Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171605 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Affandi
"Skripsi ini mencoba membahas stereotip atas penutur kebudayaan Timur (Indonesia) yang menyebutkan bahwa mereka lebih cenderung menggunakan ujaran yang implisit untuk menyatakan ketidaksetujuan dan kerap mengungkapkan permintaan maaf khususnya terhadap lawan bicara yang status sosialnya lebih tinggi.
Masalah yang diangkat di sini adalah sampai sejauh mana kebenaran anggapan tersebut sewaktu mereka memakai bahasa Inggris, serta strategi apa yang mereka pergunakan dalam menjaga atau mengurangi keterancaman muka pada situasi yang dapat mengancam muka salah satu penyerta tutur.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memerikan bentuk-bentuk ujaran yang dihasilkan oleh penutur bukan asli bahasa Inggris (penutur Indonesia) sewaktu mengungkapkan ketidaksetujuan dan teguran dalam berbahasa Inggris terhadap lawan bicara yang status sosialnya berbeda, serta untuk mengetahui bentuk strategi yang dipakai dalam menjaga keterancaman muka ketika memberikan respon kepada lawan bicara dalam situasi yang dapat mengancam muka salah seorang penyerta tutur.
Teori yang dipakai adalah teori-teori yang berhubungan dengan penggunaan bahasa seperti teori kesantunan bahasa, tindak tutur, pragmatik dan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan skripsi.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa stereotip atas penutur Indonesia agaknya memang benar, akan tetapi untuk membuktikan hal itu lebih jauh masih sangat diperlukan penelitian-penelitian lain yang lebih mendalam serta data-data yang lebih akurat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosfita
"Skripsi ini membahas keberhasilan dan kegagalan komunikasi yang terjadi antara penutur bahasa Indonesia dengan penutur bahasa Inggris. Keberhasilan komunikasi ini ditinjau dari keberterimaan dan ketidakberterimaan ujaran yang merupakan realisasi permintaan dan permintaan maaf.
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden penutur bahasa Indonesia berdasarkan kuesioner yang telah disusun. Hasil tertulis dari wawancara, dalam bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing bagi responden, kemudian diperlihatkan kepada responden penutur asli bahasa Inggris untuk dinilai menjadi berterima dan tidak berterima dengan disertai alasannya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 68 ujaran permintaan (request) yang berhasil dikumpulkan, 44,1% merupakan ujaran yang berterima, 19,1% tidak berterima karena penyimpangan tata bahasa dan kosa kata, dan 36,7% tidak berterima karena alasan pragmatic yang dinilai sebagai ujaran yang tidak sopan: Kesan tidak sopan timbul karena penutur mempergunakan bentuk langsung (direct) untuk merealisasikan permintaan kepada lawan bicara yang berkedudukan lebih tinggi dimana seharusnya dipergunakan bentuk tidak langsung (indirect).
Untuk realisasi permintaan maaf (apology), dari 38 ujaran yang terkumpul, 28,9% merupakan ujaran yang berterima. 34,2% merupakan ujaran yang tidak berterima karena penyimpangan dalam kaidah tata bahasa atau pemilihan kosa kata. Sisanya, 36,8% tidak berterima karena sebab sebab pragmatic, yaitu kekuranglengkapan.
Dalam merealisasikan permintaan maaf seseorang bukan hanya diharapkan mengujarkan ungkapan maaf, tetapi juga alasan terjadinya pelanggaran yang juga harus dapat diterima dan masuk akal, serta sebaiknya diikuti pula dengan tawaran untuk mengganti atau memperbaiki kerusakan atau pelanggaran yang terjadi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S14197
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktiva Herry Chandra
"Pemahaman implikatur percakapan lebih sulit jika dibandingkan dengan pemahaman makna tersurat tuturan, lebih-lebih di dalam wacana humor yang penuh dengan muatan budaya pembuat tuturan tersebut. Perbedaan budaya yang melatarbelakangi masing-masing penutur dan petutur akan berdampak pada mudah dan tidaknya makna implisit tersebut diungkap kembali.
