Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171008 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Furkhanda Partakusuma
"Keausan atrisi adalah hilangnya substansi permukaan gigi secara bertahap akibat gesekan gigi atas dan bawah terutama karena pengunyahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keausan gigi dengan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu-individu di Situs Gua Braholo, Situs Song Keplek, dan Situs Song Terus. Data yang digunakan adalah keausan pada permukaan gigi yang dicatat berdasarkan derajat keausan, bentuk permukaan oklusal gigi, dan arah keausan gigi. Dari hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar keausan dari temuan gigi di Situs Gua Braholo, Situs Song Keplek dan Situs Song Terus sudah tidak memiliki tonjol mahkota gigi dan derajat keausan gigi mengenai dentin. Bentuk permukaan gigi umumnya datar dan arah keausan horizontal. Berdasarkan keausannya, manusia prasejarah di Gua Braholo, Song Keplek dan Song Terus adalah masyarakat berburu yang juga memanfaatkan biota laut, dan mengupul biji-bijian yang sebagai sumber makanan pada masa itu.

Attrition is the loss of substance of the tooth surface is gradually due to friction of the upper teeth and lower because of mastication. This study aims to determine the relationship between tooth wear from human at Braholo Cave Site, Song Keplek Site, and Song Terus Site with their diet. The occlusal surface was recorded based on the degree of wear, the shape of occlusal tooth wear, and inclination of tooth wear. The majority of dental findings in Braholo Cave Site, Song Keplek Site and Song Terus Site did not have cusps of the crowns and the degrees of tooth wear reached dentine layer. The form of tooth surfaces were generally flat and the direction of tooth wear were horizontal. Based on the tooth wear, prehistoric people in Braholo Cave Site, Song Keplek Site, and Song Terus Site who were hunting and marine biota exploitation, as well as nut collecting, as the types of subsistence at the period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11831
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"Penelitian mengkaji aspek subsistensi manusia yaitu dalam pemanfaatan sumber daya fauna dalam hal ini dari jenis moluska sebagai bahan makanan dan peralatan. Pemanfaatan fauna sebagai salah satu alternatif makanan manusia pada masa lalu tercermin dan banyaknya temuan arkeologis di situs arkeologi dan temuan lukisan gua yang menggambarkan jenis-jenis fauna dan aktivitas perburuan. Melimpahnya deposit sisa fauna, selain dapat menjelaskan pola makan manusia melalui sisa makanan, juga dapat memberikan keterangan tentang kondisi lingkungan, kebiasaan (habit), atau kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia masa lalu, Selain sebagai bahan makanan, temuan sisa fauna sering ditemukan dalam bentuk perkakas atau peralatan. Sisa fauna yang ditemukan dalam suatu penelitian arkeologi dapat dikelompokan menjadi ; fauna-fauna kecil (micro fauna), seperti burung, ikan, serangga, tikus, ikan dan moluska ; dan fauna-fauna besar (macro fauna), seperti sapi, gajah, bison. Sisa fauna kecil (micro fauna) yang dominan yaitu moluska yang ditemukan dalam bentuk cangkangnya baik utuh maupun pecahan (fragmen). Melimpahnya deposit temuan sisa-sisa cangkang moluska di satu situs dapat menggambarkan strategi perolehan pangan yang tidak terbatas hanya pada hewan besar, hat tersebut terlihat dari sebaran temuan sisa-sisa cangkang moluska di situs Song Terus yang merupakan situs yang memiliki sejarah hunian yang panjang. Usaha untuk menginterpretasi adanya pemanfaatan moluska oleh penghuni Song Terus pada masa lalu dilakukan dengan beberapa tahap analisis. Tahapan analisis tersebut terdiri dari analisis faunal yang mengamati aspek