Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159416 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novan T. Maridal
"Berbagai jenis penyimpangan yang terdapat. dalam tuturan bahasa Inggris para awak kabin telah dilakukan pada perusahaan penerbangan Garuda Indonesia dari bulan April sampai Juni 1994. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk memberikan, dan mengenali penyimpangan-penyimpangan yang terdapat dalam tuturan para awak kabin. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan adanya masukan untuk perusahaan yang bersangkutan. Pangumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara pembagian kuesioner dan wawancara langsung sejumlah awak kabin jalur penerbangan internasional.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpangan Leksikal berjumlah 22 %, penyirnpangan gramatikal 55 %. dan penyimpangan pragmatis 27 %, Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan ini antara lain karena kurangnya pemakaian bahasa Inggris di antara mereka, singkatnya pelatihan yang diberikan dan lain-lain di jelaskan. Untuk mengurangi terjadinya penyimpangan-penyimpangan tersebut perlu dilakukan usaha-usaha sebagai berikut : (1) Menjadikan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa komun.ikasi ant.a.rawak kabin. (2) Adanya penyesuaian jumlah jam pengajaran bahasa Inggris dalam program pelatihan awak kabin internasional sesuai dengan tingkatannya masing-masing. (3) Mempertebal rasa kesadaran dan pentingnya bahasa Inggris antarawak kabin, tidak hanya sebagai media komunikasi dengan penumpang tetapi juga sebagai citra perusahan dan bangsa."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13033
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taviana Dewi K
"ABSTRAK
Pada saat ini PT Garuda Indonesia dalam peijalanan menuju ?world class airline?. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, kinerja perusahaan perlu terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah meningkatkan kinerja karyawan dengan pemahaman akan nilai-nilai kerja sebagai landasan sikap kerja yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas.
Dalam mengevaluasi kinerja karyawan diperlukan komponen yang dapat mendukung sistem tersebut dan dapat dipakai sebagai tolok ukur kinerja karyawan. Salah satu cara dalam mengukur kinerja karyawan adalah penilaian prestasi kerja (performance appraisal).
Awak kabin PT Garuda Indonesia dalam fungsinya sebagai 'operating core' menjadi pendukung langsung fungsi layanan penerbangan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa awak kabin melakukan aktifitas dasar yang berhubungan langsung dengan produk/jasa. Dalam menjalankan fungsinya awak kabin berpedoman pada Standard Operating Procedures (SOP) yang penjabaran/petunjuk pelaksanaannya secara teknis diatur dalam Cabin Attendant Manual (CAM) dan Purser's Handbook serta tetap mengacu pada prosedur kinerja standar (standard performance procedures).
Pada saat ini sistem penilaian prestasi kerja awak kabin PT Garuda Indonesia menggunakan tolok ukur yang sama dengan sistem yang digunakan bagi pegawai lainnya (pegawai darat, penerbang dan juru mesin udara). Oleh karena itu, diperlukan sistem penilaian prestasi kerja yang tepat sesuai dengan analisis jabatan awak kabin serta sistem yang dapat memotivasi awak kabin dalam meningkatkan kinerjanya agar mendukung kualitas layanan penerbangan.
Salah satu alternatif sistem penilaian yang sesuai untuk jabatan awak kabin adalah dengan menerapkan teori sistem manajemen kinerja (performance management system) dari Konsultan Hay yang dimodifikasi dengan sistem skala rating (rating scale). Proses sistem manajemen kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara : a) Penetapan Kinerja (sasaran pokok dan sasaran kompetensi) atau juga disebut Goal Setting (untuk awak kabin menggunakan standard performance), b) Pembinaan (Coaching) yang dilakukan secara formal maupun informal, c) Penilaian Kinerja (Performance Review), d) Imbalan (Reward).
Modifikasi sistem manajemen kinerja dengan rating scale, yaitu dalam hal pencatatan keputusan tentang kinetja dalam suatu skala.
Faktor-faktor yang dinilai dalam sistem manajemen kinerja awak kabin berkaitan Iangsung dengan key result area dan kompetensi awak kabin dalam menjalankan tugasnya. Penggabungan dua metode ini merupakan model yang tepat untuk awak kabin, karena sesuai dengan basil analisis jabatan awak kabin dan diharapkan dapat memotivasi awak kabin dalam menjalankan tugasnya.