Penelitian ini bertujuan memaparkan dan memberikan deskripsi tentang pemahaman implikatur percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama. Paparan dan deskripsi tersebut mencakup strategi penguasaan atau pemahaman implikatur percakapan serta sebab-sebab kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian kualitatif ini adalah teori Grice (1975) tentang implikatur percakapan dan prinsip kerja sama dan teori Sperber dan Wilson (1995) tentang enam fitur teori relevansi. Data penelitian ini terdiri atas informasi tentang strategi atau cara menarik inferensi pragmatik dalam sebuah percakapan dan jawaban responden terhadap kuesioner. Analisis dilakukan dengan menggunakan analisis data kualitatif dan rnetode analisis pragmatik dengan menggunakan analisis fitur relevansi.
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa strategi pemahaman implikatur percakapan pada lima jenis tindak tutur, yaitu 1) tindak tutur direktif, 2) tindak tutur komisif, 3) tindak tutur ekspresif, 4) tindak tutur representatif, dan 5)tindak tutur deklaratif, tidak menunjukkan perbedaan cara di dalam menarik inferensi pragmatik sebuah tuturan. Untuk dapat menarik implikasi pragmatik sebuah tuturan keenam fitur relevansi digunakan,yaitu 1) eksplikatur, 2) andaian dan simpulan implikatur, 3) sumber petutur, 4) pengungkapan makna, 5) aksesabilitas, dan 6) tuturan sementara. Kesalahan dalam menenrukan salah satu fitur relevansi tersebut akan berdampak pada kesulitan di dalam memahami implikasi pragmatik sebuah tuturan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keterpahaman sebuah implikatur percakapan mensyaratkan kemampuan petutur untuk dapat mengidentifikasi keenam fitur relevansi tersebut dengan benar. Kegagalan di dalam memahami implikatur percakapan disebabkan kegagalan di dalam mengidentifikasi dan mendeskripsikan salah satu atau beberapa fitur. Adapun jenis fitur relevansi yang gagal diidentifikasi sangat bervariasi antara responden yang satu dengan responden lain. Responden gagal menginterpretasikan wacana humor yang ada karena salah di dalam 1) menangkap eksplikatur ujaran, 2) mengambil andaian dan simpulan implikatif, 3) mengembangkan kesan konteks ujaran, 4) memberikan pemaknaan yang tepat pada ujaran, atau 5) menentukan tuturan sementara yang dijadikan acuan dalam membuat simpulan.

Understanding a conversational implicature is more difficult than comprehending the explicit meaning of an utterance, especially humor discourses, which are rich of speaker's cultural background. The cultural difference between speaker and hearer creates an impact on revealing the understanding of implicit meaning.
The aims of this research are to explore and to describe a conversational implicature understanding, which appears as the result of cooperative principle violations. The explanation and description encompass the strategy of conversational implicature understandings and the causes of failure in understanding conversational implicature.
This qualitative research is based on Grice's (1975) theory of conversational implicature and cooperative principle and Sperber and Wilson's (1995) theory of relevance. The sources of data are the information of strategy or way of pragmatic inferring and the answer of respondents to questionnaires. Qualitative and pragmatic analyses using six features of relevance theory are conducted to analyze the data.
The findings of the research show that the strategies used in understanding conversational implicatures of the five speech acts, namely, 1) directive, 2) commissive, 3) expressive, 4) representative, and 5) declarative, aren't dissimilar in inferring pragmatic implications of utterances. To infer pragmatic implications, speaker applies simultaneously the six features of relevance, such as 1) explicature, 2) implicit premise and conclusion, 3) hearer's source, 4) meaning judgment, 5) accessibility, and 6) garden-path utterance. A mistake in determining one of the features of relevance causes difficulties in understanding the pragmatic implication of utterances.