fisik dari cangkang moluska yang ditemukan. Gambaran yang diperoleh dari analisis faunal yaitu tingkatan taksonomi dari cangkang-cangkang yang ditemukan, jumlah minimal individu dan jejak-jejak kerusakan kultural (wilayah pukul, jejak pemukulan, jejak pemotongan dan jejak hangus terbakar) melalui pengamatan fisik permukaan cangkang. Analisis artefaktual dilakukan melalui pengamatan morfologi cangkang yang mengamati jejak-jejak pembuatan dan pemakaian cangkang berdasarkan aspek bahan, bentuk, ukuran, jejak buat dan jejak pakai. Jejak yang diamati yaitu adanya kemunculan perimping, penghalusan, goresan, tajaman, dan kerusakan pada tajaman cangkang. Dari analisis ini dihasilkan tipe-tipe artefak dan perkiraan fungsi dari masing-masing tipe artefak. Analisis kontekstual dilakukan dengan mengamati keberadaan cangkang dalam lapisan tanah. Temuan cangkang moluska di Song Terus terdiri dari moluska dari tiga kelas, yaitu ; kelas gastropoda, pelecypoda dan cephalopoda, dan dari tiga habitat yang berbeda, yaitu ; darat, air tawar dan laut. Pemanfaatan moluska di Song Terus terdiri dari pemanfaatan sebagai makanan dan sebagai peralatan. Pemanfaatan sebagai makanan ditunjukan oleh temuan moluska dari kelas gastropoda, terutama dari habitat air tawar yang menunjukan adanya kerusakan pada bagian puncak (apex) cangkang dan bibir (lips) cangkang. Pemanfaatan sebagai peralatan dapat diamati dari temuan fragmen cangkang pelecypoda (habitat laut) yang menunjukan adanya modifikasi untuk tujuan tertentu. Jejak-jejak yang dapat diamati berupa perimping dan permukaan yang halus pada bagian margin, ujung yang runcing pada salah satu sisi cangkang (posterior dan atau anterior margin) dan kerusakan pada runcingan tersebut. Temuan moluska dari Song Terus menunjukkan adanya lima tipe artefak yang kemungkinan dapat diidentitikasi sebagai : 1) penyerut, 2) penyerut dan penusuk, 3) penggosok, 4) penggosok dan penusuk dan 5) mata panah. Kehadiran sisa-sisa cangkang moluska menandakan adanya keragaman pola makan dan penggunaan peralatan oleh manusia Song Terus. Hal ini dapat diasumsikan kerena temuan moluska yang dihasilkan dari ekskavasi tersebar di seluruh kotak gali dan berasosiasi dengan temuan lain. Temuan tersebut diantaranya sisa fauna vertebrata dari jenis ikan (Pisces), unggas (Gallus sp.), War (Boaidae), biawak (Varanidae), kura-kura (Testudinidae), tikus pohon (Soricidae), kelelawar (Chiropteridae), landak (Hyastricidae), tupai (Sciuridae), tikus (Muridae), anjing liar (Canidae), kucing (lelidae), musang (Viverridae), kerbau (Bovidae), rusa (Cervidae), babi (Suidae), badak (Rhinoceritidae), dan gajah (Elephantidae). Temuan lain yaitu artefak dari tulang, artefak litik, material litik, fragrnen tembikar, sisa flora, lapisan tanah dan rangka manusia. Interpretasi terhadap keadaan lingkungan purba di sekitar wilayah gua dapat diamati dari sebaran moluska darat, selain jenis hewan lain. Kehadiran moluska darat pada satu daerah menunjukan bahwa daerah tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi. Keragaman jenis fauna dan sumber daya alam lain inilah yang menjadi salah satu faktor keidealan hunian, sehingga manusia memiliki banyak alternatif bahan makanan dan peralatan, selain sumber lain seperti air dan morfologi tempat hunian tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11558
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Mardiani
"
ABSTRAK
Artefak batu banyak ditemukan dalam situs-situs prasejarah di Indonesia. Artefak ini terdiri dari berbagai jenis dalam kategori alat masif dan alat serpih-bilah. Pada penelitian ini, kategori artefak batu difokuskan pada alat serpih-bilah yang ditemukan dari hasil ekskavasi oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) di situs gua Song Keplek di daerah Punung, Pacitan, Jawa Timur.
