Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63559 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hayon, Yohanes Pande
"Ludwig Anreas Feuerbach dilahirkan pada tanggal 28 Juli 1804 di Landshut, Bavaria dan meninggal di Nuremberg pada tanggal 13 September 1872. Sejumlah karya-karya ilmiah telah dihasilkannya semasa hidupnya; antara lain: Thoughts on Death and Immortality (1830); The Contribution to the Critique of Hegelian Philosophy (1839) The Essence of Christianity (1841); Theogony (1857) ;God, Freedom and Immortality from the Standpoint of Anthropology (1866). Seluruh masa hidup Feuerbach dapat dibagi dalam 3 tahap, yakni: sebagai seorang teolog (tahap pertama); seorang Hegelian (tahap kedua) dan seorang ateis (tahap ketiga). Pembahasan dalam skripsi ini justru terpusatkan kepada pandangan dan kritik Feuerbach terhadap agama pada umumnya dan agama Kristen pada khususnya sejauh dibentangkannya di dalam bukunya The Essence of Christianity. Agama adalah ilusi dan Allah tidak lebih daripada suatu proyeksi manusia. inilah kata-kata kunci dalam seluruh kritik Feuerbach tentang agama. Untuk membenarkan teorinya itu Feuerbach bertolak dari manusia. Namun manusia ini bukanlah manusia individual, kongkret, jasmaniah dan yang terbatas -- meskipun segi ini ia tekankan juga - melainkan manusia yang senatiasa terlibat dalam perkaitan sosialnya; Aku yang harus selalu tertuju kepada Engkau; manusia yang tetap terbuka bagi sesamanya. Tegasnya, manusia umum atau manusia sebagai Gattungswesen dipandang sebagai makhluk yang luhur dan bersifat ilahi dan yang oleh Feuerbach dijadikan sebagai tempat pijakan, untuk melacak seluruh fenomen agama. Kodrat manusia, demikian Feuerbach, terbentuk dari sejumlah daya-daya ilahi yang disebut sebagai Rasio, Kehendak dan Cinta. Daya-daya ini hadir di dalam diri manusia individual, namun yang serentak menguasai dan yang mengatasi manusia individual. Daya-daya tersebut kemudian oleh manusia beragama diproyeksikan ke luar dirinya dan dipandang sebagai sesuatu yang otonom dan yang lantas dihormati sebagai Allah di dalam kebaktian. Kalau begitu jelaslah bahwasanya Allah itu tidak lain daripada proyeksi manusia sendiri. Karena itu dalam agama manusia memiskinkan dirinya dan memperkaya Allah dengan sifat-sifat yang ia miliki sendiri. Dengan agama, katanya, manusia menelanjangi dirinya sendiri demi kepentingan sebuah fiksi. Semakin manusia itu menjadi manusia beragama, tegasnya lagi, semakin ia melepaskan diri dari kemanusiaannya. Akibatnya sudah bisa diduga: gelombang alienasi yang terus-menerus menerpah manusia sepanjang hidupnya. Lantas, upaya penyelamatan macam apa yang harus ditempuh? Feuerbach sendiri menjawab: tak bisa lain selain Allah dan manusia harus kembali menjadi satu. Maka adalah tugas, filsafat yang baru untuk menyadarkan orang beragama agar menyadari kekhilafannya. Orang beriman harus dibangunkan dari mimpi-mimpinya yang kosong untuk mengerti keadaannya yang sebenarnya. Tegasnya, tugas filsafat yang baru ialah mengupayakan agar proses penyatuan antara yang ilahi dan yang manusiawi secepat mungkin berakhir. Setelah semuanya itu terlaksana, demikian Feuerbach, manusia akan memperoleh kembali seluruh keilahiannya. Kalau begitu manusia tidak memerlukan lagi suatu wujud asing. Manusia dengan itu harus membangun suatu kehidupan yang melulu manusiawi yang berlandaskan pada cinta manusiawi pula. Itu berarti kalau semua yang terbaik dalam diri manusia sudah terpulihkan, maka dengan sendirinya juga manusia harus menduduki tempat Allah dan teologi harus menjadi antropologi yang ditinggikan. Singkat kata, manusia menjadi Allah bagi dirinya sendiri. Tak dapat disangkal lagi, pandangan Feuerbach itu bernada ateistis. Tetapi sesungguhnya