The analysis shows that the comprehension of a conversational implicature requires the hearer's ability to identify six features of relevance. A failure in identification of one or some features causes a misunderstanding in comprehending the conversational implicatures. And the features that can't be identified by respondents vary among them. Respondents fail to interpret the humor discourses since they fail in 1) identifying the explicature of utterance, 2) determining the implicative premise and conclusion, 3) developing the contextual meaning of utterance, 4) giving the right meaning of the utterance, or 5) determining the garden-path of utterance as reference in interpreting the discourses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T1227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Ardiani
"Pada setiap peristiwa komunikasi, penyerta komuni_kasi yang rasional selalu berusaha untuk menjaga diri dari kemungkinan kehilangan muka/harga diri. Untuk menjaga kemungkinan kehilangan muka, pada saat-saat tertentu penyerta korunikasi akan inenggunakan strategi yang dapat memperkecil kemungkinan kehilangan muka tersebut. Strategi yang dibahas dalam skripsi ini adalah strategi ujaran pengancam muka dengan pelunakan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah memerikan tipe tipe ujaran yang bagaimana yang dikeluarkan oleh penu_tur sehubungan dengan tujuan yang hendak dicapainya, dan apa usahanya untuk memperkecil kemungkinan kehi_langan muka, serta maksim-maksim apa raja dari prinsip kerja sama Grice yang dilanggarnya. Dari hasil analisis diternikan bahwa ujaran pengancam muka dengan pelunakan dilakukan atas dasar per-timbangan kesopanan, dan dilakukan bukan semata-mata untuk menyampaikan informasi kepada lawan bicara, mela_inkan juga untuk menjaga hubungan sosial di antara penyerta komunikasi."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S14231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Widiawati
"Tindak tutur memohon merupakan salah satu jenis tindak tutur yang termasuk dalam kategori tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif itu sendiri adalah bagian dari teori tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975). Penelitian mengenai strategi memohon ini belum banyak dilakukan, terutama di dalam bahasa Inggris yang diujarkan oleh pemelajar Indonesia. Penelitian mengenai strategi memohon dalam bahasa Indonesia telah dilakukan oleh peneliti asing, yaitu Tim Hassal (1999) dari Australia.
Penelitian ini bertujuan mengamati, memerikan, serta menjelaskan bentuk-bentuk tindak tutur memohon dan strateginya di dalam bahasa Inggris di kalangan penutur Indonesia yang mempelajari bahasa Inggris. Pengamatan, pemerian dan penjelasan mencakup pengelompokan bentuk-bentuk ujaran memohon berdasarkan situasi hipotetis (yang mempunyai variabel kekuasaan, solidaritas dan publik atau nonpublik sebagai latar komunikasi), serta nilai kepatutan memohon yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan semester.
Teori yang menjadi landasan di dalam penelitian ini adalah teori Austin (1962), dan Searle (1975) mengenai teori tindak tutur, teori Leech (1983) mengenai prinsip kesantunan, teori Trosborg (1995) mengenai strategi memohon, serta teori Brown dan Levinson (1978) tentang kesantunan berbahasa. Korpus data penelitian berupa kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa Indonesia pemelajar bahasa lnggris di dua universitas. Metode analisis kuantitatif dengan menghitung kekerapan kemunculan setiap bentuk ujaran memohon dan Uji-t untuk menghitung signifikansi ujaran memohon yang diujarkan oleh kelompok laki-laki dan perempuan.
Dari analisis data penelitian ini diperoleh temuan bahwa variabel kekuasaan tidak cukup signifikan dalam pembentukan ujaran memohon di kalangan responden. Variabel salidaritas justru mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan ujaran memohon. Terakhir, variabel publik atau nonpublik tidak mempunyai pengaruh apa-apa di dalam proses pembentukan ujaran memohon ini.
Temuan lain yang menarik adalah kelompok perempuan lebih kerap menggunakan strategi memohon Imperatif daripada kelompok laki-laki. Hal ini bertentangan dengan teori kesantunan yang dikemukakan oleh Lakoff, (1975) bahwa perempuan mempunyai bahasa yang lebih santun daripada laki-laki. Pendapat ini sejalan dengan temuan Gunarwan (1992) bahwa bentuk Imperatif merupakan bentuk ujaran direktif yang dianggap paling tidak santun. Trosborg (1995) juga mendukung pernyataan ini bahwa semakin langsung pernyataan itu semakin kurang santun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkin saja akibat adanya pergeseran nilai budaya mengenai feminisme. Tentunya hal ini perlu dikaji lebih dalam lagi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T9952
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asim Gunarwan
"ABSTRAK
Pandangan yang berterima di kalangan pakar pragmatik (dan juga di kalangan pakar sosiolinguistik) setakat ini ialah bahwa jika kita berbicara atau mengeluarkan ujaran (apakah ujaran itu berupa kalimat, frase atau kata), apa yang keluar dari mulut kita itu dapat dianggap sebagai tindakan. Tindakan itu dapat disebut sebagai tindakan berbicara, tindakan berujar atau tindakan bertutur. Istilah yang sekarang lazim dipakai untuk mengacu ke tindakan itu ialah tindak tutur, yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris speech act. Yang lebih penting, yang juga berterima di kalangan pakar pragmatik, adalah pendapat bahwa di dalam melakukan tindak tutur itu, si penutur tidaklah asal buka mulut (kecuali jika ia memang abnormal, gila, sedang mabuk atau tidak radar). Artinya, sebelum melakukan meta tindak tutur, si penutur perlu mempertimbangkan beberapa hal, misalnya bagaimana hubungan sasial di antara si penutur dan si petutur, di mana peristiwa kominikasinya berlangsung, untuk apa tindak tutur itu dilakukan; tentang apa tindak tutur itu; dsb.