"
1997
T 17251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rai Rachmi
"Persaingan yang semakin pesat antar perusahaan penerbangan menyebabkan perusahaan maskapai penerbangan dituntut untuk meningkatkan service dan kualitas sumber daya manusia, agar tercapai hasil yang baik. Untuk itu awak kabin dalam kelompok kerja sebagai garis depan perusahaan diminta untuk mempunyai motivasi kerja yang tinggi dan menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi dan sejalan dengan tujuan perusahaan. Sehingga PT. Garuda Indonesia menjadi perusahaan yang dipilih dan diminati.
Semula perusahaan menetapkan konsep service "product oriented", dengan adanya persaingan yang semakin ketat maka konsep service berubah menjadi "customer oriented".
Pembatasan penelitian dilakukan hanya pada lingkungan awak kabin PT. Garuda Indonesia dengan alasan awak kabin merupakan wakil perusahaan dalam penyampaian layanan yang langsung berhadapan dan merupakan orang yang terlama berinteraksi dengan pelanggan perusahaan yaitu penumpang. Mutu pelayanan awak kabin turut menentukan berhasil atau tidaknya suatu persaingan antar perusahaan, terutama jika persaingan itu dilihat dan produk jasa yang bersifat immaterial.
Kecenderungan berubahnya kontribusi kerja awak kabin sangat menarik untuk diteliti secara mendalam dan gaya kepemimpinan supervisor seperti apa yang dapat membangkitkan motivasi kerja awak kabin agar dapat mempertahankan semangat dalam kerja kelompok. Penelitian dilakukan dengan cara in depth interview, observasi dan pengumpulan data-data sekunder dari perusahaan tersebut.
Peneliti mendapat gambaran dari hasil wawancara mendalam bahwa penurunan motivasi kerja awak kabin diakibatkan oleh konflik ekstern yang berasal dari keputusan dan kebijakan perusahaan dan konflik intern yang berasal dari individu itu sendiri dan permasalahannya. Kondisi ini sangat membutuhkan komunikasi yang bersifat empati dan pemahaman supervisor awak kabin baik yang bekerja dilapangan maupun di jajaran manajemen struktural. Sedangkan gaya kepemimpinan supervisor yang cenderung Indifferent atau Laissez faire tidak membangkitkan motivasi tetapi justru mematikan motivasi kerja awak kabin dengan, bekerja secara individual dan berkurangnya nilai-nilai "personnal touch" yang merupakan ciri khas maskapai penerbangan nasional terbesar di Indonesia ini.
Kurangnya kepedulian pegawai dalam hal ini awak kabin diidentifikasikan dikarenakan adanya kesenjangan komunikasi. Komunikasi dua arah yang menuntut peran pemimpin untuk dapat memposisikan dirinya diantara anak buah dan manajemen karena supervisor juga berperan sebagai tangan kanan perusahaan.
Untuk membangkitkan semangat awak kabin dalam kerja kelompok ini, sangatlah dibutuhkan seorang pimpinan yang mempunyai jiwa pemimpin dalam arti dapat memahami apa yang menjadi masalah bagi anak buahnya dan tentunya membekali dirinya dengan pengetahuan baik tentang organisasi maupun informasi yang up to date. Karena hal ini menjadi tanggung jawab pemimpin dan manajemen.
