Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fidelis Eka Satriastanti
"Perbincangan mengenai seni dan realitas seakan tidak pernah ada habisnya. Hubungan ini kian erat saat realisme mendominasi warna seni sekitar tahun I900an. Pengaruh aliran ini nyata terlihat di dalam teater sebagai salah satu seni pertunjukan yang menggunakan realitas sebagai modelnya. Namun, obsesi kaum realis ini terhalang oleh keberadaan panggung yang terpisah dengan kursi penonton. Dengan kata lain, teater tidak bisa merepresentasikan secara sempurna realitas sesungguhnya. Hal ini mendapat perhatian khusus dari seorang dramawan Jarman yang bernama Bertolt Brecht (1898-1956) yang mengajukan tantangan terhadap teater realis. Brecht berpendapat bahwa realitas yang dimengerti oleh teater realis hanyalah semu dan ilusif. Realism Brecht adalah realitas yang melibatkan semua bidang kehidupan masyarakat yaitu sosial, politik, hingga budaya. Realitas sosial politik yang dinamis merupakan realitas yang ditampilkan di atas panggung bukan semata-mata berkutat pada penampilan yang harus identik dengan kenyataan. Realitas yang didefinisikan oleh Brecht mendapatkan pengaruh dari Marxisme yang berbicara pertentangan antarkelas antara sosialisme dan kapitalisme. Namun, titik berat Brecht tidak pada pertentangan tersebut melainkan pada masyarakat pada masa tersebut. Sedari awal, Brecht menegaskan tujuan teater untuk menghibur masyarakat. Namun, hanya bentuk hiburan yang tepatlah yang dianggap bisa merefleksikan kondisi sosial saat itu. Bagi Brecht, masyarakat yang sedang berkembang adalah masyarakat yang ilmiah. Dengan kata lain, Brecht berupaya memadukan metode ilmiah ke dalam teater, misalnya menggunakan pendekatan sosiologis, historis hingga psikologis. Brecht kemudian memperkenalkan sebuah istilah baru yaitu Alienation Effect (Velfremdungseffekte) yang berdampak besar bagi perkembangan teater itu sendiri. Efek alienasi sebenarnya terinspirasi dari akting seorang aktor besar Cina yaitu Mci Lan-fang. Pemakaian kostum dan topeng-topeng serta gesture-gesture yang ditampilkan merupakan upaya Brecht untuk menghindarkan para pemain dan penonton terlibat secara emosional. Brecht menginginkan para penonton dapat menanggapi dengan penuh kesadaran dan rasionalitas bukan sekadar empati belaka. Efek alienasi juga dimaksudkan untuk meruntuhkan the fourth wall sebagai upaya untuk menjalin interaksi yang alami antara penonton dan pemain. Bertolt Brecht menjawab dengan pasti bahwa realitas sosial politik tidak bisa ditampilkan secara sempurna di alas panggung. Sejak awal, hubungan realitas dan teater telah mempunyai jarak. Brecht memperkenalkan efek alienasi sebagai penegas jarak antara keduanya. Namun, efek ini berhenti bekerja saat Brecht lebih berkonsentrasi mempromosikan misi penyadaran bagi masyarakat, terutama untuk mengubah kondisi social masyarakat. Jarak antara realitas dan teater yang telah dibangun Brecht melalui efek alienasi menjadi kabur kembali akibat tindakan praktis atas kondisi sosial politik saat itu. Brecht tidak bisa mempertahankan argumen karena obsesi pribadi yang mengharapkan lahirnya perubahan radikal dilakukan oleh para penonton teaternya. Brecht tidak bisa melepaskan diri dari kepungan realitas sosial politik yang terjadi saat itu, terutama pada masa pemerintahan Hitler. Melalui Teater Epik, Brecht menuai banyak kontroversi mengenai status atau keberpihakannya terhadap partai sosialis. Tidak dapat dipungkiri bahwa Brecht menggunakan teori sosial Marx bagi perkembangan teatemya, namun keterlibatannya secara langsung dengan partai politik tidak terbukti. Teater Brecht adalah teater politis karena mempunyai misi untuk mengungkapkan realitas sosial politik yang sedang terjadi, namun proses ini dikemas dalam bentuk hiburan bagi masyarakat. Keinginan Brecht untuk menyandingkan niatan politis dengan unsur estetis inilah yang justru membuatnya tidak bisa dimasukkan dalam kelompok manapun. Terjerumusnya Brecht dalam perputaran politik praktis merupakan konsekuensi dari teorinya sendiri. Namun, argumen awal Brecht tetap menyatakan teater untuk hiburan. Melalui penulisan ini, analisa kritis terhadap teater untuk hiburan milik Brecht tidak hanya berkutat pada kondisi politik semata melainkan kembali menyelidiki dimensi estetis yang coba diajukan oleh Brecht sendiri. Teater untuk Hiburan menjadi tesis Brecht untuk kembali mempertahankan jarak antara teater dan realitas. Tesis ini mendapatkan perhatian bagi para pemikir, praktisi, hingga para pemain teater untuk menampilkan pertunjukan yang menghibur namun tetap memiliki kepekaan terhadap realitas sosial yang sedang dihadapi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S16187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kekung, Ceylonita L.