Faktor-faktor seperti mitra bicara dan latar komonikasi itulah yang perlu dipertimbangkan penutur sebelum bertutur. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan itu dapat juga bersumber dari prinsip kesantunan bertutur (kesopanan. berbahasa) yang berlaku di dalam masyarakat tutur atau masyarakat bahasa yang si penutur adalah anggotanya Prinsip kesantunan ini tentunya berkaitan dengan nilai-nilai budaya masyarakat itu, dan berdasarkan hal ini dapat kita sebutkan kesamaan pendapat di kalangan sosiolinguis bahwa perilaku berbahasa anggota -anggota suatu masyarakat tutur mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat itu. Dengan perkataan lain, ada hubungan di antara perilaku berbahasa dan nilai budaya atau kebudayaan itu sendiri. Walaupun ini bukan hal yang baru, tampaknya akan menarik untuk mengetahui seberapa jauh hal itu didukung oleh data empiric.
Setakat ini, tampakaya di Indonesia belum ada kajian yang membandingkan perilaku berbahasa dua (atau lebih) kelompok etnis dengan mengaitkannya dengan nosi kebudayaan. Ini dugaan. Yang tampaknya memang benar adalah bahwa setakat ini di Indonesia balum ada tulisan yang dipublikasikan yang melaporkan hasil penelitian mengenai topik tersebut (yakni perbandingan perilaku berbahasa sebagai cerminan perbedaan pandangan hidup) dengan pendekatan pragmatik. Jika asumsi ini benar, penelitian tampaknya mempunyai kemaknawian (significance) yang cukup.
Dipilihnya kelompok etnis Jawa dan Batak sebagai objek penelitian bukanlah tanpa alasan. Pemilihan itu berdasarkan pendapat awam bahwa, pada umumnya, di dalam perilaku berbahasa orang Batak itu lebih langsung (dalam anti lebih berterus terang) daripada orang Jawa Bahwa pendapat itu sudah "berterima" di kalangan masyarakat awam tidak berarti bahwa topik ini tidak boleh Jika kita bersikap ilmiah, pendapat itu perlu dibuktikan dengan mencari data empiris. Yang juga perlu didukung oleh data empiris ialah apakah perbedaan perilaku berbahasa orang Jawa dan orang Batak itu signifikan atau tidak dan, jika signifikan, berapakah derajat signifikansinya lagipula, perlu diketahui kemungkinan adanya keterpengaruhan budaya, yang dapat diinferensikan dengan membandingkan perilaku-perilaku berbahasa kelompok-kelompok Jawa Jakarta vs Batak Jakarta, Jawa Jakarta vs Jawa Semarang & Yogyakarta, Batak Jakarta vs Batak Medan, misalnya Di samping itu perlu dicari data empiris yang mungkin mendukung dugaan bahwa ada penibahan perilaku berbahasa menurut dimensi umur pada kedua kelompok etnis ini.
1.2 Permasalahan
Seperti halnya istilah perkampungan mengacu ke sejumlah kampung (jadi bukan satu kampung), istilah permasalahan di dalam penelitian ini diartikan sebagai merujuk ke sejumlah masalah, yakni sejumlah masalah penelitian. Di dalam hal ini, sesuai dengan uraian di dalam buku-buku penelitian yang baik, permasalahan dibagi menjadi beberapa masalah tambahan, yang kesemuanya berkaitan dengan masalah utama tersebut.
Masalah utama dalam penelitian ini, di dalam bentuk pertanyaan, ialah: adakah perbedaan realisasi tindak tutur melarang di antara orang Jawa dan orang Batak pada umuinnya seperti yang tersirat dari pendapat awam bahwa orang Batak cenderung lebih berterus terang dalam mengungkapkan pikiran mereka daripada orang Jawa? Dengan menggunakan istilah pragmatik, pertanyaan itu dapat diparafrasekan .menjadi: adakah perbedaan di dalam hal kelengkungan/kelurusan garis ilokusi melarang di kalangan orang Batak dan di kalangan orang Jawa?