suatu ateisme antropologis, suatu pandangan yang tetap bertumpu pada humanisme sejati. Bagi orang beragama kritik ateistis Feuerbach itu tidak melulu bersifat negatif, melainkan juga positif. Harus diakui bahwa humanisme Feuerbach menantang setiap orang beriman untuk selalu bertanya pada diri sendiri apakah agama yang dianut sungguh-sungguh menjadi pendorong bagi terciptanya relasi yang baik dengan sesama manusia dalam suatu kehidupan masyarakat yang adil, sejahtera, damai dan penuh cinta, atau bahkan menjadi penghalang? Sebagai kesimpulan, menurut penulis, kita tidak perlu saling menuding. Semua manusia dengan segenap keterbatasannya sama-sama mempunyai tugas untuk menata dunia ini agar menjadi tempat tinggal yang lebih layak. Membangun dunia yang bahagia merupakan tanggung jawab semua pihak, baik kaum ateis maupun kaum beragama. Maka, penulis berpendapat, ketulusan hati merupakan modal dasar untuk menciptakan suatu hidup yang lebih serasi antara sesama manusia. Kejujuran merupakan syarat mutlak untuk membangun dialog yang lebih manusiawi. Semangat saling menghargai merupakan langkah awal bagi tumbuhnya suatu kehidupan yang lebih harmonis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S16046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kholid
"Misi kolonialisasi Barat terhadap negara-negara Arab pada sejak abad ke-18 sampai akhir abad ke-19 menyisakan dampak positif dan negatif bagi negara-negara koloninya. Satu sisi, kolonialisme telah membangkitkan kembali kesadaran nasionalisme bangsa Arab yang telah lama terkubur bersamaan dengan kejatuhan dinasti-dinasti Islam masa lalu. Di sisi lain, kolonialisme telah menorehkan luka yang menyebabkan timbulnya kesan kurang sedap tentang Eropa. Persepsi-persepsi yang berkembang di Timur tentang gambaran bangsa Eropa pasca-kolonialisasi akan menjadi topik pembahasan tesis ini_ Dua karya fiksi yang menjadi sampel penelitian adalah novel 'Usfur min as-Syarq (Burung Pipit dari Timur) karya Taufiq al-Hakim dan novel Mausim al Hijrah ila as Syimal (Musim Migrasi ke Utara) karya At-Thayeb Sholeh.
Dua masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) Konteks sosial apa raja yang melatarbelakangi timbulnya persepsi Timur tentang Barat yang dipaparkan dalam novel 'Usfur min as-Syarq dan Mausim al-Hijrah ila as-Syimal, (2) Bagaimana persepsi Timur tentang Barat yang terkandung dalam novel 'Usfur min as-Syarq dan Mausim al Hijrah ila as-Syimal sehingga dapat menampilkan perbedaan yang mendasar antara keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan ada indikator kesesuaian antara novel "UMS" dan "MHIS" dalam menampilkan berbagai persepsi Timur tentang Barat, yang berkaitan dengan konteks-konteks sosial yang melatarbelakangi. Namur, bukan hanya menyajikan berbagai persepsi tersebut, tetapi sekaligus mengevaluasi dan melakukan investigasi berdasarkan realita dan pengalaman pengarang yang pemah bermukin di negara barat.
Persepsi-persepsi yang timbul di Timur tentang bangsa Eropa lebih didominasi oleh subyektifitas Timur, sebagai akibat dari miss kolonialiasi Barat. Persepsi yang berkembang cenderung ke arah negatif. Barat dikonstruksikan sebagai bangsa modern, namun memiliki ambiguitas dalam menyikapi kehidupan dan norma-norma kemanusiaan. Terlepas dari segala wacana yang ada, Barat memiliki sisi-sisi positif yang mampu membawa kemajuan terhadap bangsa mereka. Bahkan, hingga saat ini Barat menjadi sebuah kekuatan yang mendominasi kehidupan masyarakat dunia, dan nyaris tak tergoyahkan. Superioritas Barat menjadi sangat besar, sehingga bangsa manapun yang ingin maju, paling tidak harus melewati salah satu gerbang yang telah mereka bangun. Ketergantungan Timur kepada Barat seakan telah menjadi suatu hal yang mutlak.