Implikasi akademis yang dituntut adalah penelitian tentang kepatuhan kelompok meskipun tiap anggota mempunyai perbedaan tujuan dan norma. Dalam kelompok kerja yang anggotanya berganti-ganti, komunikasi dibutuhkan lebih intensif dan langsung pada supervisor. Fungsi komunikasi dalam kerja kelompok yang dapat membangkitkan semangat melalui gaya kepemimpinan dengan pendekatan situasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Nurlia
"Penerbangan saat ini telah menjadi alat transfortasi yang penting. Dalam pelayanan penerbangan, awak kabin menempati posisi yang sangat menentukan mengingat keberadaannya sebagai front liner (garis depan) yang langsung berhubungan dengan penumpang. Penampilan dan performance awak kabin berkaitan erat dengan pelayanan yang terbaik yang diberikan kepada penumpang. Kondisi kabin di pesawat dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikis dan perilaku awak kabin sehingga berpengaruh juga pada pelayanan yang diberikan pada penumpang. Agar stres tidak mengganggu kehidupan awak kabin, maka diperlukan usaha untuk memahami sumber-sumber penyebabnya telebih dahulu, setelah itu bagaimana cara mengatasi stres tersebut yang disebut coping. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui apa saja yang menjadi sumber stres bagi awak kabin, khususnya yang bekerja di PT.Garuda Indonesia. Seluruh sumber stres tersebut dikelompokkan menjadi 5 aspek sumber stres menurut Cooper, Cordes & Daughrty (dalam Rice, 2002) yaitu: aspek kondisi kerja, aspek pengembangan karir, aspek organisasi, aspek hubungan interpersonal di tempat kerja, dan aspek keluarga. Selanjutnya ingin mengetahui bagaimana caranya mereka mengatasi stres tersebut (coping stres). Metode coping apakah yang paling banyak digunakan oleh awak kabin PT.Garuda Indonesia. Type penelitian ini adalah ex-post facto field study dimana pendekatannya bersifat kuantitatif dengan penggunaan alat ukur berupa kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aspek keluarga merupakan sumber stres yang paling tinggi dibandingkan dengan aspek lainnya. Dalam pemilihan metode coping awak kabin lebih banyak menggunakan strategi coping yang berorientasi pada problem-focus coping. Penelitian untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan penelitian dengan metode pengambilan data berupa wawancara mendalam atau penelitian yang bersifat kualitatif, agar dapat menggali lebih dalam tentang faktor-faktor sumber stres yang terjadi pada awak kabin dan dampaknya bagi kehidupan yang dijalaninya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
S16203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lampe, Nicodemus P.
"ABSTRAK
Dalam industri penerbangan komersial, sukses atau gagalnya sangat
tergantung kepada kualitas pelayanan yang diberikan kepada penumpang karena
satu-satunya yang langsung menilai mutu pelayanan. Pelayanan yang diberikan
oleh perusahaan penerbangan PT. Garuda Indonesia dibagi menjadi dua yaitu:
pelayanan darat : menangani masalah pre and post flight services seperti
reservation, ticketing, check-in penumpang, transit/connecting penumpang dan
baggage handling.
pelayanan udara : menangani masalah in-flight service yaitu memberikan
pelayanan di dalam pesawat kepada penumpang sejak boarding sampai dengan
penumpang turun di tempat tujuan dengan nyaman.
Pelayanan udara oleh awak kabin sangat memegang peran penting dalam
membentuk pandangan konsumen atau penumpang terhadap kualitas pelayanan
penerbangan secara keseluruhan, karena awak kabin melayani secara langsung
dan berkomunikasi dengan penumpang sebagai pengguna jasa. Dengan demikian
untuk bersaing dalam bisnis penerbangan maka PT. Garuda Indonesia harus dapat
menggunakan awak kabinnya memenuhi keinginan atau tuntutan pelayanan udara
yang diìnginkan oleh penumpang.
Berdasarkan hasil survey IRS (In-flight Research Survey) of Oxford posisi
PT. Garuda Indonesia diantara 10 perusahaan penerbangan yang berkantor pusat
di Asia Pasific secara rata-rata berada pada urutan ketujuh dari faktor-faktor
Penilaian : efficiency of meal service, friendliness of cabin crew, grace and style of service, sincerity and attitude of service dan quality consistency amongst staff
ini brarti bahwa PT. Garuda Indonesia masih belum dapat menggunakan awak
kabinnya memenuhì keinginan penumpang, yang berarti belum dapat
menggunakan kualitas pelayanan udara oleh awak kabin sebagai alat bersaing agar
menjadi penerbangan yang berkualitas menurut pandangan konsumen.