Masalah (utama) itu dapat dijabarkan menjadi sub-submasalah, yaitu:
1. Jika memang ada, seberapa signifikankah perbedaan itu?
2. Di mana letak perbedaannya (dan juga kesamaannya, jika ada)?
3. Apakah perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan di dalam world view yang wujud di dalam perbedaan struktur sosial?
4. Adakah indikasi yang mengisyaratkan adanya pergeseran atau perubahan perilaku berbahasa? "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Widhawati H.
"Penelitian mengenai ujaran perintah BP dan padanannya dalam BI bertujuan untuk menunjukkan bentuk padanan ujaran perintah BP dalam bahasa Indonesia. Sumber data terdiri dari lima karya bahasa Prancis serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode penelitian korpus. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori-teori dalam wawasan terjemahan, semantik, dan sintaksis.
Dari wawasan terjemahan terdiri dari teori perpadanan dalam terjemahan yang mencakup perpadanan tekstual dan kesejajaran bentuk serta tentang probabilitas perpadanan; dari wawasan semantik terdiri dari, teori tentang perintah dan klasifikasi ujaran perintah; dan dari wawasan sintaksis terdiri dari teori mengenai tipe kalimat.
Dari 134 data ujaran perintah yang terkumpul diklasifikasikan atas: suruhan, permintaan, larangan, ajakan/bujukan, nasihat, harapan, dan izin. Kemudian dari segi bentuk kalimat yang mengungkapkan ujaran perintah tersebut, data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: ujaran perintah yang diungkapkan dengan kalimat imperatif dan ujaran perintah yang diungkapkan dengan kalimat non-imperatif.
Setelah menganalisis penerjemahan ujaran perintah BP dan melihat padanannya dalam BI, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Ujaran perintah BP semuanya mendapat padanan berupa ujaran perintah juga dalam BI. Berdasarkan klasifikasi ujaran perintah, semua jenis ujaran perintah BP mendapat padanan yang sama dalam BI. Dari segi bentuknya, ujaran perintah BP sebagian besar diungkapkan dengan kalimat imperatif dan padanannya dalam BI sebagian besar juga diungkapkan dengan kalimat imperatif BI.
Ujaran perintah BP yang diungkapkan dengan kalimat non-imperatif terdiri dari kalimat deklaratif dan kalimat interogatif. Ujaran perintah yang berbentuk kalimat deklaratif mendapat padanan dalam BI berupa ujaran perintah yang diungkapkan dengan kalimat deklaratif dan imperatif. Sedangkan yang berbentuk kalimat interogatif semuanya mendapat padanan dengan bentuk yang sama dalam BI."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S16169
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniati Budiarso
"Peningkatan hubungan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Prancis mempengaruhi perkembangan pengajaran bahasa Prancis di Indonesia. Bagi orang Indonesia yang berbahasa pertama bahasa Sunda, ia akan menerapkan kaidah bahasa Prancis kedalam bahasa Sunda. Kemampuan seseoran untuk menggunakan dua bahasa atau lebih pada saat yang bersamaan mungkin akan menimbulkan beberapa kesulitan pengucapan bunyi karena adanya perbedaan kaidah-kaidah kebahasaan kedua bahasa tersebut. Oleh karena itu sebelum seseorang mempelajari bahasa asing harus menguasai semua ciri-ciri unsur pembeda utama.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) mengetahui wujud bentuk-bentuk bunyi bahasa Prancis yang diucapkan oleh penutur Sunda, 2). memperoleh gambaran bunyi-bunyi yang paling banyak mengalami penyimpangan, 3) mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh penutur Sunda dalam pengucapan bunyi-bunyi bahasa Prancis."
Depok: Universitas Indonesia, 1984
S14364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ito, Aya
"Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan analisis wacana dan pragmatik yang menggunakan teori Hallday dan Hasan (1976), Quirk (1985), Nagara (1998), Kuno (1978), dan Sperber dan Wilson (1986). Penelitian ini berfokus pada analisis tentang pelesapan dalam ragam bahasa percakapan. Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana penutur Indonesia mengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang. Masalah utuma memiliki dua submasalah, pertama, apakah penutur Indonesia yang sedang belajar bahasa Jepang tidak melesapkan subjek dan objek dalam percakapan? Kedua, mengapa penutur Indonesia mengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang?
