Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinna Safitri
"Penelitian tentang nasionalisasi NHM 1957-1960 dilakukan untuk menjelaskan mengenai kondisi NHM sebelum nasionalisasi, berjalannya proses nasionalisasi, dan kondisi NHM setelah di nasionalisasi. Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan jawaban mengenai munculnya kebijakan pemerintah Indonesia menasionalisasi NHM. Pengumpulan data dilakukan melalui pencarian sumber primer dan sekunder. Kemudian dari data yang didapatkan diolah sesuai dengan aturan dalam metode penulisan sejarah. Nasionalisasi NHM berdasarkan pada PP no. 44/1960 dan melalui SK mentri keuangan No.261206/B.U.M tanggal 30 November 1960, yang menetapkan ketentuan-ketentuan tentang penyerahan segala hak dan kewajban, perlengkapan, dan kekayaan serta usaha perusahaan NHM N.V di indonesia kepada BKTN (Bank Koperasi Tani dan Nelayan). Dari telaah sumber didapatkan bahwa Kebijakan pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi NHM berawal dari realitas politik dan ekonomi yang berkembang pasca perang kemerdekaan. Memasuki tahun 1950 semangat untuk melepaskan diri dari intervensi asing semakin kuat. Puncaknya adalah pada tahun 1957 ketika hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Belanda semakin memburuk. Kegagalan memperjuangkan Irian Barat melalui jalan diplomasi, mengakibatkan pemerintah Indonesia menempuh cara lain yaitu dengan melancarkan aksi-aksi untuk mengambil alih NHM. Nasionalisasi NHM berjalan tanpa proses perlawanan dari pihak Belanda. Sikap Belanda yang tanpa perlawanan selain disebabkan karena status Indonesia sudah merdeka dan dukungan dari buruh yang bekerja pada NHM juga dikarenakan lemahnya posisi Belanda dalam politik Internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S12175
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Daniel P.
"Perkembangan perekonomian Indonesia setelah berakhirnya kekuasaan kolonialisme Belanda dan Jepang, memiliki fase yang menarik. Pergulatan mengenai rumusan konsep perekonomian nasional yang dicita-citakan menjadi perdebatan yang menarik. Trauma akan penjajahan Belanda menjadikan ekonomi yang dicita-citakan haruslah ekonomi yang mewadahi seluruh kepentingan rakyat dan upaya pengambilalihan semua kepemilikan Belanda yang berada di Indoneisa menjadi agenda utama. Namun setelah persetujuan KMB yang mengembalikan hak-hak kedaulatan pemerintahan ke tangan Indonesia dengan bentuk pemerintahan serikat (RIS), pemerintah yang baru memperoleh kedaulatan haruslah mengakui semua kepemilikan Belanda sebelumnya, artinya seluruh kekayaan Belanda yang ada di Indonesia tetap menjadi kepemilikan Belanda sesuai dengan yang diatur dalam persetujuan KMB. Dalam kondisi seperti inilah Sumitro Djojohadikusumo Menteri Perdagangan dan Industri pada Kabinet Natsir dipercaya untuk menyusun sebuah rumusan kebijakan ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan ekonomi Indonesia. Kegiatan tersebut bertujuan untuk membangun kekuatan industri menengah kebawah atau industri rakyat agar dapat menjadi dasar ekonomi Indonesia. Industri ini nantinya diharapkan dapat menunjang industri-industri besar yang sebelumnya sudah mapan. Namun kuatnya modal asing dan lemahnya kernampuan masyarakat dalam mengakses kemajuan teknologi dilihat menjadi penyebab tidak jalannya program tersebut, sehingga titik berat devisa coba diambil dengan pengembangan pengusaha importir nasional. Usaha ini juga dinilai gagal karena hampir semua pengusaha tidak mampu melakukan kegiatannya tanpa mendapat bantuan dari negara, sehingga posisi mereka sangat tergantung pada policy yang dikeluarkan negara. Sehingga hubungan yang muncul adalah hubungan nepotisme antara pengusaha dan penguasa. Juga bentuk pemerintahan parlementer yang berdasarkan demokrasi liberal menyebabkan tidak ada kabinet yang mampu bekerja secara maksimal, karena setiap kabinet langsung dijatuhkan apabila melakukan suatu kesalahan, sehingga umur tiap-tiap