Agar kualitas pelayanan udara yang diberikan oleh awak kabin dapat
sesuai antara apa yang diharapkan penumpang dengan kenyataan yang diterima,
maka Dinas Awak Kabin PT. Garuda Indonesia harus mengetahui dengan benar
apa yang diinginkan oleh penumpang dan pelayanan udara oleh awak kabin. Jika
sudah diketahui maka dapat ditetapkan kebìjaksanaan mengenai pengelolaan
awak kabin sehingga akhirnya diimplementasikan untuk memberikan pelayanan
sesuai tuntutan penumpang.
Dari hasil analisa eksternal, internal, SWOT dan identifikasi key success
factor pada PT. Garuda Indonesia, untuk mendapatkan awak kabin yang bisa
memberikan peiayanan yang prima maka Dinas Awak Kabin harus memutuskan
dengan tepat mengenai:
Perencanaan awak kabin yaitu mengenai jumlah maupun kriteria yang
dibutuhkan. Untuk mendapatkan perencanaan yang baik harus
mempertimbangkan turnover awak kabin yang cukup besar sekitar 15 orang
setiap bulan, dan selalu mengadakan koordinasi dengan Dinas Pengembangan
Armada dan Dinas Pengembangan Pasar agar dapat diketahui jumlah kebutuhan
awak kabin.
Rekrutmen yaitu proses seleksi untuk mendapatkan calon awak kabut yang
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Kenyataan yang dihadapi oleh PT.
Garuda Indonesia adalah sangat sulit mendapatkan calon awak kabin yang
memenuhi nilai persyaratan Bahasa Inggris sehingga akhimya nilai yang
disyaratkan harus diturunkan.
Pendidikan dan Pelatihan vaitu program untuk mendidik calon awak kabin hasil
rekrutmen sehingga menghasilkan awak kabin yang mampu melayani keinginan
penumpang. Pendidikan dan Pelatihan untuk awak kabin PT. Garuda Indonesia
harus ditekankan pada penguasaan Bahasa Inggiis, kedisiplinan dan kemampuan
berkomunikasi interpersonal.
Penilaian prestasi kerja yaitu suatu evaluasi mengenai unjuk kerja dari awak
Kabin, sebagai dasar peningkatan jenjang awak kabin dan juga untuk
pengembangan program pendidikan dan pelatihan bagi awak kabin.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Wulan Nursita
"Talents is crucial to determind the competitive advantage of an organization. Most organization are facing challenge for retaining their talents who are doing voluntary turnover. This cause problems for company especially in airline industry which has strict regulation related to its personell. This study looks at the effect of job satisfaction, job stress, and individual factor on flight attendants turnover rate. Using the case and data from PT. Garuda Indonesia, this study follows qualitatif system dynamic framework to identify and describe the overall phenomena of flight attendant turnover and the variable involved. The study also tested several intervention strategies to see whether there are changes on the flight attendant turnover considering the intervention given. This study shows that turnover rate has significant impact on the company crew strength that influence job satisfaction and job stress which eventually back to influence the turnover rate in a reinforcing effect. Furthemore, company policy related to married, maternity leave, and hijab are according to subject matter expert should be evaluated. This results imply that the Airline should consider to make adjustment and creating policy intervention related to existing policy in order to see results of turnover reduction.

Pegawai berbakat merupakan penentu keunggulan kompetitif pada suatu organisasi. Banyak organisasi dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan bakat-bakat yang ingin meninggalkan perusahaan. Hal ini menyebabkan permasalahan khususnya pada perusahaan penerbangan yang memiliki peraturan ketat untuk pegawai yang bekerja di sana. Penelitian ini melihat pengaruh kepuasan kerja, stres kerja, dan faktor individu terhadap tingkat turnover awak kabin. Menggunakan kasus dan data dari PT. Garuda Indonesia, penelitian ini mengikuti kerangka kerja kualitatif sistem dinamis untuk mengidentifikasi dan menggambarkan keseluruhan fenomena pergantian awak kabin dan variabel yang terlingkup pada fenomena tersebut. Studi ini juga menguji beberapa strategi intervensi untuk melihat apakah ada perubahan tingkat pergantian pramugari dengan mempertimbangkan intervensi yang diberikan. Studi ini menunjukkan bahwa tingkat turnover memiliki dampak signifikan pada kekuatan awak kabin perusahaan, yang kemudian mempengaruhi kepuasan kerja dan stres kerja yang pada akhirnya, kembali mempengaruhi tingkat turnover dalam efek penguatan. Selain itu, kebijakan perusahaan terkait pernikahan, cuti hamil, dan Pemakaian jilbab harus dievaluasi. Hasil Penelitian menyiratkan bahwa Maskapai Penerbangan harus mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian dan membuat perubahan kebijakan menjadi lebih akomodatif terkait dengan pernikahan, cuti hamil, dan pemakaian jilbab untuk melihat pengurangan turnover awak kabin."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Hermawan R.S.