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas V-effekt dan Verfremdung sebagai suatu metode sastra, hal mana kedua istilah tersebut adalah bagian tak terpisahkan dari teater epik Bertolt Brecht. Dalam skripsi ini juga dianalisa bentuk V-effekt dalam drama Mutter Courage and Ihre Kinder (MCUIK) sebagai model teater epik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat fungsi dan kedudukan metode sastra tersebut dalam teater epik dibandingkan dengan teater aristoteles. Teater aristoteles adalah istilah Brecht bagi teater yang yang antara lain mengenal adanya identifikasi dan katarsis pada penonton. Kedua hal ini dianggap Brecht sebagai suatu sikap pasif sehingga ia menolak bentuk teater tersebut. Kemudian ia menawarkan suatu konsep teater baru yang disebutnya episches Theater (teater epik). Dalam konsep teater epik penonton tidak diharapkan untuk bersikap pasif dan hanyut ke dalam alur cerita, tetapi dalam konsep ini penonton dituntut untuk mencermati alur atau peristiwa yang ditampilkan dalam drama secara kritis (penonton tidak membiarkan dirk dininabobokan oleh peristiwa-peristiwa dalam drama, menurut Brecht). Tujuan teater ini adalah menimbulkan daya kritis, yaitu pandangan atau pengetahuan yang lebih baik atau baru tentang suatu hal yang timbul pada penonton. Untuk mencapai tujuan itu Brecht menggunakan apa yang disebut V-effekt. V-effekt tersebut berdasarkan atas teori Verfremdung. V-effekt muncul dalam tiga tataran teater, yaitu dalam naskah drama, dalam panggung, dan dalam pemeranan. Tataran tersebut mencakup kedua aspek drama, yaitu aspek dramatikal dan teatrikal. Menurut Raymond Furness, drama MCUIK adalah model atau contoh teater epik paling baik. Dalam drama ini banyak terdapat V-effekt, baik dilihat secara dramatikal maupun teatrikal. Analisa V-effekt dalam drama MCUIK menunjukkan bahwa dengan tehnik V-effekt penulis drama ini berhasil membangun daya kritis penonton.

"
1999
S14707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasiyanto Kasemin, 1962-
Surabaya: Airlangga University Press, 1999
792.7 KAS l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Point, Shifting
Yogyakarta: Arti, 2005
701.18 POI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Awuy, Tommy
Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2004
709.598 TOM s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bertolt, Brecht
Berlin Deutscher Kuetnibund 1958
928.43 B 360
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Ways of performing Brecht, by E. Wendt.--He who said no, by E. Leiser.--Brecht as a classic, by K. Völker.--Brecht the most recent case, by M. Walser."
Godesberg: Inter Nationes, 1966.
JER 839.9 BER (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarumpaet, Riris Kusumawati
Jakarta: Jurusan Sastra Indonesia, FSUI, 1977
R 792.03 SAR i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Latupeirissa, Hendrico Firzandy
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S48065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herny Mulyani
"Teater merupakan baqian kehidupan manusia yang selalu terkait dan terlibat dalam segala aspek kehidupan. Disadari atau tidak, disengaja ataupun tidak, dari sejarah ketika kehidupan dimulai dan peradaban menyentuh kehidupan manusia, maka terjadilah teater. Bahkan menurut para ahli, teater pada zaman nenek moyang, teater berupa upacara-upacara persembahan, kurban, kelahiran dan kematian. Dalam perkembangannya teater sebagai seni dimulai pada tiga babak, teater tradisional, teater modern dan teater kontemporer. Walaupun sekarang tidak jelas lagi batasan nyata antara ketiganya, Bengkel Teater Rendra dianggap mewakili sebagai bentuk teater modern dan juga kontemporer yang tidak meninggalkan kaidah-kaidah tradisi. Melihat pertunjukkan-pertunjukkan dari Bengkel teater Rendra, dapat dilihat bahwa Rendra dengan kelompok yang diusungnya herusaha untuk menipiskan batas-batas tersebut. Melalui interpretasi subjektif yang' ditangkapnya Rendra berusaha merepresentasikan realitas simbolik yang dianggap mewakili realitas objektif. Salah satu pementasan yang spektakuler adalah "Kereta. Kencana?, sebuah pementasan yang' mengandalkan kepiawaian dua aktor saja dengan setting yang sangat sederhana. Dalam pementasan yang naskah aslinya berbahasa Perancis (les Chaises) dan. ditulis oleh 'seorang' hiran Rumania, terdapat representasi simbolik yang diajukan oleh Bengkel Teater Rendra. Seperti layaknya orang yang bercinta -meminjam istilah rendra- pementasan ini hanyalah Sebuah penawaran, suatu proposal yang diajukan kepada khalayak, sebuah proses kreativitas, dengan pengamatan dan perenungan yang panjang. Apakah khalayak -dalam hal ini penonton akan menerimanya sebagai suatu ajuan, kritik ataupun hihuran, terlepas dari kemampuan interpretasi, pengalaman dan imajinasi penonton sendiri. Seperti sebuah pepatah umum dalam teater, suatu pementasan teater adalah sebuah rumah berpintu banyak, semua tamu dipersilahkan masuk lewat pintu mana saja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>