kabinet hanya beberapa bulan saja. Yang penting di sini adalah ketidakmampuan negara dalam mengembangkan dirinya sebagai pelaksana utama kegiatan ekonomi sehingga modal asing memiliki posisi yang semakin kuat dalam menguasai bidang usaha. Perencenaan ekonomi yang dijalankan dari awal juga dibuat terkesan darurat dan hanya sekedar untuk menjalankan sebuah kegiatan perekonomian, dengan tahapan waktu yang kurang jelas. Jadi kekuatan pasar yang diharapkan untuk mengarahkan kebijakan justru rnenjadi bumerang, karena ketidaksiapan negara dan juga pengusaha nasional, sehingga pencapaian hasil-hasil ekonomi hanya diperoleh segelintir orang yang memiliki akses ke arah itu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Patimah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang kondisi perburuhan di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya setelah dilakukannya nasionalisasi perusahaan, khususnya masalah kondisi sosial ekonomi. Surabaya merupakan kota pelabuhan, dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan tersibuk, memunculkan buruh pelabuhan yang memiliki peranan penting dalam aktivitas kepelabuhannya. Setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah Indonesia mengubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Secara keseluruhan sektor perekonomian selama periode Hindia-Belanda masih dikuasai pihak Eropa, khususnya Belanda. Salah satu jalan keluar untuk mewujudkan ekonomi nasional yang didipikirkan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan Belanda, termasuk perusahaan pelabuhan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan penjelasan deskriptif.Hasil penelitian bahwa adanya keterlibatan buruh pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dalam perjuangan nasionalisasi perusahaan, khususnya perusahaan pelabuhan yang diorganisir oleh serikat buruh SBPP yang didukung oleh PKI melalui SOBSI dengan melalukan aksi pemogokan. Buruh beranggapan bahwa dengan dilakukannya nasionalisasi, maka kondisi sosial ekonomi mereka akan berubah seperti dicita-citakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah. Metode ini terdiri dari empat tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.

ABSTRACT
This reasearh discusses about labor conditions in the port of Tanjung Perak Surabaya after the nationalization of the company is doing, particularly the issue of socio economic conditions. Surabaya is port city, with the activity on a voyage of and trade busiest, led to the emergence of labour that has an important role in of port activities. After, the sovereignty in 1949, the Indonesian government changed the nature of colonial economy into national economy. Generally, the economic sectors during Dutch Indies period was still held by the European, especially the Netherlands. One way out to embodied the national economy by the Indonesian government was nationalizing the Netherlands company, including the port.The result shows that the involvement of Tanjung Perak Surabaya port laborers in the struggle of the nationalization of the company, especially the port companies organized by the SBPP trade unions supported by the PKI through SOBSI by passing strike action. Laborers assume that by nationalization, their socio economic conditions will change as they aspire. The method use in this research is descriptive qualitative, with the approach of historical metods of heuristic, criticism, interpretation and historiography. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan buku tahunan yang ditulis oleh Maatschappij der Nederlandsche Letterkunde te Leiden, sebuah perkumpulan yang bergerak di bidang sastra Belanda. Buku ini memuat profl beberapa penulis Belanda dan mengulas kehidupan serta karya-karya mereka. Salah satunya adalah Cornelis Johannes Wijnaendts Francken, seorang penulis dan filsuf Belanda. "
Leiden : E.J Brill te Leiden , 1946
R BLD 839.3 MAA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Abidin