"Dalam penelitian ini, penulis berupaya menunjukan bagaimana Analytic Netwwork Process (ANP) yang merupakan kombinasi PEST Analysis (Politic, Economy, Social and Technology Factors) sebagai drivers terhadap Five Forces of Competition (Michael Porter), dapat digunakan untuk melakukan asesmen terhadap seleksi jalur penerbangan internasional yang merefleksikan sintesis aspek Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Kompleksitas dalam menentukan jalur penerbangan internasional memerlukan model yang mampu melakukan evaluasi berbagai faktor atau elemen dari dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut diperlukan untuk membangun urutan berdasarkan aspek yang paling berpengaruh atau paling dominan dalam melakukan asesmen dalam kerangka pembukaan jalur penerbangan baru Jakarta -- Manila, Jakarta - Mumbai (Bombay) dan Surabaya - Hongkong.
ANP terdiri dari empat jenis dimensi yang disebut Control Hierarchy yaitu : Benefits, Opportunities, Costs dan Risks. Setiap dimensi tersebut merupakan filter untuk menakar masing-masing elemen atau cluster dalam PEST.
Untuk membangun cluster dan elemen dalam model ANP, penulis menggunakan drivers terhadap Five Forces of Competition (Porter) yaitu PEST ditambah dengan E (Environment) menjadi PESTE. Elemen E merupakan rujukan dari Stephen Shaw dalam " Airline Marketing and Management " yang merupakan elemen total dalam melakukan potret terhadap lingkungan tugas terutama perusahaan penerbangan.
Hasil final menunjukan bahwa jalur penerbangan baru yaitu Surabaya - Hongkong lebih ataktif dibandingkan dengan Jakarta - Manila atau Jakarta - Mumbai. Hal ini konsisten dengan berbagai inforrnasi yang penulis peroleh sebelumnya berkaitan dengan elemen yang menjadi dasar pertimbangan yang mengarah bahwa Surabaya - Hongkong lebih potensial dibandingkan Jakarta - Manila ataupun Jakarta - Mumbai.

In this research, the author has tried to take effort as to show how Analytic Network Process (ANP) that constitutes combination of PEST Analysis (Political, Economic, Social and Technological Factors) having function as drivers against Five Forces of Competition (Michael Porter), can be used in order to carry out assessment against selection of international airline route that reflects synthesis of aspects of Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Complexity in determining the best of international airline route needs a model that is capable to evaluate several factors or elements from different dimension. Such dimensions are needed in order to establish sequence based on the most influencing or the most dominant aspect in conducting assessment in the framework to open new international route for Jakarta - Manila, Jakarta Mumbai (Bombay) and Surabaya - Hongkong.
Analytic Network Process consists of four types of dimensions called Control Hierarchy i.e : Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Each of such dimensions constitutes filter that can be used to measure each element or cluster in PEST.
In order to establish cluster and element in ANP model, the author has used drivers against Five Forces of Competition (Porter) i.e., PEST added by E (Environment) to become PESTE. The element of E constitutes a reference from Stephen Shaw in "Airline Marketing and Management" that constitutes total element in conducting portrait against the scope of duty mainly airline industry.