The mission of west colonization to the Arab countries since 18th century to the end of 19th left both positive and negative impacts for its colonized countries. One side, colonialism has rebuilt the awareness of nationalism in Arabians, which has been buried simultaneously with the fall of Islamic dynasties on the past On the other hand, colonialism has left the injury, which caused the appearance of bad image about the Europe. Perceptions, which developed on the east about the description of the Europeans post-colonization, will be the topic of this thesis. Two fictions which are being the samples of the research are the novel `Usfur min as-Syarq (The Sparrow from The East) by Taufiq el-Hakim and Mausim al Hijrah ila as-Syimal (Migration Season to The North) by At-Thayeb Sholeh.
Two main problems-which will be studied in this research are: (1) What are the social contexts that cause the appearance of the east perceptions about the west which is explained in the novel `Usfur min as-Syarq and Mausim al-Hijrah ila as-Syimal. (2) How is the East perception about the West that is included in the novel `Usfur miry as-Syarq and Mausim al Hijrah ila as-Syimal in order to show the base difference between both of them. And the result of this research shows the indicator of suitability between the novels "UMS? and "MHIS" in showing all of the east perceptions about the west, which are related with social contexts that cause it. But, this research not only presents those perceptions, it also evaluates it and does some investigations according to the reality and the experience of the author who has ever lived in the West Country.
The perceptions which appeared in the East about the Europeans are dominated by subjectivity of the East, as the result of the mission of west colonization_The perceptions which develop are disposed more to the negative one. The west is constructed as a modern nation, but it has an ambiguity in looking a life and norms of humanity. But free of all these discourses, the west has positive sides that can bring its nation to the progress. Even, until now, the west has become a power, which dominates the life of people in the world, and it almost cannot be defeated. The west superiority becomes extremely great, it causes all nations that want to be advanced, must pass through one of gates that has been made by them. Seemingly, the east dependence on the west has become an absolute thing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iqbal
Delhi: Kitab Publishing House, 1974
297 IQB r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sengupta, Ranjan
New Delhi : Ministry of External Affairs , [t.th.]
954 SEN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ulil Albab
"Perkembangan zaman yang diiringi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan temuan masalah keagamaan kontemporer yang membutuhkan solusi hukum. Ijtihad istislahi memiliki peran yang cukup penting dalam memberikan solusi hukum kontemporer ini, ditambah lagi dengan keterbatasan jumlah nas yang sudah dianggap final. Melalui penelitian ini, penulis mencoba menjelaskan konsep maslahat dan bentuk reformulasinya, konsep ijtihad istislahi dan bentuk penggunaannya, serta sisi penerapan maslahat dan ijtihad istislahi oleh Komisi Fatwa MUI. Jenis penelitian ini adalah library research yang bersifat deskriptif-analitis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan penelitian ini, penulis menyimpulkan beberapa hal. Pertama, terdapat lima dhawabith dalam penggunaan maslahat, yaitu masih dalam cakupan maqashid al-syariah, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis, tidak bertentangan dengan kias, serta tidak berbenturan dengan maslahat yang lebih prioritas. Kedua, reformulasi konsep maslahat dapat dilakukan dengan meredefinisi term seputar maslahat dan merekonstruksi epistemologi maslahat. Ketiga, ijtihad istislahi merupakan upaya pencurahan seluruh daya dan kekuatan untuk sampai pada penemuan hukum Islam berdasarkan pada pemeliharaan kemaslahatan. Keempat, ijtihad istislahi dapat diaplikasikan dalam bentuk al-maslahah al-mursalah, sadd al-dzari’ah, dan al-istihsan. Kelima, berdasarkan pada pedoman penetapan fatwa, Komisi Fatwa MUI menerima penggunaan konsep maslahat sebagai pertimbangan dalam mengeluarkan fatwa, sebagaimana tertulis dalam Metode Penetapan Fatwa MUI Pasal 7 yang tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor U-596/MUI/X/1997 dan diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 tentang Kriteria Maslahat. Komisi Fatwa MUI juga menerima penggunaan ijtihad istislahi sebagai salah satu pendekatan manhaji dalam penetapan fatwa. Keenam, berdasarkan pada hasil fatwa yang ditetapkan melalui Sidang Komisi Fatwa MUI dalam masalah keagamaan antara tahun 2009 hingga tahun 2018, terdapat 18 dari 66 fatwa yang ditetapkan menggunakan ijtihad istislahi. Dari 18 fatwa ini, 10 (sepuluh) fatwa berdasarkan pada al-maslahah al-mursalah, 3 (tiga) fatwa berdasarkan pada sadd al-dzari’ah, dan 5 (lima) fatwa berdasarkan pada al-istihsan.