"KPH (Koninklijke Paketvaart-Maatschappij) adalah perusahaan pelayaran Belanda yang memegang hak monopoli atas pelayaran antarpulau di Indonesia sejak 1890. Dalam mempertahankan monopolinya KPM mempergunakan berbagai cara yang sifatnya menghambat, seperti tidak memberikan fasilitas baik itu pelabuhan maupun pinjaman bank terhadap para pesaingnya. Akibatnya perusahaan-perusahaan pelayaran yang dikelola oleh pribumi sulit berkembang. Tahun 1942-1945, KPM menghentikan sementara usaha pelayarannya karena pendudukan Jepang terhadap Indonesia. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, bersamaan dengan datangnya kembali Belanda di Indonesia, KPM kembali menjalankan usaha pelayarannya di Indonesia. Sementara itu Pemerintah Indonesia yang telah merdeka menganggap bahwa kembalinya KPM di Indonesia menimbulkan kecurigaan terhadap kembalinya dominasi modal asing di Indonesia. Untuk itulah Pemerintah berkeinginan untuk menggantikan peranan KPM di Indonesia, maka baru pada tahun 1952 Pemerintah Indonesia membentuk PELNI (Perlayaran Nasional Indonesia). Dalam perkembangannya sejak berdirinya PELNI mengalami berbagai hambatan dalam usaha perkembangannya salah satunya adalah masih beroperasinya KPM di Indonesia. Sejak tahun 1957, ketika KPM dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia, maka PELNI sebagai perusahaan dalam negeri yang paling dominan menggantikan peranan KPM. PELNI mengalami berbagai kemajuan yang menyolok baik itu jumlah armada, pangsa muatan barang dan penumpang, serta luasnya pengoperasian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peristiwa nasionalisasi KPM tahun 1957 merupakan titik tolak berkembangnya pelayaran nasional Indonesia..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S12635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo : Institute of Developing Economic, 1976
330.959 8 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Freska.
Thera.
Mag men von richthofen in zijn fries. Worterb, p. 1068 gelooven, dan beteekent bovenstaand woord: theer, Ags. teru, teor, tare, isl. tiara, saterl (andsch friesch) tar, hett. 251 ; nordfr, tjar, out 355." ..."
Leiden : E.J. Brill, 1886
K 439.310 5 TIJ
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Nadila Erningtiyas
"Penelitian ini membahas proses nasionalisasi NV Overzeese Gas en Elektricities Maatschappij (NV OGEM) di Jakarta 1954-1965. Proses nasionalisasi NV OGEM terjadi karena meningkatnya semangat bangsa Indonesia untuk membangun sistem ekonomi nasional. Nasionalisme ekonomi Indonesia semakin meningkat berkaitan dengan kasus Irian Barat pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) yang penyelesaiannya ditunda-tunda oleh Belanda. Sistem ekonomi nasional yang ingin diwujudkan terhalang oleh dominasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Karenanya, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk NV OGEM yang berpusat di Jakarta. Karya penelitian ini berbeda dengan karya-karya sebelumnya karena dalam penelitian-penelitian mengenai proses nasionalisasi yang telah dilakukan hanya menjelaskan dampak negatif dari nasionalisasi dengan hanya memaparkan sedikit dampak positif dari nasionalisasi bagi masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa proses nasionalisasi NV OGEM khususnya di Jakarta tidak berjalan mulus sesuai dengan apa yang diharapkan, namun pada akhirnya berdampak positif bagi masyarakat Indonesia. Setelah proses nasionalisasi, NV OGEM berubah menjadi BPU-PLN di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga. Akhirnya, untuk mempermudah birokrasi, BPU-PLN dipecah menjadi dua perusahaan yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang sumbernya didapat melalui studi literatur berupa arsip, buku, majalah, artikel jurnal, dan laporan perusahaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Arndt, Heinz Wolfgang, 1915-2002
Singapore: Chopmen, 1984
330.959 8 ARN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>