Alat serpih-bilah umumnya memiliki teknologi yang hampir sama dengan alat batu masif. Perbedaannya adalah pada teknologinya, yaitu teknik pemangkasan pada alat batu masif dan teknik penyerpihan pada alat serpih-bilah. Tahapan teknologi alat batu terdiri dari perolehan bahan (dengan cara penyiapan dan pengolahan bahan), pembentukan bahan, dan penyempurnaan atau penghalusan alat.
Teknologi yang diuraikan merupakan teknologi umum yang berkembang untuk serpih-bilah. Teknologi ini tentunya berkembang pada pembuatan alat yang dapat menjadi suatu kegiatan penghasil alat, yaitu indusrtri alat batu. Berkaitan dengan perolehan bahan, suatu industri alat batu memerlukan keberadaan sumberdaya batuan. Sumberdaya batuan itu terdapat di lingkungan, dan untuk mendapatkannya, manusia memiliki pengetahuan dalam memilih bahan batuan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini memicu munculnya permasalahan pemanfaatan sumberdaya batuan sebagai alat batu di situs ini dengan tujuan untuk mengetahui kaitan antara teknologi dengan sumber bahan agar dapat menjawab perilaku manusia di situs dalam memanfaatkan lingkungan alam, khususnya sumberdaya batuan.
Tujuan penelitian di atas dicoba dicapai dengan menganalisis khusus (specific analysis) terhadap temuan serpih-bilah di Situs Song Keplek, termasuk dengan pengujian petrografi dari serpih yang ditemukan. Analisis kontekstual (contextual analysis) dilakukan terhadap lingkungan situs yang diduga sebagai sumber bahan. Pada penelitian ini juga dilakukan survei pemukaan terhadap beberapa situs sumber.
Tujuan penelitian ini dapat dicapai dan kesimpulan yang dapat diambil adalah: (1) tahap pengerjaan alat batu Situs Song Keplek telah mencapai tahap penyempurnaan alat, (2) Sumber bahan batuan terdapat di lingkungan sekitar situs, dengan 3 kelompok radius daerah perolehan sumber, semakin dekat jarak sumber ke situs, maka semakin besar kemungkinannya sumber itu dimanfaatkan, dan sebaliknya (3) Proses perjalanan alat batu dari bahan hingga alat adalah merupakan hasil seleksi terhadap bahan di dalam teknologi pembuatannya.
"
1998
S11564
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Purnomo
"Skripsi ini mengkaji Pemanfaatan Hewan Sebagai Sumber Makanan dan Dan Alat Tulang di Situs Song Keplek Jawa Timur. Melalui temuan hasil penggaliannya yang berupa tulang-tulang hewan. Tujuan penelitian ini adalah mencoba mengetahui seberapa jauh pemanfaatan hewan yang dilakukan oleh penghuni situs Song Keplek, terutama untuk sumber makanan dan bahan pembuat alat tulang, dimana dari hasil penggalian yang pernah dilakukan banyak ditemukan temuan tulang hewan dan temuan alat tulang.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei pustaka dan survey lapangan. Tujuan dari kegiatan tersebut untuk mengumpulkan seluruh data yang ada dan tercatatat. Data yang telah dikumpulkan dipisahkan menjadi dua, yaitu data pustaka dan data lapangan. Data Iapangan dibedakan lagi menjadi data penggalian dan data lingkungan. Data penggalian yang merupakan data utama dalam penelitian ini kemudian dipilah lagi untuk mendapatkan data yang layak diteliti lebih lanjut. Pengamatan secara khusus terhadap tulang-tulang hewan dan alat tulang dibantu dengan data kepustakaan menghasilkan beberapa hal yang berkenaan dengan proses pemanfaatan hewan yang ada di Situs Song Keplek, yaitu tentang jenis-jenis hewan yang dimanfaatkan dan bagian dari hewan yang kerap dimanfaatkan. Penelusuran data penggalian, kepustakaan mengenai habitat hewan dan lingkungan situs saat kini, menghasilkan kemungkinan gambaran lingkungan yang pernah berlangsung di lingkungan mikro Situs Song Keplek."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S11510
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Kusno