The passage of time, accompanied by the rapid advancement of science and technology, has resulted in the discovery of contemporary religious problems that necessitate legal solutions. Ijtihad istislahi has a significant role in providing this modern legal solution, coupled with the limited number of sacred texts that are already considered. Through this study, the author tries to explain the concepts of maslahat and its form of reformulation, ijtihad istislahi and its form of use, and the application of maslahat and ijtihad istislahi by the Fatwa Commission of the Indonesian Council of Ulama. This type of research is descriptive-analytical, with library research using a qualitative approach. Based on this study, the authors concluded several things. First, there are five criteria for the use of maslahat, which are that it remains within the scope of maqashid al-sharia, that it does not contradict with the Al-Qur'an, that it does not contradict the hadith, that it does not contradict the analogy, and that it does not conflict with the higher priority maslahat. Second, reformulation of the concept of maslahat can be done by redefining the term around maslahat and reconstructing the epistemology of maslahat. Third, ijtihad istislahi is an attempt to expend all power to arrive at the discovery of Islamic law based on the maintenance of maslahat. Fourth, ijtihad istislahi can be applied in the form of al-maslahah al-mursalah, sadd al-dzari'ah, and al-istihsan. Fifth, based on the guidelines for establishing fatwas, the Fatwa Commission of the Indonesian Council of Ulama accepts the use of the concept of maslahat as a consideration in issuing fatwas, as written in the Fatwa Establishment Method of the Indonesia Council of Ulama Article 7, which is contained in the Decree of the Leadership Board of the Indonesian Council of Ulama Number U-596/MUI/X/1997 and strengthened by the Fatwa of the Indonesian Council of Ulama Number 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 concerning the criteria of Maslahat. The Fatwa Commission of the Indonesian Council of Ulama also accepted the use of ijtihad istislahi as one of the manhaji approaches in the fatwa establishment. Sixth, based on the results of fatwas established through the Fatwa Commission of the Indonesian Council of Ulama on religious matters between 2009 and 2018, 18 of 66 fatwas were established using ijtihad istislahi. From the 18 fatwas, 10 (ten) are based on al-maslahah al-mursalah, 3 (three) are based on sadd al-dzari'ah, and 5 (five) are based on al-istihsan."
Jakarta : Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Waluyo
"Tesis ini berusaha menjelaskan adanya persamaan dan perbedaan alam pikiran budayawan Lekra dan Manifestan dalam mencari sosok budaya bangsa Indonesia yang tidak kunjung selesai sampai sekarang. Proses pencarian sosok budaya bangsa sudah, diawali sejak perdebatan di kalangan budayawan/intelektual tahun 1930-an antara Sutan Takdir Alisjahbana (STA) dengan Ki Hadjar Dewantara (KID) dan kawan-kawan. Proses pencarian sosok budaya bangsa ini terus berlanjut dalam Kongres Kebudayaan Nasional I tahun 1948 di Magelang yang dilanjutkan dengan Konferansi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950, Kongres Kebudayaan II tahun 1951 di Bandung, Kongres Kebudayaan III tahun 1954 di Surakarta, dan Kongres Kebudayaan IV tahun 1991 di Jakarta.
Proses pencarian sosok budayabangsa tidak dapat dilepaskan dari situasi politik dalam dan luar negeri yang mempengaruhi alam pikiran penguasa politik di tanah air dan di kalangan budayawan. Kongres Kebudayaan I di Magelang dilaksanakan beberapa bulan sebelum terjadi peristiwa Madiun tahun 1948 dan Agresi Militer Belanda kee 2 tanggal 18 Desember 1948. Suasana hingar bingar politik pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) turut pula menggiatkan suasana Kongres Kebuda.yaan II di Bandung tentang pentingnya organisasi kebudayaan.