Tujuan penelitian masalah ini adalah mendeskripsi pengungkapan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang oleh penutur Indonesia yang berkomunikasi dalam bahasa Jepang dan menjelaskan bagaimana pengungkapkan subjek dan objek lesap dalam bahasa Jepang oleh Inonesia. Penelitian ini diarahkan sebagai sebuah studi kasus pemakaian salah satu gejala bahasa percakapan bahasa Jepang oleh mahasiswa Indonesia. Oleh karena itu, data penelitian ini adalah ujaran bahasa Jepang oleh mahasiswa Indonesia. Data tersebut dikumpulkan dengan teknik wawancara dan observasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk subjek dan objek dalam bahasa Jepang yang seharusnya dilesapkan iustru diungkapakn. Di samping itu, analisis memperlihatkan bentuk-bentuk subjek dan objek dalam bahasa Jepang melalui upaya pemulihan tekstual dan konteks situasi oleh penutur Indonesia. Dengan kesimpulan penelitian ini, subjek dan objek secara anaforis maupun secara konteks situasional dapat dilesapkan di dalam percakapan. Akan tetapi, informan tetap mengungkapkan subjek dan objek di dalam percakapan bahasa Jepang.

This research is qualitative research with discourse analysis and pragmatic approach, based on the theory from Hallday and Hasan (1976), Quirk (1985), Nagara (1998), Kuno (1978), and Sperber and Wilson (1986). This research focuses on the analysis about ellipsis in the spoken language. The main theme is how Indonesian speakers are using ellipsis for subject and object in the utterance of Japanese language. This main theme has 2 sub theme; the first one is whether the Indonesian speakers who is learning Japanese language will omit subject and object in the conversation or not. The second one is why Indonesian speaker omit subject and object in the utterance of Japanese language.
The aim of this research is to describe the ellipsis of subject and object in the utterance of Japanese language by Indonesian speakers in the communication using Japanese language, and to explain about the ellipsis of subject and object in Japanese spoken language by Indonesian speakers. This research is a case study of the phenomena in the Japanese language spoken by Indonesian students. Therefore, this research is about the Japanese spoken language by Indonesian students. The data are collected through interview and observation.
The results of this research shows the form of subject and object in the Japanese spoken language uttered by Indonesian speakers although in the fact not necessary. Beside it, this analysis shows the form of subject and object in Japanese language through the effort to return textual and context situation by Indonesian speakers. With the conclusion of this research, the subject and the object can be omitted both in anaphoric and situational context. However, Informant will keep using subject and object in the Japanese spoken language. The reason is, that the informant will not be able to understand the context of the conversation without subject and object.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T38850
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Kurniawan
"Analisis Unsur Suprasegmental Tekanan Bahasa Jerman oleh Penutur Bahasa Indonesia yang mempelajari Bahasa Jerman. (Di bawah himbingan Leli Dwirika, M.A dan Dr. Myrna Laksman.) Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 2000. Skripsi ini merupakan penelitian tentang pengaruh unsur suprasegmental tekanan bahasa Indonesia terhadap ujaran kata-kata bahasa Jerman yang dipelajari oleh mahasiswa Program Studi Jerman Fakultas SastraUnversitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan menganalisis interferensi tekanan dalam hahasa Jerman oleh pengaruh unsur suprasegmental tekanan bahasa Indonesia. Teori tekanan bahasa Indonesia yang digunakan adalah teori dari Amran Halim dan Myrna Laksman, sedangkan teori tekanan bahasa Jerman dari Petursson dan Neppert. Penelitian ini juga menggunakan teori interferensi dari Uriel Weinrich. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian lapangan. Data empirik dianalisis kemudian dikelompokkan dan dihitung nilai interferensinya. Kemudian dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi data selama penelitian. Data yang digunakan adalah ujaran kata-kata bahasa Jerman oleh mahasiswa Program Studi Jerman Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dari hasil penelitian ditemukan adanya interferensi dalam tekanan bahasa Jerman disebabkan oleh pengaruh tekanan bahasa Indonesia. Interferensi pada tekanan terjadi karena mahasiswa cenderung mengalihkan aturan tekanan bahasa Indonesia pada ujaran kata-kata bahasa Jerman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S14644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>