"Penelitian ini mengkaji pemanfaatan hewan Bovidae oleh manusia sebagai bahan pemenuh kebutuhan konsumsi dan bahan pembuatan alat tulang. Sisa-sisa Bovidae merupakan temuan yang umum terdapat dalam situs arkeologi, khususnya situs hunian. Hal ini memberikan satu anggapan bahwa hewan ini merupakan salah sumber makanan yang menjadi pilihan manusia masa lalu untuk dimanfaatkan. Usaha untuk menginterpretasi pemanfaatan Bovidae oleh manusia masa lalu di Song Terus dilakukan dengan beberapa analisis. Tahapan analisis tersebut terdiri dari analisis ekofaktual yang mengamati aspek fisik tulang dan gigi Bovidae. Analisis tersebut menggunakan 2 satuan analisis, yaitu analisis taksonomik Bovidae untuk memperoleh gambaran mengenai klasifikasi taksonomik, gambaran populasi, frekuensi dan distribusi hewan per jenis; dan analisis non-taksonomik untuk menggambarkan ketidakutuhan sisa Bovidac yang nienggambarkan bentuk-bentuk pecahan, jejak-jejak pengolahan, dan indikasi terbakar bertujuan untuk memperoleh gambaran ntenganai pemanfaatan Bovidac sebagai bahan konsumsi. Selanjutnya dilakukan analisis artefaktual bertujuan untuk tnengetaltui bagian-bagian tulang apa saja yang digunakan sebagai alat. Dan terakhir yaitu analisis kontekstual bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai hubungan antara temuan Bovidae dengan lapisan tanah tempat terdepositnya dan dengan temuan arkeologis lainnya. Berdasarkan temuan gigi, Bovidae di situs Song Terus terdiri dari tiga genus, yaitu Bos, Bubalus, dan Duboisia santeng. Hewan jenis Bos dan Bubalus terdapat di dua lapisan, Keplek dan Tabuhan, sedangkan hewan jenis Duboisia santeng hanya terdapat di Lapisan Tabuhan saja. Pemanfaatan Bovidae untuk kebutuhan konsumsi terlihat dengan ditemukannya tulang-tulang Bovidac yang mengindikasikan ciri-ciri pecah segar, adanya jejak pukul, jejak bakar, dan goresan atau striasi. Bovidae dimanfaatkan oleh manusia masa lalu tidak hanya untuk diambil daging dan sumsumnya tetapi sisanya, berupa tulang, juga dimanfaatkan sebagai alat. Hal ini terlihat dengan diteinukannya tulang-tulang panjang dan pendek dengan ciri-ciri adanya goresan, perimping, kilapan, dan perbedaan permukaan tulang akibat aktivitas pembuatan alas. Interpretasi terhadap keadaan lingkungan pada masa lalu di sekitar gua berdasarkan temuan Bovidae dari dua lapisan, Keplek dan Tabultan, mengindikasikan telah terjadi perubahan lingkungan dari masa Pleistosen (Lapisan Tabuhan) ke masa Holosen (Lapisan Keplek). Keadaan lingkungan pada masa Pleistosen lebih merupakan padang rumput yang luas dengan hutan terbuka, sedangkan pada masa Hosen lingkungan tersebut telah digantikan dengan hutan hujan tropis yang merupakan hutan dengan kerapatan tanaman yang tinggi"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11441
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Mirza Ansyori
"Suidae (babi) merupakan salah satu Artiodacyla yang telah berhasil berkembang biak di Indonesia, dengan persebaran yang hampir ada di seluruh kepulauan di Indonesia. Pada beberapa masyarakat tradisional, binatang ini merupakan salah satu binatang buruan untuk dimanfaatkan sebagai makanan. Kehadiran binatang ini telah ada semenjak masa pliosen (?), sehingga pada masa Prasejarah baik pada masa Pleistosen dan Holosen, binatang ini diperkirakan telah menjadi salah satu bagian dari ekosistem yang ada di lingkungan hidup manusia pada masa lalu. Kedekatan habitat binatang ini dengan manusia menimbulkan kemungkinan mengenai adanya pemanfaatan binatang ini oleh manusia pada masa Prasejarah, khususnya masa berburu dan mengumpulkan makanan. Bukti mengenai adanya kemungkinan pemanfaatan binatang ini oleh manusia prasejarah tercermin pada ditemukannya spesimen tinggalan binatang ini pada beberapa situs arkeologi yang mewakili masa