perekonomian cukup besar yaitu dalam pembentukan output sebesar Rp 3 406 054 juta (3,37%), nilai tambah bruto sebesar Rp 920 609 juta (1,54%). Dari analisis keterkaitan, industri pengolahan kayu memiliki nilai keterkaitan kedepan (FL) yang lebih kecil daripada keterkaitan kebelakang (BL). Hal ini berarti kemampuan menarik pertumbuhan output sektor hulunya lebih besar daripada mendorong pertumbuhan output sektor hilirnya. Pada nilai pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja memiliki nilai yang tinggi yaitu dengan masuknya industri pengolahan kayu dalam peringkat sepuluh besar. Sedangkan kontribusinya dalam mengurangi ketimpangan pada distribusi pendapatan masih sangat kecil dikarenakan industri pengolahan kayu masih sedikit dalam menyerap tenaga kerja dari kelompok rumah tangga berpendapatan rendah.
Dari simulasi ditutupnya industri pengolahan kayu akan berpengaruh terhadap perubahan output sebesar Rp 2,221 trilyun (2,201%), nilai tambah sebesar Rp 1,368 trilyun (2,284%) dan kesempatan kerja turun sebesar 218 923 orang (4,753%).
Rekomendasi kebijakan adalah perlu dipertimbangkan kembali bila suatu saat industri pengolahan kayu mengalami penutupan mengingat peranannya yang cukup besar dalam perekonomian. Selain itu kegiatan restrukturisasi dan revitalisasi industri pengolahan kayu perlu segera dilaksanakan. Demikian juga dengan persentase tenaga kerja lokal yang diserap perlu ditingkatkan untuk pemerataan distribusi pendapatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyanto
"Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak kebijakan desentralisasi fiskal perekonomian daerah dan pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan membangun model eknometrika yang menangkap hubungan antara blok perekonomian daerah dengan blok keuangan daerah. Penelitian ini menemukan bahwa dana perimbangan berpengaruh nyata terhadap peningkatan anggaran pendapatan dan belanja daerah dan belanja rutin dan belanja pembangunan pemerintah daerah berpengaruh signifikan terhadap perekonomian daerah. Walau begitu pengaruh tersebut tidak berbeda nyata antara sebelum dan setelah desentralisasi fiskal diimplementasikan. Artinya perubahan dalam pengelolaan fiskal yang ditandai dengan semakin besarnya dana yang mengalir ke daerah belum diikuti oleh peningkatan kinerja perekonomian daerah yang signifikan. Akibatnya pemerataan pembangunan wilayah yang diharapkan belum tercapai."
Jakarta: Jurnal Kebijakan Ekonomi, 2005
JUKE-1-1-Agust2005-15
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>