The final result shows that the best choice i.e., Surabaya --- Hongkong is considered as more attractive if compared with Jakarta - Manila or Jakarta - Mumbai. This case is consistent with several information obtained previously by the author relating to the element becoming basis of consideration leading to the opinion that Surabaya - Hongkong is more potential if compared with Jakarta - Manila or Jakarta-Mumbai.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. Zaenal Arifin
"ABSTRAK
Wacana (discourse) yang merupakan tataran paling besar dalam hierarki kebahasaan--termasuk hierarki bahasa Sunda--bukanlah merupakan timbunan kalimat secara acak, melainkan merupakan satuan bahasa di atas kalimat, baik lisan maupun tulisan, yang tersusun secara berkesinambungan dan membentuk kepaduan (Halliday 1) dan Hasan (1976(1979:1} dan 1985(1989:10)); Stubbs 1983;15 ;Kridalaksana 1978:36; Moeliono et al. 1988:34; Bright 1992:356; Kartomihardjo 1992:1).
Di dunia linguistik Baratr analisis wacana mulai berkembang sejak diperkenalkannya makalah yang berjudul Discourse Analysis oleh Harris pada tahun 1952 (Bright 1992:357; Oetomo 1992:6 Marcellino 1992:1). Dalam makalahnya, Harris mulai mencari kaidah bahasa yang menjelaskan, 'bagaimana' kalimat dalam suatu teks dihubungkan oleh semacam tata bahasa yang diperluas, seperti pengacuan anaforis dan kataforis, substitusi, elipsis, hubungan konjungtif, serta hubungan leksikal (Malmkjaer 1991:100; Oetomo 1992:6). Di Indonesia analisis terhadap tataran paling besar dalam hierarki kebahasaan itu baru benar-benar berkembang pada tahun 1970-an (Kridalaksana 1978:34; Oetomo 1992:1)
Analisis wacana (discourse analysis) adalah analasis bahasa dalam penggunaan (the analysis of language in use) (Brown dan Yule 1987:1). Sejalan dengan itu, Halliday dan Hasan (1979:236 dan 1989:10) mengatakan bahwa analisis wacana, yang disebutnya analisis teks, adalah analisis bahasa dalam pemakaian yang merupakan unit semantis, dan bukan unit struktural atau gramatikal seperti klausa atau kalimat
Menurut Grice (1975:45----6), dalam komunikasi verbal, baik yang monolog maupun yang dialog, salah satu syarat panting yang harus diperhatikan adalah kesinambungan proposisi yang diajukan. Kesinambungan itu kadang-kadang mempunyai manifestasi fonetis yang ekeplisit, tetapi kadang-kadang juga hanya terwujudkan dalam suatu implikatur yang sifatnya tidak langsung atau hanya tersirat (cf. Dardjowidjojo 1988:93). Teori Grice tentang conversational implicature secara mendasar berasal dari prinsip umum percakapan, yang disebut cooperative principle.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prila Kinantya Dianingtyas
"

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya pelaksanaan komunikasi interpersonal terkait pengelolaan konflik pada suatu organisasi. Dengan mengambil kasus komunikasi interpersonal pada kelompok terbang awak kabin di Garuda Indonesia, tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi proses komunikasi interpersonal antar pegawai terkait dengan konflik kelompok serta membahas komunikasi interpersonal antar pegawai pada kelompok terbang awak kabin Garuda Indonesia. Penelitian ini menggunakan teori teori Devito (2007) tentang lima kualitas umum efektivitas komunikasi interpersonal. Penelitian dengan jenis penelitian kualitatif ini dengan menggunakan metode Forum Group Discussion ini menghasilkan kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal yang efektif menghasilkan lingkungan kerja yang suportif dan kondusif bagi individu dan berdampak pada iklim kerja kelompok yang berarti berdampak dalam pencapaian tujuan kelompok. 


This research is motivated by the importance of implementing interpersonal communication related to conflict management in an organization. By taking the case of interpersonal communication in the flight crew flight group at Garuda Indonesia, the aim of the study was to evaluate the interpersonal communication process among employees related to group conflict and discuss interpersonal communication between employees in the flight group of Garuda Indonesia cabin crew. This study uses the theory of Devito (2007) about five general qualities of the effectiveness of interpersonal communication. Research with this type of qualitative research using the Forum Group Discussion method resulted in the conclusion that effective interpersonal communication produces a supportive and conducive work environment for individuals and has an impact on the group work climate which means having an impact on achieving group goals.

"
2019
T53177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>