prasejarah. Song Terus merupakan salah satu situs arkeologi yang diteliti secara intensif berkaitan dengan pemanfaatan gua ini sebagai teinpat hunian pada oleh manusia pada masa lalu. Pada situs ini ditemukan beberapa artefak dari tulang dan gigi binatang, batu, dan artefak dari cangkang kerang. Sisa-sisa binatang ditemukan pada hampir semua lapisan gali, dan terdiri atas binatang-binatang besar maupun kecil. Salah satu binatang besar yang ditemukan adalah Suidae. Bukti mengenai pemanfaatan binatang ini oleh manusia harus ditelusuri berkaitan dengan jejak-jejak yang tertinggal pada spesimen temuan. Identiflkasi terhadap pemanfaatan terhadap binatang disitus ini dibagi atas pemenfaatannya sebagai makanan, dan sebagai material pembuatan alat berkaitan dengan upaya perolehannya diperlukan informasi mengenai variasi-variasi berkaitan dengan jenis kelamin, umur dan jenis-jenis spesies secara kuantitatif, sehingga dapat ditemukan adanya pola kecenderungan pemilihan binatang ini sebagai binatang buruan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Astuti
"ABSTRAK
Penelitian fosil polen dan spora d1 Danau Wuyang Warak dan Kerta Gebang Kawasan karst Pegunungan Sewu Jawa Timur d1lakukan pada 3 penode ya1tu 20 - 23 Desember 1997 26 - 28 April 1998 dan tanggal 7 - 8 Maret 1999 Pengamb1lan contoh tanah d1lakukan dengan tekmk pengeboran sampa1 kedalaman ± 6 m 01 set1ap lokas1 d1amb1l mas1ng-mastng dua contoh tanah Pengamatan polen dan spora menggunakan m1kroskop b1nokuler transm1s1 merek Le1ts dengan perbesaran 1 250 kah Determinas1 d1lakukan pada foto polen menggunakan buku- buku acuan Erdtman (1943 & 1986) Hyde & Adams (1958) Kapp (1969) Huang (1972) Moore & Webb (1978) Morley (1977) Murillo & Bless (1978) dan foto-foto koleks1 laboratonum eksplo1tas1 LEMIGAS Jakarta serta preparat dan slide yang telah tendent1fikas1 Has1l 1dent1f1kas1 fos1l paten dan spora mengind1kas1kan bahwa d1 daerah peneht1an pernah menJad1 habitat bag1 tumbuhan mangrove back mangrove hutan rawa air tawar hutan huJan pegunungan bawah hutan hujan pegunungan atas dan bawah serta npanan Masyarakat d1 kawasan karst Kecamatan Punung Pegunungan Sewu mengupas lap1san kapur pada lahan yang datar dan setengah mmng untuk d1Jad1kan sawah dan kebun serta menanam Jems tanaman yang d1anggap mempunya1 rnla1 ekonom1 tmgg1 tanpa memperduhkan kemampuan medium tumbuh Pola eksplo1tas1 pertaman trad1s1onal yang ada ya1tu pola pertarnan d1 Pulau Jawa yang mtens1f dan pola d1 luar Pulau Jawa dengan cara tebas bakar dan masa kosong Pola pertaman d1 kawasan karst Pegunungan Sewu berkembang ak1bat adanya pertambahan penduduk pemekaran pemuk1man dan daerah pertaman yang menggunakan pola bertam mtens1f dengan memanfaatkan daerah-daerah marginal atau hutan hndung."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Astuti
"Studi Keankaragaman Hayati Di Situs Song Keplek Punung Pegunungan Sewu, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur
Pasca Sarjana Biologi-FMIPAUI,2000
Penelitian fosil polen dan spora di Danau Wuyang Warak dan Kerta Gebang Kawasan karst Pegunungan Sewu, Jawa Timur, dilakukan pada 3 periode, yaitu : 20 - 23 Desember 1997, 26 28 April 1998, dan tanggal 7 - 8 Maret 1999. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan teknik pengeboran sampai kedalaman ± 6 m. Di setiap lokasi diambil masing-masing dua contoh tanah. Pengamatan polen dan spora menggunakan mikroskop binokuler transmisi merek Leits dengan perbesaran 1.250 kali. Determinasi dilakukan pada foto polen menggunakan buku- buku acuan ; Erdtman (1943 & 1986), Hyde & Adams (1958), Kapp (1969), Huang (1972), Moore & Webb (1978), Morley (1977), Murillo & Bless (1978) dan foto-foto koleksi laboratorium eksploitasi LEMIGAS, Jakarta serta preparat dan slide yang telah teridentifikasi.