Pada tahun 1950 lahirlah organisasi kebudayaan yang berafiliasi kepada PKl, Lembaga Kebudayaan Rakyat yang disingkat Lekra. Organisasi ini berkiprah di bidang kebudayaan sejak Kongres Kebudayaan II (1951) di Bandung. Pada tanggal 19 Nopember 1946 di Jakarta lahir gagasan dari kolompok "Gelanggang" yang didirikan oleh Chairil Anwar, Asrul Sani dan kawan-kawan. Di dalam preamblue anggaran dikatakan bahwa "Generasi Gelanggang'' terlahir dari pergolakan roh hidup. Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah mengakibatkan masyarakat yang lapuk, dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan anasir lama ini untuk menjalankan baru kekuatan baru.
Akar budaya "humanisme universal" ternyata sudah masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya sistem pendidikan masa kolonial Belanda yang terkenal dengan nama "Budi Utomo," tetapi sudah memikirkan tentang "pentingnya" persatuan di kalangan "pribumi" yang kemudian diikuti dengan ikrar "Sumpah Pemuda" pada tanggal 2.8 Oktober 1928. Pada tahun 1930-an, seorang seniman muda Indonesia yang menyadari akan arti penting "persatuan dan kesatuan" memperjuangkan kemerdekaan di bidang kebudayaan (sastra) dan melahirkan aliran "Pujangga Baru" yang ingin melepaskan kreativitas sastra daerah (Malaya) menjadi sastra Indonesia yang dimanifestasikan dalam bahasa Indonesia Gerakan di bidang kebudayaan ini terus berlanjut dengan perdebatan STA dengan KHD mengenai sejarah dan perkembangan kebudayaan Indonesia di masa depan. Perdebatan di kalangan budayawan tahun 1930-an ini sudah terlihat adanya dua pola pikir yang "bertabrakan" yaitu pola. pikir "Barat? yang dikehendlaki oleh STA dengan pola pikir :?Tradisi" yang dikehendaki oleh KHD dan kawan-kawan. Pola pikir STA sangat dipengaruhi oleh pola pikir :Barat" yang dalam hal ini diartikan Belanda.
Ide dasar perjuangan budayawan yang mendukung prinsip "humanisme universal" ialah "kebebasan kreatif." Ide dasar "humanisme universal" terus berkembang menjadi gerakan yang manuntut "kemanusiaan yang adlil dan beradab" yang dituntut Chairil Anwar dalam "Aku ini binatang jalang, dan kumpulan yang terbuang" dan melahirkan Angkatan 45 di bidang kesastraan yang dilanjutkan oleh Asrul Sani dan kawan-kawan dangan kelompok Galanggangnya.
Perdebatan di kalangan budayawan kembali menghangat setelah situasi politik dalam negeri yang didukung dengan "Manifesto Politik" Soekarno yang memperkenalkan konsepsi baru dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang disebut NASAKOM (Nasional-Agama-Komunis). Konsepsi ini sangat didukung oleh budayawan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) karena sejalan dengan ideologi realisme sosialis yang merupakan bagian dan ajaran komunisme, sedangkan budayawan Manifestan menggunakan ideologi humanisme universal yang merupakaan bagian dari ideologi liberalisme untuk menentang kebijakan pemerintah di bawah rezirn Saekarno.
Kontroversi lahirnyaPancasila dan gagalnya Konstituante (1959) dalam memecahkan masalah "dasar negara" Islam, Pancasila, atau Sosial-Ekonomi, menjadikan' bangsa ini tidak matang dalam kehidupan berbaangsa, bernegara, dan bermasyarakat, Sebagai orang Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan sangat menyadari akan arti penting "seni" dalam kehidupan mereka, tetapi sebagai warga bangsa dan negara Indonesia, budayawan Lekra dan Manifestan memanfaatkan "situasi politik" bagi kelompoknya daripada kepentingan bangsa dan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tesis ini menyimpulkan bahwa budayawan Lekra dan Manifestan baru menyadari kedudukannya dan perannya sebagai anggota kelompok "seniman kerakyatan" atau "seniman inerdeka" tetapi belum sepenuhnya menyadari kedudukan dari perannya sebagai "warga bangsa Indonesia" yang berkepentingan dalam mowujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undarig Dasar 1945 di dalam negara persatuan yang bernama Repubik Indonesia. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Christiani Zega
"ABSTRAK

Zaman modern adalah sebuah masa yang mempunyai semangat perubahan, kemajuan, revolusi, dan pertumbuhan, dimana para pemikir ekofeminis sepakat melihat semangat ini adalah produk dari peradaban patriarkal. Industri kapitalis menjadi sebuah konsentrasi besar ekofeminisme yang melihat bahwa eksploitasi tidak hanya diarahkan kepada alam, melainkan juga perempuan. Vandana Shiva menjelaskan bagaimana perempuan, terutama di India, merupakan subjek yang paling dekat dan intim dengan alam, sehingga pada saat konsep pembangunan menundukkan alam muncul juga diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan. Dengan menjelaskan prakrti sebagai prinsip feminitas, Shiva berusaha untuk menunjukan bahwa alam dan perempuan merupakan produsen atau penghasil kehidupan, dimana perempuan menyelenggarakan kehidupan melalui peran sosialnya.