Hasil identifikasi fosil polen dan spora mengindikasikan bahwa di daerah penelitian pernah menjadi habitat bagi tumbuhan mangrove, back mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan pegunungan bawah, hutan hujan pegunungan atas dan bawah, serta riparian.
Masyarakat di kawasan karst Kecamatan Punung Pegunungan Sewu mengupas lapisan kapur pada lahan yang datar dan setengah miring untuk dijadikan sawah dan kebun serta menanam jenis tanaman yang dianggap mempunyai nilai ekonomi tinggi tanpa mernperdulikan kemampuan medium tumbuh. Pola eksploitasi pertanian tradisional yang ada yaitu pola pertanian di Pulau Jawa yang intensif dan pola di luar Pulau Jawa dengan cara tebas bakar dan masa kosong.
Pola pertanian di kawasan karst Pegunungan Sewu berkembang akibat adanya pertambahan penduduk, pemekaran pemukiman dan daerah pertanian yang menggunakan pola bertani intensif dengan memanfaatkan daerah-daerah marginal atau hutan lindung.

Situs Song Keplek is one of the pre-historic sites which is located at Kecamatan Punung apart the Sewu mountain limestone formation right in the border of Central and East Java provinces.
The limestone formation of the Sewu mountain had undergone several physiographic transformations since the Pleistocene time or from two million years ago up to the present.
This study is intended to describe past ecosystem Situs Song Keplek based on fossilized pollens and spores escavated from the sites and present floral composition of the situs.
The research was carried (conducted) out in three different visits on December 20 - 23, 1997; April 26 - 28 1998, and March 7 - 8 1999.
The fossil samples were taken from the bottom or the sediment of Wuyang Warak lake which is still watered up until today and Kerta Gebang lake which is only seasonally watered. The study identified 53 species of 29 families of plants. In Wuyang Warak lake, it was found 29 species of angiosperms and 9 species of pteridophytes with high frequency of Monoprites annulatus (83 pollens), followed by Cyatides sp. (50 spores), Blechnum fraxineum (46 spores), Lycopodium elavatum (28 spores), Podocarpus amaurus (28 pollens), and Lycopodium microphyllum (27 spores). In Kerta Gebang lake, there were 17 species of angiosperms and 18 species of pteridophytes with high frequency of Monoprites annulatus (210 pollens), followed by Podocarpus amaurus (163 pollens), Pteris ensiformis (17 spores), Selaginella sp. (11 spores), and Mimosa sp. (10 pollens).
Sorensen similarity indeks reveals an index of 24% similarity of pollens and spores between two lakes.This figure indicates that the two locations were different in term of their floral compositions which were probably due to their different physiographic environment altitude during the past.
Approximately about 10000 years ago, the sites probably composed of the mangrove back mangrove fresh water tropical rain forest and riparian ecosystems.
The incontinuity of the vegetation pattern in the area could be related to the change of the climate as well as by the presence of human being in the environment since long time.
The findings of Wuyang Warak and Kerta Gebang lakes show a similarity with those of Julianto (1994) who conducted a research in Nampol formation, Jaten formation, and Andjarwati (2000) who conducted a research in Situs Kali Banjar and Situs Gua Tabuhan. The pollen and spore fossils found in Jaten formation concisted of 53 species and 5 families of plants, while in Jaten formation concisted of 32 species and 5 families of plants, in Situs Kali Banjar, the pollen and spore fossils were from 21 familiesof plants and in Situs Gua Tabuhan were from 16 families of plants.
Karst vegetation of the Sewu mountain is not various and mostly composed of wild bushes grows covering the slope of the hill. This is because the people replace the formely existing forest with vegetation of economic value.
Our record on the Baduy practice of agriculture, indicates that traditional wisdom contribute to the conservation of the environment as well as the variety of the local plants and forest. The slash and burn practice of agriculture does not disturb the soil surface, hence proverigation of the soil is prevented.
"
2000
T550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ruly Fauzi
"Penelitian ini mengkaji kemungkinan adanya okupasi manusia pada Lapisan Budaya Terus yang memiliki kronologi Pleistosen-Atas (+ 300-60 ribu tahun yang lalu). Lapisan Terus secara umum memiliki karakter sedimentasi sungai sehingga dianggap tidak memungkinkan manusia untuk mengokupasinya. Namun demikian terdapat temuan yang dapat dianggap sebagai indikator okupasi manusia serta suatu lapisan yang menunjukan karakter deposit gua kering. Temuan arkeologis yang dianggap sebagai indikator okupasi manusia dalam penelitian ini berupa artefek rijang dengan kondisi segar, tulang macrofauna yang menunjukkan jejak aktivitas manusia dengan kondisi segar, serta batu terbakar. Sementara itu, temuan yang dianggap merepresentasikan kondisi lantai gua yang kering dan memungkinkan untuk diokupasi manusia yaitu tulang microfauna dan stalagmit..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11953
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Sujud Purnawan Jati
"Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, penelitian arkeologi di Jawa Timur, khususnya untuk situs prasejarah telah dimulai sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian pada saat itu. Pada tahap awal tampaknya perhatian penelitian lebih banyak dicurahkan pada tujuan untuk menemukan benda-benda arkeologi berupa artefak. Sementara itu kegiatan yang banyak dilakukan berupa pendokumentasian, kegiatan inventarisasi, pembahasan yang berorientasi pada artefak (artifact-oriented), dan beberapa upaya untuk merekonstruksi kehidupan manusia di masa lampau.
Kegiatan penelitian di wilayah ini pada dua dasawarsa terakhir telah meningkat jumlahnya, dan telah terjadi pergeseran perhatian dari pengkajian atas artefak kepada pengkajian atas situs dan bahkan kawasan. Namun demikian penelitian tersebut belum mencakup seluruh aspek yang terkait, misalnya aspek lingkungan. Hal ini perlu mendapat perhatian, karena berbicara perkara kehidupan manusia dan budayanya, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain seperti lingkungan alam. Ketiga hal tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi baik dalam dimensi ruang maupun waktu (Soejano 1987:37).
Sejak masa lalu manusia telah memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari bukti-bukti arkeologi yang diperoleh, baik yang berbentuk artefak (artefact), ekofak (ecafact), fitur (feature), dan situs (site). Namun disadari bahwa bukti-bukti arkeologi yang sampai kepada kita memiliki keterbatasan baik kuantitas maupun kualitas (Mundardjito 1986:42). Oleh karena itu untuk dapat menjelaskan kehidupan manusia masa lalu tidak hanya dibutuhkan pengkajian atas artefak semata-mata, tetapi pengkajian yang luas atas tinggalan arkeologi, tidak saja pada hanya satu situs, namun tinggalan arkeologi dalam Skala ruang yang lebih luas, yaitu benda-benda arkeologi dan situs-situs yang tersebar dalam wilayah atau kawasan. Untuk itu diperlukan pendekatan yang makro, yaitu pendekatan kawasan disertai dengan kesadaran yang tinggi akan keterkaitan antar situs, baik secara ekologis, geografis maupun fungsional."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>