ABSTRACT

Modernism is an era that have enthusiasm to achieve something we called as progress, revolution, and development. But according to the ecofeminist, this kind of belief is a product from patriarchal culture which made gender-based ideology. Capitalism was the main concern to the ecofeminist who see it not only abused nature, but also women. Vandana Shiva explained how women, especially India‟s rural women, was an intimate part of nature, the only one that had a close relationship with nature. Thus, the capitalism would be the source of discrimination for both nature and women. With explained prakrti as a femininity principle, Vandana Shiva tried to show that nature and women as the producers of life, where women reproduce life not merely biologically, but also through their social role in providing sustenance.

"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani`ah
"ABSTRAK
Agama merupakan masalah yang menarik untuk diketahui karena pretensinya sebagai pembawa kebenaran. John Dewey, seorang filsuf pragmatisme Amerika yang terkenal, mempermasalahkan hal itu dalam pemikirannya. Pragmatisme adalah filsafat naturalistik, yaitu filsafat yang lebih mengutamakan aspek praktis daripada aspek teoritis. Jadi , pandangan Dewey terhadap agama pun bersifat praktis-pragmatis: sesuatu yang berbeda secara diametral dari hakikat agama itu sendiri. Dan yang kuga membuat masalah ini menarik adalah sikap Dewey yang tampa enggan memasuki bidang ini sehingga bukunya mengenai agama A Common Faith baru ditulis pada senja hidupnya setelah ia berusia 75 tahun.
Dari sudut filsafat, karya Dewey yang terpenting adalah kritiknya terhadap kebenaran tradisional yang dinyatakan dalam teorinya instrumentalisme...

"
1985
S16183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iskandar
"ABSTRAK
Sebagai dampak diiperkenalkannya sistem pendidikan barat, serta masuknya ide-ide pembaruan Islam dari Timur Tengah. Masyarakat Islam Indenesia, khususnya di daerah pedesaan sedikit banyak mengalami keguncangan. Keguncangan yang langsung menyentuh
kehidupan mereka adalah ketika dasar-daéar hukum dalam Berpraktek agama mendapat gugatan dari ide-ide pembaruan Islam tersebut. Sedangkan keguncangan kedua makala mereka mulai mengenal harga dirinya sebagei satu bangsa yang terjajah, dan mulai merancang adanya satu negara merdeka bagi mereka.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Agnestesia Putri Aryani
"Selama ini, kematian dianggap sebagai akhir dari pemenuhan utilitas yang ingin dicapai selama hidup. Meskipun demikian, teori yang dipaparkan oleh Azzi dan Ehrenberg (1975) justru menyatakan adanya kepercayaan akan kehidupan setelah kematian mau tidak mau membuat manusia harus mempertimbangkan utilitas yang ingin dicapai kelak. Sedekah dan partisipasi dalam kegiatan keagamaan, dianggap sebagai investasi yang dapat memberikan jaminan terhadap pencapaian utilitas pada kehidupan setelah kematian. Penelitian ini menemukan adanya hubungan substitusi antara sedekah dan partisipasi serta pengaruh positif dari tingkat keimanan seseorang terhadap sedekah dan partisipasi tersebut. Selain itu, ditemukan pula bahwa peningkatan usia akan meningkatkan sedekah dan partisipasi yang dilakukan seseorang.

People tend to think that death is the end of their pursuit to maximization of utility. Instead, Azzi and Ehrenberg?s theory of lifecycle consumption (1975) said that afterlife belief give another perspective for us, to considering about the afterlife utility. Religious giving and participation in a religious activity, considered as investment for a guarantee of a better afterlife utility. This study find a substitute relation between religious giving and participation. Also, the religious giving and participation have a positive and significant impact for every additional age and increasing in belief.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S59000
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>